Anda di halaman 1dari 126

Akal dan Konsep Ketuhanan

Meskipun meyakini adanya Tuhan adalah masalah Fithri yang tertanam dalam diri setiap
manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka
disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri
mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya Fitrah mereka redup atau bahkan padam.
Walaupun demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para Ahli ma'rifat berkata,"Jalan-jalan
menuju ma'rifatullah sebanyak nafas makhluk." Salah satu jalan ma'rifatullah adalah akal.
Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli hadis (Salafi) atau Wahabi, yang menolak
peran aktif akal sehubungan dengan ketuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya
jalan untuk mengetahui Allah adalah nash (Al-Qur'an dan hadis). Merka beralasan dengan
adanya sejumlah ayat atau riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra'yu).
Padahal kalau kita perhatikan, ternyata Al-Qur'an dan hadis sendiri mengajak kita untuk
menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah
lewat argumentasi (burhan) Aqli. Pada edisi berikutnya, Insya Allah akan kita bicarakan tentang
Al-Qur'an, hadis dan konsep ketuhanan.
Dalam persepsi mereka, membicarakan agama adalah suatu hal yang sangat sensitif dan akan
merenggangkan hubungan antara manusia. Agama merupakan sesuatu yang sangat personal
dan tidak perlu diungkap dalam forum-forum umum dan terbuka. Jika harus berbicara agama
pun, maka ruang lingkupnya harus dibatasi pada sisi peribadatan saja.
Bisakah Tuhan dibuktikan dengan akal ?
Sebenarnya pertanyaan ini tidaklah tepat, karena bukan saja Allah bisa dibuktikan dengan akal.
Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak
mungkin melakukan pembuktian tanpa akal.
Anggapan yang mengatakan, bahwa pembuktian wujud Allah hanya dengan nash saja adalah
anggapan yang sangat naif. Karena bagaimana mungkin seseorang menerima keterangan Al-
Qur'an, sementara dia belum mempercayai wujud (keberadaan) sumber Al-Qur'an itu sendiri,
yaitu Allah Ta'ala.
Lebih naif lagi, mereka menerima keterangan Al-Qur'an lantaran ia adalah kalamullah atau
sesuatu yang datang dari Allah. Hal itu berarti, mereka telah meyakini wujud Allah sebelum
menerima keterangan Al-Qur'an. Lalu mengapa mereka meyakini wujud Allah.
Mereka menjawab,"Karena Al-Qur'an mengatakan demikian." Maka terjadilah daur (Lingkaran
Setan?, lihat istilah daur pada pembahasan selanjutnya). Dalam hal ini, Al-Qur'an dijadikan
sebagai pendukung dan penguat dalil aqli.
Para ulama, ketika membuktikan wujud Allah dengan menggunakan burhan aqli, terkadang
melalui pendekatan kalami (teologis) atau pendekatan filosofis.
Pada kesempatan ini Insya Allah kami mencoba menjelaskan keduanya secara sederhana dan
ringkas.
Burhan-burhan Aqli-kalami tentang keniscayaan wujud Allah Ta'ala
1. Burhan Nidham (Keteraturan)
Burhan ini dibangun atas beberapa muqaddimah (premis).
Pertama, bahwa alam raya ini penuh dengan berbagai jenis benda, baik yang hidup maupun
yang mati.
Kedua, bahwa alam bendawi (tabi'at) tunduk kepada satu peraturan. Artinya, setiap benda
yang ada di alam ini tidak terlepas dari pengaruh undang-undang dan hukum alam.
Ketiga, hukum yang menguasai alam ini adalah hukum kausalitas ('ilaliyyah), artinya setiap
fenomena yang terjadi di alam ini pasti dikarenakan sebuah sebab ('illat), dan tidak mungkin
satu fenomena terjadi tanpa sebab. Dengan demikian, seluruh alam raya ini dan segala yang
ada di dalamnya, termasuk hukum alam dan sebab-akibat, adalah sebuah fenomena dari
sebuah puncak sebab (prima kausa, atau 'illatul 'ilal).
Keempat, "sebab" atau 'illat yang mengadakan seluruh alam raya ini tidak keluar dari dua
kemungkinan, yaitu "sebab" yang berupa benda mati atau sesuatu yang hidup.
Kemungkinan pertama tidak mungkin, karena beberapa alasan berikut : Pertama, alam raya ini
sangat besar, indah dan penuh keunikan. Hal ini menunjukkan bahwa "sebab" yang
mengadakannya adalah sesuatu yang hebat, pandai dan mampu. Kehebatan, kepandaian dan
kemampuan, merupakan ciri dan sifat dari sesuatu yang hidup. Benda mati tidak mungkin
disifati hebat, pandai dan mampu.
Kedua, benda-benda yang ada di alam ini beragam dan bermacam-macam, di antaranya adalah
manusia. Manusia merupakan salah satu bagian dari alam yang palin menonjol. Dia pandai,
mampu dan hidup. Mungkinkah manusia yang pandai, mampu dan hidup terwujud dari sesuatu
yang mati ?
Kesimpulannya, bahwa alam raya ini mempunyai "sebab" atau 'illat, dan "sebab" tersebut
adalah sesuatu yang hidup. Kaum muslimin menamai "sebab" segala sesuatu itu dengan
sebutan Allah Ta'ala.

2. Burhan al-Huduts (Kebaruan)


Al-Huduts atau al-Hadits berarti baru, atau sesuatu yang pernah tidak ada. Burhan ini terdri
atas beberapa hal :
Pertama, bahwa alam raya ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada menjadi ada
dan akhirnya tidak ada lagi.
Kedua, segala sesuatu yang asalnya tidak ada kemudian ada, tidak mungkin ada dengan
sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena "sebab" sesuatu.
Ketiga, yang menjadikan alam raya ini ada haruslah sesuatu yang qadim, yakni keberadaannya
tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi. Karena, jika sesuatu yang
mengadakan alam raya ini hadits juga, maka Dia-pun ada karena ada yang mengadakannya,
demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak berujung seperti ini mustahil. Dengan
demikian, pasti ada 'sesuatu' yang keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Kaum
muslimin menamakan 'sesuatu' itu dengan sebutan Allah Ta'ala.
Burhan-burhan Aqli-Filosofi tentang kenicayaan wujud Allah Ta'ala
A. Burhan Imkan Sebelum menguraikan burhan ini, ada beberapa istilah yang perlu diperjelas
terlebih dahulu :

a. Wajib, yaitu sesuatu yang wujudnya pasti, dengan sendirinya dan tidak membutuhkan
kepada yang lain.
b. Imkan atau mumkin, sesuatu yang wujud (ada) dan 'adam (tiada) baginya sama saja
(tasawiy an-nisbah ila al-wujud wa al-'adam). Artinya sesutu yang ketika 'ada' disebabkan
faktor eksternal, atau keberadaannya tidak dengan sendirinya. Demikian pula, ketika 'tidak ada'
disebabkan faktor eksternal pula, atau ketiadaannya juga tidak dengan sendirinya. Dia tidak
membias kepada wujud dan kepada ketiadaan. Menurut para filosuf, hal ini merupakan ciri khas
dari mahiyah (esensi).
c. Mumtani' atau mustahil, yaitu sesuatu yang tidak mungkin ada dan tidak mungkin
terjadi, seperti sesuatu itu ada dan tiada pada saat dan tempat yang bersamaan (ijtima'un
naqidhain).
d. Daur (siklus atau lingkaran setan). Misal, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B,
sedangkan B keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi A tidak mungkin ada tanpa
keberadaan B terlebih dahulu, demikian pula B tidak mungkin ad tanpa keberadaan A terlebih
dahulu. Dengan demikian, A tidak akan ada tanpa B dan pada saat yang sama A harus ada
karena dibutuhkan B. Ini berarti ijtima'un naqidhain (lihat Mumtani').

Contoh lainnya, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B, dan B kebradaannya tergantung


membutuhkan C, sedangkan C keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi, A tidak
mungkin ada tanpa keberadaan B terlebih dahulu, demikian juga B tidak mungkin ada tanpa
keberadaan C terlebih dahulu, demikin pula C tidak mungkin ada tanpa keberadaan A terlebih
dahulu. Daur adalah suatu yang mustahil adanya.

e. Tasalsul, yaitu susunan sejumlah 'illat dan ma'lul, dengan pengertian bahwa yang
terdahulu menjadi 'illat bagi yang kemudian, dan seterusnya tanpa berujung. Tasalsul sama
dengan daur, mustahil adanya.

Burhan Imkan dapat dijelaskan dengan beberapa point berikut ini :


Pertama, bahwa seluruh yang ada tidak lepas dari dua posisi wujud, yaitu wajib atau
mumkin.
Kedua, wujud yang wajib ada dengan sendirinya dan wujud yang mumkin pasti
membutuhkan atau berakhir kepada wujud yang wajib, maka akan terjadi daur (siklus)
atau tasalsul (rentetan mata rantai yang tidak berujung) dan keduanya mustahil.
Ketiga, bahwa yang mumkin berakhir kepada yang wajib. Dengan demikian, yang wajib
adalah 'sebab' dari segala wujud yang mumkin (prima kausa atau 'illatul 'ilal). Kaum
muslimin menamakan wujud yang wajib dengan sebutan Allah Ta'ala.
B. Burhan ash-Shiddiqin
Burhan ini menurut para filosuf muslim, merupakan terjemahan dari ungkapan Ahlibait as. yang
berbunyi,"Wahai Dzat yang menunjukkan diri-Nya dengan diri-Nya." (Doa Shabah Amir al-
Mukminin Ali bin Abi Thalib as.) Artinya, burhan ini ingin menjelaskan pembuktian wujud Allah
melalui wujud diri-Nya sendiri. Para ahli mantiq (logika) menyebutnya dengan burhan Limmi.
Penjelasan burhan ini, hampir sama dengan penjelasan burhan Imkan.
Ada beberapa penafsiran tentang burhan shiddiqin ini. Di antaranya penafsiran Mulla Shadra.
Beliau mengatakan, "Dengan demikian, yang wujud terkadang tidak membutuhkan kepada
yang lain (mustaghni) dan terkadang pula, secara substansial, ia membutuhkan kepada yang
lain (muftaqir). Yang pertama adalah wujud yang wajib, yaitu wujud murni. Tiada yang lebih
sempurna dari-Nya dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan
kekurangan. Sedangkan yang kedua , adalah selain wujud yang wajib, yaitu perbuatan-
perbuatan-Nya yang tidak bisa tegak kecuali dengan -Nya. (Nihayah al-Hikmah, hal. 269).
Allamah al-Hilli , dalam kitab Tajrid al-'I'tiqad karya Syekh Thusi, menjelaskan, "Diluar kita
secara pasti ada yang wujud. Jika yang wujud itu wajib, maka itulah yang dimaksud (Allah
Ta'ala) , dan jika yang wujud itu mumkin, maka dia pasti membutuhkan faktor yang wujud
(ntuk keberadaannya). Jika faktor itu wajib , maka itulah yang dimaksud (Allah Ta'ala). Tetapi
jika faktor itu mumkin juga, maka dia membutuhkan faktor lain dan seterusnya (tasalsul) atau
daur. Dan keduanya mustahil adanya.
Kitab Rujukan :
1. Nihayah al Hikmah, karya Allamah
Thabathabai.
2. Kasyf al-Murad fi Syarh at-tajrid,
karya Allamah al-Hilli.
3. Bab al-Hadi 'Asyr, karya Allamah al-Hilli
4. Al-Ilahiyyat, karya Syekh Ja'far Subhani.
5. Muhadharah fi Ilmi al-Kalam (kaset),
ceramah Sayyid Kamal Haydari.

Sumber: Buletin Dwi Mingguan RISALATUNA diterbitkan oleh Yayasan Al-Jawad, Edisi
03-Tahun 1997

Al-Qur'an dan Konsep Ketuhanan (1)


Sebelum menyebutkan ayat-ayat yang berkenaan dengan ketuhanan, kami terlebih dahulu
ingin menjelaskan bahwa Al-Qur,an tidak pernah melarang umat manusia menggunakan
akalnya. Bahkan, menganjurkan mereka menggunakan akalnya.
Allah Ta'ala berfirman, "Sungguh, Kami turunkan al-Qur,an dengan (berbahasa) Arab, agar
kalian berpikir."(QS.Yusuf.2). Banyak ayat-ayat senada lainnya yang diakhiri dengan kalimat
afala ta'qilun, afala tatafakkarun, afala ta'lamun, atau Iafala yafqahun."
Selain itu, al-Qur,an menganggap orang yang tidak menggunakan akalnya sebagai binatang,
dengan ungkapan, "Mereka memiliki akal, tetapi mereka tidak memahami (berpikir). Mereka
mempunyai mata, tapi mereka tidak melihat, mereka mempunyai telinga, tetapi mereka tidak
mendengar. Mereka bagaikan binatang. Mereka adalah orang-orang yang lengah." (QS.al A,raf:
179).
Al-Quran sendiri menguji kebenaran dirinya kepada akal, "Tidakkah mereka merenungkan al-
Quran. Sekiranya ia bukan dari Allah, pasti mereka mendapatkan perselisihan yang banyak
didalamnya."(QS.an-Nisa: 82)
Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang meyakini wujud Allah, namun mereka masih
ragu apakah al-Quran itu kalamullah atau bukan. Karena itulah Allah berfirman, "Sekiranya al-
Quran itu bukan dari Allah, maka pasti mereka menemukan perselisihan yang banyak di
dalamnya."
Akan tetapi, karena tidak ditemukan perselisihan di dalamnya, berarti al-Qur,an itu benar-benar
dari Allah. Argumentasi yang dipakai al-Quran semacam ini, dalam istilah para ahli mantiq
(logika), dinamakan Qiyas Istitsnai.
Jadi, akal dijadikan sebagai alat yang digunakan untuk mengetahui kebenaran dan kesalahan
sebatas ruang lingkup diri sendirinya.

Dengan demikian, benarkah al-Qur,an melarang penggunaan akal? Bagaimana pulakah al-
Quran berbicara tentang ketuhanan?
Perlu diketahui, bahwa al-Quran dijadikan sebagai dalil atas wujud Allah setelah terbuktikan
keberadaan-Nya melalui akal. Oleh karena itu, kalangan Syiah Imamiah menjadikan al-Quran
sebagai penguat dan pendukung dalil-dalil aqli (lihat Buletin RISALATUNA, edisi nomor 3).
Terdapat beberapa metode pendekatan yang dipakai al-Qur'an dalam membahas tentang wujud
Allah Taala, antara lain, sebagai berikut :

Fitrah
Pada beberapa ayat al-Quran, masalah tauhid atau ketuhanan dianggap sebagai masalah
fitrah, sehingga tidak perlu lagi dicari dalilnya, karena ia merupakan bagian dari fitrah (ciptaan)
manusia. Betapa seringnya al-Quran berusaha membangkitkan fitrah ketuhanan ini dari
kedalaman hati orang-orang yang mengingkari wujud Allah Taala.
Simaklah ayat-ayat berikut, yang berbicara mengenai ketuhanan :
1. Surat Rum ayat 30:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama sebagi fitrah Allah, yang telah
menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada ciptaan (fitrah) Allah."
Pada ayat ini jelas sekali, bahwa Din merupakan fitrah manusia dan bagian dari fitrah manusia
yang tidak akan pernah berubah.
Syekh Muhammad Taqi Mishbah, seorang mujtahid dan filosuf kontemporer, ketika
mengomentari ayat di atas menyatakan, bahwa ada duia penafsiran yang dapat diambil dari
ayat ini, (1) Pertama, maksud ayat ini ialah, bahwa prinsip-prinsip agama, seperti tauhid dan
hari akhir, dan hukum-hukum agama secara global, seperti membantu orang-orang miskin,
menegakkan keadilan dan lainnya, sejalan sengan kecenderungan manusia. (2)Kedua, tunduk
kepada Allah Taala mempunyai akar dalam diri manusia. Lantaran manusia secara fitrah,
cenderung untuk bergantung dan mencintai Kesempurnaan yang mutlak
Kedua penafsiran di atas bisa diselaraskan. Penafsiran pertama mengatakan, bahwa mengenal
agama adalah fitrah, sedangkan penafsiran kedua menyatakan bahwa yang fitri adalah
ketergantungan, cinta dan menyembah kepada Yang Sempurna. Namun menyembah kepada
Yang Sempurna tidak mungkin dilakukan tanpa mengenal-Nya terlebih dahulu. Dengan
demikian, penafsiran kedua kembali kepada yang pertama. (Maarif al-Quran, juz 1 halaman
31-32).
Allamah Thabathabai memberikan penjelasan mengapa Din itu merupakan fitrah. Dalam kitab
Tafsir al-Mizan, beliau berkata,"(Lantaran) Din tidak lain kecuali tradisi kehidupan dan jalan
yang harus dilalui manusia, sehingga dia bahagia dalam hidupnya. Tidak ada tujuan yang ingin
dicapai manusia, melainkan kebahagiaaan."
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa setiap fitrah mendapat bimbingan untuk sampai kepada
tujuannya masing-masing. Sebagaimana terungkap dalam firman Allah berikut, "Tuhan kami
yang menciptakan segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk."(QS. Thaha: 50).
Manusia, seperti juga makhluk lainnya, mempunyai tujuan dan mendapat bimbingan agar
sampai kepada tujuannya. Bimbingan tersebut berupa fitrah yang akan mengantarkan dirinya
kepada tujuan hidupnya." (Tafsir al-Mizan, juz 21 halaman 178-179).

2. Surat al-Araf ayat 172: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak-
anak Adam keturunan mereka dan mengambil kesaksian dari mereka atas diri mereka sendiri,
Bukankah Aku ini Tuhan kalian? Seraya mereka menjawab, Benar (Engkau Tuhan kami), Kami
menjadi saksi. (Hal ini Kami lakukan), agar dihari kiamat kalian tidak mengatakan,
Sesungguhnya kami lengah atas ini (wujud Allah).
Dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa setiap manusia sebelum lahir ke muka bumi ini pernah
dimintai kesaksiannya atas wujud Allah Taala dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya
dengan baik. Kemudian, hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia.
Oleh karena itu, manusia betapapun besarnya dia, kuat dan kaya, namun dia tetap tidak dapat
mengingkari bahwa dirinya tidak memiliki wujud dirinya sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri
dalam mengurus segala urusannya. Sekiranya dia memiliki dirinya sendiri, niscaya dia dapat
mengatasi berbagai kesulitan dan kematian. Dan sekiranya dia pun berdiri sendiri dalam
mengurus segala urusannya, maka dia tidak akan membutuhkan fasilitas-fasilitas alam.
Ketidakberdayaan manusia dan ketergantungannya kepada yang lain, merupakan bagian dari
fitrah (ciptaan) manusia. Jadi, selamanya manusia membutuhkan dan bergantung kepada yang
lain. Dan dia tidak akan mendapatkan tempat bergantung yang sempurna, kecuali Allah Taala
semata. Itulah yang dinamakan fitrah bertuhan (fitrah Ilahiyah). (Lihat kitab Tafisr al-Mizan, juz
9 halaman 306-323).
Selanjutnya ayat tersebut menyatakan, bahwa dengan dibekalinya manusia (dengan) fitrah,
maka ia tidak mempunyai alasan untuk mengingkari dan lengah atas wujud Allah Taala.
Syekh Taqi Misbah berpendapat, bahwa pengetahuan dan pengakuan manusia akan Allah,
dalam ayat tersebut, adalah pengetahuan yang sifatnya huduri-syuhudi (ilmu huduri) dan
bukan hushuli (Lihat kitab Maarif al-Quran, juz 1 halaman 33).

3. Surat Yasin, ayat 60-61:


"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai anak-anak Adam, agar kalian tidak
menyembah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata. Dan sembahlah
Aku. Itulah jalan yang lurus."
Sebagian ulama, seperti Ayatullah Syahid Muthahhari berpendapat, bahwa perintah ini terjadi di
alam sebelum alam dunia, dan dijadikan sebagai bukti, bahwa mengenal Allah adalah sebuah
fitrah (Kitab Fitrat, halaman 245).

4. Surat al-Ankabut ayat 65:


"Dikala mereka menaiki kapal, mereka berdoa (memanggil) Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Namun, ketika Allah menyelamatkan mereka ke daratan, mereka kembali berbuat
syirik."
Ayat ini menjelaskan, bagaimana fitrah itu mengalami pasang surut dalam diri manusia.
Biasanya, fitrah itu muncul saat manusia merasa dirinya tidak berdaya dalam menghadapi
kesulitan.
Dalam kitab tafsir Namuneh disebutkan, bahwa kesulitan dan bencana dapat menjadikan fitrah
manusia tumbuh, karena cahaya tauhid tersimpan dalam jiwa setiap manusia. Namun, fitrah itu
sendiri bisa tertutup, disebabkan oleh tradisi dan tingkah laku yang menyimpang, atau
pendidikan yang keliru. Lalu ketika bencana dan kesulitan dari berbagai arah menimpanya,
sementara dia tidak berdaya menghadapinya, maka pada saat seperti itu dia berpaling kepada
Sang Pencipta. (Tafsir Namuneh, juz 16 halaman 340-341)
Oleh karena itu, para ahli marifat dan ahli hikmah meyakini, bahwa dalam suatu musibah
besar, yaitu kesadaran manusia terhadap (keberadaan) Allah muncul kembali.

Ayat-ayat Afaqi
Selain menegaskan bahwa masalah tauhid adalah fitrah, al-Quran juga berusaha mengajak
manusia berpikir dengan akalnya bahwa di balik terciptanya alam raya dan perubahan-
perubahan yang terjadi di dalamnya (membuktikan) adanya Sang Pencipta.
Allamah al-Hilly dalam kitab Bab Hadi al-Asyr halaman 7 menjelaskan, bahwa para ulama
dalam upaya membuktikan wujud Sang Pencipta mempunyai dua jalan. Salah satunya, adalah
dengan jalan membuktikan wujud Allah melalui fenomena-fenomena alam yang membutuhkan
sebab, seperti diisyaratkan dalam ayat al-Quran berikut ini:
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di alam raya ini (afaq) dan di dalam
diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa sesungguhnya Dia itu benar (haq)."(QS.
Fush-shilat: 53).
Inilah jalan yang ditempuh Nabi Ibrahim as. Pengembaraan rasional Nabi Ibrahim as. seperti ini
dalam mencari Tuhan, yang sebenarnya beliau tujukan untuk mengajak kaumnya berpikir,
merupakan metode Afaqi yang efektif sekali.
Untuk lebih jelasnya, kita dapat melihat langsung ayat-ayat yang menjelaskan pengembaraan
rasional Nabi Ibrahim as. tersebut dalam al-Quran, surat al-Anam ayat 75 sampai 79.
Ayat-ayat al-Quran yang mengajak kita untuk merenungkan fenomena alam dan keunikan-
keunikan makhluk yang ada di dalamnya, sangatlah banyak. Tentang hal ini, kami mencoba
mengklasifikasikan kepada dua kelompok:
Pertama, ayat-ayat tentang benda-benda mati di langit dan di bumi. Misalnya, ayat yang
berbunyi, "Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan
siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang memiliki akal." (QS. Ali Imran:190).
Atau ayat l
Bagaimana Menjadi Khalifatullah ?
Ust. Husein Al-Kaff
Ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Sesungguhnya Aku akan menciptakan di muka
bumi seorang khalifah. Para malaikat serentak berkata, Apakah Engkau hendak menciptakan di muka bumi
(makhluk) yang akan melakukan kerusakan dan akan menumpahkan darah di dalamnya, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan menyanjung-Mu dan mensucikan-Mu? Seraya Allah menjawab, Sungguh Aku
lebih mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui. (QS. Al-Baqarah ayat 30).

Ayat di atas termasuk dari sekian firman Allah Taala yang senantiasa segar dibahas dan dikaji. Hingga saat
ini para ulama, khususnya Mufassirin (ahli tafsir Al-Quran), belum puas-puas dan tidak henti-hentinya
mengungkap dan mengeksplorasi sedalam-dalamnya maksud dari ayat tersebut, untuk mendapat kebenaran
darinya. Alasan mereka jelas dan sederhana. Karena ayat ini menyangkut eksistensi manusia yang
sebenarnya.
Dengan memahami ayat tersebut secara baik dan benar, maka akan terpecahkan sebuah problema yang
maha besar, yaitu hakikat manusia. Memahami hakikat manusia sangat menentukan pandangan dunia,
ideologi, sikap, perjalanan dan nasib manusia setelah mati.
Hakikat manusia bagi sebagian pemikir dan filosof, masih merupakan teka-teki yang membingungkan. Umat
Islam dengan pancaran cahaya Al-Quran, sedikit banyaknya terbantu dalam mengetahui hakikat manusia dan
itu pun tergantung sejauh mana mereka memahami ayat tersebut.

Apa Arti Khalifah?


Islam memandang manusia sebagai khalifatullah, yakni khalifah Allah. Itulah hakikat manusia. Namun apakah
dalam kenyataannya setiap manusia itu khalifatullah ? Bukankah di antara mereka ada yang kafir ?
Lalu apa yang dimaksud dengan manusia sebagai khalifatullah ? Atau bagaimana manusia menjadi
khalifatullah ?Sebelum pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab, maka terlebih dahulu harus dipahami
arti khalifah itu sendiri.
Khalifah atau khilafah, berasal dari akar kata khalaf yang berarti di belakang punggung, meninggalkan
sesuatu di belakang atau sesuatu yang menempati tempat sesuatu yang lain. Al-Quran menyebut kata
khalifah atau khilafah dengan berbagai turunannya. Selain itu, Al-Quran menggunakan kata khalifah untuk
manusia dan untuk selain manusia.
Misalnya, ayat yang berbunyi, Dialah yang menciptakan malam dan siang silih berganti (malam menempati
siang dan siang menempati malam), bagi mereka yang mau berpikir atau bersyukur. (QS. Al-Furqan : 62)
Ketika kata khalifah digunakan untuk manusia, kata ini mempunyai arti yang netral. Maksudnya bisa untuk
kebaikan dan bisa pula untuk keburukan.
Lalu datanglah setelah mereka generasi (pengganti), yang melalaikan shalat dan mengikuti hawa napsu.
Mereka kelak niscaya akan mendapatkan kesesatan."(QS. Maryam : 59).
Atau firman-Nya yang berbunyi, "Maka datanglah setelah mereka generasi (pengganti), yang mewarisi kitab."
(QS. Al-Araf : 169).
Tetapi ketika kata khalifah disandarkan (di-idhafah-kan) kepada Allah atau Rasulullah, maka kata itu
mengandung arti yang positif. Maksudnya jika yang diganti (al-mustakhlif) baik, maka yang menggantikannya
(khalifah, mustakhlaf) harus baik juga. Andaikata tidak, maka akan merusak reputasi mustakhlif.
Manusia adalah khalifah dari Allah dan Allah adalah puncak segala kebaikan dan kesempurnaan. Dengan
demikian manusia adalah titisan dari kebaikan dan kesempurnaan-Nya.
Jadi manusia berkedudukan sebagai wakil atau pengganti Allah di muka bumi. Yaitu manusia yang
mempunyai kemampuan untuk mengatur dan mengubah alam. Manusia yang sedikit banyak mengetahui
rahasia alam. Semua itu tidak berlaku bagi makhluk-makhluk lainnya. Akan tetapi bagaimana dengan
kenyataan umat manusia zaman kini ? Sungguh ironis sekali bukan.
Syekh Taqi Mishbah berpendapat, bahwa kedudukan khalifah tidak terbatas pada Adam saja, melainkan
manusia lain pun dapat menduduki jabatan khilafah dengan satu syarat, yaitu mengetahui asma. (lihat kitab
Maarif Al-Quran, juz 3 hal 73).
Allamah Thabathabai dalam kitab Tafsir al-Mizan, jilid I halaman 116 berkata, Khilafah tidak terbatas pada
diri Adam as. saja, tetapi para keturunannya pun sama menduduki khilafah tanpa kecuali.
Selanjutnya beliau menjelaskan, Maksud mengajarkan asma, adalah menyimpan ilmu pada manusia yang
senantiasa akan tampak secara bertahap. Jika manusia mendapatkan petunjuk, maka dia akan
membuktikannya secara faktual (bil-fili) setelah sebelumnya berupa potensial (bil-quwwah).
Maksud dari penjelasan Allamah Thabathabai di atas, bahwa manusia secara potensial adalah khalifah Allah.
Namun yang mampu memfaktualkannya tidak semua manusia. Hanya sebagian kecil saja di antara mereka
yang mampu. Hal itu kembali kepada ikhtiar dan pilihan manusia itu sendiri.

Kriteria-Kriteria Khalifatullah
Pada dasarnya manusia diciptakan Allah sebagai khalifah-Nya. Namun hal itu masih berupa potensi, seperti
yang telah dijelaskan terdahulu. Nah, agar potensi itu berkembang dan mewujud secara nyata, maka
terdapat seperangkat kriteria yang harus dipenuhi sehingga manusia benar-benar menjadi khalifah Allah
Taala.
Kriteria-kriteria khalifah Allah itu ialah :

1. Ilmu
Kriteria pertama adalah ilmu. Pada ayat yang telah disebutkan terdahulu, selanjutnya disambung dengan ayat
yang berbunyi :
Dia mengajarkan kepada Adam asma (nama benda-benda) semuanya, kemudian dia mempertunjukkannya
kepada para malaikat. Lalu Allah berfirman (kepada para malaikat), Sebutkanlah kepada-Ku asma-asma itu,
jika kalian memang benar ?"(QS. Al-Baqarah : 31).

Para mufasir berbeda pendapat tentang pengertian asma yang tercantum pada ayat di atas. Walaupun
mereka berbeda pendapat tentang makna asma, tetapi yang pasti (al-qadru al-mutayaqqan) dan yang tidak
diperselisihkan lagi adalah, bahwa Adam as. dibekali pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh para
malaikat.
Sebagaimana telah kami kutipkan komentar Allamah Thabathabai tentang pengertian asma pada surat Al-
Baqarah ayat 31 tersebut, beliau menjelaskan bahwa Allah telah menyimpan dalam diri manusia sebuah
potensi ilmu, yang akan nyata dengan mengikuti petunjuk-Nya.
Jadi untuk menjadi khalifatullah, hendaknya manusia berilmu. Manusia yang tidak berilmu, tidak bisa
dikatakan sebagai khalifah Allah Taala.

2. Iman dan Amal


Pada ayat yang lain, Allah Taala berfirman tentang kriteria khalifah-Nya.
"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal shaleh (kebaikan),
bahwa Dia akan menjadikan mereka sebagai khalifah di bumi, Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-
orang sebelum mereka sebagai khalifah. Sesungguhnya Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka,
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, serta Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka menjadi
aman setelah mereka ketakutan. Mereka akan menyembah-Ku dan tidak menyekutukan apapun dengan-Ku.
Dan barang siapa kafir setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. An-Nur : 55).
Pada ayat tersebut, jelas sekali Allah berjanji akan menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai khalifah yang akan
menguasai dan memimpin dunia. Tetapi janji itu akan ditepati-Nya bagi manusia yang beriman dan beramal
kebaikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kriteria lain dari seorang khalifatullah adalah iman dan amal
shaleh.

3. Memberi keputusan dengan benar (haqq) dan tidak mengikuti hawa nafsu
Allah Taala berfirman,
"Wahai Dawud, Kami jadikan engkau sebagai khalifah di bumi, maka berilah keputusan dengan benar dan
janganlah mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (QS. Shad : 26).

Allamah Thabathabai berkata, Maksud khalifah di sini secara lahiriah adalah khalifatullah, sama dengan
maksud dari firman Allah (pada surat Al-Baqarah ayat 30). Dan seorang khalifah seharusnya menyerupai
Yang mengangkat dirinya sebagai khalifah dalam sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Oleh
karena itu khalifatullah di bumi hendaknya berakhlak dengan akhlak-akhlak Allah, berkehendak, bertindak
sebagaimana yang Allah kehendaki dan memberi keputusan dengan keputusan Allah serta berjalan di jalan
Allah.

Selanjutnya ketika menafsirkan ayat :


"Dan janganlah mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu akan menyesatkanmu dari jalan Allah."
Beliau berkata, Makna ayat tersebut adalah, bahwa engkau dalam memutuskan (sesuatu) janganlah
mengikuti hawa nafsu, maka engkau akan disesatkan olehnya dari kebenaran, yaitu jalan Allah. (Tafsir al-
Mizan, jilid 17 halaman 194-195).

4. Amar Maruf dan Nahi Munkar


Rasulullah saww bersabda, Barang siapa ber-amar maruf dan nahi munkar, maka dia adalah khalifatullah di
bumi dan khalifah kitab-Nya serta khalifah rasul-Nya. (Kitab Mizan al-Hikmah, jilid 3 hal 80).

Kesimpulan
Semua manusia secara potensial (bil-quwwah), diciptakan untuk menjadi khalifatullah. Namun agar potensi
tersebut menjadi nyata (bil-fili), terdapat sejumlah kriteria yang harus dimilikinya, yaitu ilmu, iman, amal
shaleh, memberi keputusan dengan benar, tidak mengikuti hawa nafsu dan ber-amar maruf dan nahi
munkar. []
Filsafat Ilmu
Teori Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge atau ilmu )adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena
pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai
differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan " barangkali " keunggulannya dari spesies-spesies lainnya
karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang
dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia
berpengetahuan ? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetahuan ? Kemudian
apakah yang ia ketahui itu benar ? Dan apa yang mejadi tolak ukur kebenaran ?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini


sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika
masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana
lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit,
dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-
masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan
dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang
dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah realita dari
kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan ideologi.

Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting masalah-masalah diatas- perlu
membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu
aktivitas otak, yaitu menerima, merekam, dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia
menjadi objek.

Para pemikir menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan epistemologi (teori pengetahuan atau
nadzariyyah al ma'rifah).

Epistemologi menjadi sebuah kajian, sebenarnya, belum terlalu lama, yaitu sejak tiga abad
yang lalu dan berkembang di dunia barat. Sementara di dunia Islam kajian tentang ini sebagai
sebuah ilmu tersendiri belum populer. Belakangan beberapa pemikir dan filusuf Islam
menuliskan buku tentang epistemologi secara khusus seperti, Mutahhari dengan bukunya
"Syinakht", Muhammad Baqir Shadr dengan "Falsafatuna"-nya, Jawad Amuli dengan
"Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya dan Ja'far Subhani dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya.
Sebelumnya, pembahasan tentang epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku filsafat klasik
dan mantiq. Mereka -barat- sangat menaruh perhatian yang besar terhadap kajian ini, karena
situasi dan kondisi yang mereka hadapi. Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan
kebebasan berekspresi dalam segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah cara
berpikir mereka. Mereka telah bebas dari trauma intelektual. Adalah Renaissance yang paling
berjasa bagi mereka dalam menutup abad kegelapan Eropa yang panjang dan membuka
lembaran sejarah mereka yang baru. Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan
telah hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dangan pandangan
yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba mencari alternatif lain dalam
memandang dunia (baca: realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang
bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang
sempat muncul adalah ada dua, yakni aliran rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah
lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan dari
kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya, Wiliam James dengan
Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya.

Berbeda dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karena dalam Islam
agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan, meskipun terdapat beberapa
friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan terjadi karena interpretasi dari teks
agama yang terlalu dini. Namun secara keseluruhan agama dan ilmu saling mendukung. Malah
tidak sedikit dari ulama Islam, juga sebagai ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al
Hayyan, al Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan intelektual
dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia Islam relatif stabil dan tenang.

Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini barasal dari dua kata
"philos" dan "shopia" yang berarti pecinta pengetahuan. Konon yang pertama kali
menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates. (dan masih konon juga) Dia menggunakan
kata ini karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang yang pandai
dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi
dia memilih untuk disebut pecinta pengetahuan.

Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri mereka orang
yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa yang mereka anggap benar
adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang riil tidak
ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis, artinya mereka ragu-ragu terhadap segala
sesuatu, karena apa yang mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung
orang-orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu membangun
kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada
kaum shopis. Dia berhasil dalam upayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia
berhasil, ia tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop sebagai sindiran
kepada mereka yang sok pandai.

Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan lebih jauh oleh
Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah berpikir dan berdalil yang kemudian dikenal
dengan logika (mantiq) Aristotelian.

Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka
membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis
mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan
astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika.
Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan
politik. Filusuf adalah orang yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu pengetahuan tadi.

Mungkinkah Manusia itu Mempunyai Pengetahuan ?

Masalah epistemologis yang sejak dahulu dan juga sekarang menjadi bahan kajian adalah,
apakah berpengetahuan itu mungkin ? Apakah dunia (baca: realita) bisa diketahui ? Sekilas
masalah ini konyol dan menggelikan. Tetapi terdapat beberapa orang yang mengingkari
pengetahuan atau meragukan pengetahuan. Misalnya, bapak kaum sophis, Georgias, pernah
dikutip darinya sebuah ungkapan berikut, "Segala sesuatu tidak ada. Jika adapun, maka tidak
dapat diketahui, atau jika dapat diketahui, maka tidak bisa diinformasikan."

Mereka mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat ketika berpendapat bahwa pengetahuan
sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat dipercaya. Pyrrho salah seorang dari mereka
menyebutkan bahwa manusia ketika ingin mengetahui sesuatu menggunakan dua alat yakni,
indra dan akal. Indra yang merupakan alat pengetahuan yang paling dasar mempunyai banyak
kesalahan, baik indra penglihat, pendengar, peraba, pencium dan perasa. Mereka mengatakan
satu indra saja mempunyai kesalahan ratusan. Jika demikian adanya, maka bagaimana
pengetahuan lewat indra dapat dipercaya ? Demikian pula halnya dengan akal. Manusia
seringkali salah dalam berpikir. Bukti yang paling jelas bahwa di antara para filusuf sendiri
terdapat perbedaan yang jelas tidak mungkin semua benar pasti ada yang salah. Maka akalpun
tidak dapat dipercaya. Oleh karena alat pengetahuan hanya dua saja dan keduanya mungkin
bersalah, maka pengetahuan tidak dapat dipercaya.

Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin karena kasalahan-kesalahan yang
indra dan akal, sebenarnya, ia telah mengetahui (baca: meyakini) bahwa pengetahuan tidak
mungkin. Dan itu merupakan pengetahuan. Itu pertama. Kedua, ketika ia mengatakan bahwa
indra dan akal seringkali bersalah, atau katakan, selalu bersalah, berarti ia mengetahui bahwa
indra dan akal itu salah. Dan itu adalah pengetahuan juga.

Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan
sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu hanya dapat membuktikan bahwa ada kesalahan dalam
akal dan indra tetapi tidak semua pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada
cara agar akal dan indra tidak bersalah.

Menurut Ibnu Sina, ada cara lain yang lebih efektif untuk menghadapi mereka, yaitu pukullah
mereka. Kalau dia merasakan kesakitan berarti mereka mengetahui adanya sakit (akhir dawa'
kay).

" Cogito, ergosum "-nya Descartes.

Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran rasionalis. Ia cukup berjasa dalam
membangkitkan kembali rasionalisme di barat. Muhammad Baqir Shadr memasukkannya ke
dalam kaum rasionalis. Ia termasuk pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan
pengetahuan dan realita, namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita.
Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan pengetahuan. Ia mencari dasar
keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa dan kota Paris. Dia mendapatkan bahwa yang
menjadi dasar atau alat keyakinan dan pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata
keduanya masih perlu didiskusikan, artinya keduanya tidak memberika hal yang pasti dan
meyakinkan. Lantas dia berpikir bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia tidak bisa
meragukan akan pikirannya. Dengan kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-
ragu dan berpikir. Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan dan
pengetahuannya adalah " Saya berpikir (baca : ragu-ragu), maka saya ada ".

Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk pertama, namun tanpa
menyebutkan premis mayor. Saya berpikir, setiap yang berpikir ada, maka saya ada.

Keraguan al Ghazzali.

Dari dunia Islam adalah Imam al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap realita, namun iapun
selamat dan menjadi pemikir besar dalam filsafat dan tashawwuf. Perkataannya yang populer
adalah " Keraguan adalah kendaraan yang mengantarkan seseorang ke keyakinan ".

Sumber Dana Alat Pengetahuan.

Setelah pengetahuan itu sesuatu yang mungkin dan realistis, masalah yang dibahas dalam
lliteratur-literatur epistimologi Islam adalah masalah yang berkaitan dengan sumber dan alat
pengetahuan. Sesuai dengan hukum kausaliltas bahwa setiap akibat pasti ada sebabnya, maka
pengetahuan adalah sesuatu yang sifatnya aksidental -baik menurut teori recolection-nya Plato,
teori Aristoteles yang rasionalis-paripatetik, teori iluminasi-nya Suhrawardi, dan filsafat-
materialisnya kaum empiris- dan pasti mempunyai sebab atau sumber. Tentu yang dianggap
sebagai sumber pengetahuan itu beragam dan berbeda sebagaimana beragam dan berbedanya
aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika
hendak mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia menggunakan alat.
Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu :

1. Alam tabi'at atau alam fisik


2. Alam Akal
3. Analogi ( Tamtsil)
4. Hati dan Ilham

1. Alam tabi'at atau alam fisik

Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di alam materi ini ia tidak akan lepas dari
hubungannya dengan materi secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya
untuk menggunakan alat yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang
materi tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri). Contoh yang paling konkrit dari
hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian
manusia di dunia ini, sepert makan, minum, hubungan suami istri dan lain sebagianya. Dengan
demikian, alam tabi'at yang materi merupakan sumber pengetahuan yang "barangkali" paling
awal dan indra merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at.

Tanpa indra manusia tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan bahwa, barang siapa
tidak mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah pengetahuan. Dalam
filsafat Aristoteles klasik pengetahuan lewat indra termasuk dari enam pengetahuan yang
aksioamatis (badihiyyat). Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan,
namun indra hanya sebagai syarat yang lazim bukan syarat yang cukup. Peranan indra hanya
memotret realita materi yang sifatnya parsial saja, dan untuk meng-generalisasi-kannya
dibutuhkan akal. Malah dalam kajian filsafat Islam yang paling akhir, pengetahuan yang
diperoleh melalui indra sebenarnya bukanlah lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek
pengetahuan (al ma'lum) ada dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan
(2) obyek pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial oleh manusia adalah
obyek yang ada dalam benak, sedang realita di luar diketahui olehnya hanya bersifat
aksidental. Menurut pandangan ini, indra hanya merespon saja dari realita luar ke relita dalam.

Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin).

Kaum sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan yang sah dan
benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa otak manusia ketika lahir dalam
keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indra realita-realita di luar
tertanam dalam benak. Peranan akal hanya dua saja yaitu, menyusun dan memilah, dan meng-
generalisasi. Jadi yang paling berperan adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa
indra tidak ada. Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau
yang tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui, sehingga pada
gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.

2. Alam Akal

Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap
akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja.
Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang
menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada
artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada.

Aktivitas-aktiviras Akal
1. Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil
sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini dalam
istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif.
2. Mengetahui konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal
ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri
yang khas dari beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Teori ini
disebut dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa
pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan
indra dengan materi, perekaman benak, dan generalisasi.
3. Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada
di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan ke
dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan macam).
4. Pemilahan dan Penguraian.
5. Penggabungan dan Penyusunan.
6. Kreativitas.

3. Analogi (Tamtsil)

Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi fiqih disebut qiyas.
Analogi ialah menetapkan hukum (baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada
pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.

Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui
hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya, (3) titik
kesamaan antara asal dan cabang dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal.

Analogi dibagi dua;

1. Analogi interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak
diketahui illatnya atau sebab penetapannya.
2. Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas hukum dan illatnya.

4. Hati dan Ilham

Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga sesuatu yang
inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang in materi tidak mungkin ada. Sebaliknya
kaum Ilahi ( theosopi) yang meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi, mereka
mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat
indra tetapi lewat akal atau hati.

Tentu yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati disini adalah penngetahuan tentang
realita inmateri eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih, senang, lapar, haus dan
hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya oleh semua orang tanpa kecuali.

Bagaimana mengetahui lewat hati ?

Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata, "Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan
berhijrah menuju Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga
ruh itu bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak
padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang sangat tinggi.
Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi substansi yang qudsi, yang dalam
istilah hikmah teoritis oleh para ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah syariat
kenabian disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di dalamnya
-yakni ruh manusia yang suci- rahasia-rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak
darinya hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya sensual mata
(alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak terhalang tabir. Tabir di
sini -dalam pembahasan ini- adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan kesibukan-kesibukan
dunia, karena hati dan ruh -sesuai dengan bentuk ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk
menerima cahaya hikmah dan iman jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti
kekufuran, atau tabir yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya
"

Kemudian beliau melanjutkan, "Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan tabiat dan kegelapan-
kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa
itu akan berhubungan dengan kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya
rahasia alam malakut dan terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut ." (al-Asfar al-Arba'ah jilid
7 halaman 24-25).

Tentang kebenaran realita alam ruh dan hati ini, Ibnu Sina berkata, "Sesungguhnya para 'arifin
mempunyai makam-makam dan derajat-derajat yang khusus untuk mereka. Mereka dalam
kehidupan dunia di bawah yang lain. Seakan-akan mereka itu, padahal mereka berada dengan
badan mereka, telah melepaskan dan meninggalkannya untuk alam qudsi. Mereka dapat
menyaksikan hal-hal yang halus yang tidak dapat dibayangkan dan diterangkan dengan lisan.
Kesenangan mereka dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat mata dan didengar telinga. Orang
yang tidak menyukainya akan mengingkarinya dan orang yang memahaminya akan
membesarkannya." (al-Isyarat jilid 3 bagian kesembilan tentang makam-makam para 'arif
halaman 363-364)

Kemudia beliau melanjutkan, "Jika sampai kepadamu berita bahwa seorang 'arif berbicara
-lebih dulu- tentang hal yang gaib (atau yang akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan
atau peringatan, maka percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya,
karena apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam pandangan-
pandangan (aliran-aliran) tabi'at."

Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia lewat hati jika berkenaan dengan pribadi
seseorang saja disebut ilham atau isyraq, dan jika berkaitan dengan bimbingan umat manusia
dan penyempurnaan jiwa mereka dengan syariat disebut wahyu.

Islam dan Sumber-sumber Pengetahuan

Dalam teks-teks Islam -Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang sumber dan alat pengetahuan:

1. Indra dan akal

Allah swt. berfirman, "Dan Allah yang telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian,
sementara kalian tidak mengetahui sesuatu pun, dan (lalu) Ia meciptakan untuk kalian
pendengaran, penglihatan dan hati ( atau akal) agar kalian bersyukur ". (QS. al-Nahl:
78).

Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa indra, tetapi
juga menganjurkan kita agar menggunakannya, misalnya dalam al-Qur'an Allah swt.
berfirman, "Katakanlah, lihatlah segala yang ada di langit-langit dan di bumi." (QS.
Yunus: 101 ). Dan ayat-ayat yang lainnya yang banyak sekali tentang anjuran untuk
bertafakkur. Qur'an juga dalam membuktikan keberadaan Allah dengan pendekatan
alam materi dan pendakatan akal yang murni seperti, "Seandainya di langit dan di bumi
ada banyak tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan hancur." (QS. al-Anbiya': 22).
Ayat ini menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebut dalam logika Aristotelian
dengan silogisme hipotesis.

Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah memberi perumpamaan, seorang yang yang
diperebutkan oleh banyak tuan dengan seorang yang menyerahkan dirinya kepada
seorang saja, apakah keduanya sama ?" (QS. al-Zumar: 29)

2. Hati

Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, niscaya Ia
akan memberikan kepada kalian furqon." (QS. al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah bahwa Allah
swt. akan memberikan cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan antara yang haq
dengan yang batil.

Atau ayat yang berbunyi, "Dan bertakwalah kepada Allah maka Ia akan mengajari kalian. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Baqarah: 282). Dan ayat-ayat yang lainnya.

Syarat dan Penghalang Pengetahuan.

Meskipun berpengetahuan tidak bisa dipisahkan dari manusia, namun seringkali ada hal-hal
yang mestinya diketahui oleh manusia, ternyata tidak diketahui olehnya.

Oleh karena itu ada beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu :

1. Konsentrasi

Orang yang tidak mengkonsentasikan (memfokuskan) indra dan akal pikirannya pada
benda-benda di luar, maka dia tidak akan mengetahui apa yang ada di sekitarnya.

2. Akal yang sehat

Orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir dengan baik. Akal yang tidak sehat
ini mungkin karena penyakit, cacat bawaan atau pendidikan yang tidak benar.

3. Indra yang sehat

Orang yang salah satu atau semua indranya cacat maka tidak mengetahui alam materi yang
ada di sekitarnya.

Jika syarat-syarat ini terpenuhi maka seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat indra
dan akal. Kemudian pengetahuan daat dimiliki lewat hati. Pengetahuan ini akan diraih dengan
syarat-syarat seperti, membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan hati kepada alam
yang lebih tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan mengikuti aturan-aturan <i
Ijtihad dan Taqlid
Ust. Husein Al-Kaff
Dalam terminologi yurisprudensi (hukum) Islam, kata Ijtihad dan Taqlid adalah dua kata yang tidak asing dan
telah menjadi bahan pembahasan para fuqaha dan ushuliyyun sejak generasi terdahulu sampai sekarang.
Akhir-akhir ini bahasan tentang keduanya mulai marak kembali, khususnya ketika muncul sebuah gerakan
yang menamakan dirinya sebagai pengikut Al-Quran dan Sunnah Nabi saaw. Mereka acapkali disebut
dengan mujaddidin (kaum pembaharu).
Gerakan mujaddidin menolak segala bentuk taqlid, khususnya kepada para mujtahid yang telah wafat seperti
Imam Abu Hanifah (80-150H), Imam Malik Bin Anas (93-179 H), Imam Syafii (150-198 H) dan Imam Ahmad
Bin Hambal (164-241 H). Kehadiran mereka tidak dapat dipungkiri lagi, bahkan mengundang reaksi yang
cukup keras dari kaum taqlidiyyin (para pengikut empat imam mujtahid tersebut).
Letak perbedaan kedua golongan ini, mujaddidin dan taqlidiyyin, sehubungan dengan masalah hukum Islam,
adalah kaum mujaddidin berpendapat bahwa umat Islam hanya harus mengikuti Al-Quran dan Sunnah, dan
tidak boleh mengikuti selain keduanya. Dengan demikian setiap muslim harus merujuk kepada Al-Quran dan
Hadis secara langsung, tidak diperbolehkan mengikuti (taqlid) kepada pendapat ulama.
Sementara kaum taqlidiyyin berpendapat, bahwa sah-sah saja seorang muslim mengikuti pendapat seorang
ulama, khususnya para imam mazhab yang empat, karena pendapat mereka tidak lepas dari empat dasar
hukum, Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Apalagi mereka lebih dekat ke zaman kenabian dari pada umat
Islam sekarang ini.
Lebih dari itu kaum taqlidiyyin membatasi ijtihad hanya kepada empat imam mazhab tersebut. Dengan
pengertian, setelah keempat mujtahid tersebut tidak ada lagi mujtahid yang lain. Walaupun ada, maka itu
hanya sebagai mujtahid fatwa bukan mujtahid mutlak, seperti Imam Nawawi di Mesir dan Imam Rafii di Suria.
Jadi satu pihak mewajibkan setiap muslim merujuk langsung kepada Al-Quran dan Sunnah, walaupun
dengan seperangkat ilmu alat seadanya serta dengan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Dengan kata lain, menurut pihak ini setiap muslim harus berijtihad (definisi ijtihad pada keterangan berikut)
dan diharamkan taqlid. Sementara di pihak lain menutup pintu ijtihad rapat-rapat, sehingga tidak
diperkenankan seseorang setelah empat imam mujtahid untuk berijtihad. Mereka harus mengikuti salah satu
dari empat imam mujtahid tersebut.

Definisi Ijtihad Sebelum mendiskusikan masalah ijtihad dan taqlid, terlebih dahulu perlu dijelaskan definisi
ijtihad. Para ushuliyyun (pakar ushul fiqh) dan fuqaha dalam mendefinisikan ijtihad berkata, Ijtihad adalah
mencurahkan segenap upaya untuk mendapatkan hukum syariat dari sumber aslinya.
Ulama Ahlu Sunnah dan Syiah berpendapat, bahwa sumber hukum Islam yang utama adalah Al-Quran dan
Sunnah. Dan mereka beranggapan bahwa segala kasus yang dihadapi umat manusia pasti ada
penyelesaiannya dalam Islam (Al-Quran dan Sunnah) baik secara langsung atau tidak dan kaum muslimin
wajib merujuk dan mengikuti keduanya.
Yang menjadi masalah, apakah setiap orang muslim dapat memahami maksud Al-Quran dan Sunnah, atau
lebih dari itu apakah setiap muslim mampu bahkan harus mengambil hukum langsung dari keduanya ?
Oleh karena masalah ijtihad adalah masalah bakat (malakah) yang ada pada seseorang, yang dengannya dia
mampu menarik hukum (istinbath) dari sumber-sumbernya (Kitab Rasail, karya Imam Khumainy), maka tidak
realistis kalau setiap muslim harus berijtihad. Karena setiap orang mempunyai bakat dan kecenderungan
yang berbeda-beda.
Sangat tidak realistis seseorang yang sibuk dengan keahliannya dalam bidangnya seperti dokter, insinyur dan
lainnya dituntut untuk berijtihad. Demikian pula seorang buruh yang bersusah payah membanting tulang
untuk mencari nafkah seharian penuh, dituntut berijtihad.
Oleh karena itu, ijtihad tidak diharuskan atas setiap muslim. Akan tetapi, seseorang yang mempunyai bakat
dan kemampuan karena penguasaannya terhadap beberapa disiplin ilmu, wajib berijtihad dan tidak boleh
taqlid.
Jadi, ijtihad tidak harus dilaksanakan oleh setiap muslim dan juga tidak terbatas pada beberapa orang saja.
Ijtihad dapat dilakukan oleh setiap orang yang berbakat dan mempunyai kemampuan. Persepsi ini, barangkali
bisa menjadi jembatan dan penengah antara kaum mujaddidin dan kaum taqlidiyyin.
Memang, untuk menjadi mujtahid tidaklah mudah. Ayatullah Muthahhari, seorang mujtahid juga filosof
menyebutkan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mujtahid, antara lain :

1. Bahasa Arab
Mencakup nahwu, sharaf, maani, bayan dan badi. Karena sumber rujukan hukum Islam adalah Al-Quran dan
Sunnah yang berbahasa Arab. Tanpa menguasai bahasa Arab dengan baik, seseorang sulit untuk memahami
keduanya dengan baik.

2. Tafsir Al-Quran
3. Ilmu Manthiq atau logika
Ilmu ini membahas tentang bagaimana cara berpikir logis dan berargumentasi yang tepat. Oleh karenanya,
seorang mujtahid harus menguasainya agar dia dalam menginterpretasikan hukum dari Al-Quran dan
Sunnah berdasarkan argumentasi yang tepat dan logis.

4. Ilmu Hadist
Seorang mujtahid harus menguasai benar hadis, asbabul wurud (konteksnya), pembagian-pembagiannya dan
macam-macamnya.

5. Ilmu Rijal
Yaitu ilmu tentang perawi hadis. Seorang mujtahid harus mengetahui tentang biografi setiap perawi hadis
sebelum mengkaji tentang matan hadis. Karena pengetahuan tentang ilmu ini akan menentukan kedudukan
hadis dan akan mempengaruhi validitas hukum yang dikeluarkan oleh seorang mujtahid dari suatu hadis.

6. Ilmu Ushul Fiqih


Ilmu yang membahas tentang cara mengintrepretasikan hukum (dustur istinbath). Ilmu ini menggunakan
peranan dari setiap disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam istinbath (kitab al-Halaqat, karya Ayatullah
Muhammad Baqir Shadr).

Banyak bahasan yang tercakup dalam ilmu ini, misalnya apakah setiap kata kerja perintah (fiil amr)
mengandung arti wajib (al-wujub) atau tidak ? kalau tidak mengapa dan kapan ? atau misalnya bahasan
tentang hujiyyah dhawahir yang ringkasnya apakah pemahaman secara lahiriah seorang mujtahid tentang
sebuah ayat atau hadis itu (berstatus) hujjah atau tidak dan bahasan lainnya.
Enam disiplin ilmu tersebut dapat dikuasai oleh siapa saja, sehingga tidak ada pembatasan jumlah mujtahid,
tapi pada waktu yang sama keharusan menguasai enam disiplin ilmu tersebut membatasi orang-orang agar
tidak menganggap enteng berijtihad (merujuk langsung kepada Al-Quran dan Sunnah) hanya dengan
bermodalkan bahasa Arab yang ala kadarnya atau tanggung, apalagi hanya mengandalkan terjemahan
belaka.

Bolehkah bertaqlid ?
Taqlid adalah beramal atas dasar fatwa seorang faqih / mujtahid (Lihat kitab Tahrir al-Wasilah, karya Imam
Khumainy).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa setiap muslim harus merujuk kepada Al-Quran dan
Sunnah, meskipun tidak semua orang muslim mampu merujuk kepada keduanya secara langsung (berijtihad)
karena enam persyaratan tersebut, maka bagi yang tidak mampu diperkenankan bertaqlid.
Kata-kata taqlid bagi sementara kaum muslimin adalah kata yang berkonotasi negatif. Bahkan sebagian ada
yang mengharamkannya. Padahal masalah taqlid adalah sesuatu yang lumrah, wajar dan logis terjadi di
tengah-tengah masyarakat.
Kehidupan sosial umat manusia tegak atas dasar taqlid, karena taqlid tidak lain dari perbuatan seseorang
yang tidak tahu merujuk kepada yang tahu dalam segala urusan. Misalnya seorang yang sakit merujuk
kepada Dokter sebagai ahli kesehatan, seorang ulama meminta bantuan seorang insinyur ketika hendak
membangun masjid dan pesantren dan sebagainya.
Setiap orang yang tidak tahu dalam satu masalah atau urusan pasti merujuk kepada yang ahli dalam masalah
dan urusan tersebut. Itulah yang dinamakan taqlid. Dalam hal ini tidak ada yang menganggap taqlid itu tidak
baik.
Demikian halnya dalam masalah syariat atau hukum (baca, fiqih), tidak semua orang mampu mengambilnya
langsung dari Al-Quran dan Sunnah, karena pengambilan langsung dari keduanya bukan sesuatu yang
mudah, akan tetapi perlu ada spesialisasi. Nah, orang yang awam tentang syariat, baik itu pedagang, petani,
kaum intelek dan lainnya yang tidak membidangi syariat secara khusus, mau tidak mau mereka harus
merujuk kepada orang yang ahli dalam masalah syariat. Alasan ini dalam istilah para ushuliyyun dan fuqaha
disebut al-uruf al-uqalai.
Disamping itu ada beberapa ayat yang oleh sebagian ulama dijadikan dalil tentang diperbolehkannya taqlid
dalam urusan syariat, antara lain :

1. Surat At-Taubah ayat 122


"Tidak sepatutnya bagi semua orang mukmin pergi (berjihad). Mengapa tidak pergi dari setiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk tafaqquh (belajar secara mendalam) dalam urusan agama. Dan
(setelah itu) mereka hendaknya memberi peringatan kepada kaumnya kalau kembali kepada mereka, agar
mereka dapat menjaga diri mereka.""
Ayat ini secara implisit menyatakan, bahwa kewajiban orang yang tidak bertafaqquh untuk mengikuti dan
menerima keterangan orang-orang yang bertafaqquh.

2.Surat Al-Anbiya ayat 70


"Maka bertanyalah kepada ahli dzikir, jika kalian tidak mengetahui."
Ayat ini mengandung arti yang umum, karena ahli dzikir dapat diartikan sebagai ahli kitab, jika yang menjadi
mukhatab (obyek) adalah kaum musyrikin dan juga dapat diartikan sebagai para imam atau ulama (ketika
tidak ada imam) kalau yang menjadi mukhatab adalah umat Islam. Berdasarkan pengertian kedua, ketika
Allah menyuruh umat Islam bertanya kepada para imam dan ulama, berarti mereka harus menerima jawaban
yang diberikan oleh mereka.

Kesimpulan
Dalam mengikuti Al-Quran dan Sunnah, secara garis besar terdapat dua cara, pertama ijtihad dan kedua
taqlid. Keduanya dibenarkan dan berlaku untuk seluruh kaum muslimin. []
Kenabian (1)
Ust. Husein Al-Kaff
Apa Tujuan Hidup Manusia ?
Dalam Pandangan Dunia Tauhid (Jahan Bini-e Tauhid), alam raya ini ada tidak dengan sendirinya, tetapi
diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dengan tujuan-tujuan tertentu. Tidak mungkin alam diciptakan tanpa
tujuan, karena penciptaan alam termasuk dari perbuatan-Nya yang tidak mungkin sia-sia.

Lantas apa tujuan penciptaan alam raya ini ?

Para filosof Ilahiyyin dan mutakallimin mengatakan, bahwa segala yang ada di alam raya tabiat ini bergerak
sesuai dengan status dan posisi tabii-nya (alaminya) menuju kesempurnaannya masing-masing. Tumbuh-
tumbuhan, binatang, bahkan benda-benda yang secara lahiriah tampak mati, bergerak secara alami dan
sesuai dengan kapasitas wujudnya menuju kesempurnaan wujudnya masing-masing, tidak kurang dan tidak
lebih. (QS. Al-Qamar ayat 49). Pergerakan mereka menuju kesempurnaan merupakan bukti ketaatan mereka
kepada Sang Pencipta.

Sebagian mufasir menafsirkan tasbih dan sujudnya segala yang ada di alam raya ini dengan pergerakan
mereka menuju kesempurnaan. Dalam hal ini manusia tidak berbeda dengan makhluk lainnya, artinya sama-
sama bergerak. Akan tetapi karena manusia adalah makhluk yang berikhtiar, maka titik gerakan yang
ditujunya tergantung pada pilihan mereka.
Terkadang mereka menuju kesempurnaan dan terkadang menuju kehancuran.

Akhir dari kesempurnaan adalah Allah Taala sebagai Kesempurnaan yang mutlak. Untuk itulah manusia
diciptakan. Sedangkan kehancuran, adalah segala tujuan selain Kesempurnaan yang mutlak.

Ketika seseorang bergerak menuju kesempurnaan, manfaat pergerakannya itu dirasakan oleh dirinya dan
alam sekitarnya. Bagaikan minyak kesturi yang wangi semerbak, selain dirinya wangi juga menebarkan
wewangiannya kepada sekitarnya.
Tentang hal di atas, Allah Taala berfirman, Katakanlah, Sungguh shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
semata untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Surat Al-Anam ayat 162).

Demikian pula Allah berfirman, Dan sekiranya penghuni kampung beriman dan bertaqwa, niscaya Kami
bukakan untuk mereka barakah-barakah dari langit dan bumi. (QS. Al-Araf 96)

Demikian halnya, orang yang bergerak menuju kehancuran, disamping dirinya hancur dia juga
menghancurkan sekitarnya. Allah berfirman, Dan jika dia berpaling, maka dia berusaha untuk membuat
kehancuran di dalamnya dan membinasakan tanaman dan keturunan. (QS. Al-Baqarah ayat 205).

Bahkan mereka juga berusaha membendung dan menghalangi golongan pertama, seperti Allah lukiskan
dalam Al-Quran, Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, namun Allah tidak
menghendakinya melainkan menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya. (QS.
Al-Anfal ayat 32).

Selama perjalanan sejarah umat manusia, sejak dari Habil dan Kabil hingga hari akhir dunia, senantiasa
terdapat orang-orang yang bergerak menuju kesempurnaan dan yang bergerak menuju kehancuran. Kedua
kelompok ini saling berseberangan dan tarik menarik. Pada gilirannya kedua kelompok ini memiliki pengikut
dan musuh.

Syahid Muthahhari dalam buku Jadzibeh wa Dafieh-e Ali menyebutkan, bahwa Ali bin Abi Thalib as. adalah
orang yang mempunyai kawan dan lawan, dan ini adalah ciri seorang mukmin. Dia dicintai para kekasih Allah
dan dibenci musuh-musuh-Nya.

Jadi tujuan penciptaan manusia adalah kesempurnaan (Allah), sebagaimana ucapan sang kekasih Allah,
Ibrahim as. yang direkam Al-Quran, Berkata (Ibrahim as) : Sesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku yang
akan membimbingku. (Surat As-shafat ayat 99).

Bagaimana manusia sampai kepada Kesempurnaan Ilahi? Untuk sampai kepada tujuan yang Allah inginkan
dari seluruh makhluk-Nya, maka dengan luthf-Nya (karunia dari Allah yang dengannya manusia dekat
dengan-Nya) Allah memberikan bimbingan kepada segala ciptaan-Nya. Sebagaimana Allah firmankan, Tuhan
Kami yang telah menciptakan segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk. (QS. Thaha ayat 50).

Memberi bimbingan kepada semua makhluk-Nya disamping luthf, itu merupakan bagian dari konsekuensi
logis (lazim aqli) wujud-Nya yang Sempurna dan Mutlak. Dia sendiri telah menetapkan atas diri-Nya untuk
melakukan hal itu (QS. Al-Anam ayat 12 dan ayat 54).

Demikian pula manusia yang tujuan (penciptaannya) amat agung telah diberi bimbingan oleh Allah, karena
tanpa bimbingan-Nya tidak mungkin ia sampai kepada tujuan yang Allah inginkan darinya.

Lebih dari itu manusia berbeda dengan makhluk lainnya dalam pergerakan dirinya menuju kesempurnaan, ia
dihadapkan kepada musuh hebat yang senantiasa akan merintangi dan menghalangi manusia untuk sampai
kepada kesempurnaan. Musuh tersebut berupa hawa nafsu, setan dan manusia-manusia yang telah menjadi
budak keduanya. Oleh karena itu manusia dibimbing dengan dua macam bimbingan, yaitu bimbingan batiniah
dan bimbingan lahiriah.

Hal itu merupakan kelebihan manusia dari makhluk lainnya, sehingga seorang manusia yang dengan
konsisten mengikuti kedua macam bimbingan tersebut benar-benar menjadi khalifah Allah di muka bumi ini,
serta disediakan untuknya sorga di akhirat kelak.

Bimbingan batiniah berupa akal, sedangkan bimbingan lahiriah berupa para Nabi dan Washi (penerus)
mereka. Imam Musa al-Kadzim as. berkata, Sesungguhnya Allah mempunyai dua hujjah atas manusia,
hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para Rasul dan Imam, sedangkan hujjah batiniah
adalah akal.

Keduanya sama penting sehingga tidak mungkin seseorang sampai kepada kesempurnaan hanya dengan
salah satunya.
Bimbingan para Nabi laksana jalan yang mengantarkan seseorang kepada kesempurnaan, sedangkan akal
laksana lampu yang menerangi jalannya. Berjalan tanpa ada jalan yang akan dilalui, tidak mungkin sampai ke
tujuan. Demikian pula, berjalan tanpa cahaya akan menabrak ke sana ke mari.

Keduanya selalu berjalan seiring dan tidak akan pernah bertolak belakang. Banyak keterangan dari agama
tentang akal dan peranannya (hal ini perlu kajian tersendiri).

Akal senantiasa menunjukkan dan mengajak kepada kebenaran serta cenderung mendorong (manusia) untuk
melakukan kebaikan.

Meskipun demikian tidak cukup seseorang mengandalkan akalnya saja. Dia membutuhkan bimbingan para
Nabi agar tidak keliru dalam menjalankan praktek-praktek pendekatan diri kepada kesempurnaan Ilahi.

Para Nabi dan Rasul adalah Para Pembimbing Ilahi


Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa manusia walaupun dibekali akal, dia tetap membutuhkan
(bimbingan) para Nabi. Mereka memang diutus oleh Allah untuk mengantarkan manusia kepada-Nya,
Katakanlah, Inilah jalanku. Aku mengajak kepada Allah atas dasar bashirah (matahari atau akal). Aku dan
orang yang mengikutiku. (QS. Yusuf 108).

Kehadiran Nabi dan Rasul sangatlah dibutuhkan oleh umat manusia, karena banyak di antara mereka yang
tidak dapat menghidupkan dan mengaktifkan akalnya disebabkan tertutup oleh hawa nafsu dan bujukan
setan. Para Nabi diutus untuk menggali kembali khazanah-khazanah akal yang terpendam di kedalaman jiwa
manusia.

Imam Ali bin Abi Thalib as. dengan sangat indah menjelaskan filsafat pengutusan para Nabi, Allah mengutus
di tengah-tengah mereka rasul-rasul-Nya dan mengirim kepada mereka nabi-nabi-Nya, untuk meminta
pertanggung jawaban perjanjian fitrah-Nya, mengingatkan mereka atas nikmat-Nya yang terlupakan,
menuntut mereka dengan tabligh, menggali untuk mereka khazanah-khazanah akal dan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-Nya. (Nahjul Balaghah, khutbah nomor 1).
Selain itu para Nabi dibutuhkan pula oleh mereka yang telah mengaktifkan akal sehingga mengenal Sang
Pencipta tanpa bimbingan para Nabi, karena para Nabi selain mengajarkan Tauhid, juga mengajarkan
ubudiyyah yang benar. Jadi kehadiran para Nabi sangat dibutuhkan oleh seluruh umat manusia.

Karena itulah Allah tidak mempunyai alasan untuk membinasakan suatu kaum, kecuali setelah diutus kepada
mereka seorang Nabi, Dan tidaklah pantas bagi Kami membinasakan (suatu kaum) kecuali (setelah) Kami
utus seorang Rasul. (QS. Al-Isra ayat 15).

Perjalanan menuju Allah tidak akan pernah berakhir, karena Dia adalah Dzat yang Tidak Terbatas, selain
banyak pula duri-duri yang harus dihindari. Maka satu-satunya cara yang paling dijamin untuk sampai dengan
selamat, adalah bergabung dengan kafilah orang-orang yang suci dan terjamin.

Mereka adalah pilihan-pilihan Allah, yang sebelum mengajak umat manusia untuk mereguk air cinta yang
suci, menyaksikan kebesaran-Nya serta merasakan lezat dan nikmatnya munajat dan liqa (perjumpaan)
dengan-Nya, mereka telah menggapai semua itu.

Tidak perlu heran jika ajakan dan ajaran para Nabi atau orang-orang yang mengikuti mereka dengan
konsisten, lebih menyentuh dan merasuk ke dalam kalbu dari pada ajakan dan ajaran orang-orang yang
belum sampai kepada kesempurnaan (Allah).

Para Nabi menyerukan kepada sesuatu yang sudah mereka rasakan, sementara kebanyakan orang mengajak
kepada sesuatu yang belum mereka rasakan (wa syattana maa bainahuma).

Para Nabi siap mengorbankan segalanya demi menyampaikan kebenaran dan menegakkan keadilan, lantaran
mereka cinta kepada kebenaran dan keadilan, serta sangat penyayang kepada umat manusia.
Hal itu Allah lukiskan dalam ayat berikut, Sungguh, telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan
kalian, yang sangat berat (terasa) baginya penderitaan kalian, yang sangat berharap dari kalian (untuk
beriman) dan sangat sayang serta belas kasih terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Anfal : 128).

Para Nabi adalah khalifah-khalifah (wakil-wakil) Allah dan penghubung antara Allah dengan umat manusia.
Karena itu barang siapa mencintai mereka berarti mencintai Allah dan barang siapa menaati mereka berarti
menaati Allah.
Sangat tidak logis jika seseorang mengaku mencintai Allah tetapi tidak mencintai para Nabi. Karena jika dia
benar-benar mencintai Allah, maka konsekuensinya dia akan mencintai para kekasih-Nya.

Adakah di antara umat manusia yang lebih dicintai oleh Allah dari pada para Nabi ? []
Kenabian (2)
Ust. Husein Al-Kaff
Siapakah Muhammad Saaw ?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diperjelas sudut pandang kita dalam melihat pribadi Nabi
Muhammad saaw. Dari sisi mana kita memandang beliau. Karena tanpa itu kita akan terjebak pada
pandangan yang dingin terhadap beliau. Pandangan yang tanpa muatan pensucian (taqdis) dan
penghormatan (tasyrif). Bahkan terkadang memandangnya hanya sebagai satu sosok manusia yang
bernyawa, makan, minum, nikah dan akhirnya mati, titik.

Lalu bagaimana seharusnya kita memandang pribadi Rasulullah saaw ? Memang Rasulullah saaw
adalah seorang manusia sebagaimana saudara-saudaranya dari keturunan Adam. Akan tetapi
bukankah justru kemanusiaan seorang manusia tidak dilihat dari unsur jasmaninya (fisik) ? Karena
melihat manusia dari sisi jasmaninya, tidak lebih dari binatang yang juga bernyawa, makan, minum,
nikah dan mati.

Dengan demikian kita harus melihat manusia dari sisi ruhani atau spiritualnya. Karena dari sisi inilah,
manusia lebih mulia dari binatang. Dalam hal ini derajat manusia berbeda-beda.

Jika manusia dipandang dari sisi jasmaninya saja, kita tidak boleh membedakan seorang manusia
dari manusia lain atau satu golongan manusia dari golongan lainnya, sebab manusia secara
substansial adalah sama. Perbedaan fisik yang ada, sifatnya hanya eksidental, seperti warna kulit,
ras, etnis dan lain-lain.
Terkadang mereka menuju kesempurnaan dan terkadang menuju kehancuran.

Tidak demikian halnya bila dipandang dari sisi ruhani, manusia mempunyai perbedaan dan
tingkatan-tingkatan kemuliaan.

Allah Taala berfirman, Wahai manusia, Kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan
Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian, adalah yang paling taqwa. (QS. Al-Hujurat : 13).
Allah mengangkat orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan di antara kalian beberapa
derajat. (QS. Al-Mujadalah : 11).

Ayat pertama ingin menekankan, bahwa perbedaan jenis kelamin, warna kulit dan bangsa
merupakan pertanda kebesaran Allah Taala dan jangan dijadikan sebagai penyebab yang satu lebih
mulia dari yang lain. Karena kemuliaan hanya dilihat dari ketaqwaan yang merupakan ciri
spiritualitas seseorang dan bukan dilihat dari ciri-ciri fisikal.

Demikian pula ayat kedua menjelaskan, bahwa ketinggian derajat manusia diukur dari iman dan
ilmu. Keduanya merupakan bagian dari unsur ruhani.

Jadi andaikan saja kita tidak boleh melihat dan membedakan manusia dari unsur jasmani, maka
alangkah naifnya jika kita melihat Rasulullah saaw dari sisi jasmani.

Kita harus melihat Nabi dari sisi ruhani, sehingga akan jelas siapa sebenarnya beliau. Apakah beliau
seperti manusia lainnya ?

Kemudian apakah pantas kita mengatakan, bahwa Muhammad saaw sama dengan kita, hanya
karena beliau adalah manusia ?

Apabila kita bermaksud membicarakan pribadi Rasulullah saaw, maka harus kita jauhkan unsur
jasmaninya. Sebab jika tidak, berarti kita membicarakan maaf-maaf unsur kebinatangannya.
Sehingga dengan menjauhkan unsur jasmaninya, kita dapat mendudukkan beliau pada proporsi
yang sesuai dengan ketinggian ruhaninya.

Memang kita yakini, bahwa dari sisi jasmaninya pun beliau mempunyai banyak kelebihan dan itu
merupakan percikan sekian persennya saja dari kemuliaan ruhaninya yang sangat agung.

Nabi Muhammad saaw dalam pandangan Allah Taala


Lantaran keterbatasan dan kerendahan spiritual kita (manusia selain Rasulullah), maka sulit bagi
kita untuk mengetahui siapakah sebenarnya Nabi Muhammad saaw itu ?
Benar adanya apa yang dikatakan Imam al-Bushiri dalam salah satu bait syair pujian beliau
terhadap Rasulullah, yang termuat dalam kitab al-Burdah. Beliau berujar :

Sungguh,
keutamaan Rasulullah
tiada dibatasi
dengan batas
yang dapat diungkap
mulut manusia.

Yang paling layak dan benar melihat dan menilai Rasulullah saaw, adalah yang menciptakan beliau
sendiri, yaitu Allah Taala.

Marilah kita lihat bagaimana Allah Subhanahu wa Taala memandang Rasulullah saaw.

1. Dalam banyak ayat Al-Quran diterangkan, bahwa Muhammad adalah seorang Nabi dan utusan
Allah. Ini merupakan suatu kemuliaan yang tidak sembarangan orang dapat menggapainya.
Kenabian adalah kedudukan spiritual yang sangat tinggi. Hanya manusia-manusia tertentu yang
meraihnya. Dengan kedudukan ini, beliau dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Bahkan
lebih dari itu, beliau telah mengalami perjalanan spiritual dan fisik yang tidak pernah dialami seorang
pun manusia sebelum dan sesudahnya, yaitu Isra dan Miraj.
Saya kira dengan pengangkatan Muhammad saaw sebagai Nabi dan Rasul, cukup menjadi bukti
bahwa beliau benar-benar mulia dan patut dimuliakan dan diagungkan, serta tidak bisa disetarakan
dengan manusia lainnya.
Begitu tingginya kedudukan beliau, sampai-sampai Allah menyertakan ketaatan kepada Nabi
dengan ketaatan kepadaNya dan mengikuti Nabi adalah syarat kecintaan kepada-Nya (Lihat Al-
Quran surat Ali-Imran ayat 31).
Setelah itu apakah kita pantas mengatakan bahwa Nabi sama dengan kita, hanya karena beliau
seorang manusia ?

2. Dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21, Allah Taala berfirman : Sungguh bagi kalian pada diri
Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik, bagi orang yang mengharapkan (ridha) Allah dan hari
akhirat, serta banyak berzikir.

3. Dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4, Allah Taala berfirman : Sesungguhnya engkau berada
pada akhlak yang agung.

4. Dalam surat At-Taubah ayat 128, Allah berfirman : Sungguh telah datang kepada kalian seorang
Rasul dari (jenis) kalian. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, yang sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.

5. Dalam surat Al-Insyirah ayat 4, Allah berfirman : Dan Kami tinggikan sebutanmu (Muhammad
saaw).

Demikian pula masih banyak ayat-ayat lainnya yang mengungkapkan keagungan Rasulullah saaw,
yang tidak mungkin dicantumkan semua dalam lembaran yang sangat terbatas ini.

Ungkapan-ungkapan di atas dan yang sejenisnya dalam Al-Quran keluar dari perkataan Sang
Pencipta seluruh alam semesta. Sudah jelas semua itu bukan sekedar basa-basi yang acapkali
dilakukan oleh manusia ketika memuji yang lain. Karena Allah sama sekali tidak berkepentingan
untuk menyanjung, dengan sanjungan yang sifatnya basa-basi atau mencari muka.

Seluruh ungkapan di atas benar-benar menjelaskan fakta yang sesungguhnya, bahwa Nabi
Muhammad saaw sebagai suri tauladan untuk umat manusia. Beliau adalah seorang yang berakhlak
agung dan luhur, dan beliau adalah seorang yang sangat penyayang dan pengasih (terhadap
umatnya). Adakah pujian dan sanjungan yang lebih tulus dan lebih benar, dari pujian dan sanjungan-
Nya ?

Kalau saja Allah sedemikian tinggi memuji Rasulullah saaw, lantas apakah kita diam tidak mengikuti
sunnatullah, karena alasan khawatir terjerembab ke dalam pengkultusan individu ?

Nabi Muhammad saaw menurut Hadis


Ketinggian dan kebesaran Nabi Muhammad saaw banyak dikutip dalam berbagai kitab Hadis. Kajian
tentangnya, membutuhkan tulisan yang khusus dan luas.

Mengenai keagungan dan kebesaran Nabi Muhammad saaw dapat kita lihat dalam kitab-kitab Hadis
dan sejarah beliau. Dalam lembaran yang sangat terbatas ini, hanya akan dikutip sebagian kecil saja
dari Hadis-Hadis yang menceritakan ketinggian dan kebesaran beliau, antara lain :

1. Abu Abdillah Jafar as Shadiq as. berkata, Suatu malam Rasulullah saaw berada di rumah Ummu
Salamah ra., salah seorang isteri beliau. Beliau mendatangi isterinya tersebut di tempat tidurnya.
Kemudian beliau melakukan hubungan dengannya sebagaimana layaknya beliau lakukan pada
isteri-isteri lainnya.
Setelah itu, Ummu Salamah mencari-cari beliau di sekitar rumahnya, sampai ia menjumpai beliau di
sudut kamarnya dalam keadaan berdiri dan mengangkat kedua tangannya sambil menangis dan
berucap,
Ya Allah, janganlah Engkau renggut kebaikan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku selama-
lamanya.
Ya Allah, janganlah Engkau hibur daku dengan seorang musuh dan janganlah pula dengan seorang
yang dengki selamanya.
Janganlah Engkau kembalikan daku kepada kejelekan, yang telah Engkau selamatkan daku darinya
selama-lamanya.
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan daku berserah diri kepada diriku sendiri, walau sekejap pun
untuk selama-lamanya.

Kemudian Ummu Salamah berpaling sambil menangis, hingga Rasulullah pun berpaling, lantaran
mendengar tangisan isterinya tersebut. Lalu beliau bertanya kepadanya, Gerangan apa yang
menyebabkan engkau menangis, wahai Ummu Salamah ?
Seraya ia menjawab, Demi ayah dan ibuku, bagaimana aku tidak menangis, sementara Tuan
dengan kedudukan yang telah Allah berikan kepada tuan sekarang, yang mana Allah telah menjamin
Tuan dengan ampunan atas dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang akan datang masih memohon
kepada-Nya, agar Dia tidak mengembalikan Tuan ke dalam kejelekan yang Tuan telah
diselamatkan-Nya darinya untuk selama-lamanya, agar Dia tidak mengambil kembali kebaikan yang
telah dianugerahkan kepada Tuan selama-lamanya, dan agar tidak menjadikan Tuan berpasrah diri
kepada diri Tuan sendiri walau sekejap pun, untuk selama-lamanya ?
Rasulullah saaw balik bertanya, Wahai Ummu Salamah, apa yang dapat menjadikan aku aman
(dari azab Tuhan) ? Sungguh, Yunus bin Mata telah berserah diri kepada dirinya sendiri untuk
sekejap mata, maka terjadilah apa yang pantas terjadi pada dirinya ?

2. Al-Husein bin Ali, ketika menjelaskan tentang kekhusyuan Rasulullah saaw dalam shalatnya,
beliau berkata, Rasulullah saaw menangis hingga air matanya membasahi tempat shalatnya. Tidak
syak lagi hal itu disebabkan rasa takut beliau kepada Allah swt.

Nabi Muhammad Saaw menurut pandangan Imam Ali bin Abi Thalib as.
Sengaja kami kutip komentar Imam Ali as. mengenai Rasulullah saaw, karena Ali adalah seorang
sahabat yang paling dekat dengan beliau dan paling kenal kepada beliau.

Imam Ali bin Abi Thalib as. ketika menerangkan pribadi Rasulullah saaw berkata : Ikutilah Nabimu
yang paling baik dan paling suci, karena pada dirinya terdapat suri tauladan bagi yang
meneladaninya dan tempat berduka yang paling duka. Hamba yang paling Allah cintai adalah orang
yang meneladani Nabi-Nya dan mengikuti jejaknya.

Dia telah melepaskan dunia dan tidak memperdulikannya. Dia adalah penghuni dunia yang paling
kurus dan paling sering lapar. Telah ditawarkan padanya dunia, namun dia enggan menerimanya.
Dia mengetahui bahwa Allah tidak menyukai sesuatu, maka diapun tidak menyukainya. Allah
meremehkan sesuatu, maka diapun meremehkannya dan jika Allah menganggap kecil sesuatu,
maka diapun menganggapnya kecil.

Sekiranya yang kita cintai adalah sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya murkai, dan yang kita besarkan
adalah sesuatu yang oleh Allah dan Rasul-Nya kecilkan, maka itu cukup menjadi bukti penolakan
dan penentangan kita terhadap perintah Allah.

Rasulullah saaw adalah orang yang makan di atas tanah, yang duduk laksana duduknya seorang
budak, yang menambal sandalnya dengan tangannya sendiri, yang menjahit bajunya dengan
tangannya sendiri, yang mengendarai keledai yang tak berpelana dan yang membawa tumpangan di
belakangnya.

Pernah suatu hari di atas pintu rumahnya dipasang tabir yang bergambar. Lalu beliau berkata
kepada salah seorang isterinya, Wahai Fulanah, hilangkan tabir itu dariku, karena aku jika
melihatnya, maka aku akan ingat dunia dan segala keindahannya.

Dia berpaling dari dunia dengan hatinya, mematikan ingatan kepada dunia dari dalam jiwanya dan
menyukai hilangnya hiasan dunia dari pandangannya, agar dia tidak menjadikan perhiasan darinya,
menganggapnya kekal dan mengharapkan kesempatan darinya. Maka dia keluarkan (cinta) akan
dunia dari jiwanya, dia enyahkan hal itu dari hatinya, serta dia hilangkan semua itu dari
perhatiannya.

Kesimpulan
Setelah kita melihat bagaimana tinggi dan agungnya pribadi Rasulullah saaw dari sisi ruhaninya,
lantas apakah hati kita tidak tergerak untuk menyatakan kekaguman dan keterpesonaan terhadap
beliau, dengan memuji dan menyanjungnya ?

Sungguh telah banyak orang yang terpesona dengan keindahan akhlak beliau dan berdecak kagum
dengan kepribadian beliau sepanjang sejarah umat manusia. Kekaguman itu mereka ungkapkan
dalam puisi-puisi, pembacaan-pembacaan maulud dan manaqib Rasulullah saaw.

Merekalah yang benar-benar memahami arti sebuah kebesaran dan keindahan. Entahlah kita,
apakah termasuk dari mereka atau termasuk dari orang yang enggan karena malu, atau karena hati
yang keras, sehingga tidak mengenal arti keindahan dan kebesaran pribadi beliau, serta
menganggap bahwa memuji dan menyanjung beliau sebagai pengkultusan individu ? []

Mantiq (Logika)

Definisi dan Urgensi Mantiq

Mantiq adalah alat atau dasar yang penggunaannya akan menjaga kesalahan
dalam berpikir.
Lebih jelasnya, Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula
berpikir, sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara berpikir
salah. Manusia sebagai makhluk yang berpikir tidak akan lepas dari berpikir. Namun,
saat berpikir, manusia seringkali dipengaruhi oleh berbagai tendensi, emosi,
subyektifitas dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir jernih, logis dan obyektif.
Mantiq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak
keliru.
Sebelum kita pelajari masalah-masalah mantiq, ada baiknya kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan "berpikir".
Berpikir adalah proses pengungkapan sesuatu yang misteri (majhul atau
belum diketahui) dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada
dalam benak kita (dzihn) sehingga yang majhul itu menjadi ma'lm
(diketahui).
Faktor-Faktor Kesalahan Berpikir

1. Hal-hal yang dijadikan dasar (premis) tidak benar.


2. Susunan atau form yang menyusun premis tidak sesuai dengan kaidah mantiq
yang benar.

Argumentasi (proses berpikir) dalam alam pikiran manusia bagaikan sebuah bangunan.
Suatu bangunan akan terbentuk sempurna jika tersusun dari bahan-bahan dan
konstruksi bangunan yang sesuai dengan teori-teori yang benar. Apabila salah satu dari
dua unsur itu tidak terpenuhi, maka bangunan tersebut tidak akan terbentuk dengan
baik dan sempurna.
Sebagai misal, "[1] Socrates adalah manusia; dan [2] setiap manusia bertindak zalim;
maka [3] Socrates bertindak zalim". Argumentasi semacam ini benar dari segi susunan
dan formnya. Tetapi, salah satu premisnya salah yaitu premis yang berbunyi "Setiap
manusia bertindak zalim", maka konklusinya tidak tepat. Atau misal, "[1] Socrates
adalah manusia; dan [2] Socrates adalah seorang ilmuwan", maka "[3] manusia adalah
ilmuwan". Dua premis ini benar tetapi susunan atau formnya tidak benar, maka
konklusinya tidak benar. (Dalam pembahasan qiyas nanti akan dijelaskan susunan
argumentasi yang benar, pen).

Ilmu dan Idrak


Dua kata di atas, Ilmu dan Idrak, mempunyai makna yang sama (sinonim). Dalam ilmu
mantiq, kedua kata ini menjadi bahasan yang paling penting karena membahas aspek
terpenting dalam pikiran manusia, yakni ilmu. Oleh karena itu, makna ilmu sendiri perlu
diperjelas. Para ahli mantiq (mantiqiyyin) mendefinisikan ilmu sebagai berikut:
Ilmu adalah gambaran tentang sesuatu yang ada dalam benak (akal).
Benak atau pikiran kita tidak lepas dari dua kondisi yang kontradiktif, yaitu ilmu dan
jahil (ketidak tahuan). Pada saat keluar rumah, kita menyaksikan sebuah bangunan
yang megah dan indah, dan pada saat yang sama pula tertanam dalam benak
gambaran bangunan itu. Kondisi ini disebut "ilmu". Sebaliknya, sebelum menyaksikan
bangunan tersebut, dalam benak kita tidak ada gambaran itu. Kondisi ini disebut
"jahil".
Pada kondisi ilmu, benak atau akal kita terkadang hanya [1] menghimpun gambaran
dari sesuatu saja (bangunan, dalam misal). Terkadang kita tidak hanya menghimpun
tetapi juga [2] memberikan penilaian atau hukum (judgement). (Misalnya, bangunan
itu indah dan megah). Kondisi ilmu yang pertama disebut tashawwur dan yang kedua
disebut tashdiq.
Jadi tashawwur hanya gambaran akan sesuatu dalam benak. Sedangkan tashdiq adalah
penilaian atau penetapan dengan dua ketetapan: "ya" atau "tidak/bukan". Misalnya,
"air itu dingin", atau "air itu tidak dingin"; "manusia itu berakal", atau "manusia itu
bukan binatang" dan lain sebagainya.
Kesimpulan, ilmu dibagi menjadi dua; tashawwuri dan tashdiqi.

Dharuri dan Nadzari


Ilmu tashawwuri dan ilmu tashdiqi mempunyai dua macam: dharuri dan nadzari.
Dharuri adalah ilmu yang tidak membutuhkan pemikiran lagi (aksiomatis). Nadzari
adalah ilmu yang membutuhkan pemikiran.
Lebih jelasnya, dharuri (sering juga disebut badihi) adalah ilmu dan pengetahuan yang
dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan dan perantaraan
ilmu yang lain. Jadi Ilmu tashawwuri dharuri adalah gambaran dalam benak yang
dipahami tanpa sebuah proses pemikiran. Contoh: 2 x 2 = 4; 15 x 15 = 225 atau
berkumpulnya dua hal yang kontradiktif adalah mustahil (tidak mungkin terjadi) adalah
hal yang dharuri. Sedangkan nadzari dapat diketahui melalui sebuah proses pemikiran
atau melalui pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya. (Lihat kembali definisi
berpikir). Jadi ilmu tashawwuri nadzari adalah gambaran yang ada dalam benak yang
dipahami melalui proses pemikiran. Contoh: bumi itu bulat adalah hal yang nadzari.

Kulli dan Juz'i


Pembahasan tentang kulli (general) dan juz'i (parsial) secara esensial sangat erat
kaitannya dengan tashawwur dan juga secara aksidental berkaitan dengan tashdiq.

Kulli adalah tashawwur (gambaran benak) yang dapat diterapkan (berlaku)


pada beberapa benda di luar.
Misalnya: gambaran tentang manusia dapat diterapkan (berlaku) pada banyak orang;
Budi, Novel, Yani dan lainnya.

Juz'i adalah tashawwur yang dapat diterapkan (berlaku) hanya pada satu
benda saja.
Misalnya: gambaran tentang Budi hanya untuk seorang yang bernama Budi saja.
Manusia dalam berkomunikasi tentang kehidupan sehari-hari menggunakan tashawwur-
thasawwur yang juz'i. Misalnya: Saya kemarin ke Jakarta; Adik saya sudah mulai
masuk sekolah; Bapak saya sudah pensiun dan sebagainya. Namun, yang dipakai oleh
manusia dalam kajian-kajian keilmuan adalah tashawwur-thasawwur kulli, yang
sifatnya universal. Seperti: 2 x 2 = 4; Orang yang beriman adalah orang bertanggung
jawab atas segala perbuatannya; Setiap akibat pasti mempunyai sebab dan lain
sebagainya.
Dalam ilmu mantiq kita akan sering menggunakan kulli (gambaran-gambaran yang
universal), dan jarang bersangkutan dengan juz'i.

Nisab Arba'ah
Dalam benak kita terdapat banyak tashawwur yang bersifat kulli dan setiap yang kulli
mempunyai realita (afrad) lebih dari satu. (Lihat definisi kulli ). Kemudian antara
tashawwur kulli yang satu dengan yang lain mempunyai hubungan (relasi). Ahli mantiq
menyebut bentuk hubungan itu sebagai "Nisab Arba'ah". Mereka menyebutkan bahwa
ada empat kategori relasi: [1] Tabyun (diferensi), [2] Taswi (ekuivalensi), [3] Umum
wa khusus Mutlaq (implikasi) dan [4] Umum wa Khusus Minwajhin (asosiasi).

1. Tabyunadalah dua tashawwur kulli yang masing-masing dari keduanya tidak


bisa diterapkan pada seluruh afrad tashawwur kulli yang lain. Dengan kata lain,
afrad kulli yang satu tidak mungkin sama dan bersatu dengan afrad kulli yang
lain. Misal: tashawwur manusia dan tashawwur batu. Kedua tashawwur ini
sangatlah berbeda dan afradnya tidak mungkin sama. Setiap manusia pasti
bukan batu dan setiap batu pasti bukan manusia.
2. Taswi adalah dua tashawwur kulli yang keduanya bisa diterapkan pada seluruh
afrad kulli yang lain. Misal: tashawwur manusia dan tashawwurt berpikir. Artinya
setiap manusia dapat berpikir dan setiap yang berpikir adalah manusia.
3. Umum wa khusus mutlak adalah dua tashawwur kulli yang satu dapat
diterapkan pada seluruh afrad kulli yang lain dan tidak sebaliknya. Misal:
tashawwur hewan dan tashawwur manusia. Setiap manusia adalah hewan dan
tidak setiap hewan adalah manusia. Afrad tashawwur hewan lebih umum dan
lebih luas sehingga mencakup semua afrad tashawwur manusia.
4. Umum wa khusus min wajhin adalah dua tashawwur kulli yang masing-
masing dari keduanya dapat diterapkan pada sebagian afrad kulli yang lain dan
sebagian lagi tidak bisa diterapkan. Misal: tashawwur manusia dan tashawwur
putih. Kedua tashawwur kulli ini bersatu pada seorang manusia yang putih,
tetapi terkadang keduanya berpisah seperti pada orang yang hitam dan pada
kapur tulis yang putih.

Hudud dan Ta'rifat


Kita sepakat bahwa masih banyak hal yang belum kita ketahui (majhul). Dan sesuai
dengan fitrah, kita selalu ingin dan mencari tahu tentang hal-hal yang masih majhul.
Pertemuan lalu telah dibahas bahwa manusia memiliki ilmu dan pengetahuan (ma'lm),
baik tashawwuri ataupun tashdiqi. Majhul (jahil) sebagai anonim dari ma'lm (ilmu),
juga terbagi menjadi dua majhul tashawwuri dan majhul tashdiqi. Untuk mengetahui
hal-hal majhul tashawwuri, kita membutuhkan ma'lm tashaswwuri. (Lihat definisi
berpikir. Pencarian majhul tashawwur dinamakan "had" atau "ta'rif".
Had/ta'rif adalah sebuah jawaban dan keterangan yang didahului pertanyaan
"Apa?".
Saat menghadapi sesuatu yang belum kita ketahui (majhul), kita akan segara bertanya
"apa itu?". Artinya, kita bertanya tentang esensi dan hakikat sesuatu itu. Jawaban dan
keterangan yang diberikan adalah had (definisi) dari sesuatu itu.
Oleh karena itu, dalam disiplin ilmu, mendefinisikan suatu materi yang akan dibahas
penting sekali sebelum membahas lebih lanjut masalah-masalah yang berkaitan
dengannya. Perdebatan tentang sesuatu materi akan menjadi sia-sia kalau definisinya
belum jelas dan disepakati. Ilmu mantiq bertugas menunjukkan cara membuat had
atau definisi yang benar.

Macam-Macam Definisi (Ta'rif)


Setiap definisi bergantung pada kulli yang digunakan. Ada lima kulli yang digunakan
untuk mendefinisikan majhul tashawwuri (biasa disebut "kulliyat khamsah"). Lima kulli
itu adalah: [1] Nau' (spesies), [2] jins (genius), [3] fashl (diferentia), [4] 'aradh 'aam
(common accidens) dan [5] 'aradh khas (proper accidens). Pembahasan tentang
kulliyat khamsah ini secara detail termasuk pembahasan filsafat, bukan pembahasan
mantiq.

1. Had Tm, adalah definisi yang menggunakan jins dan fashl untuk menjelaskan
bagian-bagian dari esensi yang majhul. Misal: Apakah manusia itu? Jawabannya
adalah "Hewan yang berpikir (natiq)". "Hewan" adalah jins manusia, dan
"berpikir" adalah fashl manusia. Keduanya merupakan bagian dari esensi
manusia.
2. Had Nqish, adalah definisi yang menggunakan jins saja. Misal: "Manusia adalah
hewan". Hewan adalah salah satu dari esensi manusia.
3. Rasam Tm, adalah definisi yang mengunakan 'ardh khas. Misal: "Manusia
adalah wujud yang berjalan, tegak lurus dan dapat tertawa". "Maujud yang
berjalan", "tegak lurus" dan "tertawa" bukan bagian dari esensi manusia, tetapi
hanya bagian yang eksiden.
4. Rasam Nqish, adalah definisi yang menggunakan 'ardh 'm, misalnya, "Manusia
adalah wujud yang berjalan".

Qadhiyyah (Proposisi)
Sebagaimana yang telah kita ketahui, tashdiqi adalah penilaian dan penghukuman atas
sesuatu dengan sesuatu yang lain (seperti: gunung itu indah; manusia itu bukan kera
dan lain sebagainya). Atas dasar itu, tashdiq berkaitan dengan dua hal: maudhu' dan
mahmul ("gunung" sebagai maudhu' dan "indah" sebagai mahmul). Gabungan dari dua
sesuatu itu disebut qadhiyyah (proposisi).

Macam-macam Qadhiyyah.
Setiap qadhiyyah terdiri dari tiga unsur: 1) mawdhu', 2) mahmul dan 3) rabithah
(hubungan antara mawdhu' dan mahmul). Berdasarkan masing-masing unsur itu,
qadhiyyah dibagi menjadi beberapa bagian.
Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua: hamliyyah (proposisi
kategoris) dan syarthiyyah (proposisi hipotesis).
Qadhiyyah hamliyyah adalah qadhiyyah yang terdiri dari mawdhu', mahmul
dan rabithah.
Lebih jelasnya, ketika kita membayangkan sesuatu, lalu kita menilai atau menetapkan
atasnya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang pertama disebut mawdhu' dan sesuatu
yang kedua dinamakan mahmul dan yang menyatukan antara keduanya adalah
rabithah. Misalnya: "gunung itu indah". "Gunung" adalah mawdhu', "indah" adalah
mahmul dan "itu" adalah rabithah (Qadhiyyah hamliyyah, proposisi kategorik)
Terkadang kita menafikan mahmul dari mawdhu'. Misalnya, "gunung itu tidak indah".
Yang pertama disebut qadhiyyah hamliyyah mujabah (afirmatif) dan yang kedua
disebut qadhiyyah hamliyyah salibah (negatif).
Qadhiyyah syarthiyyah terbentuk dari dua qadhiyyah hamliyah yang
dihubungkan dengan huruf syarat seperti, "jika" dan "setiap kali".
Contoh: jika Tuhan itu banyak, maka bumi akan hancur. "Tuhan itu banyak" adalah
qadhiyyah hamliyah; demikian pula "bumi akan hancur" sebuah qadhiyyah hamliyah.
Kemudian keduanya dihubungkan dengan kata "jika". Qadhiyyah yang pertama (dalam
contoh, Tuhan itu banyak) disebut muqaddam dan qadhiyyah yang kedua (dalam
contoh, bumi akan hancur) disebut tali.
Qadhiyyah syarthiyyah dibagi menjadi dua: muttasilah dan munfasilah. Qadhiyyah
syarthiyyah yang menggabungkan antara dua qadhiyyah seperti contoh di atas disebut
muttasilah, yang maksudnya bahwa adanya "keseiringan" dan "kebersamaan" antara
dua qadhiyyah. Tetapi qadhiyyah syarthiyyah yang menunjukkan adanya perbedaan
dan keterpisahan antara dua qadhiyyah disebut munfasilah, seperti, Bila angka itu
genap, maka ia bukan ganjil. Antara angka genap dan angka ganjil tidak mungkin
kumpul.

Qadhiyyah Mahshurah dan Muhmalah

Pembagian qadhiyyah berdasarkan mawdhu'-nya dibagi menjadi dua: mahshurah dan


muhmalah. Mahshurah adalah qadhiyyah yang afrad (realita) mawdhu'-nya ditentukan
jumlahnya (kuantitasnya) dengan menggunakan kata "semua" dan "setiap" atau
"sebagian" dan "tidak semua". Contohnya, semua manusia akan mati atau sebagian
manusia pintar. Sedangkan dalam muhmalah jumlah afrad mawdhu'-nya tidak
ditentukan. Contohnya, manusia akan mati, atau manusia itu pintar.
Dalam ilmu mantiq, filsafat, eksakta dan ilmu pengetahuan lainnya, qadhiyyah yang
dipakai adalah qadhiyyah mahshurah.
Qadhiyyah mahshurah terkadang kulliyah (proposisi determinatif general) dan
terkadang juz'iyyah (proposisi determinatif partikular) dan qadhiyyah sendiri ada yang
mujabah (afirmatif) dan ada yang salibah (negatif) . Maka qadhiyyah mahshurah
mempunyai empat macam:

1. Mujabah kulliyyah: Setiap manusia adalah hewan


2. Salibah kulliyyah: Tidak satupun manusia yang berupa batu.
3. Mujabah juz'iyyah: Sebagian manusia pintar
4. Salibah juz'iyyah: Sebagian manusia bukan laki-laki.

Sebenarnya masih banyak lagi pembagian qadhiyyah baik berdasarkan mahmul-nya


(qadhiyyah muhassalah dan mu'addlah), atau jihat qadhiyyah (dharuriyyah, daimah
dan mumkinah) dan qadhiyyah syarthiyyah muttasilah (haqiqiyyah, maani'atul jama'
dan maani'atul khulw). Namun qadhiyyah yang paling banyak dibahas dalam ilmu
filsafat, mantiq dan lainnya adalah qadhiyyah mahshurah.
Hukum-Hukum Qadhiyyah
Setelah kita ketahui definisi dan pembagian qadhiyyah, maka pembahasan berikutnya
adalah hubungan antara masing-masing dari empat qadhiyyah mahshurah. Pada
pembahasan terdahulu telah kita ketahui bahwa terdapat empat macam hubungan
antara empat tashawwuri kulli: [1] tabyun, [2] taswi, [3] umum wa khusus mutlak
dan [4] umum wa khusus min wajhin. Demikian pula terdapat empat macam hubungan
antara masing-masing empat qadhiyyah mahshurah: [1] tanaqudh, [2] tadhadd, [3]
dukhul tahta tadhadd dan [4] tadakhul.

1. Tanaqudh (mutanaqidhain [kontradiktif]) adalah dua qadhiyyah yang mawdhu'


dan mahmul-nya sama, tetapi kuantitas (kam) dan kualitasnya (kaif) berbeda,
yakni yang satu kulliyah mujabah dan yang lainnya juz'iyyah salibah. Misalnya,
"Semua manusia hewan" (kulliyyah mujabah) dengan "Sebagian manusia bukan
hewan" (juz'iyyah salibah).
2. Tadhad (kontrariatif) adalah dua qadhiyah yang sama kuantitasnya (keduanya
kulliyyah), tetapi yang satu mujabah dan yang lain salibah. Misalnya, "Semua
manusia dapat berpikir" (kulliyyah mujabah) dengan "Tidak satupun dari
manusia dapat berpikir" (kulliyyah salibah).
3. Dukhul tahta tadhad (dakhilatain tahta tadhad [interferensif sub-kontrariatif])
adalah dua qadhiyyah yang sama kuantitasnya (keduanya juz'iyyah), tetapi
yang satu mujabah dan lain salibah. Misalnya: "Sebagian manusia pintar"
(juz'iyyah mujabah) dengan "Sebagian manusia tidak pintar" (juz'iyyah salibah).
4. Tadakhul (mutadakhilatain [interferensif]) adalah dua qadhiyyah yang sama
kualitasnya tetapi kuantitasnya berbeda. Misalnya: "Semua manusia akan mati"
(kulliyyah mujabah) dengan "Sebagian manusia akan mati" (juz'iyyah mujabah)
atau "Tidak satupun dari manusia akan kekal" (kulliyyah salibah) dengan
"Sebagian manusia tidak kekal" (juz'iyyah salibah). Dua qadhiyyah ini disebut
pula

Hukum dua qadhiyyah mutanaqidhain (kontradiktif) jika salah satu dari dua qadhiyyah
itu benar, maka yang lainnya pasti salah. Demikian pula jika yang satu salah, maka
yang lainnya benar. Artinya tidak mungkin (mustahil) keduanya benar atau keduanya
salah. Dua qadhiyyah biasa dikenal dengan ijtima' al naqidhain mustahil (kombinasi
kontradiktif).
Hukum dua qadhiyyah mutadhaddain (kontrariatif), jika salah satu dari dua qadhiyyah
itu benar, maka yang lain pasti salah. Tetapi, jika salah satu salah, maka yang lain
belum tentu benar. Artinya keduanya tidak mungkin benar, tetapi keduanya mungkin
salah.
Hukum dua qadhiyyah dakhlatain tahta tadhad (interferensif sub-kontrariatif), jika
salah satu dari dua qadhiyyah itu salah, maka yang lain pasti benar. Tetapi, jika yang
satu benar, maka yang lain belum tentu salah. Dengan kata lain, kedua qadhiyyah itu
tidak mungkin salah, tetapi mungkin saja keduanya benar.
Hukum dua qadhiyyah mutadakhilatain (interferentif), berbeda dengan masalah
tashawwuri. (Lihat pembahasan tentang nisab arba'ah, pen); bahwa tashawwur kulli
(misalnya, manusia) lebih umum dari tashawwur juz'i (misalnya, Ali).
Di sini, qadhiyyah kulliyyah lebih khusus dari qadhiyyah juz'iyyah. Artinya, jika
qadhiyyah kulliyyah benar, maka qadhiyyah juz'iyyah pasti benar. Tetapi, jika
qadhiyyah juz'iyyah benar, maka qadhiyyah kulliyyah belum tentu benar. Misalnya, jika
"setiap A adalah B" (qadhiyyah kulliyyah), maka pasti "sebagian A pasti B". Tetapi jika
"sebagian A adalah B", maka belum pasti "setiap A adalah B".

Tanaqudh
Salah satu hukum qadhiyyah yang menjadi dasar semua pembahasan mantiq dan
filsafat adalah hukum tanaqudh (hukum kontradiksi). Para ahli mantiq dan filsafat
menyebutkan bahwa selain mawdhu' dan mahmul dua qadhiyyah mutanaqidhain itu
harus sama, juga ada beberapa kesamaan dalam kedua qadhiyyah tersebut. Kesamaan
itu terletak pada:

1. Kesamaan tempat (makan)


2. Kesamaan waktu (zaman)
3. Kesamaan kondisi (syart)
4. Kesamaan korelasi (idhafah)
5. Kesamaan pada sebagian atau keseluruhan (juz dan kull )
6. Kesamaan dalam potensi dan aktual (bil quwwah dan bil fi'li).

Qiyas (silogisme)

Pembahasan tentang qadhiyyah sebenarnya pendahuluan dari masalah qiyas,


sebagaimana pembahasan tentang tashawwur sebagai pendahuluan dari hudud atau
ta'rifat. Dan sebenarnya inti pembahasan mantiq adalah hudud dan qiyas.
Qiyas adalah kumpulan dari beberapa qadhiyyah yang berkaitan yang jika
benar, maka dengan sendirinya (li dzatihi) akan menghasilkan qadhiyyah yang
lain (baru).
Sebelum kita lebih lnjut membahas tentang qiyas, ada baiknya kita secara sekilas
beberapa macam hujjah (argumentasi ). Manusia disaat ingin mengetahui hal-hal yang
majhul, maka terdapat tiga cara untuk mengetahuinya:

1. Pengetahuan dari juz'i ke juz'i yang lain. Argumenatsi ini sifatnya horisontal, dari
sebuah titik yang parsial ke titik parsial lainnya. Argumentasi ini disebut tamtsil
(analogi).
2. Pengetahuan dari juz'i ke kulli. Atau dengan kata lain, dari khusus ke umum
(menggeneralisasi yang parsial) Argumentasi ini bersifat vertikal, dan disebut
istiqra' (induksi).
3. Pengetahuan dari kulli ke juz'i. Atau dengan kata lain, dari umum ke khusus.
Argumentasi ini disebut qiyas (silogisme).

Macam-macam Qiyas
Qiyas dibagi menjadi dua; iqtirani (silogisme kategoris) dan istitsna'i (silogisme
hipotesis). Sesuai dengan definisi qiyas di atas, satu qadhiyyah atau beberapa
qadhiyyah yang tidak dikaitkan antara satu dengan yang lain tidak akan menghasilkan
qadhiyyah baru. Jadi untuk memberikan hasil (konklusi) diperlukan beberapa
qadhiyyah yang saling berkaitan. Dan itulah yang namanya qiyas.
1. Qiyas Iqtirani
Qiyas iqtirani adalah qiyas yang mawdhu' dan mahmul natijahnya berada secara
terpisah pada dua muqaddimah. Contoh: "Kunci itu besi" dan "setiap besi akan memuai
jika dipanaskan", maka "kunci itu akan memuai jika dipanaskan". Qiyas ini terdiri dari
tiga qadhiyyah; [1] Kunci itu besi, [2] setiap besi akan memuai jika dipanaskan dan [3]
kunci itu akan memuai jika dipanaskan.
Qadhiyyah pertama disebut muqaddimah shugra (premis minor), qadhiyyah kedua
disebut muqaddimah kubra (premis mayor) dan yang ketiga adalah natijah (konklusi).
Natijah merupakan gabungan dari mawdhu' dan mahmul yang sudah tercantum pada
dua muqaddimah, yakni, "kunci" (mawdhu') dan "akan memuai jika dipanaskan"
(mahmul). Sedangkan "besi" sebagai had awshat.
Yang paling berperan dalam qiyas adalah penghubung antara mawdhu' muqadimah
shugra dengan mahmul muqaddimah kubra. Penghubung itu disebut had awsath. Had
awsath harus berada pada kedua muqaddimah (shugra dan kubra) tetapi tidak
tecantum dalam natijah. (Lihat contoh, pen).

Empat Bentuk Qiyas Iqtirani


Qiyas iqtirani kalau dilihat dari letak kedudukan had awsath-nya pada muqaddimah
shugra dan kubra mempunyai empat bentuk :
1. Syakl Awwal adalah Qiyas yang had awsth-nya menjadi mahmul pada muqaddimah
shugra dan menjadi mawdhu' pada muqaddimah kubra. Misalnya, "Setiap Nabi itu
makshum", dan "setiap orang makshum adalah teladan yang baik", maka "setiap nabi
adalah teladan yang baik". "Makshum" adalah had awsath, yang menjadi mahmul pada
muqaddimah shugra dan menjadi mawdhu' pada muqaddimah kubra.
Syarat-syarat syakl awwal.
Syakl awwal akan menghasilkan natijah yang badihi (jelas dan pasti) jika memenuhi
dua syarat berikut ini:

a. Muqaddimah shugra harus mujabah.


b. Muqaddimah kubra harus kulliyah.

2. Syakl Kedua adalah Qiyas yang had awshat-nya menjadi mahmul pada kedua
muqaddimah-nya. Misalnya, "Setiap nabi makshum", dan "tidak satupun pendosa itu
makshum", maka "tidak satupun dari nabi itu pendosa".
Syarat-syarat syakl kedua.

a. Kedua muqaddimah harus berbeda dalam kualitasnya (kaif, yakni mujabah dan
salibah).
b. Muqaddimah kubra harus kulliyyah.

3. Syakl Ketiga adalah Qiyas yang had awshat-nya menjadi mawdhu' pada kedua
muqaddimahnya. Misalnya, "Setiap nabi makshum", dan "sebagian nabi adalah imam",
maka "sebagian orang makshum adalah imam".
Syarat-syarat Syakl ketiga.

a. Muqaddimah sughra harus mujabah.


b. Salah satu dari kedua muqaddimah harus kulliyyah.

4. Syakal Keempat adalah Qiyas yang had awsath-nya menjadi mawdhu' pada
muqaddimah shugra dan menjadi mahmul pada muqaddimah kubra (kebalikan dari
syakl awwal.)
Syarat-syarat Syakl keempat.

a. Kedua muqaddimahnya harus mujabah.


b. Muqaddimah shugra harus kulliyyah. Atau
c. Kedua muqaddimahnya harus berbeda kualitasnya (kaif)
d. Salah satu dari keduanya harus kulliyyah.

Catatan: Menurut para mantiqiyyin, bentuk qiyas iqtirani yang badihi (jelas sekali)
adalah yang pertama sedangkan yang kedua dan ketiga membutuhkan pemikiran.
Adapun yang keempat sangat sulit diterima oleh pikiran. Oleh karena itu Aristoteles
sebagai penyusun mantiq yang pertama tidak mencantumkan bentuk yang keempat.

2. Qiyas Istitsna'i
Berbeda dengan qiyas iqtirani, qiyas ini terbentuk dari qadhiyyah syarthiyyah dan
qadhiyyah hamliyyah. Misalnya, "Jika Muhammad itu utusan Allah, maka dia
mempunyai mukjizat. Oleh karena dia mempunyai mukjizat, berarti dia utusan Allah".
Penjelasannya: "Jika Muhammad itu utusan Allah, maka dia mempunyai mukjizat"
adalah qadhiyyah syarthiyyah yang terdiri dari muqaddam dan tali (lihat definisi
qadhiyyah syarthiyyah), dan "Dia mempunyai mukjizat" adalah qadhiyyah hamliyyah.
Sedangkan "maka dia mempunyai mukjizat" adalah natijah. Dinamakan istitsna'i
karena terdapat kata " tetapi", atau "oleh karena". Macam-Macam Qiyas istitsna'i
(silogisme) Ada empat macam qiyas istitsna'i: Muqaddam positif dan tali positif.
Misalnya, "Jika Muhammad utusan Allah, maka dia mempunyai mukjizat. Tetapi
Muhammad mempunyai mukjizat berarti Dia utusan Allah". Muqaddam negatif dan tali
positif. Misalnya, "Jika Tuhan itu tidak satu, maka bumi ini akan hancur. Tetapi bumi
tidak hancur, berarti Tuhan satu (tidak tidak satu)". Tali negatif dan muqaddam negatif.
Misalnya, "Jika Muhammad bukan nabi, maka dia tidak mempunyai mukjizat. Tetapi dia
mempunyai mukjizat, berarti dia Nabi (bukan bukan nabi)". Tali negatif dan muqaddam
positif. Misalnya, "Jika Fir'aun itu Tuhan, maka dia tidak akan binasa. Tetapi dia binasa,
berarti dia bukan Tuhan".

(Makalah Ust. Husein Al-Kaff dalam Kuliah Logika "Pengantar Menuju Filsafat Islam" di
Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad pada tanggal 25 Oktober - 1 November 1999 M)

Pemimpin Yang Dijanjikan


Ust. Husein Al-Kaff

Pak Sukiman yang telah bertahun-tahun tinggal bersama istri dan anaknya pada sebuah rumah
yang sempit dan berhimpitan dengan rumah para tetangganya. Kini ia terdiam menatap masa
depannya yang belum pasti.
Seonggok perabotan rumah dan barang-barang milik pribadinya bertumpuk di luar, diterpa sinar
matahari dan ditimpa curahan air hujan. Apa yang terjadi pada keluarga pak Sukiman ?
Dia baru saja dipaksa keluar oleh oknum petugas yang tidak bertanggung jawab, dengan alasan
rumahnya harus dijual dan kena gusuran pembangunan sebuah gedung yang kekar dan mencakar
langit, yang akan dibangun di atas tanahnya tersebut.
Sebelumnya terjadi perang mulut antara dia dengan para petugas tersebut. Pak Sukirman pada
dasarnya menerima keharusan rumahnya digusur demi kepentingan umum. Akan tetapi, ia meminta
ganti rugi yang layak. Namun ternyata rumahnya dihancurkan dengan tanpa mendapatkan ganti rugi
seperti yang ia inginkan.
Malang benar nasibmu wahai pak Sukiman ! Meski pak Sukiman menelan rasa pahit kehidupan
sebagai orang kecil yang tidak berdaya, namun dia sedikit merasa terhibur. Lantaran dia tidak
sendirian. Masih ratusan orang di negeri ini yang mengalami hal serupa. Sepahit-pahitnya
kehidupan, akan menjadi ringan jika dipikul bersama. Begitulah pikir pak Sukirman.
Setefanus, Uray dan kawan-kawannya mungkin hangus terpanggang oleh si jago merah yang
melahap hutan luas di Irian Jaya dan Kalimantan. Mata pencaharian orang-orang yang tinggal di
sekitar hutan, habis dan hangus. Entah bagaimana mereka akan menyambung kehidupan
selanjutnya ?
Para penjual jasa dengan tenaganya harus rela meninggalkan keluarga dan kampung halamannya
menuju tempat yang nun jauh di sana, demi mewujudkan impian mereka.
Mereka berusaha dengan meminjam ke sana ke mari, untuk menyediakan biaya dan segala
keperluan pemberangkatannya ke daerah baru tersebut.
Mereka lugu dan sederhana. "Saya ingin bekerja sekarang ini," sahut Sumirah binti Samadikun.
"Saya ingin kerja di Arab Saudi, biar sekalian dapat naik haji," timpal Muthiah berharap.
Lain dalam alam khayal, lain pula dalam alam nyata. Tidak sedikit dari mereka yang diperlakukan
seperti budak dan pemuas hasrat nafsu birahi. Bahkan sebagian dari mereka ada yang diperas dan
dinodai kehormatannya sebelum berangkat ke luar negeri.
Misalnya Mat Syafei, karena satu dan lain hal dia menjual tanah yang ia warisi dari ayahnya, dengan
segepok uang bernilai 700 juta rupiah.
Sebagian kecil darinya, dia pakai untuk naik haji bersama istrinya. Sementara sisanya dia simpan di
sebuah Bank yang akhir-akhir ini terkena likuidasi. Habislah uangnya begitu saja, tanpa arti.
Semua peristiwa di atas, adalah kasus-kasus sosial yang menyesakkan dada. Jeritan hati wong cilik
akibat penindasan, merebak di seantero dunia. Orang-orang bijak atau orang yang menaruh rasa
peduli pada kemanusiaan, hanya bisa mengelus dada dan bersuara. Namun, suara mereka tidak
sampai ke telinga para jagoan dan gladiator yang bercokol di balik benteng-benteng kekuasaan.
Suara mereka tidak tembus ke dalam hati sanubari kaum kapitalis, yang rakus dan tidak
mengindahkan norma-norma kemanusiaan.
Mereka orang-orang yang tak berdaya. Hari-hari mereka terus terancam. Mereka resah dan gelisah.
Mereka bingung, hendak ke mana gerangan dan kepada siapa akan berlindung serta minta
pertolongan ?
Wakil-wakil mereka di Parlemen sudah berubah dari fungsinya sebagai wakil rakyat, menjadi
sekelompok manusia yang datang ke Parlemen hanya sekedar untuk mendengarkan program-
program pemerintah yang telah ditunggangi segelintir konglomerat, seraya mereka
mengaminkannya.
Penggusuran, perampasan, perkosaan, pembunuhan dan perbuatan-perbuatan kriminal lainnya,
selalu menghantui setiap rumah, setiap orang dan setiap keluarga. Dunia tidak lagi aman. Dunia
makin sadis dan kejam. Si kuat makin sulit mengalah, sementara yang miskin terus dipaksa harus
mengalah kepada si kuat.
Kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi di negeri persada yang kita cintai ini. Akan tetapi di
negeri-negeri lain pun hal itu terjadi. Mungkin dengan bentuk yang sama, atau berbeda sama sekali.
Selagi obsesi dan ambisi manusia berupa kepuasan materi dan kebutuhan-kebutuhan fisik, maka
nilai-nilai kemanusiaan dengan sendirinya tergilas.

Janji Allah
Kita selaku umat yang beriman kepada Allah Swt. dan berkeyakinan, bahwa Dialah Dzat yang Maha
Adil, Maha Pengasih lagi Penyayang, merasa terhibur dengan janji-janji Allah yang tidak mungkin
diingkari-Nya.
Dalam sejumlah ayat Al-Qur'an, Allah menjanjikan bahwasanya pada akhirnya kelak bumi ini akan
diwariskan dan dikuasai oleh orang-orang baik, adil dan bertaqwa.
Allah Swt. berfirman, "Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi, dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin dan akan mewarisi bumi ini." (QS.
Al-Qashash ayat 5).
Ayat di atas secara kontekstual menceritakan tentang orang-orang Yahudi yang ditindas Fir'aun, dan
Allah menjanjikan kepada mereka nanti untuk menjadi pemimpin dan pewaris bumi.
Meskipun demikian, maksud ayat tersebut tidak dibatasi dengan peristiwa yang dialami bangsa
Yahudi waktu itu saja, karena ayat ini ingin menjelaskan bahwa orang-orang yang tertindas dan
diperlakukan zalim, suatu saat nanti akan menjadi penguasa dan pemimpin di atas bumi ini. Jadi
ayat tersebut menyatakan, bahwa yang akan menjadi pemimpin dan pewaris bumi adalah orang-
orang yang tertindas.
Pada ayat lainnya Allah berfirman, "Sesungguhnya, bumi ini akan diwarisi hamba-hamba-Ku yang
shaleh." (QS. Al-Anbiya, 105).
Ayat tersebut dengan jelas menyatakan, bahwa bumi ini akan diwariskan kepada orang-orang yang
baik dan shaleh. Jadi yang akan mewarisi dan menguasai bumi, pada akhirnya adalah orang-orang
yang shaleh.
Dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 55, Allah berfirman,
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal kebaikan di antara kalian, bahwa
Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.
Dan sesungguhnya Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menggantikan keadaan mereka aman setelah mereka
ketakutan."
Ayat di atas menjelaskan, bahwasanya Allah berjanji akan menyerahkan kekuasaan atas bumi ini
kepada orang-orang yang beriman dan beramal kebaikan. Beranjak dari tiga ayat di atas dan
keimanan, tampak bahwa Allah tidak akan melanggar janji-Nya.
Kita selaku kaum muslim yakin, bahwa penderitaan, penindasan dan kezaliman akan berakhir, dan
dunia ini akan berada di bawah kepemimpinan orang-orang yang bijak dan shaleh, sehingga
pemerataan keadilan dan kedamaian akan tegak.
Andaikata kita amati dengan baik, bahwa kekuasaan dan kepemimpinan akan diserahkan kepada
orang-orang tertindas, orang-orang shaleh, orang-orang beriman dan beramal kebaikan. Tiga kriteria
tersebut harus ada pada diri seorang pemimpin yang akan mewarisi bumi dan memimpin dunia
sesuai dengan janji Allah.

Kriteria-kriteria pemimpin yang Allah Janjikan


Ada tiga kriteria yang harus ada pada seorang calon pemimpin yang Allah janjikan, yaitu tertindas,
beramal baik dan beriman.
Maksud tertindas pada pemimpin yang Allah janjikan, adalah seorang yang selama hidupnya selalu
mengalami penindasan, tekanan, dan penderitaan. Sedangkan yang dimaksud beramal baik, adalah
pemimpin tersebut akan menebarkan persaudaraan, kedamaian dan keadilan kepada seluruh umat
manusia.
Adapun maksud dari beriman, adalah dia bukan seorang yang materialis dan kapitalis, yang hanya
berusaha memuaskan kebutuhan fisik saja. Bahkan sebaliknya, ia mengajak manusia agar
menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan menyadarkan manusia bahwa kehidupan tidak hanya di
dunia ini saja, tetapi di hari kemudian juga. Oleh karenanya pemimpin yang dijanjikan, adalah
pemimpin yang beriman kepada Allah dan hari akhir.

Siapakah pemimpin yang dijanjikan itu ?


Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita tidak perlu mereka-mereka, karena jawabannya dapat kita
peroleh dengan mudah dari keterangan hadis-hadis Nabi Muhammad Saaw. Hadis Nabi,
sebagaimana fungsinya sebagai penjelas Al-Qur'an, menjelaskan tentang siapa pemimpin yang
Allah janjikan itu.
Dalam banyak kitab Hadis dari kalangan Ahlu Sunnah dan Syi'ah disebutkan, bahwa pemimpin yang
dijanjikan itu adalah Imam al-Mahdi al-Muntadzar. Di sini akan kami sebutkan sebagian kecil dari
Hadis-Hadis tentang al-Mahdi al-Muntadzar.
Ahmad, Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Saaw
bersabda, "Sekiranya dunia ini hanya tinggal sehari saja, niscaya Allah mengutus seorang manusia
dari keluargaku (keturunanku) yang akan memenuhi dunia dengan keadilan, setelah dunia dipenuhi
kezaliman." (Kitab Is'af ar-Raghibin).
Rasulullah Saaw bersabda, "Di akhir zaman kelak, akan keluar seorang dari keturunanku, namanya
seperti namaku dan julukannya seperti julukanku. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan,
sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi kezaliman. Itulah al-Mahdi." (Kitab Tadzkirah al-Khawwas,
204).
Rasulullah Saaw bersabda, "Barangsiapa mengingkari keluarnya al-Mahdi, maka dia telah kufur
terhadap apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan barang siapa mengingkari
tentang kemunculan Dajjal, maka dia telah kufur." (Kitab Faraid as-Simthain).
Menurut Abu Said al-Khudri, Rasulullah Saaw bersabda, "Sampaikanlah kabar gembira tentang al-
Mahdi. Sesungguhnya dia akan datang di akhir zaman ketika terjadi kesulitan dan gempa. Allah
akan menebarkan keadilan dan kedamaian melalui al-Mahdi di muka bumi ini." (Kitab Dalail al-
Imamah, 171).[]

Bagaimana seharusnya kita beragama?


Pertanyaan di atas layak diketengahkan dalam rangka introspeksi diri atas keagamaan kita,
sehingga kita benar-benar beragama sebagaimana mestinya. Karena betapa banyak orang
beragama, namun keberagaman mereka sekedar warisan dari orang tua atau ingkungan sekitar
mereka. Bahkan ada sebagian orang beranggapan, bahwa agama hanya sebagai pelengkap
kehidupan yang sifatnya eksidental.
Mereka tidak ambil peduli yang lazim terhadap agama. Karenanya mereka beragama asal-
asalan, sekedar tidak dikatakan 'Tidak Beragama'. Gejala perpindahan dari satu agama kepada
agama yang lain bukanlah semata karena faktor ekonomi. Bahkan, anggapan bahwa semua
agama itu sama merupakan akibat dari ketidakpedulian yang lazim terhadap agama. Gejala
Pluralisme semacam ini menjadi trend abad kedua puluh.
Dalam persepsi mereka, membicarakan agama adalah suatu hal yang sangat sensitif dan akan
merenggangkan hubungan antara manusia. Agama merupakan sesuatu yang sangat personal
dan tidak perlu diuungkap dalam forum-forum umum dan terbuka. Jika harus berbicara
agamapun, maka ruang lingkupnya harus dibatasi pada sisi peribadatan saja.
Agama telah dirampingkan, sedemikian rupa sehingga, hanya mengurus masalah-masalah
ritual belaka. Agama jangan dibawa-bawa ke dalam kancah politik, sosial, dan ekonomi. Karena
jika agama dibawa ke dalam arena politik dan sosial, maka kanterjadi perang antar agama dan
penindasan atas agama tertentu oleh agama yang berkuasa. Demikian pula, jika agama
diperanaktifkan dalam urusan ekonomi, maka akan membatasi kebebasan perilaku menimbun
kekayaan, karena banyak lampu-lampu merah dan peringatan-perigatan yang sudah tentu akan
menghambat kelancaran bisnis.

Apakah benar demikian ?


Tentu, bagi mereka yang masih memiliki keterikatan dengan agama akan mengatakan, bahwa
pernyataan di atas relatif kebenarannya. Sebab, boleh jadi pernyataan di atas adalah suatu
kesimpulan dari beberapa kasus sejarah yang parsial dan situasional, bahkan tidak bisa
digeneralisasikan.
Namun bagi kau muslimin, pernyataan di atas sama sekali tidak benar, karena secara teoritis
agama Islam adalah pegangan hidup (way of life) yang lengkap dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, baik secara individu maupun kemasyarakatan. Islam agama yang sangat
luas dan fleksibel. Secara praktek hal ini telha dibuktikan, bahwa dalam sebuah pemerintahan
yang menjlankan syariat Islam dengan baik, kehidupan masyarakatnya --baik muslim maupun
non-muslim-- aman, damai dan sejahtera, pengetahuan di dalamnya maju pesat.
Yang menjadi acauan kita adalah bagaimana seharusnya kita beragama, agar ajarannya benar-
benar terasa dan mewarnai seluruh aspek kehidupan kita.
Sebagaimana telah kita bahas pada edisi sebelumnya, bahwa ajaran-ajaran Din terdiri atas tiga
macam , yaitu aqidah (keyakinan), syariah (hukum atau fiqih) dan akhlaq. Semuanya harus
kita perhatikan secara proporsional. Di sini kami akan menjelaskan, walaupun ringkas, ketiga
jenis ajaran tersebut.

1. Aqidah
Aqidah adalah perkara-perkara yang mengikat akal, pikiran dan jiwa seseorang (mabani-e
Syenakht, Syeikh Muhammad Raysyahri). Misalnya, ketika seseorang meyakini adanya satu
Dzat yang senantiasa mengawasi gerak-gerik kita, maka keyakinan tersebut mengikat kita
sehingga tidak leluasa berbuat sesuatu yang akan menyebabkan-Nya murka.
Pada dasarnya, inti dari Aqidah semua agama, adalah keyakinan akan eksistensi Dzat pencipta
alam raya ini, dan ini merupakan fitrah manusia. Dengan demikian, dari sisi ini semua agama
sama, khususnya agama samawi. Allah Ta'ala berfirman, "Katakanlah, Wahai Ahli Kitab,
marilah kita menuju (membicarakan) kalimat (keyakinan) yang sama antara kami dan kalian."
(QS. Ali Imran:64).
Namun perbedaan muncul ketika berbicara tentang siapa Pencipta alam raya ini, bagaimana
wujud-Nya, apakh tunggal atau berbilang, atau pertanyaan-pertanyaan lain yang berkaitan
dengan ketuhanan.
Tentu, tidak mungkin semua agama itu benar dalam memahami sang pencipta. Oleh karenanya
, hanya ada satu agama yang benar dalam memahami Siapa dan bagaimana Dzat Pencipta itu.
Lalu bagaimana cara menetukan mana agama yang benar?
Dalam hal ini, masing-masing agama tidak bisa membicarakan hal itu menurut kacamatanya
sendiri, baik melalui kitab sucinya atau pendapat para pakarnya. Ummat Islam tidak bisa
membuktikan bahwa Tuhan itu Allah dengan Al-Qur'an' maupun hadits, atau Ummat Kristiani
dengan kitab Injilnya. Demikian pula ummat lainnya.
Berbicara mengenai tentang Siapa dan bagaimana Tuhan Pencipta, harus dengan sesuatu yang
disepakati dan dimiliki oleh setiap agama, yaitu akal. Keunggulan dan keberhasilan suatu
agama atau aliran, tergantung sejauh mana dapat dipertahankan kebnarannya oleh akal. Maka
di sinilah pelunya kita mempelajari aqidah melalui pendekatan akal, atau yang sering disebut
dengan ushuluddin, ilmu Tawhid dan ilmu Kalam (theologi).
Bagaimana kita beraqidah atau bagaiman kita mempelajari aqidah ?
Ayatullah Muhammad Raysyahri dalam Kitab Mabani-e Syenakht membafi manusia beraqidah
keapda dua kelompok , yaitu sebagian orang beraqidah atas dasar Taqlid dan lainnya beraqidah
atas dasar Tahqiq. Taqlid ialah menerima pendapat orang tanpa dalil dan argumentasi (burhan)
aqli, sebaliknya Tahqiq adalah menerima pendapat berdasarkan dalil dan argumentasi (burhan)
Aqli.
Beraqidah atas dasar taqlid, menurut akal tidak dapat dibenarkan.Karena masalah Aqidah
adalah masalah keyakinan dan kemantapan. Sementara taqlid tidak memberikan keyakinan dan
kemantapan.Oleh karenanya, alangkah banyak kalangan awam, dalam masalah keagamaan,
karena satu dan lain hal, pindah agama atau keluar dari agamanya. Al-Qur'an sendiri, dalam
beberapa ayatnya, mengkritik cara berpikir seprti ini, yang merupakan cara berpikir yang biasa
dijadikan alasan oleh orang-orang musyrik untuk tidak mengikuti ajakan para nabi. Misalnya,
Al-Qur'an mengatakan,"Jika dikatakann kepada mereka ,'ikutilah apa yang Allah turunkan.'
Mereka menjawab,'Tidak.' Akan tetapi kami mengikuti (melakukan) apa yang kami dapati dari
pendahulu kami." (QS. Luqman :21).
Selain itu, Al-Qur'an juga melarang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan,"Dan janganlah
kalian mengikuti apa yang tidak kalian ketahui." (QS. al-Isra :36). Bahkan Al-Qur'an menyebut
orang yang tidak menggunakan akalnya sebagai binatang yang paling buruk,"Sesungguhnya
binatang yang paling buruk di sisi Allah adalah orang yang bisu dan tuli, yaitu orang-orang
yang tidak berpikir." (QS. al-Anfal:22) dan ayat-ayat lainnya.
Disamping itu, terdapat hadits Rasulullah saww. yang menganjurkan ummatnya agar beragama
atas dasar pengetahuan. Atara lain hadits yang berbunyi,"Jadilah kalian orang yang berilmu
atau yang sedang menuntut ilmu, dan jangan menjadi orang yang ikut-ikutan." (Kitab an-
Nihayah Ibnu Atsir, jilid I hal. 67)
Ala Kulli Hal, akal diciptakan sebagai sumber kekuatan manusia untuk mengetahui kebenaran
dan kesalahan. Salah seorang Ma'shumin berkata, "Allah mempunyai dua hujjah (bukti
kebenaran), hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para Rasul dan Hujjah
batiniah adalah akal." Sementara itu, para mutakallimin dan filosof muslim telah bersusah
payah membangun argumentasi-argumentasi yang kuat dan kokoh tentang pembuktian
keberadaan Allah Ta'ala.
Dengan demikian, kesimpulan yang dapat kita tarik dari keterangan di atas, adalah bahwa
dalam masalah aqidah seseorang mesti ber-tahqiq dengan dalil-dalil akal dan tidak boleh ber-
taqlid.

2. Syariat
Syariat menurut arti bahasa adalah tempat menagalirnya air. Lalu syariat diartikan lebih luas,
yaitu untuk segala jalan yang mengantarkan manusia kepada maksudnya (Lihat tafsir Namuneh
dan tafsir Mizan dalam menafsirkan surat al-Jatsiyah ayat 18).
Dengan demikian, Syariat Islamiyah berarti jalan yang mengantarkan umat manusia kepada
tujuan Islami.
Setelah seseorang meyakini keberadaan Allah sebagai pencipta dan pemberi Kehidupan sesuai
dengan dalil-dalil akal, maka konsekuensi logisnya (bil mulazamah aqliyah) dia akan merasa
berkewajiban untik menaati dan menyembah-Nya. Namun sebelumnya, tentu dia harus
mengetahui cara bertaat dan menyembah kepada-Nya, agar tidak seperti orang-orang arab
jahiliyah yang menyembah Allah, namun melalui patung-patung (QS.az-Zumar: 3).
Mereka, sesuai dengan fitrah-ilahiah, meyakini keberadan Tuhan Sang Pencipta alam raya.
Berkenaan dengan itu, Allah Ta'ala berfirman, "Jika kamu bertanya kepada mereka,'Siapakah
yang menciptakan bumi dan langit ? Niscaya mereka menjawab 'Allah.' (QS. Luqman : 25).
Kemudian , mereka ingin mengadakan hubungan dan berkomunikasi dengan-Nya (menyembah-
Nya), sebagaiman Allah lukiskan dalam firman-Nya,"Sebenarnya kami menyembah patung-
patung sebagai upaya mendekatkan diri kami kepada Allah semata." (QS. az-Zumar, 3).
Meskipun mereka meyakini keberadaan Allah Ta'ala, namun mereka salah dalam cara
mengadakan komumikasi dengan-Nya.
Nah, agar tidak terjadi kesalahan dalam kontak dan komunikasi dengan Allah, maka kita mesti
melakukannya menurut cara yang dikehendaki-Nya dan tidak mengikuti cara yang kita
inginkan. Allah dengan luthuf-Nya (upaya mendekatkan hamba pada ketaatan dan
menjauhkannya dari kemaksiatan) mengutus para nabi dan mengajarkan tata cara menyembah
(beribadah). Oleh karena itu, kita mesti mengikuti bagaimana Rasulullah saww.
beribadah,"Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat."
Kaum muslimin yang menyaksikan Rasulullah beribadah secara langsung, tidak mengalami
kesulitan untuk mengikuti beliau. Namun, bagi kita yang telah dipisahkan dari beliau dengan
renatang waktu yang cukup panjang (lima belas abad),untuk mengetahui cara beliau beribadah
hanyalah dapat dilakukan melalui perantaraan Al-Qur'an dan hadits. Dan untuk memahami
maksud Al-Qur'an dan Hadits tidakklah mudah.
Menyangkut Al-Qur'an, Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata,"Kitab Tuhan kalian (berada)
ditengah-tengah kalian. Ia menjelaskan tentang halal dan haram, kewajiban dan keutamaan,
nasikh (ayat yang menghapus) dan mansukh (ayat yang dihapus), rukhshah dan Azimah,
khusus dan umum,'ibrah dan perumpamaan, mursal (mutlaq) dan mahdud (muqayyad),
muhkam (ayat yang jelas maksudnya) dan mutasyabih (ayat yang belum jelas maksudnya).."
(Tashnif Nahjul Balaghah: 207). Sedangkan mengenai hadits yang sampai kepada kita, ribuan
jumlahnya dari berbagai kitab hadits, dan tidak sedikit darinya pertentangan satu dengan
lainnya.
Dengan demikian, untuk dapat memahami malsud Al-Qur'an dan hadits, harus terlebih dahulu
menguasai sejumlah disiplin ilmu dengan baik, antara lain Bahasa Arab, Tafsir, Ulumul Quran,
Ushul iqh, Mantiq, Ilmu Rijal, Ulumul Hadits dan sebagainya.
Orang yang telah menguasai semua disiplin ilmu tersebut dengan baik, dia dapat ber-istinbath
(menginterpretasikan hukum) secara langsung dari Al-Qur'an dan hadits (pelakunya disebut
Mujtahid). Tetapi orang yang tidak menguasai semua ilmu di atas dengan baik, maka cukup
baginya mengikuti (bertaqlid) kepada hasil istinbath seorang Mujtahid. Dalam masalah aqidah
taqlid tidak diperkenankan, sementara dalam masalah syariat taqlid diperbolehkan.

3. Akhlak
Para ulama dalam mengartikan akhlaq umumnya mengatakan,"Akhlaq adalah ilmu yang
menjelaskan tentang mana yang baik dan mana yang buruk, serta apa yang harus di amalkan."
Mereka membagi ilmu akhlaq kepada dua bagian, yaitu akhlaq teoritis dan akhlaq praktis.
Mempelajari dan mengamalkan akhlaq sangat diperlukan sebagai proses mencapai tujuan hidup
yaitu kesempuranaan.
Kalimat penutup, sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana seharusnya kita beragama,
adalah beraqidah atas dasar tahqiq dan menjalankan syariat dengan baik atas dasar ijtihad
atau taqlid dan berakhlaq.

Kitab Rujukan :
1. Tafsir al-Mizan, karya Allamah Thabathabai
2. Tafsir Namuneh, karya Ayatullah Makarim Sirazi.
3. Asyna'i ba Ului-e Islami, karya Ayatullah Syahid Muthahhari.
4. Tashnif Nahjul Balaghah, karya Labib Baidhun
5. Mabani-e Syenakht, karya Muhammad Raysyahri
Sumber: Buletin Dwi Mingguan RISALATUNA diterbitkan oleh Yayasan Al-Jawad, Edisi 02-
Tahun 1997
Rahbar: Amerika Serikat berambisi Jadikan Iran Seperti Uni Soviet
Menjelang keberangkatan Presiden Iran Mohammad Khatami ke Jerman, Rahbar atau Pemimpin
Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei ditemui oleh para pejabat senior
dari berbagai instansi pemerintahan Republik Islam Iran (RII), mulai dari Lembaga Pengadilan
(yudikatif), pemerintah (ekskutif), parlemen, hingga Dewan Kebijaksaan, Dewan Pengawas
UUD, Dewan Ahli, angkatan bersenjata, dan Lembaga Penyiaran RII (IRIB). Dalam pertemuan
Ahad 19 Juli 2000 ini, mula-mula Presiden Iran Sayid Muhammad Khatami menyampaikan kata
sambutan yang mengupas keagungan pribadi Imam Ali dan membahas berbagai persoalan
dalam negeri RII. Setelah itu, Rahbar menyampaikan pidato panjang lebar tentang reformasi di
Iran serta obsesi AS dan konco-konconya untuk menggulingkan Iran melalui strategi yang
pernah digunakan untuk memporak-porandakan adi daya Uni Soviet. Berikut ini adalah petikan
pidato beliau.

"Saudara dan saudari sekalian, para pejabat dan para pimpinan pemerintahan Republik Islam,
saya ucapkan selamat datang. Ini merupakan pertemuan yang sangat baik dan insyallah
bermanfaat. Pernyataan Presiden Khatami sangatlah baik, bermanfaat, dan menandakan
adanya berbagai motivasi yang sangat besar. Kita berharap, insyallah tema-tema yang beliau
utarakan, khususnya bagian pertama yang terfokus kepada sirah Amirulmukminin Ali as, selalu
menjadi renungan untuk kita semua.
Tujuan pertemuan ini pertama-tama ialah membangun keharmonisan dan solidaritas. Betapa
baiknya jika dalam berbagai persoalan terdapat keselarasan dan kesepahaman, dan kalau toh
terdapat perbedaan cara dalam sejumlah persoalan, maka kesamaan hati akan menutupi celah-
celah yang ada.

"Kesamaan hati akan mudah dicapai dengan mengingat Allah SWT. Mengingat Allah akan
menjadi pelita hati manusia, menerangi hati manusia, dan menghilangkan debu-debu
permusuhan dan semangat egoisme dari hati manusia, serta menjadi tambatan yang akan
menentramkan hati yang guncang. Mengingat Allah akan selalu bisa digapai oleh hati yang
bersih, dan bukan hati yang ternoda dengan kotoran. Mengingat Allah sukar sekali dilakukan
oleh orang yang menodai hatinya sendiri. Dia tidak akan sukses dan tidak akan menemukan
jalan untuk memasuki wilayah suci Ilahi. Hati yang sudah tercemari dengan hawa nafsu, gila
kekuasaan, dan semangat permusuhan kepada hamba-hamba Allah, kedengkian, egoisme, dan
gila kepada harta benda tidak mungkin akan menemukan jalan untuk memasuki wilayah suci
Ilahi, kecuali jika dia menyucikan hatinya terlebih dahulu.

"Jika hati seseorang sanggup menghiasi dan mengharumkan dirinya dengan zikrullah, maka
Allah tentu akan mengabulkan keinginannya. Allah berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya
Aku akan mengabulkannya. Tidak ada doa yang tidak mustajab atau dikabulkan Allah.
Mustajab di sini bukan berarti kehendak manusia pasti terpenuhi. Mustajab bisa jadi keinginan
manusia terpenuhi dan bisa jadi tidak terpenuhi karena faktor-faktor dan demi maslahat-
maslahat tertentu. Istijabah Ilahi ialah respon, perhatian, dan inayah Allah. Istijabah Ilahi bisa
berupa tidak terwujudnya keinginan yang kita anggap akan menguntungkan kita, tapi pada
hakikatnya justru merugikan kita.

"Kita berusaha untuk mengharumkan hati kita. Dewasa ini kita sangat memerlukan penyucian
hati. Saya pun lebih memerlukan pengobatan Ilahi ini, dan kita semua yang mengemban
tanggungjawab berat lebih memerlukannya ketimbang orang lain yang tidak mengemban
tanggungjawab ini. Pekerjaan kita sangatlah berat. Allah SWT sendiri memandang Nabi Besar
SAWW perlu beribadah dengan penuh jerih payah, menunaikan solat malam, menangis dan
merintih. Allah menghendaki demikian karena tugas Nabi sangatlah berat. Semakin berat tugas
seseorang, semakin perlu pula orang itu untuk memperkuat hubungannya dengan Allah. Kalau
kita bisa memperkuat hubungan ini, maka pekerjaan-pekerjaan kita terbenahi, jalan akan
terbuka untuk kita, pikiran kita akan terang, dan cakrawala akan cerah di depan kita. Namun
jika, kesulitan ini tidak kita pecahkan, maka pekerjaan-pekerjaan kita tidak akan membuahkan
hasil yang semestinya. Boleh jadi orang terlihat sukses dalam hal-hal terte! ntu, namun tujuan
kita tidak cukup hanya kesuksesan-kesuksesan duniawi. Tujuan manusia yang bertauhid jauh
lebih agung dari hanya sekedar tujuan dalam konteks alam materi. Dan kalau kita punya tujuan
dalam konteks alam materi, maka itu kita pandang sebagai pendahuluan, jalan, dan jembatan
untuk tujuan-tujuan yang lebih tinggi.

Mau tidak mau Anda harus melintasi jembatan dunia ini, namun Anda jangan berhenti di
jembatan ini.Tujuan harus lebih tinggi daripada keinginan-keinginan dalam bingkai alam materi.
Kita berharap semoga Allah memberi kita taufik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan ini.

Saudara dan saudari yang mulia, sebagaimana yang dinyatakan oleh Presiden Khatami, di
negara kita terdapat berbagai potensi yang besar dan cakrawala yang cerah.Namun, berbagai
problema tentunya juga ada. Potensi-potensi ini harus dimanfaatkan dan problematika harus
diatasi. Dalam kondisi sekarang ini, masalah yang menurut saya paling penting dalam dunia
komunikasi kita ialah persatuan dan kesamaan hati.Iklim jangan sampai keruh. Jika Allah
memberikan taufik-Nya kepada para pejabat pemerintahan ini untuk berjalan dengan kesamaan
hati, maka sebagian besar persoalan akan teratasi. Kesamaan hati di sini bukan harus berarti
kesamaan pikiran. Metode dan cara boleh berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan ini
dilandasi dengan jiwa permusuhan. Revolusi dan pemerintahan Islam adalah peluang emas bagi
upaya melakukan penyaringan mental dan kondisi pekerjaan negara, dan peluang ini harus
digunakan secara maksimal.

"Ada upaya-upaya tertentu untuk mempersepsikan masalah-masalah sekunder sebagai


masalah primer, atau mempersepsikan keinginan-keinginan yang bukan hakiki, atau yang
hakiki namun tergolong sekunder, sebagai masalah nasional yang prinsipal. Namun masalah
kita yang prinsipal bukanlah demikian. Masalah kita yang prinsipal ialah bahwa semuanya harus
menemukan jalan untuk mengokohkan pemerintahan, memperbaiki kinerja, menuntaskan
kesulitan, menjelaskan berbagai aspirasi dan tujuan yang ada kepada segenap lapisan
masyarakat, memanfaatkan besarnya daya kreativitas, dinamika, kehendak, motivasi, dan
keimanan rakyat, serta menempuh jalan ke arah cita-cita agung pemerintahan Islam yang
semuanya akan membawa kita kepada kebahagian. Inilah yang harus menjadi fokus perhatian
dan bahan renungan. Banyak tentunya pekerjaan yang harus kita lakukan. Kita memikul beban
tugas dan tanggungjaab yang besar. Masing-masing kita harus menunaikan tugas ini
semaksimal mungkin ! sesuai dengan kemampuannya.

"Dalam kesempatan ini saya akan utarakan apa yang terlintas dalam benak saya. Dan itu ialah
tentang bagaimana caranya kita untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, memerangi
kebobrokan, dan menciptakan reformasi dalam arti yang sebenarnya. Hal ini sangat penting,
dan karena itu tepat kiranya jika semua orang yang memiliki kepedulian kepada nasib negeri
dan bangsa ini memfokuskan perhatian kepada masalah ini. Banyak orang yang membicarakan
soal reformasi, dan berusaha keras untuk reformasi. Apakah reformasi itu? Manakah jalan
untuk menggapai reformasi? Apa yang harus diprioritaskan dalam reformasi? Ini semua adalah
pertanyaan yang sangat penting.

"Pertanyaan penting lainnya sehubungan dengan ini ialah apa sebenarnya yang diincar oleh
musuh dalam propaganda-propagandanya menyangkut reformasi? Bukankah reformasi ini milik
kita?! Anda tahu bahwa propaganda dunia banyak terfokus kepada reformasi di Iran. Apa
sebabnya? Propaganda ini jelas berasal dari pusat-pusat tertentu yang tidak bisa dianggap
mengharapkan kebaikan untuk bangsa Iran. Bukankah adanya fasad, belenggu dan kerusakan
kondisi di negara ini tak lain adalah disebabkan oleh dominasi dan pengaruh kekuasaan negara
arogan Inggris yang kemudian disusul oleh AS?! Kekuatan manakah yang telah menciptakan
belenggu di negara ini? Kekuatan manakah yang telah membangun instansi-instansi nasional
dan pemerintahan yang berasaskan kefasadan di negara ini? Tangan siapakah yang telah
menaikkan Reza Khan ke puncak kekuasaan? Selama 50-an tahun, siapakah yang telah
melakukan propaganda yang paling tercela untuk menyeret bangsa ini ke arah kebejatan,!
kebebasan tanpa batas, ketidak percayaan kepada prinsip-prinsip moral dan agama? Para
pemuda kita sekarang ttahu menahu tentang pers pada masa Rezim Pahlevi. Namun, Anda
tentu mengingatnya. Pers yang fasad itu dipromosikan oleh siapa? Dari manakah pers itu
mendapatkan dana dan sorakan? Kepada siapa pers itu mencontoh kalau bukan kepada
kekuatan-kekuatan yang telah menciptakan dan memperkuat pemerintahan saat itu?

"Sekarang ini, kita memerlukan alasan mengapa kita melawan dominasi dan arogansi
pemerintah AS? Dan alasannya apalagi kalau bukan karena Rezim yang pernah berkuasa 50
tahun di Iran itu telah menghancurkan sumber daya manusia, keuangan, moralitas, dan
berbagai potensi yang kita miliki? Apa yang dihasilkan oleh Rezim Pahlevi untuk negara ini
selama 50 tahun? Bagaimanakah caranya dan sampai kapan kerusakan yang mereka ciptakan
itu bisa dibenahi? Siapakah yang membuat peluang untuk kerusakan ini? Siapakah yang
membantu dan mengarahkannya? Siapakah yang memperkuat badan inteljen saat itu?
Siapakah yang menentukan garis mereka? Anehnya, pemerintah AS dan Inggris, yang notabene
pemimpin mereka, politisi mereka, dan pusat media massa mereka, sekarang malah tampil
membela apa yang disebut reformasi dan kebebasan di Iran. Gelagat ini tentu akan membuat
orang yang berakal sehat akan berpikir dan bahkan akan menyadarkan orang yang tidak
waspada. Bagaiman! akah duduk persoalannya? Ini adalah satu persoalan yang amat vital dan
fundamental.

Sebagai orang yang sejak awal revolusi dampai sekarang telah mengalami berbagai persoalan
yang menyangkut pemerintahan ini beserta segala sisi dan berbagai kecenderungan yang ada,
saya mengenal banyak orang, mengenal retorikanya, dan tahu persis propaganda media massa
dunia. Dalam hal ini saya memperoleh kesimpulan yang ringkasnya ialah bahwa AS membuat
rancangan multidimensional untuk meruntuhkan pemerintahan republik Islam. Rancangan ini
merupakan rekonstruksi dari apa yang terjadi dalam kasus tumbangnya Uni Soviet. AS berpikir
untuk menerapkan rancangan ini di Iran. Inilah yang dikehendaki musuh. Berbagai tanda dan
buktinya sekarang ada dalam benak saya. Bukan hanya tanda, tetapi bahkan terdapat bukti
yang mencolok dalam pernyataan pemerintah AS. Dalam beberapa tahun terakhir, kita bisa
membuktikannya dari pernyataan-pernyataan mereka yang terkesan angkuh, arogan, dan
adakalanya tidak dipertimbanganya sebelumnya sebagaimana yang pernah m! ereka katakan
sendiri dalam suatu wawancara tertentu diamana mereka mengaku telah memberikan
pernyataan yang terburu-buru. Pernyataan-pernyataan mereka itu secara tegas membuktikan
bahwa mereka berimajinasi untuk merekonstruksi rancangan dalam peristiwa tumbangnya Uni
Soviet untuk disesuaikan dengan situasi di Iran. Rancangan ini ingin mereka terapkan di Iran.

"Dalam beberapa kasus, AS telah tergelincir kepada kesalahan, dan ini tentu berkat pertolongan
Ilahi kepada kita. Dalam situasi genting, musuh-musuh kita terperangkap pada pertimbangan-
pertimbangan yang salah. Tetapi, ini bukan berarti mereka lantas bisa meralatnya ketika saya
sebutkan kesalahan-kesalahan itu, sebab kesalahannya terletak pada pemahaman mereka di
depan fakta-fakta yang ada. Berdasarkan kesalahan inilah program yang mereka rangkai,
karena itu mereka tidak akan berhasil. Mereka membuat program untuk membela Rezim
Pahlevi dengan mengerahkan segenap kekuatanya. Hanya saja, mereka salah dalam
memahami berbagai persoalan di Iran, dalam memahami rakyat, spritualitas, dan agama di
Iran. Karena itu mereka selalu kandas dan tetap akan kandas.

"Mereka salah dalam beberapa kasus. Pertama, Presiden Khatami tidaklah seperti Gorbacev.
Kedua, Islam tidaklah seperti komunisme. Kedua, pemerintahan Islam berbasiskan kerakyatan
dan bukanlah pemerintahan diktator dan proletariat. Keempat, Iran adalah negara yang utuh
sedangkan Uni Soviet terdiri dari wilayah-wilayah yang berbeda satu dengan lain. Kelima,
peranan pemimpin agama dan spiritual di Iran bukanlah main-main. Kesalahan-kesalahan ini
akan saya jelaskan nanti.

Saya akan singgung rancangan AS dalam kasus tumbangnya Uni Soviet. Gambaran yang
sekarang ada dalam pikiran saya sebagian besar berasal dari catatan yang saya tulis sejak
tahun 1991 tentang berita-berita mengenai kasus Uni Soviet. Dan tentu saja kemudian catatan
itu dilengkapi dengan berbagai informasi yang diperoleh para sahabat kami dari berbagai
sumber penting, baik orang-orang Rusia maupun orang-orang non-Rusia. Informasi-informasi
itu masuk kepada saya dan melengkapai catatan saya, tetapi tentu saja sekarang saya tidak
bisa menjelaskannya panjang lebar. Yang jelas ini merupakan peristiwa besar. Ketika kita
mengatakan rancangan orang-orang AS untuk meruntuhkan Uni Soviet, ada tiga poin yang
perlu kita utarakan di sisi kalimat orang-orang AS ini.

"Poin pertama ialah ketika kita mengatakan rancangan orang-orang AS, ini bukan berarti
negara-negara blok Barat tidak bekerjasama dengan AS dalam masalah ini. Barat dan Eropa
gigih bekerjasama dengan AS dalam proyek ini. Sebagai contoh, peranan Jerman, Inggris dan
sebagian negara lainnya terlihat sangat mencolok dan serius dalam kerjasama ini. Poin kedua,
tatkala kita menyebut rancangan AS bukan berarti kita akan mengabaikan faktor-faktor internal
yang meruntuhkan Uni Soviet. Sama sekali tidak demikian. Faktor-faktor yang menyebabkan
tumbangnya Uni Soviet juga ada pemerintahan Uni Soviet, dan faktor-faktor inilah yang paling
dimanfaatkan oleh musuh-musuh Uni Soviet. Apakah faktor-faktor itu? Faktor-faktor itu ialah
kemiskinan yang ekonomi parah, tekanan terhadap rakyat, belenggu yang kuat, buruknya
administrasi dan birokrasi. Di samping itu, di sana sini juga terlihat faktor-faktor rasial dan
kebangsaan. Poin ketiga, rancangan AS dan Barat in! i bukanlah rancangan militer, melainkan
rancangan yang pada tahap awal digarap melalui publikasi yang sebagian besar berbentuk
tabloid, spanduk, koran, film dsb. Dengan memperhitungkan hal ini orang akan melihat bahwa
sekitar 50 atau 60 persen pengaruhnya berasal dari media massa dan sarana-sarana
kebudayaan. Saudara-saudari yang mulia, pertimbangkanlah dengan serius masalah serangan
kebudayaan yang pernah saya kemukakan 7 atau 8 tahun silam. Serangan kebudayaan tidaklah
main-main. Setelah faktor media komunikasi dan propaganda, faktor kedua ialah faktor politik
dan ekonomi, sedangkan faktor militer sama sekali tidak berperan.

"Pada tahun 1995, ketika Gorbacev berada di puncak kekuasaan, dia menampilkan slogan
Perestroika yang ditempatkan dalam peringkat pertama, dan slogan Glasnost yang diletakkan
dalam peringkat kedua. Perestroika ialah rekonstruksi dan reformasi ekonomi, sedangkan
Glasnost ialah reformasi di bidang-bidang sosial seperti kebebasan berekspresi dsb. Dalam satu
dua tahun pertama, Gorbacev diserbu oleh berbagai pernyataan, analisis, applaus, pengarahan,
dan usulan, dan sedemikian berartinya Gorbacev sehingga lembaga-lembaga pusat di AS
menampilkan Gorbacev sebagai man af the year. Ini terjadi justru di saat Perang Dingin.
Sebelum Gorbacev, kalau di Uni Soviet terdapat fakta-fakta yang bagus, niscaya AS akan
segera mengingkarinya, dan bahkan menggempurnya dengan propaganda. Namun kepada
Gorbacev tiba-tiba AS mengambil sikap sedemikian rupa. Rangkulan dan sorakan Barat inilah
yang membuat Gorbacev terkecoh. Saya tidak bisa mengklaim bahwa ! Gorbacev adalah orang
yang sudah dibentuk oleh Barat atau instansi-instansi CIA, sebagaimana yang diklaim sebagian
orang di dunia. Saya sama tidak menemukan adanya tanda-tanda sedemikian rupa, dan saya
juga tidak memiliki suatu berita dari balik layar tentang ini. Yang jelas, Gorbacev telah tertipu
oleh pelukan, pencitraan, penghormatan, apresiasi, dan applaus Barat kepadanya. Dia terlalu
percaya kepada Barat dan AS, tetapi dia tertipu. Dari karya tulisan Gorbacev yang berjudul
Perestroika: Revolusi Kedua, orang akan melihat tanda-tanda bahwa dia telah tertipu.

"Dalam keadaan sulit yang mencekik Uni Soviet saat itu, slogan-slogan ini membahana. Sekitar
tahun 1980 atau 1981, seperti yang saya tulis dalam catatan-catatan saya, Gorbacev
menghapus surat izin perjalanan dari kota ke kota lain di Uni Soviet. 73 tahun setelah
terbentuknya Uni Soviet, yaitu setelah berakhirnya 30 tahun kStalin, 19 tahun masa kekuasaan
Brezhnev dan seterusnya, diantara hal yang dilakukan Gorbacev dalam kebijakan Glasnost-nya
ialah penghapusan kewajiban membawa surat izin perjalanan tersebut. Dalam kondisi seperti
ini bisa Anda lihat bagaimana pengertian pikiran dan rancangan masalah kebebasan
berekspresi. Untuk rakyat, betapa mempesonanya ketika Gorbacev bicara soal kebebasan
berekspresi. Sepanjang masa Uni Soviet tersebut, koran yang paling penting di seluruh Uni
Soviet ialah koran Pravda yang merupakan harian umum, dan sebuah koran lain yang berkaitan
dengan kaum remaja. Beberapa koran spesial lain juga ada. Namun, sama ! sekali tidak
terlihatnya adanya perkembangan jumlah surat kabar dan buku-buku yang membahas macam-
macam. Seorang penulis yang mengkritik sebagian saja dari dasar-dasar komunisme akan kena
cekal dan tidak bisa keluar dari Uni Soviet selama bertahun-tahun. Orang-orang AS tentunya
juga sering mempromosikan Gorbachev. Banyak hal yang mereka katakan dan itu saya ingat
sejak masa sebelum revolusi Islam Iran. Dalam keadaan sedemikian ini, slogan tersebut
dikumandangkan oleh Gorbachev. Walau demikian, mereka juga telah melakukan kesalahan
yang tidak ingin saya utarakan sekarang, karena sebagian kesalahan itu akan terlihat dengan
sendirinya di sela-sela pembicaraan ini.

"Setelah sekian lama, gelombang propaganda, kebudayaan, dan simbol-simbol Barat seperti
model pakaian, restoran Mc Donald dsb yang merupakan simbol-simbol AS, akhirnya
menemukan jalan di Uni Soviet. Apa yang saya katakan ini bukanlah pikiran seorang santri
yang berada di dalam posisi marginal. Saya sendiri membaca di majalah Time dan News Week
laporan-laporan tentang maraknya restoran-restoran Mc Donald di Moskow. Ini adalah berita
menarik dan merupakan irama pendahuluan untuk masukannya kebudayaan Barat dan AS di
Uni Soviet.

"Slogan yang dikampanyekan Gorbachev mencapai klimaknya selama dua tahun, tetapi
kemudian tiba-tiba seorang tokoh baru bernama Yeltsin muncul di samping Gorbachev. Peranan
Yeltsin sangat determinan dan kuat. Dia mengatakan slogan-slogan ini tidak ada gunanya
karena gerakannya lamban sehingga reformasi pun berjalan lamban. Kalau seandainya ada
orang pandai yang menggantikan Gorbachev, mungkin dalam 20 tahun reformasi itu bisa
dilaksanakan tanpa ada rasa cemas, sebagaimana yang terjadi di China. Tetapi kesabaran
inipun akhirnya hilang dari diri Gorbachev sehingga dia memecat wakilnya, Yeltsin. Namun,
media AS dan Barat tidak mendiskreditkan Yeltsin tetapi malah mengukuhkannya. Sekitar satu
tahun atau lebih, Yaltsin dipromosikan Barat dan AS sebagai tokoh reformis terkemuka yang
berpikiran cemerlang namun teraniaya.

"Salah satu hal yang dilakukan Gorbacev ialah mengatakan bahwa pemilu harus
diselenggarakan. Di negara ini, sejak masa pasca dinasti Tsar, pemilu sama sekali belum
pernah terjadi. Di zaman dinasti Tsar pun, pemilu diselenggarakan persis seperti pemilu di Iran
pada zaman Syah, dan kebetulan sejarah revolusi konstitusi mereka sama persis dengan
sejarah revolusi konstitusi Iran dengan selisih waktu hanya satu tahun. Pada masa dinasti Tsar,
majlis permusyawaratan nasional Duma hanya satu bentuk, persis seperti majlis
permusyawaratan nasional Iran pada masa kekuasaan Rezim Pahlevi. Setelah kaum komunis
muncul ke permukaan, majlis permusyawaratan tidak ada lagi, begitu pula halnya dengan
pemilu. Kemudian, setelah 73 tahun berlalu, untuk pertama kalinya pemilu diselenggarakan di
Republik Rusia, dan bukan di seluruh Uni Soviet. Kandidatnya adalah Yeltsin.Tokoh radikal ini
mendapatkan suara terbanyak sehingga sukses menjadi presiden. Dari sini ceri! tanya mulai
menarik. Dari tanggal 14 Juni 1991, yaitu saat Yeltsin menjadi presiden hingga sekitar tanggal
22 hingga 23 Desember 1999, yaitu tanggal dimana Uni Soviet resmi dinyatakan runtuh, waktu
hanya berjalan sekitar 7 bulan. Jadi, beberapa tahun sebelumnya hanya merupakan
pendahuluan. Sebagian dari pendahuluan ini dipegang oleh Gorbachev, dan ketika periode
sejarah Gorbachev selesai, segalanya dilakukan Yeltsin. Pada masa kekuasaan Yeltsin-lah
program yang dicanangkan AS dan Barat berjalan cepat.

"Begitu Yeltsin menggapai kekuasaan, menjadi presiden Rusia, dan ketika dia menjadi orang
nomor dua di Uni Soviet, inovasi ada di tangannya. Pada tanggal 14 Juni 1991, Yeltsin remi
menjadi presiden dan dua hari kemudian yaitu 26 Juni 1991, Presiden AS menyatakan bahwa
tiga negara republik di kawasan Baltik yaitu Latvia, Estonia, dan Lithuania bukan lagi milik Uni
Soviet, karena itu Uni Soviet harus membebaskan tiga negara republik ini kemudian mengakui
kemerdekaannya. Kalau tidak mengakui kemerdekaan ini, maka AS akan membatalkan
bantuan-bantuan yang pernah dijanjikannya. Beberapa lama kemudian, Yeltsin menyatakan
pengakuannya atas kemerdekaan tiga negara republik tersebut. Dua bulan kemudian, untuk
meningkatkan prestisnya, terjadilan kudeta yang menghebohkan di Uni Soviet, sebuah kudeta
yang sepenuhnya mencurigakan. Lensa televisi AS CNN dan lain sebagainya aktif di Moskow
dan terus meneropong Yeltsin. Televisi kita juga menayangkan gambar ! yang diambil CNN.
Kita melihat Yeltsin ada di atas tank dan meneriakkan yel-yel ditengah masyarakat. Dia
mengatakan tidak akan menyerah kepada para pelaku kudeta. Yeltsin kemudian mendatangi
parlemen, tetapi para pelaku yang bergabung di parlemen Duma sama sekali tidak berbuat
apa-apa terhadap Yeltsin. Mereka tidak berurusan dengannya, tetapi malah mendatangi dan
menangkap Gorbachev yang sedang menghabiskan hari-hari liburnya di semenanjung Krimea.
Yeltsin sendiri tetap meneriakkan slogan-slogannya serta menciptakan berita-berita heboh di
dunia. Tetapi banyak tentunya berita-berita yang tidak merefleksikan fakta yang terjadi.
Sejumlah tank muncul di jalan-jalan Moskow, tetapi tiga hari kemudian menghilang. Dikatakan
bahwa para pelaku kudeta sudah ditangkap. Hasil peristiwa kudeta ini ialah bahwa Yeltsin yang
tadinya adalah orang kedua akhirnya menjadi orang nomor satu.

Negara-negara republik kemudian satu persatu menginginkan kemerdekaan. Ukrania,


misalnya, menyatakan ingin merdeka. Gorbachev menentangnya, tetapi Yeltsin menerimanya
sehingga setelah dua atau tiga hari kemudian Gorbachev pun ikut menerimanya. Dengan
demikian, benar anggapan bahwa kalau tidak ingin mundur, Gorbachev harus menampilkan
dirinya ke depan sambil mempertahankan slogan-slogannya. Atau kalau tidak demikian, maka
dia terpaksa harus mengikuti langkah Yeltsin karena propaganda dunia tidak memberikannya
kesempatan untuk mengatakan sesuatu kecuali seperti yang dikatakan Yeltsin. Peristiwa ini
disusul dengan mencuatnya masalah penyingkiran Gorbacev dari jabatan Sekjen Partai,
kemudian usulan pembubaran Partai Komunis, lalu diumumkannya kekandasan komunisme,
sebuah peristiwa yang membuat AS sangat terpesona, dan terakhir tersiarnya berita mengenai
isu pengunduran diri Gorbachev. Ketika itu, dalam sebuah wawancara, saat ditanya apakah dia
akan ! mengundurkan diri, dia mengatakan: Saya menantikan kedatangan Menlu AS ke
Moskow untuk saya lihat apa yang bakal terjadi nanti. Menlu AS kemudian mendatangi
Moskow. Namun, sebelum menghubungi Gorbachev, Menlu AS mengubungi Yeltsin, itupun
dilakukan di tempat pertemuan utama Istana Kremlin. Ini menandakan tamatnya riwayat
Gorbachev. Tiga hari kemudian Gorbachev mengundurkan dan keluarlah pengumuman
bubarnya Uni Soviet. Inilah rancangan AS yang penuh sukses di Uni Soviet. Sebuah adi daya,
dengan sebuah rancangan yang sangat cerdas, dengan mengeluarkan sedikit dana, dengan
membeli sebagian orang, dan dengan mengerahkan media propaganda, berhasil menyukseskan
sebuah rancangan 3 atau 4 tahun yang hasilnya dituai 6 atau 7 bulan dan telah menghancurkan
segalanya.

"AS tentunya masih ingin menjadikan Rusia sebagai Brazil kedua, tetapi itu tidak kesampaian.
Mengapa? Sebab Rusia memiliki bangsa yang tangguh dan kuat. Dari segi etnis, rakyat Rusia
adalah rakyat yang tangguh. Kemudian, kemajuan industrinya, senjata nuklirnya, para
ilmuannya, penelitian-penelitian, dan semua fasilitasnya layak dipertimbangkan.

"Para perancang peristiwa-peristiwa tersebut sebermimpi untuk berbuat sedemikian rupa di


Iran. Mereka memang tidak berpikir bahwa kalau RII mengalami nasib seperti Uni Soviet, maka
Iran akan menjadi negara seperti Rusia. Yang mereka pikirkan ialah menjadikan negara ini
seperti pada masa kekuasaan dinasti Pahlevi, yaitu negara yang berada di urutan ke-10 setelah
Turki. Sebab mereka tahu bahwa di Iran tidak ada nuklir dan tidak ada kemajuan ilmu
pengetahuan sedemikian rupa. Iran tidak memiliki penduduk 300 juta. Iran tidak sebesar Rusia
yang sampai sekarang masih terhitung negara terbesar di dunia.

"Namun sekarang, apakah realitas tersebut? Perbedaan antara realitas dan hal-hal yang
mereka rencanakan seperti perbedaan antara bumi dan langit. Mereka telah berbuat kesalahan
besar. Saya benar-benar tidak rela dan tak akan pernah bersedia memaparkan nama Khatami
kita tercinta-seorang sayyid keturunan Rasul yang mulia dan mukmin, mencintai ajaran-ajaran
agama, mencintai Imam, dan pelajaran agama seperti kita semua - sebagaimana yang
dilakukan oleh Barat dalam membandingkan beliau dengan Gorbachev. Akan tetapi mereka
membandingkannya dan dengan tegas berkata bahwa di Iran pun telah muncul seorang
Gorbachev. Tentu saja tak boleh kita lupakan bahwa sayangnya sejumlah orang di dalam negeri
merasa senang dengan perbandingan tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa itu adalah
penghinaan. Dan lebih lagi, mereka tidak menyadari konspirasi yang tersembunyi di balik
penghinaan tersebut. Saat ini saya tidak berurusan dengan para penyimpan niat jahat dan
mereka! yang memahami apa yang tengah berlangsung dan apa yang mereka inginkan agar
terjadi. Namun ada sejumlah orang yang sebetulnya bukan penyimpan niat jahat, tetapi
mereka tidak menyadari apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh musuh.

"Perbedaan pertama ialah perbedaan antara presiden kita dengan Gorbachev. Gorbachev
adalah seorang cendikiawan yang kemungkinan besar bahkan tidak begitu meyakini dasar-
dasar Marksisme. Seorang yang sama sekali tidak menerima struktur Uni Soviet. Dia sendiri
mengatakan hal itu dengan berbagai bahasa. Tentu saja pada saat masih berkuasa, ia tidak
dapat menyatakan hal tersebut dengan tegas. Namun pada akhirnya ia mengetahuinya juga
setelah itu. Ia amat cenderung ke Barat. Kata-kata yang ia ucapkan adalah kata-kata orang
Barat. Hanya saja ia mengucapkannya dengan bahasa Rusia. Sedangkan presiden kita,
menganggap Republik Islam adalah agama dan keyakinan hatinya. Imam adalah kecintaan dan
teladannya. Ia adalah seorang ruhaniawan. Pada mulanya mereka (para musuh) di dalam
mimpi-mimpi indah mereka, mengucapkan banyak hal. Sampai sekarang pun, pejabat politik
tertinggi dengan dan yang paling mengganggu di antara mereka, masih saja mengatakan hal-!
hal tersebut. Namun sebagian mereka, sejak dua tahun terakhir, merasa ketakutan dan berkali-
kali di dalam propaganda mereka berkata: Tidak, yang ini pun (Khatami) sama saja dengan
mereka. Ia pun bagian dari para fundamentalis. Kebetulan mereka benar dalam hal ini.

"Perbedaan kedua ialah bahwa Islam bukan Marsisme. Marksisme tidak diterima oleh rakyat Uni
Soviet. Memang komunisme adalah agama partai komunis Uni Soviet. Partai Komunis Uni
Soviet terdiri dari beberapa juta anggota, yang berhadapan dengan hampir 300 juta penduduk
Uni Soviet. Mungkin sekitar 10 juta atau 12 juta orang anggota partai Komunis Uni Soviet.
Anggota partai Komunis selalu menikmati berbagai fasilitas istimewa. Oleh sebab itu bisa
diperkirakan bahwa diantara sejumlah orang ini, hal yang pada tingkat pertama, penting bagi
mereka ialah fasilitas-fasilitas tersebut. Jadi, Marksisme bukan penentu yang berperan sebagai
agama bagi mereka. Islam adalah agama rakyat, cinta rakya dan dan Iman rakyat. Islam ialah
seruan dimana bangsa Iran yang besar ini mengirimkan orang-orang yang mereka cintai,
bagian tubuh dan belahan hati mereka ke medan perang demi membelanya. Dan ketika jasad
mereka yang berlumuran darah kembali, mereka bersyukur kepada Allah. Apakah beliau tidak
pernah melihat ayah dan ibu yang seperti ini? Setiap kita mungkin pernah melihat ratusan
kasus semacam ini. Hari ini pun ketika ayah dan ibu empat syahid datang ke tempat kami,
kalaupun mereka mengeluhkan beberapa hal yang mereka hadapi, namun mereka merasa
gembira bahwa putra-putra mereka syahid di atas jalan Islam. Bangsa ini dengan segala
wujudnya, setia terhadap Islam. Setelah 50 tahun usaha penghapusan agama, sebuah bangsa
melakukan suatu gerakan besar (revolusi Islam) di belakang Imam yang mulia, alim agama dan
panutan mereka, menegakkan pemerintahan Islam ini. Islam ialah suatu agama dimana ketika
nama dan benderanya telah berkibar di Iran, maka dimanapun seorang Muslim yang tahu dan
sadar akan merasakan memiliki identitas dan keperibadian serta kemuliaan. Mereka
menyamakan ini dengan Marksisime?!?! ....................... artinya: Syukur dan segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan musuh-musuh kita orang-orang yang bodoh.

"Yang ketiga ialah pemerintahan Islam bukan pemerintahan komunis. Pemerintahan Islam,
pemerintahan yang masih segar, fleksibel, aktif dan merakyat. Suatu ketika saya pernah
katakan kepada Khatami bahwa tak ada satu pun pemerintahan di dunia, bahkan negara-
negara demokrasi Barat, di AS, di Perancis dsb - yang dapat mengaku sebagai pemerintahan
rakyat seperti pemerintahan kita. Karena di negara-negara demokrasi Barat sejumlah orang
pergi ke kotak-kotak suara dan memberikan suara mereka. Umpamanya, sebuah partai berkata
kepada Zaid bin Amr, berilah suara. Iapun, begitu kertas suaranya sudah ia masukkan ke kotak
suara, habislah perkara. Para pemilihpun, kadang kala mencapai 37 persen dari para pemilik
syarat pilih. Umpamanya di dalam pemilihan terakhir di AS, sekitar 37 persen para pemilih, dan
tidak pernah lebih daripada itu. Tidak pernah mencapai 67 persen dan 70 persen sebagaimana
kalian lihat di dalam pemilihan presiden dan parlemen. Baik parl! emen ke 5 maupun ke 6.
Akan tetapi di Iran tidak seperti itu. Disini rakyat mencintai para pejabat. Hubungan diantara
mereka adalah hubungan cinta kasih. Bukan sekedar hubungan pemberian suara.

"Di sepanjang 70 dan beberapa tahun pemerintahan Uni Soviet, sampai sebelum pemilihan
Rusia akhir-akhir ini, satu pun pemilihan umum tak terjadi. Tetapi kita selama 21 tahun, telah
melaksanakan 21 kali pemilihan. Apakah keduanya dapat dibandingkan? Di sana, kehidupan
para anggota tingkat proletariat adalah kehidupan Istana Kremlin. Akan tetapi di sini, kita
duduk di atas karpet. Dan kita berbangga dengan itu. Di sini, para pejabat negara - mereka
yang mampu - tekad dan kebanggaan mereka ialah bahwa mereka selalu mendekatkan diri
kepada kehidupan rakyat. Di dalam pemerintahan Uni Soviet, ketika Stalin berkuasa, selama
dia belum mati, tak ada satupun jalan lain untuk mengabadi kediktatorannya. 30 tahun ia
berkuasa, sampai pada akhirnya, oleh karena suatu peristiwa atau tanpa peristiwa, atau karena
meminum minuman keras Rusia, ia meninggal. Kemudian taruhlah, Khruschev datang. Setelah
itu Breznev pun berkuasa. Setelah 18 atau 19 tahun memerint! ah, Breznev pun meninggal,
dan orang lain datang berkuasa. Pemerintahan ini, dengan pemerintahan RII yang berdiri di
atas pemilihan-pemilihan dan pendapat rakyat, dan setiap 4 tahun mengadakan pemilihan
sekali untuk parlemen dan untuk presiden, sangat berbeda.

"Di tingkat kepemimpinan tertinggi (rahbari)-nya pun lebih tinggi daripada mereka, karena
kepemimpinan tertinggi di Iran adalah kepemimpinan maknawi yang memiliki komitmen
maknawi. Para ahli yang duduk di Dewan Kepemimpinan serta rakyat berharap darinya agar
tidak melakukan satu pun perbuatan dosa. Jika dia berbuat dosa, maka tanpa perlu dijatuhkan
dia sudah terjatuh dengan sendirinya. Kata-katanya tidak lagi bersifat hujjah baik berkenaan
dengan dirinya maupun rakyat. Pemerintahan yang sedemikian fleksibel, hidup, aktif, dan
berkembang, dapatkan diperbandingkan dengan pemerintahan yang tertutup, kaku, diktator,
dan proletariat?

"Kekeliruan mereka berikutnya berkenaan dengan negara kita, Iran adalah negara yang satu.
Bahkan bagian-bagian tertentu yang pada beberapa abad silam telah terpisah dIran, jika
ditanya lubuk hati mereka, mereka ingin bergabung dengan kita. Hati mereka ingin bersatu
dengan induk mereka. Ini dimana dan Uni Soviet dimana? Sepuluh atau sebelas negara
disatukan dengan peniti atau dengan cambuk. Lalu dikatakan semua itu sebagai satu negara.
Maka jelas sekali, setelah cambuk tak lagi berperan, pecahlah mereka...."

"Tentu terdapat sejumlah orang berusaha memperkecil peranan penting faktor persatuan
bangsa Iran yang kokoh, yaitu iman Islami. Akan tetapi mereka tidak akan mampu, karena
negara dan bangsa Iran adalah satu padu. Memang, keterpaduan ini adalah karena sejarah,
geografi, adat istiadat, dan kebudayaan. Namun yang terpokok ialah karena agama dan
masalah kepemimpinan yang telah menyatukan bagian-bagian bangsa ini, dan semuanya
merasakan keterpaduan ini.

"Pemimpin tertinggi memiliki tanggungjawab. Tanggungjawab pemimpin ialah menjaga


pemerintahan dan revolusi. Pengelolaan negara berada di atas pundak kalian, saudara-saudara
para pejabat. Setiap kali mengelola negara ini di tempatnya masing-masing. Sedangkan tugas
utama pemimpin ialah mengawasi agar jangan sampai terjadi ketidak harmonisan di dalam
bagian-bagian yang ada sehingga tidak akan muncul ancaman bagi pemerintahan, Islam, dan
revolusi. Dimana pun ketidak harmonisan ini muncul, disitulah kehadiran pemimpin.
Kepemimpinan ini bukan pribadi tertentu, bukan seorang manusia, seorang santri, seorang Ali
Khamenei, ribuan Ali Khamenei lain. Bukan demikian. Kepemimpinan ini adalah sebuah topik,
kepribadian, sebuah hakikat yang bersumber kepada iman, cinta, dan semangat rakyat. Ia
adalah sebuah kehormatan. Ratusan orang seperti Ali Khamenei telah mengorbankan jiwa dan
kehormatannya di atas jalan hakikat ini. Saya ini tidak berarti apa-apa. Imam kita yang mulia
pun (Imam Khomaini) yang merupakan pemimpin setiap hati bagi bangsa ini dalam arti yang
sebenarnya- juga demikian. Beliau pun bersedia mengerahkan kemuliaannya demi
mempertahankan pemerintahan dan kepemimpinan pemerintahan ini.

"Saya meyakini bahwa reformasi adalah sebuah realitas yang urgen dan mesti dilaksanakan di
negara kita. Reformasi di negara kita dilakukan bukanlah karena faktor keharusan untuk
membebani seorang pejabat tertentu dengan tuntutan-tuntutan yang keras supaya melakukan
reformasi dalam segala bidang.Bukan demikian. Reformasi adalah bagian dari esensi revolusi
dan keagamaan sistem pemerintahan kita. Kalau reformasi tidak dilakukan untuk melakukan
pembaharuan demi pembaharuan, pemerintahan kita akan rusak dan berjalan tanpa arah.
Reformasi adalah sebuah kewajiban. Adapun dimanakah sasaran-sasaran reformasi, ini adalah
pembahasan lain. Reformasi pada prinsipnya adalah sebuah pekerjaan yang wajib
dilaksanakan. Kalau reformasi tidak dilakukan, niscaya kita terbentur pada hasil-hasil yang
sebagian sangat menyulitkan kita seperti yang ada sekarang. Harta negara akan terbagi secara
tidak adil, orang-orang yang baru menjamah harta kekayaan di sana sini akan mendominasi
sistem ekonomi masyarakat tanpa belas kasih, kemiskinan akan merajalela, kehidupan akan
sulit, sumber-sumber kekayaan negara akan digunakan secara tidak benar, akal budi akan
kabur, dan pikiran yang masih tersisa tidak bisa digunakan secara maksimal. Namun, jika
reformasi dilaksanakan, maka puluhan malapetaka seperti ini tidak akan muncul. Dengan
demikian, masalah pertama ialah bawa reformasi adalah suatu keharusan. Masalah kedua ialah
keharusan untuk menentukan definisi reformasi yang jelas untuk kita dan masyarakat agar kita
bisa dengan mudah memberikan gambaran tentang tujuan akhir reformasi yang hendak kita
capai dan agar semua orang tahu manakah tujuan yang akan mereka gapai."

"Gorbachev mengetahui adanya berbagai kecacatan dan problematika, tetapi masalahnya dia
tidak memiliki konsep yang jelas tentang apa apa yang harus dia lakukan, dan kalau toh dia
memilikinya masyarakat tidak mengetahui konsep itu. Atas dasar ini, kalau reformasi tidak
diberi definisi yang jelas, niscaya model-model lain yang dipaksakan kepada kita akan dominan,
persis seperti yang terjadi di Uni Soviet karena mereka (masyarakat Uni Soviet) tidak tahu apa
yang harus mereka kerjakan sehingga mereka mencontoh model-model di Barat secara
membuta. Pemimpin agung kita (Imam Khomaini), dengan kepiawaiannya telah menemukan
titik-titik kelemahan ini pada mereka. Karena itu dalam suratnya kepada Gorbachev, Imam
Khomaini telah mengingatkan masalah ini. Beliau menuliskan, Jika Anda ingin menyelesaikan
kesulitan ekonomi sosialisme dan komunisme dengan cara berlindung kepada pedoman
kapitalisme Barat, maka penderitaan masyarakat Anda bukan hanya tidak akan ter! obati,
tetapi bahkan akan datang orang-orang lain untuk menebus kesalahan Anda. Sebab sekarang
ini, kendati marxisme memang membentur kebuntuan dalam sistem-sistem ekonomi dan
sosialnya, namun dunia Barat juga membentur keadaan yang sama tetapi dalam bentuk yang
lain. Karena inilah saya berkali-kali mengatakan bahwa Imam Khomaini adalah seorang filsuf
yang hakiki. Di saat hiruk pikuk media massa dunia sedang berlangsung, Imam Khomaini telah
memperlihatkan titik prinsipal tersebut. Sekarang ini, sebagian pejabat, terutama Presiden kita
yang terhormat, sudah berkali-kali menegaskan bahwa reformasi kita adalah reformasi yang
Islami dan sesuai dengan nilai-nilai revolusi, dan tujuan kita ialah mencapai madinatunnabi."

"Masalah ketiga ialah reformasi harus dikemudikan oleh satu pusat yang kokoh dan sabar agar
keadaan bisa dikontrol. Betapa banyak pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan dengan baik
dan aman dalam kurun waktu 10 tahun, tetapi jika dilakukan dalam masa 2 tahun malah akan
menghasilkan berbagai kerusakan yang tidak bisa diperbaiki. Ibarat kendaraan yang dikebut di
jalanan yang sulit dan berbahaya, aneh jika kendaraan ini tidak menabrak atau mengalami
kecelakaan. Jadi harus ada sentral yang brialian, kuat, dan sabar agar gerakan yang hendak
dilakukan tidak sampai melebihi batas kecepatan, dan agar semua pekerjaan bisa dilaksanakan
dengan pertimbangan yang benar. Di Uni Soviet, ketika pekerjaan ini mulai dilakukan,
terbukalah pintu-pintu perfilman, buku-buku, surat-surat kabar, mode-mode pakaian, dan
model-model Barat lainya. Keadaan sedemikian ini sangat membahayakan."
"Kemudian Anda perlu memperhatikan peranan media massa. Media massa memiliki
tanggungjawab. Media massa memiliki peranan vital. Pembahasan tentang surat kabar dan pers
bukanlah pembahasan tentang kebebasan. Sebagian orang tidak menghendaki adanya makna
kebebasan untuk kita. Namun kita tahu arti kebebasan. Jantung kita sendiri juga berdetak
untuk kebebasan. Yang dimaksud dengan kebebasan tentunya ialah kebebasan berekspresi dan
berpikir. Toh demikian, jika Anda, sesuai dengan tugas Anda, menutup sebuah toko yang
memperdagangkan barang-barang selundupan, maka si pemilik toko tidak berhak mengatakan
bahwa Anda menentang kebebasan untuk bekerja dan mencari penghasilan. Duduk
persoalannya bukanlah kebebasan bekerja dan mencari penghasilan. Bekerja dan mencari
penghasilan memang bebas, tetapi yang dilarang ialah penjualan barang selundupan. Jadi
duduk persoalan bukanlah kebebasan berpendapat dan berpikir. Berpendapat dan berpikir
memang bebas! , tetapi yang dilarang ialah tindakan meracuni dan menyesatkan pikiran orang
lain, apalagi di saat situasi negara sedang sensitif seperti sekarang ini. Saya sudah berkali-kali
mengatakan kepada para pejabat urusan propaganda negara, di saat Anda memiliki
kemampuan dan kekuatan untuk melawan serangan propaganda musuh, maka orang yang
paling banyak terjun di bidang pengembangan pers, surat kabar, buku, film, dan lain
sebagainya adalah saya sendiri. Tapi coba Anda katakan, sudah berapa filmkah yang Anda
produksi untuk mengimbangi film-film yang menggoyang dasar-dasar kebudayaan, keyakinan,
agama, spirit revolusi, dan semangat pengorbanan dan syahadah masyarakat. Inilah yang
membuat saya merasakan adanya bahaya. Kita tentunya harus berpikir mengenai pekerjaaan
prinsipal dan jangka panjang kita untuk memproduksi apa yang membawa kebaikan. Tetapi,
hingga kebaikan itu datang, saya tidak bismenerima datangnya banjir lumpur kotor yang akan
menenggelamkan para pemuda, kaum rema! ja, dan berbagai lapisan masyarakat. Orang-orang
yang mendapat sorakan dan dididik oleh musuh menggunakan segala cara untuk menghadapi
ideologi revolusi Islam, dan kalau seseorang yang menentang mereka, maka orang itu akan
segera dituding dan difitnah. Mereka katakan bahwa di sini tidak ada kebebasan, tidak ada
logika, dan tidak ada birokrasi negara. Anda harus memperhatikan peranan media massa. Ini
sangat penting.

"Masalah keempat ialah tentang pemeliharaan struktur UUD di bidang reformasi. Dalam UUD,
yang paling ditekankan ialah peranan Islam dan keharusan Islam untuk dijadikan sumber dan
pedoman bagi UU, pembentukan struktur, dan penentuan pilihan.Struktur UUD harus dipelihara
secara cermat.Coba Anda perhatikan bagaimana musuh memperlakukan UUD kita. Mereka
menolak bagian dari konstitusi kita dan menerima bagian lainnya. Di satu waktu mereka
berpegangan kepada konstitusi kita, tetapi di lain saat mereka mengutuk konstitusi kita. UUD
adalah sumpah agung nasional, keagamaan, dan revolusi kita. Islam yang merupakan
segalanya bagi kita mengkristal dalam UUD dasar kita. Pasal keempat UUD kita telah
menentukan segala sesuatu. Kalau dalam UU biasa dan bahkan dalam bagian lain dalam UUD
sendiri terdapat
Tradisi Tasyayyu
Betapa banyak kenikmatan yang telah Allah limpahkan kepada kita sehingga kita tidak akan
mampu menghitungnya. Dan setiap kenikmatan harus disyukuri sesuai dengan bentuk dan
kadar kenikmatan itu. Semakin besar dan berarti sebuah kenikmatan, maka semakin besar
tanggung jawab kita untuk mensyukurinya. Dari sekian banyaknya kenikmatan Allah,
kenikmatan yang paling besar adalah kita diperkenalkan olehNya pribadi Nabi saww dan Ahlul
baitnya, sehingga kita, karena karunia Allah, mengenal mereka dan berusaha untuk mengikuti
mereka. Pada akhir surat al Takaatsur, disebutkan bahwa manusia kelak akan dimintai
pertanggung jawabannya atas kenikmatan-kenikamatan yang telah Allah berikan kepadanya,
Kemudian kalian benar-benar akan dimintai pertanggungan jawaban pada hari itu tentang
kenikmatan (naiim) .

Salah satu bentuk kenikmatan dari Allah yang besar dan sekaligus akan dipertanyakan oleh-
Nya kepada kita adalah kecintaan kepada Rasulullah Saww. dan Ahlul baitnya. Dalam tafsir al
Mizan dikutip sebuah riwayat dari Abu Abdillah as. Beliau berkata, Umat ini akan
dipertanyakan tentang apa yang telah Allah berikan kepada mereka berupa kehadiran Rasul-
Nya dan Ahlil baitnya .

Kehadiran Nabi dan keluarganya yang suci merupakan karunia Allah yang paling besar. Untuk
itu, tugas umat manusia adalah memelihara dan menjaga karunia ini dengan sebaik mungkin.
Memelihara dan menjaga karunia ini dengan mengikuti ajaran-ajaran mereka, mengikatkan diri
dan meleburkan segenap wujud kita ke dalam wujud mereka. Tanpa itu, kita belum menjaga
dan memelihara kenikmatan yang besar itu. Salah satu bentuk pengikatan dan peleburan diri
dengan Nabi dan Ahlul baitnya ialah memahami dan melibatkan diri dalam tradisi para pecinta
dan pengikut Ahlul bait yang sudah berjalan puluhan atau ratusan tahun.

Sebelum kami jelaskan beberapa bentuk tradisi para pengikut Ahlul bait as., ada sebuah
pengantar yang perlu diketahui, yaitu bahwa ketika seseorang secara konsisten mengikuti
sebuah agama atau sebuah aliran, maka semua ajaran agama yang ia lakukan menjadi sebuah
tradisi dan kebiasaan baginya. Demikian pula sebuah komunitas dari sebuah agama akan
mempunyai tradisi keagamaan yang sama. Kita sebagai pencinta Ahlul Bait berusaha untuk
terus mengikuti mereka. Kita tidak ingin keluar dari pesan-pesan Ahlul Bait a.s. Ajaran-ajaran
Ahlul bait ini jika kita jalankan terus menerus maka dengan sendirinya akan mengkristal dan
menjadi sebuah tradisi.

Setiap agama, aliran dan mazhab mempunyai tradisi tersendiri. Kita juga mempunyai tradisi
Ahlul Bait, tradisi tasyayyu. Kita tidak bicara apa dasar dari tradisi ini. Bisa saja dasarnya
adalah ayat Quran atau hadis Nabi dan para Imam mashum atau, boleh jadi, keterangan para
ulama. Yang penting segala perbuatan yang kita kerjakan apapun dasarnya, selagi tidak
melanggar dan menyimpang dari prinsip-prinsip agama, maka menjadi sebuah tradisi.

Kita sebagai komunitas tasyayyu, pecinta Ahlul Bait as.yang baru dan masih muda, harus
berjalan menuju sebuah tradisi tasyayyu, agar kita tidak terpisah dari komunitas Syiah lainnya
yang ada di pelbagai belahan dunia. Banyak tradisi tasyayyu yang harus kita kembangkan dan
kita pertahankan. Memang usia tasyayyu kita belum tua. Kita dilahirkan dan dibesarkan dalam
lingkungan tradisi yang non tasyayyu, kemudian kita pindah ke tasyayyu, sehingga banyak
dari tradisi ke-syiah-an yang belum kita jalankan, bahkan belum kita ketahui. Kita belum akrab
dengan tradisi tasyayyu.

Kita semua ini mempunyai latar belakang tradisi keagamaan yang berbeda-beda. Di antara kita
ada yang mempunyai latar belakang dari golongan yang begitu konsern dengan Quran dan
Sunnah. Mereka mempunyai tradisi, setiap kali menerima informasi tentang ajaran agama
maka mereka mempertanyakan apa dalilnya dari Quran atau hadis. Golongan ini biasanya
diwakili oleh Persis. Mereka mempunyai tradisi ketika mendapatkan sebuah informasi
keagamaan, maka akan bertanya apa dalilnya, apa Hadisnya. Apapun informasi keagamaan
yang mereka terima maka dia secara spontanitas menanyakan apa dasarnya, apa dalilnya. Ini
tradisi kaum Persis.

Dari kita juga ada yang berasal dari kelompok haroqiyyin. Mereka mempunyai tradisi misalnya
baiat. Ketika dia bergabung dengan sebuah kelompok tertentu, maka dia akan bertanya, Siapa
imam kita ?, Bagaimana berbaiat dengannya ? Berapa infaq yang harus diberikan ?. Ini adalah
tradisi sejumlah golongan dari kaum muslimin, yang sebagian dari mereka masuk ke tasyayyu.

Ada juga dari kita yang sebelum ke tasyayyu termasuk ke dalam kaum tradisionalis, seperti NU
atau Habaib yang mempunyai tradisi tersendiri. Jadi kita ini adalah komunitas yang heterogen
dan berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda., Kita sekarang kumpul dalam
sebuah komunitas yang baru, wadah yang baru yaitu Syiah.

Kita sebagai pengikut Ahlul bait mempunyai tradisi tersendiri yang tidak sama dengan tradisi-
tradisi di luar tasyayyu. Seringkali dari kita membawa tradisi lama ke dalam tradisi tasyayyu,
sehingga terjadi benturan-benturan dan ketidak sesuaian - ketidak sesuaian antara perbuatan
kita dengan tradisi tasyayyu yang benar. Semua ini harus dihilangkan. Kita harus berjalan
dengan bahtera Nuh dan meninggalkan tradisi-tradisi di luar tasyayyu dan masuk ke dalam
tradisi yang baru. Tradisi tasyayyu sudah bertahan puluhan tahun, malah ratusan tahun yang
diwariskan oleh para ulama Ahlul Bait a.s. Tradisi tasyayyu terkadang berdasarkan pada al
Quran dan sunnah nabi dan ahlul bait, dan terkadang berdasarkan pada sirah uqalaiyyah dan
sirah mutasyarriah.

Salah satu contoh dari tradisi yang bertahan di kalangan tasyayyu adalah masalah marjaiyah
dan taqlid. Dalam tradisi tasyayyu, seseorang ketika ingin mengikuti ajaran Ahlul Bait, maka
terbentang baginya dua pilihan- sebenarnya tiga pilihan, tapi di sini dijelaskan dua saja-, ijtihad
atau taqlid, dan tidak ada pilihan lain. Tradisi ini tentu bertentangan dengan tradisi sejumlah
kaum muslimin yang mengharuskan setiap individu untuk berijtihad, atau minimal ber-ittiba.
Tradisi ini bertentangan seratus delapan puluh derajat dengan tradisi tasyayyu yang
mengharuskan taqlid bagi sejumlah orang. Taqlid artinya menerima fatwa dari seorang ulama
tanpa harus bertanya, Apa dasar fatwanya ?. Bertaqlid termasuk tradisi tasyayyu. Dalam hal
ini, tidak akan dijelaskan apa dasar taqlid itu. Dasar taqlid bisa diambil ayat Quran atau hadis
atau sirah uqalaiyyah.

Contoh lain dari tradisi tasyayyu adalah dalam hal memilih marja ,atau mengetahui seseorang
itu mujtahid atau bukan mujtahid. Imam Mahdi a.s. mengatakan, Adapun dalam menghadapi
masalah-masalah kontemporer yang bermunculan setelah kegahibanku, maka kembalikanlah
kepada para perawi hadis kami.

Maksud dari para perawi di sini adalah para ulama faqih. Namun, seseorang itu dikatakan faqih
bagaimana ? atau kapan seorang itu dianggap telah manjadi faqih ?. Dalam tradisi tasyayyu
sekarang ini, seseorang ketika ingin menjadi mujtahid mesti belajar beberapa tahun. Dalam
tempo itu, dia harus menyelesaikan sejumlah kitab fiqih dan ushul fiqih tertentu, dari kitab
yang paling rendah, menengah sampai yang paling pelik sekali. Apa dasar dari ketentuan ini ?
Apakah ada hadis dari Imam mashum yang menentukan kitab yang harus diselesaikan ?. Tentu
tidak ada dasar tektual dari hadis, apalagi ayat Quran. Yang penting kata Imam Mahdi a.s.,
bahwa ketika aku gaib tanyalah segala permasalahan keagamaan kepada para ulama faqih
yang menguasai hadis-hadis kami. Para ulama faqih ini disebut pula mujtahid. Tetapi itu
menjadi bagian dari tradisi tasyayyu yang sudah berjalan puluhan tahun.

Juga misalnya, dalam memilih marja, ada kode etiknya yang sudah menjadi tradisi. Yaitu
dengan tiga cara, seperti yang disebutkan oleh Imam Khomeini dalam Tahrir al wasilah.
Pertama, kita menguji seorang mujtahid itu ,apakah dia itu alam atau tidak alam. Kedua,
dengan kesaksian dua orang mujtahid yang adil. Ketiga, dengan berita yang terseber. Ini
adalah tradisi dalam memilih mujtahid untuk dijadikan marja. Tradisi ini berlaku sudah sejak
puluhan tahun. Orang Syiah mesti paham masalah ini, masalah Taqlid dan marjaiyyah. Tidak
sembarangan dia mengikuti sebuah hadis secara langsung dari kitabnya. Misalnya , ada sebuah
buku yang berjudul Fiqih Lima Mazhab karangan Allamah Jawad Mugniyah. Ada seorang dari
kita setelah tasyayyu, mengikuti fiqih yang tercantum dalam kitab Fiqih Lima Mazhab itu. Jelas
hal demikian menyalahi tradisi tasyayyu, dan ibadahnya tidak sah. Atau mengikuti fatwa yang
tercantum dalam kitab Fiqih Jafari. Cara ini juga menyalahi tradisi tasyayu.

Jadi ada kode etik untuk bertasyayu, tidak sembarangan. Tasyayyu mempunyai tradisi yang
baku, dan tidak bisa dilanggar begitu saja. Ini yang harus kita pahami dengan baik. Banyak dari
kita yang tidak memahami hal demikian. Itu wajar, karena latar belakang kita yang berbeda.
Tapi insya Allah, dengan perjalanan waktu tradisi tasyayyu akan makin kita pahami dengan baik
dan akan kita jalankan seperti pendahulu kita dari para pencinta Ahlul Bait a.s. Jadi tradisi
taqlid dan marjaiyyah adalah tradisi yang bertahan sudah lama puluhan tahun.

Untuk merobah tradisi ini, itu tidak mudah dan jangan sembarangan. Tidak dengan mudah,
seseorang merobah tradisi tasyayyu, kecuali orang itu mempunyai kapasitas ilmu yang cukup
dan diakui. Saya contohkan, dalam tradisi tasyayyu proses untuk menjadi mujtahid mengalami
perobahan-perobahan. Misalnya beberapa tahun yang lalui, seseorang ketika hendak menjadi
mujtahid, maka disamping menguasai bahasa Arab dan logika dengan baik, dia harus belajar
kitab Ushul fiqih yang paling sederhana, yaitu kitab Maalimuddin, kemudian Al Rosaail. Setelah
itu, masuk bahtsul khorij (belajar tentang tata cara, sekaligus praktek, mengambil hukum dari
sumber-sumbernya bersama seorang mujtahid atau marja). Kemudian proses ini, mangalami
perubahan. Yaitu, setelah mempelajari kitab Maalimuddin tidak bisa langsung ke al Rosail, dia
harus membaca kitab al Kifayah dulu.

Kemudian pada masa Syech Al Mudofar ada tambahan, yaitu membaca kitab Ushul fiqih al
Mudhoffar setelah kitab Maalimuddin dan sebelum kitab al Kifayah. Yang merobah ini adalah
para ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lainnya.

Yang terkini, adalah Ayatullah Muhammad Baqir Shadr yang merombak kitab-kitab Ushul fiqih
tersebut dan menggantikannya dengan kitab yang beliau tulis, yaitu kitab al Halaqoot al
Tsalaats. Menurutnya, untuk menjadi mujtahid tidak usah membaca kitab Maalimuddin yang
merupakan kitab kuning yang lama, yang tidak relevan dengan kondisi sekarangi, juga kitab-
kitab Ushul fiqih lainnya. Tetapi cukup dengan kitab tulisannya tersebut lalu baranjak ke
Bahtsul khorij. Ini adalah terobosan dari Baqir Sadr yang merombak tradisi tasyayyu untuk
mewujudkan mujtahid. Orang semacam beliau, memang, mempunyai kelayakan dan
kompetensi untuk melakukan hal itu. Meskipun juga ada yang kontra terhadap terobosan Baqir
Sadr itu,. Namun, yang kontra pun mengakui kehebatan beliau.

Jadi untuk merobah tradisi ketasyayuan tidak sembarangan. Tidak bisa seseorang bertaqlid
kepada seorang marja Fulan, misalnya, dengan alasan fatwa-fatwa marja itu kontroversial dan
berani. Atau mengatakan, saya berpindah kepada mujtahid fulan karena ada kesamaan selera.
Berpindah kepada seorang marja hanya karena alasan seperti itu menyalahi tradisi tasyayyu,
dan juga tidak dibanarkan.

Atau malah menentukan seorang mujtahid karena dia orang alim dan banyak karya-karyanya.
Menentukan Fulan itu mujtahid atau bukan mujtahid bukan karena banyak karya-karyanya.
Sebenarnya, untuk menentukan seseorang itu mujtahid atau bukan mujtahid bukan tugas kita.
Kita tidak mempunyai kapasitas atau kompetensi untuk menilai seorang itu mujtahid atau
bukan mujtahid. Itu tugas para mujtahid yang lain. Dalam tradisi tasyayyu ada caranya. Tidak
hanya karena dia pakai sorban atau banyak karyanya, maka dia mujtahid, atau karena fatwa
seorang mujtahid itu beran dan sesuai dengan selera saya, maka saya bertaqlid kepadanya. Itu
jelas menyalahi tradisi tasyayyu .

Ayatullah Baqir Shadr yang demikian jeniusnyapun ditentang oleh banyak orang. Padahal dia
mujtahid pada usia 21 tahun. Untuk merobah tradisi yang sudah baku, telah berjalan bertahun-
tahun, tidak bisa dirobah begitu saja. Ini yang perlu dipahami oleh kita, bahwa kita dalam
bertasyayu mempunyai tradisi ketasyayuan yang harus dijaga dengan baik.

Semua manusia, khususnya kaum muslimin meyakini wujudnya Allah swt., tetapi pengetahuan
atau marifah mereka tentang-Nya benar atau tidak, wallahu alam. Pengetahuan tentang Tuhan
yang belum benar bukan fondasi pertama dari agama. Fondasi pertama agama adalah
marifatullah yang benar. Itulah yang dimaksud oleh Allah SWT, bahwa seseorang yang
bermarifah dengan benar sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ali as adalah caraya untuk
mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.

Jadi dengan tiga perkara manusia akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT. Yang mulia di
sisi Allah adalah orang yang bertakwa, berjihad dan bermarifah kepada Allah SWT. Tanpa tiga
ini maka seseorang tidak mungkin mendapatkan kemuliaan dan kehormatan dari Allah SWT.

Kemudian sepanjang sejarah manusia dari Nabi Adam as sampai hari ini dan hari-hari yang
akan datang terus sampai hari kiamat, pasti ada setiap zaman manusia-manusia yang mulia di
sisi Allah SWT. Dalam sebuah ungkapannya yang indah sekali Imam Ali as mengatakan,
Senantiasa Allah SWT mempunyai manusia-manusia yang mana Allah membisikkan kepada
mereka dengan bisikan-bisikanNya.. Allah Maha Bijaksana dan Maha Adil memberikan
kesempatan kepada seluruh manusia untuk meraih kemuliaan Illahi. Tidak hanya untuk satu
generasi manusia saja. Tidak hanya untuk orang-orang yang hidup pada zaman Nabi saja.

Selain para Nabi as. dan Imam Ahlulbait a.s. yang telah memperoleh kemuliaan dan
kehormatan di sisi Allah SWT, juga sejumlah wanita, dan kita sekarang memperingati hari
kelahiran dan wafatnya Sayyidah Fathimah Az-Zahra as, yang telah mendapatkan hal yang
sama atau hampir sama dengan mereka. Dalam Quran, Allah menjelaskan kepada kita dua
sosok wanita yang tinggi kedudukannya di sisi Allah SWT.; Sayyidah Asiyah, istri Firaun dan
Sayyidah Maryam binti Imran. Kedua wanita ini, sebagaimana yang Allah sebutkan nanti,
merupakan teladan dan model yang baik tidak hanya untuk wanita mukminah saja, tetapi untuk
seluruh kaum mukminin, laki-laki maupun perempuan. Allah swt. berfirman, Allah
memberikan contoh untuk orang-orang yang beriman, istri Firaun ketika ia berkata, Ya Tuhan,
bangunkan untukku di sisi-Mu rumah di surga, dan selamatkan aku dari Firaun dan
kelakuannya dan selamatkan aku dari orang-orang yang dhalim. Dan Maryam putri Imron yang
telah menjaga kehormatannya, lalu Kami tiupkan padanya dari Ruh-Ku. Dan Dia telah
membenarkan kalimat-kalimat Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya, dan Dia termasuk orang-orang
yang tunduk .( QS : al Tahrim 11-12 ) .

Setelah keterangan di atas tadi, mari kita lihat sosok pribadi Sayyidah Fathimah Zahra as.
Beliau adalah wanita teladan, bukan teladan wanita. Dua kata yang berbeda. Beliau adalah
wanita teladan untuk semuanya, baik laki-laki maupun perempuan, bukan teladan wanita, yang
hanya untuk wanita saja. Lantas mengapa Sayyidah Fathimah Az Zahra as sedemikian rupa
dipuji oleh Allah SWT dan Rasulullah saww.? Mengapa beliau mendapatkan kemuliaan yang
sedemikian tinggi sehingga dia menjadi wanita teladan untuk kaum mukmin dan mukminah ?.

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah Taala ada tiga
cara; takwa, jihad dan marifah. Sekarang mari kita lihat dari keterangan-keterangan hadis dan
kehidupan Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. Pada kesempatan ini akan dijelaskan beberapa
riwayat tentang ketakwaan Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. sehingga beliau menjadi wanita
penghulu alam semesta (sayyidatu nisaai al aalaminn). Sebelum menjelaskan tentang tiga hal
itu, kami ingin menjelaskan beberapa sifat atau julukan yang disandang oleh Sayyidah
Fathimah Az Zahra as.

Yang pertama adalah al-Batul. Beliau digelari dengan sebutan al-Batul. Apa arti al-batul ?, Ibnu
al Mandzur meriwayatkan bahwa Nabi saww. ditanya tentang sebab dinamainya al batul?,
beliau menjawab, Karena dia tidak sama dengan perempuan zamannya dan perempuan umat
manusia dari segi kesuciannya, kemuliaannya, agamanya dan kedudukannya. Dikatakan juga,
karena dia telah melepaskan diri dari dunia menggantungkannya hanya untuk Allah SWT. Itulah
salah satu sebab dinamakan atau digelarinya Fathimah dengan Al-Batul.

Juga beliau digelari dengan al-Muhaddatsah, orang yang dapat bisikan dari malaikat. Memang
setelah Rasulullah Saww meninggal dunia, tidak ada lagi wahyu turun. Namun ilham atau
bimbingan dari Allah Taala terus berlaku sampai akhir zaman, tetapi tidak berbentuk wahyu.
Kita mengenal istilah ilham atau tahdits atau muhaddatsah. Tiga kata ini punya arti yang sama
yaitu mendapatkan bimbingan berupa bisikan dari Allah SWT. Perbedaannya dengan wahyu
adalah kalau wahyu bimbingan dari Allah Taala yang diberikan kepada para Nabi untuk
disampaikan kepada manusia dan berbentuk ajaran atau syariat. Sementara ilham atau tahdits
adalah bimbingan dari Allah SWT. tidak untuk disampaikan kepada manusia dan tidak
berbentuk ajaran. Wahyu berhenti dengan wafatnya Rasulullah Saww. Sayyidah Fathimah Az-
Zahra a.s. adalah figur wanita yang mendapatkan bisikan atau bimbingan langsung dari Allah
SWT.

Ada sebuah Hadis Al Ishak bin Jafar bin Muhammad bin Isa bin Zaid bin Ali, dia berkata, Aku
mendengar Abu Abdillah Jafar ash-Shadiq a.s. berkata, Fathimah dipanggil dengan sebutan
muhaddatsah karena para malaikat turun kepada Fathimah Az-Zahra a.s. dari langit. Para
malaikat itu membisiki Fathimah Az Zahra as sebagaimana mereka membisiki Maryam putri
Imran. Malaikat berkata kepada Fathimah, Wahai Fathimah sesungguhnya Allah telah memilih
anda, telah mensucikan anda dan mengangkat anda di atas wanita-wanita alam semesta ini.
Wahai Fathimah, taatlah kepada Allah SWT, bersujudlah, rukulah bersama orang-orang yang
ruku.

Para malaikat disamping berbisik dengan Fathimah, juga Fathimah berbincang-bincang dengan
para malaikat. Pada suatu malam Fathimah Az Zahra as berkata kepada para malaikat,
Bukankah wahai para malaikat, wanita yang diutamakan atas seluruh wanita alam semesta
adalah Maryam binti Imran?. Wahai Fathimah kata para malaikat, Sesungguhnya Maryam
adalah pemimpin wanita zamannya. Tetapi Allah SWT menjadikan anda penghulu wanita
zamanmu dan zaman Maryam serta seluruh wanita awal dan akhir.

Jadi ada dialog antara Sayyidah Fathimah Az Zahra as dengan para malaikat. Oleh karena itu
Sayyidah Fathimah digelari Al-Muhadasah. Demikian pula Sayyidah Zainab as putri dari
Sayyidah Fathimah, seorang perempuan yang muhaddatsah, yang mendapatkan bisikan dari
para malaikat. Inilah beberapa gelar dari Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. Tentu kemuliaan
yang beliau raih dikarenakan tiga hal tadi; takwa, jihad dan pengetahuan tentang Allah SWT.

Ada beberapa hadis tentang ibadahnya Sayyidah Fathimah Az Zahra a.s. Disebutkan dari Imam
Hasan bin Ali a.s. Beliau berkata, Aku lihat ibuku Fathimah a.s. bangun di tengah malam di
mihrabnya pada malam Jumat. Beliau senantiasa ruku, sujud sampai cahaya subuh muncul.
Aku mendengarkan ibuku Fathimah mendoakan kaum mukmin dan mukminat dan
menyebutkan nama-nama mereka. Beliau banyak mendoakan mereka kaum mukmin dan
mukminat, tetapi beliau tidak mendoakan untuk dirinya sendiri. Aku berkata kepada ibuku,
Wahai ibuku mengapa anda tidak mendoakan dirimu sendiri, sebagaimana mendoakan orang
lain?. Wahai putraku, kata Fathimah, tetangga dulu baru penghuni rumah (al jaaru tsumma al
daaru).

Juga ada Hadis yang lain dari Muhammad al Baqir bin Ali al Sajjad bin Husein bin Ali a.s. Pernah
Rasulullah saww mengutus Salman al Farisi untuk menjumpai Sayyidah Fathimah Az Zahra.
Salman menjelaskan, ketika aku sampai di rumah Fathimah, aku berdiri di depan pintu
Fathimah lalu aku mengucapkan salam kepada Fathimah. Aku mendengarkan suara Fathimah
membaca Al-Quran di depan, sementara suara batu untuk penggiling gandum di belakang
rumahnya. Salman menyampaikan ini kepada Rasulullah saww tentang kejadian yang menarik
itui. Rasulullah mendengarkan dari Salman tentang Fathimah, lalub beliau berkata, Wahai
Salman, putriku Fathimah Az-Zahra a.s. Allah telah memenuhi hatinya dan raganya dengan
iman sampai ubun-ubunnya. Dia khusyu atau menyibukkan dirinya untuk taat kepada Allah
SWT, sehingga Allah mengirim untuknya malaikat yang namanya Jukoil, atau Jibril namanya.
Allah mengutus malaikat Jibril kepada Fathimah untuk memutarkan gilingan untuk menggiling
gandum tersebut. Allah telah memberikan kepadanya bantuan dari malaikat.

Itulah Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. yang telah mendapatkan kehormatan dari Allah SWT
karena ketakwaannya. Tentu banyak lagi Hadis-Hadis tentang Sayyidah Fathimah Az Zahra as,
sebagai akhir tentang ibadah Sayyidah Fathimah atau ketakwaannya. Pernah Rasulullah saww
bertanya kepada Ali bin Abi Thalib a.s. Wahai Ali, bagaimana engkau mendapatkan istrimu
Fathimah? Imam Ali menjawab, Ya Rasulullah istriku Fathimah sebaik-baiknya orang yang
membantuku menyembah Allah SWT Itulah komentar Imam Ali tentang Sayyidah Fathimah
a.s., istri yang membantu suaminya untuk taat, tidak untuk bermaksiat.

Juga Rasulullah bertanya kepada Fathimah, Wahai Fathimah apa yang engkau dapatkan dari
suamimu Ali ? Jawabannya, Ia sebaik-baiknya suami yang bertanggung jawab. Inilah contoh
suami istri yang ideal. Istri yang membantu suaminya untuk taat kepada Allah Taala dan suami
yang paling baik dalam bertanggung jawab pada keluarganya.

Hasan Basri menjelaskan tentang Sayyidah Fathimah Az Zahra as, tidak ada di umat ini seorang
perempuan yang lebih abid (ahli ibadah) dari Fathimah. Dia berdiri di tengah malam sampai
kedua kakinya bengkak.

Kemudian disamping ketakwaannya, Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. juga seorang mujahidah
dan pembela ayahandanya, Rasulullah saww. Diriwayatkan dalam sebuah Hadis, pernah suatu
hari Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s. keluar ikut perang bersama ayahnya dan suaminya
dalam fathu Makkah. Sayyidah Fathimah berangkat dari Madinah bersama Rasulullah dan
suaminya Ali bin Abi Thalib as. Beliau membuat kubah ( kemah ) di sebuah pegunungan
sebelum masuk Mekah. Rasulullah mandi di atas tersebut dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s.
menutupinya dari pandangan manusia. Artinya dalam banyak kesempatan Sayyidah Fathimah
as ikut mendampingi Rasulullah dan suaminya dalam peperangan.

Juga riwayat ketika sejumlah sahabat Nabi berbaiat kepada khalifah pertama, sementara
Ahlulbait sedang mengurusi jenazah Rasulullah Saww. Setelah selesai proses pembaiatan,
Imam Ali a.s. bersama Sayyidah Fathimah keliling ke semua sahabat Ansor dan Muhajirin,
tentang mengapa kalian telah berbaiat kepada kepada khalifah pertama. Yang pergi
menjumpai para sahabat tidak hanya Imam Ali a.s., tetapi beliau bersama istrinya Sayyidah
Fathimah Az Zahra as. sebagai bukti kesetiaan dan loyalitas Sayyidah Fathimah kepada Imam
Ali as sebagai imam zamannya.

Juga Sayyid
FATHIMAH YANG BERDUKA
Ust. Husein Al-Kaff
SUNGGUH, Allah Taala dengan iradah azaliyah-Nya telah menghadirkan seorang wanita, yang langit dan
bumi belum pernah dan tidak akan pernah menyaksikan, sebelum dan sesudahnya, wanita seperti dia. Ia
dilahirkan dari dua manusia suci. Yang satu Muhammad bin Abdullah, ayahandanya yang sangat
menyayanginya, yang sekaligus merupakan seorang nabi yang paling mulia di antara nabi yang diutus, dan
makhluk Tuhan yang paling dicintai-Nya. Yang satunya lagi adalah ibunda tercintanya, Khadijah binti
Khuwailid, seorang wanita yang mengorbankan segala yang dimilikinya demi kebenaran.
Tidak heran kalau sang bayi mungil, yang terlahir dari dua orang suci tersebut, mewarisi segala kemuliaan
dan kebesaran kedua orang tuanya, dan kelak bumi dan langit serta segala isinya akan menjadi saksi tentang
ketegaran dan keagungan bayi tersebut.
Kehadirannya di tengah-tengah bangsa yang biadab, keras kepala, dan yang mengubur wanita hidup-hidup,
menjadikannya lebih cemerlang dan bersinar. Semua itu terjadi bukan secara kebetulan dan tanpa
perhitungan, akan tetapi akibat dari sebuah rekayasa Tuhan yang amat cermat dan tepat.
Dia lahir lima tahun setelah ayahanda tercintanya diberi tugas yang amat berat dan sangat suci, yaitu untuk
menyelamatkan seluruh umat manusia dari kehancuran menuju kedamaian. Sang bayi mungil, sebagaimana
bayi-bayi lainnya, mendapatkan belaian kasih sayang dari kedua tangan ibundanya dan curahan kecintaan
dari kedua mata ayahandanya.
Dia mulai menyadari bahwa kehadirannya benar-benar merupakan anugrah Tuhan untuk kedua orang
tuanya. Hari demi hari silih berganti, dilewatkannya dengan penuh keindahan dan kesenangan. Namun,
kesenangan dan keceriaan si kecil tadi hanyalah merupakan satu episode khusus dari serangkaian episode
skenario Tuhan yang penuh keharuan, kesedihan, deraian air mata, dan tekanan batin. Seakan-akan Sang
Sutradara Agung Yang Mahabijak hendak menampilkannya sebagai sosok yang menjadi tumbal keserakahan
umat manusia.
Di saat Fathimah kecil beranjak usia lima tahun, ibunda tercintanya pergi untuk selamanya. Dan segera
setelahnya, paman ayahanda beliau yang kharismatik, Abu Thalib, juga menyusul ke alam baka. Belaian kasih
sayang kedua tangan ibundanya tidak akan pernah dialaminya lagi.
Sejak kepergian Abu Thalib dan Khadijah, Fathimah kecil harus bersiap-siap menghadapi kegetiran dan
kepahitan hidup. Serigala-serigala padang pasir yang lapar dan sadis, sudah mulai meneteskan air liurnya dan
meraung-raung, yang menandakan pesta jahiliah segera dimulai.
Mereka tidak sabar lagi untuk merobek-robek relung hati si kecil yang suci, Fathimah, yang baru saja
kehilangan ibundanya. Maka babak baru kehidupan Fathimah kecil yang sangat berbeda dengan sebelumnya,
segera dimulai.
Ketegaran yang diwarisi Fathimah kecil dari ibunda dan ayahandanya, tidak menjadikannya sebagai seorang
anak kecil yang mudah merengek. Dia tampil seakan-akan seorang wanita dewasa yang matang dan penuh
pengertian.
Jika dia menangis, hal itu bukan karena dan untuk dirinya sendiri, tetapi disebabkan dan untuk ayahandanya
dan para sahabatnya yang senantiasa diganggu dan disiksa kaum musyrikin.
Para ahli sejarah menceritakan, pernah sutu waktu ketika Rasulullah Saww sedang menunaikan shalat di
Masjid Al-Haram, beliau tunduk bersujud di hadapan Sang Pencipta. Tiba-tiba datanglah sejumlah pembesar
Quraisy menghampirinya dan melempari kepala dan punggung beliau dengan kotoran binatang. Beliau diam
dan tetap meneruskan sujudnya.
Fathimah kecil menyaksikan sendiri perbuatan amoral yang menimpa ayahandanya itu di hadapan kedua
matanya yang bening. Lalu, dia segera mendekatinya dan membersihkan kotoran binatang tersebut dari
kepala dan punggung ayahandanya dengan kedua tangannya yang lembut. Kedua matanya berderai air mata.
Sekali-kali terdengar isak tangis dari rongga dadanya yang dalam, keluar tidak tertahan lagi. Rasulullah Saww
segera menatap muka Fathimah yang sedih, kemudian memeluknya sambil bersabda, "Putriku, janganlah
engkau bersedih. Hal ini tidak akan berlangsung lama," sambil menghiburnya.
Betapa besar perjuangan dan pembelaan Fathimah terhadap ayahandanya, sehingga posisi Fathimah seakan-
akan tidak lagi sebagai putri Rasulullah. Tetapi sebaliknya, Fathimah yang begitu dewasa dan matang
pribadinya dan selalu berada di samping ayahandanya, seakan-akan menjadi ibu bagi ayahandanya sendiri.
"Fathimah Ummu Abihaa," demikianlah Rasulullah Saww menggelarinya.
Sebagai seorang putri Rasulullah Saww, Fathimah hidup dengan penuh kesederhanaan. Dalam kitab-kitab
hadis diriwayatkan, Salman Al-Farisi kelaparan, lalu dia berkeliling ke rumah istri-istri Nabi yang sembilan,
tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa. Ketika hendak kembali, dia melihat rumah Fathimah. Kepada dirinya,
dia bergumam, "Mudah-mudahan ada rezeki di rumah Fathimah putri Nabi Muhammad Saww."
Kemudian dia mengetuk pintu rumah Fathimah. Dari balik pintu terdengar suara, "Siapa di balik pintu ?" "Aku,
Salman Al-Farisi," sahut Salman. "Wahai Salman, apa yang Anda inginkan ?" tanya Fathimah. Lalu Salman
menceritakan maksudnya.
Setelah itu, Fathimah berkata, "Wahai Salman, Demi Yang mengutus Muhammad Saww dengan kebenaran
sebagai nabi. Sungguh, aku sudah tidak makan selama tiga hari. Demikian pula, Al-Hasan dan Al-Husain,
gemetar sekujur tubuhnya karena lapar yang sangat. Lalu keduanya tertidur bagaikan dua ekor anak burung
yang tidak berbulu. Tapi aku tidak menolak kebaikan, jika datang di pintuku," jelas Fathimah.
Kemudian Fathimah melanjutkan perkataannya, "Wahai Salman. Ambillah baju perang ini, lalu pergilah
kepada Syamun Yahudi dan katakan kepadanya bahwa Fathimah putri Muhammad berkata kepadamu,
"Berilah aku seikat kurma dan gandum, dengan jaminan baju besi ini. Nanti Insya Allah aku akan
membayarnya kepadamu."
Lalu Salman mengambil baju besi itu danmembawanya kepada Syamun Yahudi. "Wahai Syamun, ini adalah
baju besi Fathimah putri Muhammad Saww., dia berkata kepadamu, Berilah aku utang seikat kurma dan
gandum, nanti Insya Allah aku akan membayarnya kepadamu."
Kemudian Syamun mengambil baju besi tersebut, dan membolak-balikannya dengan telapak tangannya,
sementara kedua matanya berderai air mata sambil berkata, "Wahai Salman, inilah kezuhudan dalam dunia.
Inilah yang diberitakan oleh Musa bin Imran kepada kami di dalam Taurat. Kini aku bersaksi, tiada Tuhan
selain Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya." Si Yahudi tersebut akhirnya masuk
Islam.
Selain hidupnya yang amat sederhana dan kepedulian sosialnya yang sangat tinggi, Siti Fathimah -alaiha
salam juga dikenal sebagai seorang abidah (ahli ibadah).
Al-Hasan bin Ali salam atas mereka berdua berkata, "Aku melihat ibuku, Fathimah, berdiri di mihrab-nya
pada malam Jumat. Beliau senantiasa ruku dan sujud hingga cahaya fajar menyingsing. Aku mendengar dia
mendoakan orang-orang Mukmin dan Mukminat, bahkan menyebutkan nama-nama mereka satu demi satu.
Dia banyak mendoakan mereka, tetapi tidak mendoakan dirinya.
"Lalu aku bertanya kepadanya, Wahai Ibu, mengapa engkau tidak mendoakan dirimu sendiri, sebagaimana
Ibu mendoakan yang lainnya ? Beliau menjawab, Wahai anakku. Tetangga lebih dahulukan, baru rumah
sendiri."
Fathimah juga adalah seorang Muslimah yang sangat afifah. Pernah suatu waktu Nabi bertanya kepadanya,
"Apa yang terbaik bagi wanita ?" "Yaitu wanita yang tidak melihat laki-laki dan tidak dilihat laki-laki,"
jawabnya dengan yakin. Lalu Nabi memeluknya sambil membacakan ayat berikut, "Satu keturunan yang
sebagiannya dari yang lain." (QS Ali Imran, 3 : 34).
Fathimah as yang sejak usia dini sudah menderita, maka penderitaan baginya menjadi suatu yang biasa.
Penderitaan, tekanan, dan kehidupan yang demikian pas-pasan telah menghiasi kehidupan Fathimah.
Ironisnya, penderitaan dan kepedihan tersebut makin menguat sepeninggal ayahandanya tercinta.
Jika Fathimah ketika kecil dan dewasa menyaksikan dengan sedih gangguan dan rongrongan kaum Musyrikin
terhadap ayahandanya hingga akhir hayatnya, Fathimah menyaksikan pengkhianatan dan eksploitasi umat
ayahandanya terhadap suaminya, Ali, dan dirinya sendiri.
Sudah tentu, yang terakhir lebih melukai dan menyakitkan hatinya. Simaklah kisah berikut, ketika Fathimah
as bersimpuh di pusara ayahandanya, untuk melaporkan padanya tentang keadaan yang telah berubah
secara drastis sepeninggal ayahnya. Dengan suara parau dan mengharukan, dia berkata, "Wahai ayahku,
sepeninggalmu sungguh betapa banyak berita duka dan tekanan terhadapku. Sekiranya engkau masih berada
di tengah-tengah kami, maka keserakahan-keserakahan itu tidak akan banyak."
Walaupun Fathimah masih berduka dengan kematian ayahandanya tercinta, dia tetap tampil tegar ketika
melihat adanya penyimpangan-penyimpangan di tengah masyarakat Islam.
Sejarah telah merekamkan untuk kita, setelah sepeninggal ayahandanya, lalu kaum Muslimin mengangkat
Abubakar sebagai khalifah, maka Siti Fathimah menjelaskan tentang tauhid, kenabian, dan kepemimpinan
serta memperingatkan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan sejumlah kaum Muslimin.
Banyak dari kalangan sahabat Nabi yang menangis tatkala mendengarkan khutbah dan peringatan Fathimah
tersebut.
Akhirnya, Fathimah berpulang ke haribaan Tuhan, enam bulan setelah kepergian ayahandanya. Fathimah
pergi dengan hati yang duka dan terluka. Fathimah diciptakan seakan-akan hanya untuk mendampingi
ayahandanya. Sejak dia berusia lima tahun, dia sudah menjadi seorang ibu bagi ayahandanya. Kemudian
setelah sang ayah pergi, diapun segera pergi menyusulnya. []

Besar nian jasamu, wahai Fathimah, dalam membela ayahmu.


Sungguh panjang dan dalam deritamu, sejak ayahmu menjadi bulan-bulanan kaum Musyrikin.
Betapa sakit hati dan pedih hatimu di kala engkau menyaksikan pengkhianatan dan
penyimpangan sebagian umat ayahmu.
Salam sejahtera atasmu, wahai Fathimah, di hari lahirmu, di hari penderitaanmu dan di hari
wafatmu.
Taqlid dan Ijtihad (1)
Secara global, menjalankan praktik-praktik ubudiyah, fiqih dan hukum Islam, seseorang bisa
memilih taqlid atau ijtihad. Taqlid adalah menjalankan hal-hal tersebut dengan berdasarkan
pada fatwa marja. Ijtihad adalah menjalankan hal-hal tersebut berdasarkan perolehannya dari
sumber-sumber syariat/hukum.

Soal:
Apakah muqolid itu?
Jawab:
Muqolib adalah orang yang bertaqlid.

Soal:
Apakah mujtahid itu?
Jawab:
Mujtahid adalah orang yang berijtihad.

Soal:
Apakah marja itu?
Jawab:
Marja adalah seorang mujtahid yang telah memenuhi syarat-syarat marjaiyyah.

Soal: Apakah syarat-syarat marjaiyyah?


Jawab:
Syarat-syarat marjaiyyah adalah mujtahid, adil, wara dalam agama Allah, tidak rakus dengan
dunia kedudukan dan harta. Dalam hadis disebutkan, "Barangsiapa di antara para fuqaha
(mujtahid) terdapat seorang faqih yang mengawasi dirinya, menjaga agamanya, tidak
mengikuti hawa nafsunya dan menaati perintah Allah, maka orang-orang awam wajib
mentaqlidinya." (Tahrir al-Washilah hal.3 jil.I).

Soal:
Wajibkah orang awam bertaqlid dalam masalah-masalah ubudiyah (fiqih)?
Jawab:
Wajib menurut akal-urfi dan teks syariat.

Soal:
Apakah boleh bertaqlid kepada mujtahid yang berada di luar negeri?
Jawab:
Bertaqlid dalam masalah syariat (fiqih) kepada mujtahid yang telah memenuhi syarat-syarat
marjaiyyah tidak disyaratkan berada pada suatu negeri dengan muqolidnya.
Taqlid dan Ijtihad (2)
Soal:
Apakah diperbolehkan ber-taqlid kepada seorang yang bukan marja dan tidak mempunyai
Risalah Amaliah (buku kumpulan fatwa seorang Mujtahid)?
Jawab:
Jika menurut orang yang ber-taqlid terbukti bahwa dia mujtahid yang telah memenuhi syarat,
maka tidak ada masalah (ber-taqlid kepadanya).

Soal:
Sebagian orang yang tidak memiliki informasi yang memadai ketika ditanya tentang siapakah
marja-nya? Mereka menjawab, "Kami tidak tahu." Atau mereka mengatakan, "Marja kami
adalah fulan." Namun mereka tidak merasa perlu untuk merujuk dan mengamalkan risalah
amaliah-nya, bagaimana hukum perbuatan mereka ?
Jawab: Jika perbuatan-perbuatan mereka sesuai dengan ikhtiat atau hukum yang sebenarnya
(waqi) atau fatwa Mujtahid yang harus diikuti, maka perbuatan-perbuatan mereka itu sah.

Soal:
Apakah boleh ber-taqlid kepada (Mujtahid) yang telah wafat secara langsung?
Jawab:
Untuk ber-taqlid kepada Mujtahid yang sudah wafat secara langsung hendaknya mengikuti
(ketentuan) Mujtahid alam yang masih hidup.

Soal:
Bagaimana caranya memilih marja dan memperoleh fatwanya ?
Jawab:
Memperoleh (bukti) ke-mujtahid-an atau ke-alam-an marja adalah dengan mengujinya atau
dengan memperoleh informasi yang pasti walaupun dengan berita yang menyebar atau dengan
kemantapan jiwa atau dengan kesaksian dua orang adil dari para ahli (fiqih). Dan untuk
mendapatkan fatwa marja dengan mendengar (secara langsung) darinya, atau dengan kutipan
dari orang yang adil atau dengan kutipan orang yang perkataannya dapat dipercaya atau
merujuk ke risalah amaliah-nya yang terjamin dari kesalahan.
Taqlid dan Ijtihad (3)
Soal:
Apakah boleh berpindah dari Mujtahid Alam (lebih alim) dalam masalah-masalah kontemporer
karena dia tidak dapat (mempunyai) fatwa tentangnya dari dalil-dalil yang terperinci ?
Jawab:
Jika mukallaf hendak berhati-hati dalam masalah itu atau tidak dapat (berhati-hati) dan dia
mendapatkan seorang mujtahid lain yang alam dalam masalah itu, maka dia wajib berpindah
dan ber-taqlid kepadanya.

Soal: Apakah untuk berpindah dari fatwa-fatwa Imam Khomeini r.a. harus merujuk kepada
fatwa mujtahid yang diminta darinya izin untuk tetap ber-taqlid kepada mujtahid yang telah
wafat ? Ataukah boleh merujuk kepada mujtahid yang lain ?
Jawab:
Berpindah taqlid tidak membutuhkan (meminta) izin, tetapi boleh pindah kepada mujtahid yang
memenuhi syarat-syarat sahnya taqlid.

Soal:
Orang yang ber-taqlid kepada Imam Khomeini r.a. dan (sampai sekarang) tetap ber-taqlid
kepadanya, apakah diperbolehkan merujuk kepada selainnya dalam suatu masalah tertentu,
seperti tidak menganggap kota Teheran termasuk kota besar ?*)
Jawab:
Boleh. Akan tetapi, sebaiknya tidak meninggalkan kehati-hatian untuk tetap ber-taqlid kepada
Imam Khomeini, kalau dia melihatnya lebih alam dari mujtahid-mujtahid yang hidup.
*) Imam Khomeini r.a. membagi kota pada dua kategori : besar dan tidak besar. Kota besar
seperti Teheran, Jakarta, dan lain-lain mempunyai ketentuan-ketentuan fatwa tersendiri
sehubungan dengan safar.

Soal:
Saya sampai pada usia akil baligh pada saat Imam Khomeini masih hidup dan saya ber-taqlid
kepadanya dalam beberapa masalah. Namun masalah taqlid bagi saya (waktu itu) belum jelas,
maka apakah kewajiban saya sekarang ?
Jawab:
Jika Anda melakukan perbuatan-perbuatan ritual dan lainnya pada saat Imam Khomeini hidup
itu sesuai dengan fatwa-fatwanya dan ber-taqlid kepadanya, meskipun pada beberapa masalah
saja, maka Anda boleh tetap bertaqlid kepadanya dalam semua masalah.
Wilayat Al-Faqih
Soal: Apakah keyakinan terhadap prinsip wilayat al-faqih, baik dari sisi konseptual maupun
aktual, merupakan masalah rasional (aqli) ataukah masalah tekstual (syari)?
Jawab: Sesungguhnya wilayat al-faqih yang berarti kekuasaan seorang faqih yang adil dan
mumpuni (handal) dalam masalah agama adalah masalah syari taabudi yang didukung oleh
akal.

Soal: Apakah hukum syariat itu bisa berubah dan invalid (tidak berlaku) jika wali al-faqih
memberikan keputusan yang bertentangan dengan (hukum syariat) karena tuntutan
kemaslahatan umum Islam dan kaum Muslimin ?
Jawab: Tergantung situasi yang beragam.

Soal: Apakah orang yang tidak meyakini wilayat al-faqih yang mutlak dianggap Muslim ?
Jawab: Tidak meyakini wilayat al-faqih yang mutlak karena hasil ijtihad ataupun karena taqlid,
pada masa ghaibnya Imam Al-Mahdi (nyawa kami adalah tebusannya), tidak menyebabkan
murtad dan keluar dari Islam.

Soal: Apakah wali al-faqih memiliki wilayah takwiniyyah yang dengannya dia dapat menghapus
hukum-hukum agama karena adanya maslahat umum ?
Jawab: Sepeninggal Rasulullah Saww tidak boleh menghapus hukum-hukum syariat Islam.
Adapun perubahan obyek hukum atau adanya darurat ataupun adanya kendala yang temporer
untuk melaksanakan hukum, maka itu bukan penghapusan hukum. Wilayah takwiniyyah,
menurut pendapat yang meyakininya, khusus untuk Para Mashumin as.

Soal: Apa sikap kita terhadap orang-orang yang tidak meyakini otoritas seorang faqih yang adil
kecuali dalam urusan-urusan yang hasbiyah * saja ? Perlu diketahui bahwa wakil-wakil mereka
menyebarkan hal itu.
Jawab: Otoritas (Wilayah) faqih dalam memimpin masyarakat dan mengatur urusan-urusan
sosial di setiap zaman merupakan rukun mazhab Syiah Itsna Asyariyyah. Masalah ini
mempunyai akar dalam prinsip Imamah. Jika seseorang mempunyai dalil untuk tidak
meyakininya, maka dia madzur (beralasan), tetapi dia tidak boleh menyebarkan perpecahan
dan perselisihan.

*) Urusan-urusan Hasbiyah adalah urusan-urusan kifayah yang harus dijalankan dan


memerlukan izin hakim (penguasa) syari selain amar makruf nahi munkar (Al-Ishtilahat fi
Rasail Amaliyyah, hal.42).
Thaharah (Bersuci)
Macam-macam Air:
1. Air Mutlak
2. Air Mudhaf
3. Air Mutanajjis

Air mutlak adalah air yang suci dan menyucikan hadats dan khobats (kotoran manusia dan air
kencing) seperti air mengalir, sumber air, air sumur, air hujan, dan air yang diam (Ada dua
macam air diam yakni air yang banyak dan air yang sedikit. Air yang banyak adalah air yang
mencapai satu kurr *).
Air mudhaf adalah air yang suci tetapi tidak menyucikan hadats dan khobats (kotoran) seperti
air buah-buahan (air jeruk, air anggur, air delima dll.), atau air yang telah dicampur dengan zat
lain seperti air gula, air garam, air kopi, air bunga mawar dll.
Air mutanajjis adalah air mutlak yang bersentuhan dengan benda-benda najis seperti, kotoran,
kencing, darah dan lain-lain sehingga tidak suci dan menyucikan. Air mutlak yang sedikit ketika
bersentuhan dengan benda najis, maka berubah menjadi mutanajjis, sekalipun tidak berubah
salah satu sifatnya, yakni warna, bau dan rasanya. Sedangkan air mutlak yang banyak akan
berubah menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis dan berubah salah satu
sifatnya (baunya, rasanya, atau warnanya).
Demikian pula air mutlak lainnya (air yang mengalir, sumber air, air sumur dan air hujan) akan
menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis dan berubah salah satu sifatnya.
Air diam yang bersambung dengan air yang mengalir dihukumi sama dengan air yang mengalir
dalam arti air itu tidak menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis kecuali jika
berubah salah satu sifatnya.
Yang dimaksud dengan air hujan di atas adalah air yang tengah turun dari langit atau yang
terkumpul darinya di saat hujan turun.
Air musta'mal (air yang sudah terpakai) untuk wudhu' masih suci dan menyucikan demikian
pula yang musta'mal dari hadas besar (mandi wajib) suci dan menyucikan dari hadats dan
khobats. Air musta'mal untuk khobats disebut "ghasalah" dan hukumnya mutanajjis.

catatan:
1 kurr kira-kira 374 liter. Kalau menggunakan jengkal tangan [normal] kira-kira panjang tiga
setengah, lebar tiga setengah, dalam tiga setengan. [jengkal]
Takhalli, Istinja, dan Istibra
A. Takhalli (Buang Hajat)
1. Menutup aurat dari pandangan manusia baik laki-laki maupun wanita, dewasa maupun anak-
anak dan orang gila yang mumayyiz*. Diharamkan melihat aurat orang lain, sekalipun orang
gila dan anak kecil yang mumayyiz, kecuali anak kecil yang belum mumayyiz dan antara suami
istri. Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah : bagi wanita, aurat depan dan aurat belakang;
dan bagi laki-laki, selain dua aurat itu, juga kedua buah pelir. Tidak diperbolehkan melihat
aurat orang lain meskipun dari belakang cermin, kaca, dan air bening, kecuali dalam keadaan
darurat (terpaksa) seperti operasi.

2. Tidak menghadap atau membelakangi kiblat dengan dada atau perutnya.

B. Istinja' (Membersihkan aurat dari najis [khobats])


1. Zakar (tempat keluar air kencing) wajib dibasuh dengan air. Meskipun sekali saja dan tidak
cukup dengan selain air.

2. Tempat keluar air besar dapat disiram dengan air ataupun diusap dengan benda yang dapat
menghilangkan najis seperti batu, tanah keras dan lain-lain. Tetapi lebih afdhal disiram dengan
air dengan keduanya lebih sempurna. Untuk membersihkan tempat keluar air besar tidak
disyaratkan tiga kali siraman atau usapan. Yang penting, tempat itu bersih dan suci. Jika
disiram dengan air, maka harus hilang najis dan sisanya (yakni bagian-bagian kecil yang tidak
terlihat). Tetapi jika diusap, maka cukup dengan hilangnya najis.

C. Istibra' (Membersihkan sisa-sisa air kencing di dalam zakar)


Istibra'dilakukan dengan cara:
1. Mengusap dengan kuat antara lubang anus dan zakar sebanyak tiga kali;
2. Meletakkan telunjuk di bawah batang zakar dan ibu jari di atas batang zakar dan lalu
mengusapkannya dengan tekanan hingga ujung zakar sebanyak tiga kali;
3. Menekan ujung zakar [kepala zakar] tiga kali.

Jika setelah istibra' keluar cairan yang meragukan apakah air kencing atau bukan maka
dianggap suci dan tidak membatalkan wudhu tetapi jika tidak istibra', maka dihukumi najis dan
membatalkan wudhu'.

Catatan:
* Mumayyiz ialah batas kemampuan anak kecil mengetahui yang baik dan yang buruk.
Wudhu dan Tatacaranya
Wudhu' terdiri dari :
1. Tiga basuhan yakni wajah, tangan kanan, dan tangan kiri.
2. Tiga usapan yakni kepala bagian depan [sekitar kepala bagian atas], kaki kanan dan kaki
kiri.
Keterangan :
1. Basuhan wajah
Kadar yang wajib :
- Garis vertikal, dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke dagu.
- Garis horizontal, lebar wajah yang tercakup oleh ibu jari dan jari tengah.

2. Basuhan tangan
Tangan kanan dan tangan kiri, mulai dari siku hingga ujung kari. Selesai membasuh tangan kiri
tidak boleh menyentuh air lagi (mengambil air baru).

3. Mengusap kepala
Dengan sisa air yang berada di tangan kita mengusap kepala bagian depan, kulit atau
rambutnya.

4. Mengusap kaki
Mulai dari ujung jari kaki sampai kepada sesuatu yang menonjol pada bagian atas kaki
(tempatnya lurus dengan ibu jari kaki. Tapi yang afdhal pengusapan tadi dilanjutkan hingga
pergelangan kaki. [Dari sisi lebar cukup selebar satu jari, meskipun lebih baik seluruh bagian
kaki terusap.

PERLU PERHATIAN!
1. Basuhan
a. Ketika membasuh, basuhan harus dari atas ke bawah dan tidak boleh dikembalikan
[maksudnya, bolak-balik].
b. Dalam membasuh, basuhan pertama wajib, basuhan kedua sunnah, dan basuhan ketiga
haram.
c. Dalam membasuh harus dilebihkan dari kadar yang wajib agar kita yakin bahwa kadar wajib
benar-benar sudah terbasuh.

2. Usapan
a. Anggota yang diusap harus kering. Tolok ukur kering adalah apabila kita sentuh bagian
tersebut tidak basah yang akan berpindah ke tangan kita.
b. Untuk mengusap kepala dan kaki diperbolehkan mengambil sisa air yang berada di anggota
wudhu' kita. Hal tersebut jika sisa air yang berada di telapak tangan kita sudah kering [Apabila
kita belum mengusap kepala dan kaki namun seluruh anggota wudhu' yang lain sudah kering,
maka kita harus mengulangi lagi wudhu' dari permulaan].

Syarat-Syarat Sahnya Wudhu':


1. Air yang dipergunakan untuk berwudhu' harus suci dan mutlak (tidak mudhaf) [Lihat buletin
Al-Jawad nomor 7 yang membahas masalah air].
2. Air tersebut harus mubah (halal)
3. Tempat air harus mubah
4. Tempat air tidak terbuat dari emas dan perak
5. Anggota wudhu' wajib suci
6. Ada kesempatan untuk berwudhu' dengan cukupnya waktu
7. Berwudhu' harus dengan niat qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah
8. Pelaksanan wudhu' harus tertib atau berurutan dan berkesinambungan (tidak terputus)
9. Dilakukan sendiri jika mampu
10. Penggunaan air tidak membahayakan
11. Tidak ada penghalang yang bisa menghalangi sampainya air kepada anggota wudhu'
12. Ruang yang diperlukan untuk berwudhu' harus mubah.
Perkara-perkara yang Membatalkan Wudhu
1. Keluarnya air kencing dan sesuatu yang dihukumi air kencing seperti cairan (yang belum
jelas) setelah kencing dan sebelum istibra' (tentang istibra' lihat buletin Al-Jawad nomor 7).
2. Keluarnya tinja, baik dari tempatnya yang tabi'i atau yang lain, banyak ataupun sedikit.
3. Keluarnya angin dari dubur, baik bersuara maupun tidak.
4. Tidur yang mengalahkan indera pendengar dan indera penglihat (hilang kesadaran).
5. Segala sesuatu yang menghilangkan kesadaran seperti gila, pingsan, mabuk, dan lain-
lainnya.
6. Istihadhah kecil dan sedang (bagi wanita).

Catatan :
Seseorang yang mengidap penyakit beser (maslun) dan sering kentut (mabthun) maka :
1. Jika dia mempunyai waktu yang cukup untuk bersuci dan shalat, maka wajib menanti waktu
tersebut dan mendirikan shalat pada waktu tersebut.
2. Jika dia tidak mempunyai waktu untuk bersuci dan shalat, dan setiap shalat keluar hadats,
sekali atau dua kali atau tiga kali tetapi dia dapat wudhu' dan melanjutkan shalat, maka setiap
kali hadats hendaknya dia segera berwudhu' dan melanjutkan shalatnya.
3. Jika dia tidak dapat melakukan (seperti yang kedua), karena terus menerus kencing dan
kentut, maka hendaknya berwudhu' setiap akan shalat.
4. Orang yang beser wajib menjaga kencingnya agar tidak menyebar dengan mengenakan
kantong yang mengandung busa/kapas.
5. Orang yang mengidap beser dan sering kentut tidak wajib meng-qodlo shalat yang
dilakukannya setelah sembuh. Kecuali kalau dia sembuh sementara waktu shalat masih ada,
maka dia wajib mengulanginya.
Wudhu Jabirah*
1. Anggota wudhu yang dibasuh (muka dan tangan)
a. Jabirah yang menutupi muka atau tangan jika dapat dilepaskan, maka hendaknya
dilepaskan; dan
b. Jika tidak dapat dilepaskan, dan dapat menyentuhkan air ke bagian bawah jabirah, maka
menyentuhkan air ke bagian bawah jabirah, harus dilakukan, kalau tidak dapat menyentuhkan
air, maka cukup mengusap di atas jabirah saja.

2. Anggota wudhu yang diusap (kepala dan kaki)


a. Jika jabirah itu dapat dilepaskan, maka wajib dilepaskan dan mengusap kepala atau kaki
dengan air.
b. Jika tidak dapat dilepaskan, maka cukup dengan mengusapkan [air] di atas jabirah.

3. Balutan yang menutup kulit yang sehat yang berada di sekitar luka. Jika tertutupi dengan
jabirah, dihukumi sama dengan yang terluka. Tetapi jika jabirah itu menutupi kulit sehat yang
bukan berada di sekitar luka, maka wajib dilepaskan dan lalu membasuh atau mengusapnya.
Dan jika tidak bisa dilepaskan, maka ihtiyath (hati-hati) berwudhu juga bertayammum.

4. Jika jabirah itu najis, maka hendaknya meletakkan kain di atasnya dan lalu mengusapnya.

5. Luka yang terbuka yang tidak bisa dibasuh cukup dengan membasuh di sekitarnya, tetapi
lebih hati-hati di samping itu, juga meletakkan kain di atasnya, lalu mengusapnya.
Mandi Junub (1)
Sebab-sebab Mandi Junub
1. Keluarnya mani dan cairan yang dihukumi mani, seperti cairan yang meragukan sebelum
istibra'. Ciri-ciri mani adalah cairannya keluar memuncrat dengan syahwat dan setelah itu
badan menjadi lemas, kecuali bagi orang yang sakit dan wanita cukup dengan adanya syahwat
atau orgasme.
2. Jima' (bersebadan), sekalipun tidak ejakulasi. Jima' terjadi dengan masuknya bagian atas
zakar (hasyafah) ke dalam vagina atau anus.

Hukum-hukum Junub

Perkara-perkara yang kesahannya tergantung pada mandi junub :


1. Shalat dengan semua macamnya kecuali shalat jenazah
2. Thawaf
3. Puasa Ramadhan dan puasa qadha Ramadhan artinya seorang yang dengan sengaja
menunda mandi sampai waktu subuh, maka puasanya batal.
Perkara-perkara yang diharamkan bagi orang yang junub :
1. Menyentuh tulisan Alquran, nama Allah, Sifat-sifat dan Asma-Nya, juga nama para nabi dan
para imam.
2. Masuk ke dalam Masjid Al-Haram ( di Mekah dan Madinah)
3. Menetap di dalam masjid
4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid sekalipun dari luar atau sambil lewat.
5. Membaca surat-surat 'azhimah yakni surat Al-'Alaq, An-Najm, As-Sajdah, dan Fushilat.
Perkara-perkara yang dimakruhkan bagi yang junub :
1. Makan
2. Minum
3. Membaca lebih dari tujuh ayat selain dari surat-surat 'azhimah
4. Menyentuh kulit dan kertas Alquran
5. Tidur
6. Memakai daun pacar
7. Berjima'
8. Membawa mushhaf.
Mandi Junub (2)
Cara-cara Mandi Junub
1. Niat. Dalam niat harus ikhlas
2. Membasuh permukaan kulit.
- Jika ada penghalang sampainya air ke kulit maka wajib dihilangkan dan jika seseorang
mempunyai rambut atau bulu yang tebal, maka wajib memasukkan jari-jarinya ke tengah
rambut /bulu sehingga air sampai ke kulit.
- Tidak diharuskan membasuh bagian dalam mata, hidung, telinga dan lainnya.
3. Tertib bagi yang mandi tartibi (yakni membasuh seluruh kepala, termasuk leher. Kemudian
membasuh/menyiram badan sebelah kanan termasuk leher dan membasuh/menyiram badan
sebelah kiri termasuk leher juga.
- Kemaluan dan pusar masuk kepada dua bagian badan (kanan dan kiri)
- Setelah tertib dilakukan sebaiknya membasuh/menyiram seluruh tubuh sekaligus.
Syarat-syarat Mandi Junub
1. Air yang mutlak (suci dan menyucikan)
2. Air yang mubah (bukan air milik orang lain atau tanpa seizin pemiliknya)
3. Mandi sendiri (tidak dimandikan orang lain) kecuali bagi yang tidak mampu.
4. Tidak ada yang menghalangi penggunaan air, seperti sakit.
5. Tempat air yang suci.
- Setelah mandi wajib tidak diwajibkan wudhu untuk shalat
- Jika di tengah mandi wajib, keluar angin, sah mandinya, tetapi wajib wudhu untuk shalat.
- Jika seorang yang junub shalat lalu ragu-ragu apakah sebelum shalat, mandi atau tidak, maka
shalatnya dianggap sah. Tetapi untuk shalat berikutnya harus mandi lagi.
- Jika banyak penyebab mandi baik mandi wajib ataupun sunnah, maka cukup mandi sekali saja
untuk seluruhnya.
Tujuan-tujuan Mandi
Pertama, untuk sahnya perbuatan seperti shalat dan bagian-bagiannya yang tertinggal karena
lupa (kecuali shalat jenazah), thawaf, dan puasa di bulan Ramadhan dan puasa Qadha.

Kedua, untuk diperbolehkannya atau tidak diharamkannya melakukan sebuah perbuatan seperti
menyentuh nama (isim) Allah dan sifat-sifat-Nya yang tertentu, menyentuh nama para Nabi as.
dan para Imam as., masuk ke dalam Mesjid Haram (di Mekah dan Madinah), menetap di
mesjid-mesjid, meletakkan sesuatu di dalam mesjid, dan membaca surat-surat 'Azhimah (yaitu
surat yang mengandung ayat sajdah seperti surat An-Najm, Fushshilat, As-Sajdah dan
Al-'Alaq).

Catatan-catatan :
1. Jika ragu-ragu tentang bagian dari anggota-anggota mandi setelah melakukannya, seperti
jika seseorang ragu-ragu tentang kesahan badan sebelah kanan setelah ia membasuhnya,
maka anggaplah sah.
2. Jika seseorang berhadas kecil (seperti kentut, kencing, buang air) di tengah-tengah mandi,
maka teruskanlah mandinya dan setelah mandi hendaknya wudhu.
3. Jika seorang yang sedang junub melaksanakan shalat, kemudian ragu-ragu apakah dia
sudah mandi atau belum, maka anggaplah shalatnya sah dan hendaknya mandi untuk
melakukan shalat-shalat berikutnya. Tetapi jika keraguan itu muncul di tengah-tengah shalat,
maka shalatnya batal dan wajib baginya mengulangi shalat setelah mandi.
4. Segala jenis mandi tidak bisa menggantikan wudhu kecuali mandi junub.
5. Seorang yang pada badannya terdapat jabirah (luka yang dibalut / diperban) kemudian dia
berhadas besar (seperti junub), maka hendaknya dia mengusapkan air ke atas jabirah itu dan
membasuh anggota badan yang sehat dan hendaknya mandi secara tartibi, bukan irtimasy
(lihat buletin Al-Jawad No.12 Tahun I).
Hukum-hukum Tentang Mayat (1)
Seorang yang telah tampak padanya tanda-tanda mati (sekarat) diwajibkan menunaikan hak-
hak Allah seperti shalat, puasa, dan lain-lain serta hak-hak manusia seperti melunaskan utang
dan mengembalikan amanat kepada para pemiliknya. Jika dia tidak dapat menjalankan
kewajiban-kewajiban itu, maka dia wajib memberikan wasiat.

Hukum Mayat :
1. Di saat sakratul maut
Di saat seorang sedang sakratul maut diwajibkan dipalingkan ke arah kiblat, dengan cara
terlentang di atas punggungnya yang jika dia duduk maka posisinya menghadap kiblat.
Memalingkan mayat ke arah kiblat hukumnya fardhu kifayah.

2. Memandikan mayat
- Memandikan mayat hukumnya fardhu kifayah (mayat anak-anak atau dewasa) kecuali :
a. Bayi keguguran yang belum berusia empat bulan. Bayi ini tidak wajib dimandikan tetapi
cukup dibalut dengan kain lalu dikuburkan. Adapun jika sudah berusia empat bulan maka
mayat bayi dimandikan, dikafani, dan dikuburkan. b. Seorang syahid yang dibunuh demi
membela Islam, tidak wajib dimandikan dan tidak wajib dikafani. Dia cukup dikuburkan dengan
bajunya. Gugurnya kewajiban mandi dan kafan bila seorang syahid mati di tengah
berkecamuknya perang.

Syarat-syarat Orang yang Memandikan


1. Baligh
2. Berakal
3. Beriman
4. Sesama jenis kelamin antara yang memandikan dengan yang dimandikan kecuali :
a. Anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
b. Suami isteri. Masing-masing boleh memandikan yang lain.
c. Mahram. Jika tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan mayat, maka saudara
mahramnya
boleh memandikannya.
Hukum-hukum Tentang Mayat (2)
Cara Memandikan Mayat
1. Menghilangkan benda-benda najis dari badan mayat.
2. Dimandikan tiga kali : pertama, dimadikan dengan air yang dicampuri daun bidara (sidr),
kemudian dimandikan dengan air yang dicampuri kapur barus dan terakhir dimandikan dengan
air murni.

Adapun cara memandikannya dengan tiga macam air tersebut sama dengan cara mandi junub,
yaitu terlebih dahulu membasuh kepala dan lehernya, kemudian membasuh badan sebelah
kanan (yakni badan bagian kanan dari pusar ke samping kanan dan dari leher sampai ke kaki)
dan membasuh badan sebelah kiri.

Beberapa Masalah Yang Berkaitan Dengan Memandikan Mayat.

1. Jika kesulitan (berhalangan) mendapatkan daun bidara atau kapur barus atau keduanya,
maka ada beberapa gambaran. Pertama, [bila] yang tidak ada adalah daun bidara, maka
dimandikan dengan air murni sebagai ganti air yang dicampuri daun bidara, kemudian
dimandikan dengan air yang dicampuri kapur barus dan dimandikan dengan air murni. Kedua,
[bila] yang tidak ada adalah kapur barus, maka dimandikan dengan air yang dicampuri daun
bidara, kemudian dengan air murni sebagai ganti air yang dicampuri dengan kapur barus dan
dimandikan dengan air murni. Ketiga, [bila] yang tidak ada adalah keduanya ( daun bidara dan
kapur barus), maka dimandikan tiga kali dengan air murni semuanya.

2. Jika tidak ada air untuk memandikan mayat, maka ditayammumi sebanyak tiga kali sebagai
ganti ketiga mandi tersebut. Mayat yang terluka atau terbakar boleh ditayammumi jika
memandikannya akan menyebabkan kulitnya terkelupas.

3. Jika tidak terdapat air yang cukup kecuali untuk satu kali mandi saja, maka jika yang ada
adalah daun bidara, maka dimandikan dengan air yang dicampuri daun bidara, kemudian
ditayammumi dua kali sebagai ganti mandi dengan air campuran kapur barus dan mandi
dengan air murni. Dan jika daun bidara tidak ada, maka dimandikan dengan air murni sebagai
ganti air yang dicampur dengan daun bidara, dan kemudian ditayammumi dua kali sebagai
ganti air campuran kapur barus dan air murni.

4. Jika tidak terdapat air yang cukup kecuali untuk dua kali mandi saja, maka ada beberapa
gambaran.

Pertama, jika yang ada adalah daun bidara saja, maka dimandikan dengan air daun bidara
kemudian dengan air murni sebagai ganti air campuran kapur barus kemudian ditayammumi
sebagai ganti air murni. Kedua, Jika yang ada adalah kapur barus saja, maka dimandikan
dengan air murni sebagai ganti air campuran daun bidara, kemudian dimandikan dengan air
kapur barus kemudian ditayammumi sebagai ganti mandi dengan air murni. Ketiga, Jika daun
bidara dan kapur barus ada, maka dimandikan dengan air yang dicampur daun bidara dan air
yang dicampur kapur barus kemudian ditayammumi sebagai ganti mandi dengan air murni.
Mengkafani Mayat
1. Cara Mengkafani Mayat : Mengkafani mayat hukumnya fardhu kifayah dan kafan harus terdiri
dari tiga helai kain ; mi'zar ( kain yang menutupi antara pusar dan lutut), qomish ( kain yang
menutupi antara dua bahu sampai betis ) dan izar ( kain yang menutupi seluruh badan ).
2. Syarat-syarat kain kafan : a. Kain yang mubah ( tidak boleh menggunakan kain milik orang
lain kecuali kalau diizinkan), b. Kain yang suci ( tidak boleh menggunakan kain yang terkena
najis atau terbuat dari barang najis, seperti kulit bangkai ), c. Kain kafan tidak terbuat dari
sutra, walaupun mayat itu wanita atau anak kecil, d. Kain kafan tidak terbuat kulit binatang
yang tidak boleh dimakan dagingnya.

Tahnith Mayat
Men-tahnith mayat hukumnya fardhu kifayah, baik mayat itu anak kecil atau besar. Tahnith
mayat dilakukan setelah memandikan.
Tahnith adalah mengusapkan kapur barus di tujuh anggota sujud ( dahi, perut kedua telapak
tangan, kedua lutut dan kedua ibu jari telapak kaki ).

Menshalati Mayat
Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah dan tidak boleh menshalati mayat kafir.
a. Cara Shalat Mayat adalah setelah niat bertakbir lima kali; setelah takbir pertama
mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah takbir kedua membaca shalawat. Setelah takbir
ketiga mendoakan kaum muslimin dan muslimat, dan mukminin dan mukminat. Setelah takbir
keempat mendoakan mayat dan kemudian takbir kelima sebagai penutup shalat.

b. Dalam pelaksanaan shalat mayat tidak ada azan, iqamat, ruku', sujud, tasyahhud dan salam.

Syarat-syarat Shalat Mayat.


1. Niat.
2. Menentukan mayat yang akan dishalati, misalnya shalat mayat ini.
3. Menghadap kiblat.
4. Shalat sambil berdiri
5. Meletakan mayat didepan orang yang shalat dengan posisi terlentang di atas punggungnya
dan kepala mayat terletak di sebelah kanan orang yang shalat.
6. Antara orang yang shalat dengan mayat tidak ada penghalang.
7. Jarak antara orang yang shalat dengan mayat tidak terlalu jauh.
8. Salah satu diantara keduanya tidak lebih tinggi posisinya atau lebih rendah.
9. Shalat dilakukan setelah memandikan, mengkafani dan men-tahnith.
Dalam pelaksanaan shalat mayat tidak disyaratkan suci dari hadas (berwudhu).

Menguburkan Mayat
Menguburkan mayat muslim hukumnya fardhu kifayah. Caranya adalah meletakan badannya di
dalam lubang kubur sambil menghadap kiblat dengan berbaring di atas samping kanan dan
kemudian menutupinya dengan tanah sehingga aman dari binatang buas dan baunya tidak
tercium oleh manusia.

Shalat Jenazah

Shalat jenaza hukumnya wajib kifayah bagi setiap muslim. Apabila telah ada seorang muslim
yang melakukan shalat jenazah untuknya, maka gugurlah kewajiban itu menshalatinya bagi
yang lain. Shalat jenazah harus dilakukan dengan niat qurbatan ilallah (mendekatkan diri pada
Allah).

Tata Cara Shalat Jenazah


Shalat jenazah terdiri dari lima takbir. Pelaksanaannya, setelah takbir pertama bacalah dua
kalimat syahadat. Setelah takbir kedua, bacalah shalawat kepada Rasulullah Saww. Setelah
takbir ketiga bacalah doa untuk kaum muslimin. Setelah takbir keempat, bacalah doa khusus
untuk jenazah, kemudian bacalah takbir kelima sebagai penutup shalat jenazah.

Secara ringkas, cara pelaksanaan shalat jenazah tersebut adalah:


Setelah niat dan menentukan (nama dan jenis kelamin) jenazah yang akan dishalatkannya,
maka lakukanlah serangkaian bacaan dan amalan berikut ini,

Takbir pertama,

(Allah Mahabesar),aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah.

Takbir kedua,

(Allah Mahabesar), ya Allah, curahkanlah rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad Saww. dan
keluarga Muhammad.

Takbir Ketiga,

MENGAPA KITA BERAGAMA ?


Ust. Husein Al-Kaff

"Dasar pertama agama (din) adalah mengenal-Nya."

Perkataan di atas sangat tepat dan pada tempatnya, mengingat banyak orang yang beragama, tetapi tidak
mengenal agamanya dengan baik. Padahal, mengenai agama seharusnya berada pada tahapan awal sebelum
mengamalkan ajarannya. Tetapi secara realita, keberagamaan sebagian besar dari mereka tidak sebagaimana
mestinya. Nah, dalam kesempatan ini kami akan memberikan penjelasan tentang mengapa kita beragama
dan bagaimana seharusnya kita beragama. Sehingga kita beragama atas dasar bashirah (pengetahuan,
pengertian, dan bukti).
Allah Taala berfirman : "Katakanlah (wahai Muhammad). Inilah jalan-Ku. Aku mengajak kepada Allah
dengan bashirah (hujjah yang nyata)" (QS Yusuf, 12 : 108).
Namun sebelum menjawab dua pertanyaan di atas, ada baiknya kami terlebih dulu membicarakan tentang
din itu sendiri.

Apa itu Din ?


Din berasal dari bahasa Arab dan dalam Alquran disebutkan sebanyak 92 kali. Menurut arti bahasa
(etimologi), din diartikan sebagai balasan dan ketaatan. Dalam arti balasan, Alquran menyebutkan kata din
dalam surat Al-Fatihah ayat 4, Maliki Yaumiddin (Dialah Pemilik (Raja) Hari Pembalasan)." Demikian pula
dalam sebuah hadis, din diartikan sebagai ketaatan. Rasulullah Saww bersabda : "Ad-diinu nashiihah (agama
adalah ketaatan)." Sedangkan menurut terminologi teologi, din diartikan sebagai : "sekumpulan keyakinan,
hukum, norma yang akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun
akhirat."
Berdasarkan hal di atas, din mencakup tiga dimensi : (1) keyakinan (akidah); (2) hukum (syariat); dan (3)
norma (akhlak). Ketiga dimensi tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga satu sama lain lain saling
berkaitan, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan menjalankan din,
kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat. Seseorang dikatakan
mutadayyin (ber-din dengan baik), jika dia dapat melengkapi dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut
secara proporsional, maka dia pasti berbahagia.
Dalam dimensi keyakinan atau akidah, seseorang harus meyakini dan mengimani beberapa perkara
dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan lagi. Keyakinan seperti itu
akan diperoleh seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan ini pada
intinya berkisar kepada Allah dan Hari Akhirat.
Adapun syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan. Mengamalkan syariat merupakan
representasi dari keyakinan. Sehingga sulit dipercaya jika seseorang mengaku beriman kepada Allah dan Hari
Akhirat, tetapi tidak mengindahkan syariat-Nya. Karena syariat merupakan kewajiban dan larangan yang
datang dari-Nya.
Sedangkan akhlak adalah tuntunan akal budi (aqal amali) yang mendorong seseorang untuk
mengindahkan norma-norma dan meninggalkan keburukan-keburukan. Seseorang belum bisa dikatakan
mutadayyin selagi tidak berakhlak, la diina liman la akhlaqa lahu. Demikian pula, keliru sekali jika seseorang
terlalu mementingkan akhlak daripada syariat.
Dari ketiga dimensi din tersebut, akidah menduduki posisi yang paling prinsip dan menentukan. Dalam
pengertian bahwa yang menentukan seseorang itu mutadayyin atau tidak adalah akidahnya. Dengan kata
lain, yang memisahkan seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (ateis) adalah akidahnya. Lebih
khusus lagi, bahwa akidahlah yang menjadikan orang itu disebut Muslim, Kristiani, Yahudi atau yang lainnya.

Mengapa Kita Beragama ?


Marilah kita kembali pada pertanyaan semula : "mengapa kita beragama ?"
Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya,
termasuk malaikat. Karena, manusia dicipta dari unsur yang berbeda, yaitu unsur hewani/materi dan unsur
ruhani/immateri. Memang dari unsur hewani manusia tidak lebih dari binatang, bahkan lebih lemah darinya.
Bukankah banyak di antara binatang yang lebih kuat secara fisik dari manusia ? Bukankah ada binatang yang
memiliki ketajaman mata yang melebihi mata manusia ? Bukankah ada pula binatang yang penciumannya
lebih peka dan lebih tajam dari penciuman manusia ? Dan sejumlah kelebihan-kelebihan lainnya yang dimiliki
selain manusia.
Sehubungan ini Allah Swt berfirman : "Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah" (QS An-Nisa, 4 :
28); "Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah
dan tua." (QS Rum : 54). Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.
Karena itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan penampilan fisiknya, di samping itu
penampilan fisik adalah wahbi sifatnya (semata-mata penberian dari Allah, bukan hasil usahanya).
Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal, keduanya bukan materi). Dengan
akalnya, manusia yang lemah secara fisik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya.
Karena unsur inilah Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (lihat surat
Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat Alquran ditegaskan : "Sungguh telah Kami muliakan anak-anak,
Kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta Kami anugerahi mereka rezeki. Dan
sungguh Kami utamakan mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya." (QS Al-Isra, 17 : 70).
Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bilquwwah) yang perlu difaktualkan (bilfili) dan
ditampakkan. Oleh karena itu, jika sebagian manusia lebih utama dari sebagian lainnya, maka hal itu semata-
mata karena hasil usahanya sendirinya. Karenanya, dia berhak bangga atas yang lainnya. Sebagian
mereka ada pula yang tidak berusaha memfaktualkan dan menampakkan potensinya itu, atau
memfaktualkannya hanya untuk memuaskan tuntutan hewaninya, maka orang itu sama dengan binatang,
bahkan lebih hina dari binatang (QS Al-Araf, 7 : 170; Al-Furqan : 42).
Termasuk ke dalam unsur ruhan adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar
manusia untuk maju dan sempurna. Din adalah bagian dari fitrah manusia.
Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Muthahhari menyebutkan adanya lima macam fitrah
(kecenderungan) dalam diri manusia yaitu mencari kebenaran (hakikat), condong kepada kebaikan, condong
kepada keindahan, berkarya (berkreasi), dan cinta (isyq) atau menyembah (beragama). Sedangkan menurut
Syeikh Jafar Subhani, terdapat empat macam kecenderungan pada manusia, dengan tanpa memasukkan
kecenderungan berkarya seperti pendapat Syahid Muthahhari (kitab Al-Ilahiyyat, juz 1).
Kecenderungan beragama merupakan bagian dari fitrah manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dalam
bentuk cenderung beragama , dalam arti manusia mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta
ingin menyembah Pemilik kesempurnaan tersebut. Syeik Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Maarif al-Quran juz
1 hal. 37, menyebutkan adanya dua ciri fitrah, bik fitrah beragama maupun lainnya, yang terdapat pada
manusia, yaitu pertama kecenderungan-kecenderungan (fitrah) tersebut diperoleh tanpa usaha atau ada
dengan sendirinya, dan kedua fitrah tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada setiap
orang berbeda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Dengan demikian, manusia tidak harus dipaksa
beragama, namun cukup kembali pada dirinya untuk menyebut suara dan panggilan hatinya, bahwa ada
Sesuatu yang menciptakan dirinya dan alam sekitarnya.
Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atua apa
yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat
menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahwa beragama
merupakan fitrah manusia. Allah Taala berfirman, "Maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus,
sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan." (QS. Rum: 30).

Sekilas Teori-teori Kemunculan Agama


Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemunculan agama, antara lain:
1. Agama muncul karena kebodohan manusia
Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. August Comtepeletak
dasar aliran positivismemenyebutkan, bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan
manusia tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanyaperiode primitifkarena manusia
tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.
Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada batas segala sesuatu terkuat
dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-
tengah mereka.
Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia dari agama bahkan
akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka makin kuat agamanya. Padahal, betapa banyak
orang pandai yang beragama, seperti Albert Einstein, Charles Darwin, Hegel dan lainnya. Demikian
sebaliknya, alangkah banyak orang bodoh yang tidak beragama.

2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut)


Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut terhadap Tuhan dan akhir
kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori
oleh Bertnart Russel. Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Memang takut kepada
Tuhan dan hari akhirat, merupakan ciri orang yang beragama. Tetapi agama muncul bukan karena faktor ini,
sebab seseorang merasa takut kepada Tuhan setelah ia meyakini adanya Tuhan. Jadi,takut merupakan akibat
dari meyakini adanya Tuhan (baca: beragama).

3. Agama adalah produk penguasa


Karl Marxbapak aliran komunis-sosialismengatakan, bahwa agama merupakan produk para penguasa
yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima
keberadaan sosial-ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin agama,
seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.
Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang tidak mengenal perbedaan
kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi (perbedaan antara) penguasa dan rakyat yang tertindas
dan tidak ada lagi (perbedaan antara) si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan hilang.
Kenyataannya, teori di atas gagal. Terbukti bahwa negara komunis-sosialis sebesar Uni Soviet pun tidak
berhasil menghapus agama dari para pemeluknya, sekalipun dengan cara kekerasan.

4. Agama adalah produk orang-orang lemah


Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini mengatakan, bahwa agama hanyalah
suatu perisai yang diciptakan oleh orang-orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-
norma kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya sengaja disebarkan
oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat, sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh
kekuatan dan kekuasaannya. Teori ini diperoleh Nietzche, seorang filsuf Jerman.

Teori di atas terbantahkan jika kita lihat kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit dari pembawa agama
adalah para penguasa dan orang kuatmisalnya Nabi Daud dan Nabi Sulaimankeduanya adalah raja yang
kuat.
Sebenarnya, mereka ingin menghapus agama dan menggantikannya dengan sesuatu yang mereka anggap
lebih sempurna (seperti, ilmu pengetahuan menurut August Comte, kekuasaan dan kekuatan menurut
Nietszche, komunis-sosialisme menurut Karl Marx dan lainnya). Padahal mencintai dan menyembah
kesempurnaan adalah fitrah.
Perbedaan kaum agamawan dengan mereka, adalah bahwa kaum agamawan mendapatkan kesempurnaan
yang mutlak hanya pada Tuhan. Jadi, sebenarnya mereka (kaum Atheis) beragama dengan pikiran mereka
sendiri. Atau dengan kata lain, mereka mempertuhankan diri mereka sendiri.
Daftar Rujukan:
1. Al-Quran al-Karim
2. Nahj al-Balaghah, karya Ibn Abil Hadid
3. Tafsir Namuneh (bhs. Parsi), karya Ayatullah Makarim Syirazi.
4. Al-Ilahiyyat, Ayatullah Jafar Subhani.
5. Maarif al-Quran, Ayatullah Muhammad Taqi Misbah.
6. Al-Manhaj al-Jadid fi Talimi al-Falsafah , karya Muhammad Taqi Misbah
7. Fitrah (bahasa Parsi), karya Ayatullah Syahid Murthahhari.
8. Manusia Seutuhnya, Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis , diterjemahkan oleh Abdillah Hamid
Baabud dari kitab aslinya Insone Komil, karya Syahid Murthahhari.

Pesan Haji
Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei
Dzulhijjah 1420 H/Maret 2000 M
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:127)

Saudara dan saudari umat Islam sekalian, para jemaah haji umat Islam, assalamualaikum
wr.wb.

Suatu hari dimana Sang Penyeru Besar Tauhid (Ibrahim AS) bersama puteranya, Ismail AS
mendirikan fondasi-fondasi Kaabah di tengah-tengah lembah dan gunung-gunung terpencil dan
gersang, sejauh apapun kecerdasan akal manusia tidak akan pernah menduga bahwa kelak
Kaabah akan menjadi sentral kehangatan iman dan harapan serta kiblat untuk jiwa dan raga.
Kaabah sekarang adalah pusat spiritual Dunia Islam dan merupakan arena pertemuan terbesar
umat Islam setiap tahun. Ia merupakan sumber yang memancarkan kecintaan dan harapan, ia
merupakan samudera pekikan keagungan dan kepercayaan serta merupakan tempat
bertemunya aliran-aliran besar suku dan bangsa. Ketulusan para pendirinya serta keridhaan
Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui telah menjadikan benih ini sebagai pohon
yang sedemikian rimbun dan penuh ranting.

Apakah umat Islam memanfaatkan sumber ini dengan sepatutnya? Jawaban untuk pertanyaan
ini menyakitkan dan mengerikan. Dewasa ini Dunia Islam mengalami berbagai penderitaan
yang kronis. Penderitaan-penderitaan ini yang paling krusial boleh jadi ada sepuluh jenis:
Pertikaian politik dan mazhab, dekadensi akar-akar moral dan iman, keterbelakangan ilmu
pengetahuan dan industri, ketergantungan politik dan ekonomi, royal dan keglamoran serta
kesombongan di depan kemiskinan, kelaparan dan kepapaan, lemahnya rasa percaya diri dan
rendahnya optimisme terhadap masa depan, pengesampingan dan penceraian agama dari
politik dan kehidupan, hilangnya kreativitas untuk menciptakan konsep-konsep baru dimana
AlQuran merupakan sumbernya yang abadi, kepasrahan di depan serangan kebudayaan yang
dipaksakan oleh Barat, dan terakhir diterinjaknya kehormatan bangsa-bangsa muslim lantaran
sebagian pemimpin politik mudah terserang kehinaan dan perbuatan rakus.

Semua penyakit yang sebagian ditimbulkan oleh sebagian yang lain ini sepanjang zaman
terwujud dalam pengkhianatan, tidak adanya kemauan, kebodohan dan penindasan oleh unsur-
unsur internal atau yang tercipta karena aksi permusuhan, kebiadaban dan kezaliman para
musuh. Ini semua merupakan pukulan terbesar yang menimpa umat Islam. Ketidakberdayaan
umat Islam adalah akibat dari penyakit-penyakit ini. Satu-satunya jalan keberuntungan dan
kesuksesan ialah pembebasan dari penyakit-penyakit ini.

Dewasa ini, kekayaan alam Dunia Islam dirampas, warisan budaya dan pemikirannya yang
bernilai sebagian besar tersembunyi dibalik hijab yang terbuat dari kemasan propaganda para
pelaku serangan kebudayaan, potensi dan akal para pemudanya disandera, kekuatan mereka
dalam konfrontasi militer dan politik musnah, ketidakpedulian moral dan akidah ibarat air
kubangan yang menyusup ke dalam lingkungan hidup, pendidikan dan olah raga para pemuda
Dunia Islam, kekayaan minyaknya hari demi hari semakin menambah kekayaan perusahaan-
perusahaan asing dan para pemungut pajak asing, kekayaan ini bukannya kembali kepada para
pemiliknya tetapi malah semakin mengenyangkan musuh-musuh mereka. Di jantung Dunia
Islam dan di seluruh pelosoknya di Asia, Afrika dan Eropa- cambuk kezaliman dan amarah
kaum kafir mendera umat Islam. Palestina dan Lebanon dibakar oleh api kekejaman kaum
Zionis,. Semua penderitaan ini tidak membangkitkan para politisi, pemuka agama dan
intelektual umat Islam untuk mencarikan solusinya.

Padahal, di semua tempat terdapat berbagai modal yang berharga untuk menegakkan sebuah
kondisi baru yang membawa keselamatan, serta terlihat jelas instrumen dan sebuah motivasi
yang memadai untuk terciptanya perubahan segenap negara-negara Islam. Sekarang ini,
sedikit sekali negara Islam yang terlihat jelas kaum mudanya memiliki sensibilitas dan motivasi
Islami, mayoritas penduduknya memiliki komitmen iman yang mendalam, merasa prihatin atas
situasi yang ada dan optimis kepada masa depan Islam.

Masalah yang mencegah aktifnya potensi-potensi ini pertama-tama ialah bahwa kekuatan
politik di dalam negara-negara itu tidak mengarah kepada aspirasi dan tuntutan-tuntutan
tersebut. Dan dalam banyak kasus, berbagai pemerintahan memang tidak bisa sinkrun dan
bekerjasama dengan aspirasi-aspirasi besar dan Islami rakyat tersebut karena mengalami
kelemahan, atau ketergantungan, atau penindasan terhadap rakyat. Dari sisi lain kebesaran
Dunia Islam serta kekuatan pengaruhnya atas peristiwa-peristiwa dunia tidaklah tampak di
mata mereka. Akibatnya, setiap bangsa (muslim) merasa sendirian di depan tekanan kekuatan-
kekuatan anti Islam dan arogan sehingga tidak mungkin mereka bisa menghadapi serangan
politik, propaganda dan terkadang serangan militer.

Dari satu sisi lagi, pengalaman operasional dan nyata pemerintahan Islam pada zaman
sekarang ini, yaitu Republik Islam Iran tertutup oleh debu tebal propaganda yang diwarnai
sikap permusuhan. Ratusan media audio, visual dan penulisan serta ribuan otak dan pena-pena
bayaran setiap hari sibuk bekerja untuk menjatuhkan fakta-fakta Republik Islam Iran,
membesar-besarkan kelemahan dan kegagalannya serta mengingkari berbagai kesuksesan dan
kemajuannya.

Jika umat Islam memahami nilai ibadah haji dan memanfaatkan titik dan pusat pertemuan
setiap tahun ini dengan benar maka bagian penting dari blokade rasa frustasi dan doktrinasi
kelemahan yang membelenggu berbagai bangsa ini akan hancur.

Musim haji bisa memperlihatkan keagungan, keaneka ragaman, serta kekuatan spiritual dan
insaniah Dunia Islam secara spektakuler setiap tahun di depan mata masyarakat dari segenap
negara-negara muslim sekaligus menjalin komunikasi, perkenalan dan pertukaran pendapat
antar tokoh pilihan setiap bangsa. Dalam haji, setiap bangsa bisa memperoleh berita-berita
faktual mengenai kondisi saudara-saudara mereka dan menyingkap tirai propaganda musuh-
musuh Islam. Dengan memanfaatkan spiritualitas Baitullah Al-Haram, mereka bisa
mempersiapkan sebuah gerakan yang terkoordinir dan tulus di atas jalan pengembalian
kekuasaan Islam, pencapaian kehormatan dan kemerdekaan serta usaha menciptakan
perubahan mendasar di negara-negara mereka.

Terciptanya kekuasaan Islam di negara-negara Islam ibarat kelahiran seorang bayi yang penuh
berkah, namun banyak diselimuti dengan penderitaan. Tahap berikutnya yang merupakan
tahap pemeliharaan dan usaha memenuhi kebutuhan materi dan spiritual serta menjaga
pertumbuhannya adalah jauh lebih berat dimana masa perjuangan untuk itu akan jauh lebih
panjang.

Di Iran yang Islami, bayi yang terlahir ini banyak mengalami aksi-aksi permusuhan baik secara
terbuka maupun terselubung. Tetapi, alhamdulillah, sekarang ia berada di era kemerdekaan,
stabilitas dan kejayaan. Walau demikian, badai-badai permusuhan yang datang dari sentra-
sentra kaum arogan dan anti Islam masih tetap menerjangnya dari pelbagai penjuru. Institusi
ini merupakan model pertama kalinya dalam dunia modern dan bisa menjadi contoh bagi
negara-negara lain serta mengancam sepenuhnya interes AS, Israel dan kepentingan negara-
negara rakus lainnya di Dunia Islam. Karena itu, ia menjadi sasaran amuk permusuhan dan
ketidaksabaran segenap pusat kekuatan yang haus dominasi di dunia. Aksi membangkitkan
gerakan kesukuan di dalam negeri adalah gerakan musuh yang pertama kalinya. Langkah-
langkah berikutnya ialah mengaktifkan benih-benih yang terdiri dari orang-orang bayaran rezim
lama, mempersiapkan kudeta militer, kemudian memotivasi sebuah negara tetangga supaya
melancarkan serangan ke perbatasan sepanjang 1.300 kilometer. Satu saja dari masing-masing
langkah ini sudah cukup untuk mencabut dan menghancurkan sebuah pemerintahan
nasionalistis. Tetapi Republik Islam Iran bukan sekedar pemerintahan nasionalistis, melainkan
juga merupakan bangunan yang terdiri dari seluruh komponen bangsa yang beriman dan
memiliki motivasi-motivasi keimanan yang mendalam. Perang yang dilancarkan tetangga
pengkhianat itu berlangsung delapan tahun, dan kendati upaya ambisius AS sudah membuat
kami menjadi sasaran prasangka buruk sebagian lain negara tetangga kami dan mereka gencar
membantu agresor, toh pada akhirnya pihak yang menyulut perang itu loyo, tak berdaya, kalah
dan mundur dari wilayah-wilayah perbatasan kami.

Selama 21 tahun usia Republik Islam, imperialisme pemberitaan kaum arogan gencar
menyebarkan provokasi anti kami. Mereka menaruh modal dalam berbagai bentuk untuk
memobilisasi opini publik dunia terhadap pemerintahan Islam. Politik luar negeri dan instansi
keamanan AS dengan bantuan besar para kapitalis Zionis berusaha sebisa mungkin untuk
menciptakan blokade ekonomi dan menghadang politik luar negeri Republik Islam Iran. Di
pelbagai penjuru dunia, puluhan kelompok teroris atau himpunan para politisi bayaran yang
menjual bangsa dan berkhianat, dengan uang, janji, dan dukungan musuh, masih sedang
melancarkan operasi-operasi makar. Ratusan syuhada yang namanya harum dan abadi korban
kejahatan-kejahatan hina orang-orang bayaran tersebut telah mewarnai sejarah revolusi kami
dengan keadaan yang senantiasa teraniaya.

Singkatnya, lebih dari 20 tahun front musuh kami, khususnya AS dan Zionisme, dengan segala
kekuatan, manejemen dan sepak terjangnya telah memerangi apa yang dilahirkan oleh
revolusi, yaitu pemerintahan Republik Islam. Walau demikian, selama lebih dari 20 tahun,
pemerintahan Republik Islam sedikitpun tidak pernah kehilangan detik pertumbuhan, kejayaan
dan kestabilannya, dan sekarang ia justru menjadi lebih kuat. Dengan kekuatan dan motivasi
itu, ia memulai seruan Islam, persatuan Islam, dan kehormatan Islam yang merupakan biang
kecemasan dan khawatiran musuh.

Sebelas tahun setelah wafatnya arsitek dan pendiri bangunan tersebut, Imam Khomaini yang
agung, Republik Islam tetap bergerak maju ke arah tujuan yang beliau gariskan dan berjalan
melalui jalur yang beliau perlihatkan. Stablitas dan kekuatan ini adalah kebanggaan pertama-
tama bagi esensi Islam serta ajaran-ajarannya yang membuka jalan kelapangan dan
kehormatan, dan yang kedua adalah bagi rakyat Iran yang telah menempuh jalan Islam dengan
penuh keimanan, berkorban dengan penuh keikhlasan serta menjaga hasil-hasilnya dengan
penuh kesabaran.

Seandainya tidak ada kelemahan dari diri kami para pejabat pemerintahan Republik Islam serta
tidak ada kekurangan dan kealpaan baik yang beralasan maupun tidak, tak syak lagi dewasa ini
berkat hukum-hukum dan ajaran Islam yang cemerlang Republik Islam sudah berhasil melewati
era problematika yang lebih besar serta lebih mendekati tujuan-tujuannya.

Seperti biasa, tipuan utama propaganda kaum arogan ialah menciptakan persepsi bahwa rakyat
Iran dan pemerintah Islamnya sudah berpaling dari tujuan-tujuan yang sudah digariskan.
Kebohongan yang murahan ini bertujuan menciptakan rasa frustasi para pengagum kedaulatan
Islam di pelbagai penjuru dunia serta melumpuhkan spirit para pemuda di dalam negeri kami.

Setelah pemilu ke 21 kami berlangsung dan menentukan para wakil dalam Majlis Syura Islam,
para pemuka kaum mustakbir itu menyatakan gembira atas adanya apa yang mereka sebut
dengan demokrasi. Sulit bagi mereka untuk mengakui adanya partisipasi rakyat sepanjang
tahun-tahun pasca revolusi sampai sekarang. Berat bagi mereka untuk menerima bahwa pemilu
dengan antusias dan sambutan luas seperti ini juga terjadi empat tahun silam guna membentuk
majlis parlemen periode sebelumnya serta pemilu tiga tahun silam untuk memilih presiden.
Mereka ingin menghibur kesia-siaannya dengan asumsi bahwa para pembangkang kedaulatan
Islam dan mereka yang berambisi memperbaharui dominasi kaum arogan terhadap Iran bisa
menemukan jalan masuk ke pusat-pusat kekuasaan.
Dengan bertawakkal dan percaya penuh kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Bijaksana,
dengan keimanan yang mendalam dan tak kenal goyah kepada hukum Islam yang cemerlang
dan sumber kebagiaan, dengan kesadaran penuh kepada bangsa (Iran) yang besar dimana
saya berasal dari tengah-tengah mereka dan telah menghabiskan segenap usia di tengah-
tengah mereka, dan dengan kecintaan penuh kepada mereka hingga akhir hayat, saya
tegaskan kepada kawan dan lawan bahwa bangsa ini tetap akan menempuh jalan Islam sampai
tujuan-tujuan besar mereka tercapai. Bangsa ini akan memperlihatkan kepada semua orang
bahwa kehormatan, pertumbuhan, dan kemajuan materi dan ruhani serta penggapaian
kemuliaan insani hanya bisa dilakukan dengan mempraktikkan Islam dan AlQuran secara
menyeluruh.

AS tidak bisa berharap mampu memasukkan kembali Iran ke dalam dominasinya, meredakan
gelora aspirasi dan tuntutan kedaulatan Islam di negara-negara Islam, menjatuhkan Palestina
ke dalam cengkaraman kaum Zionis yang rasis dan fasis tanpa ada gejolak, dan membius
gelombang kebencian yang kian hari semakin merebak kepadanya.

Jika perspektif ini umum di tengah pemerintah-pemerintah muslim, niscaya bendera keagungan
Islam akan berkibar di dunia sebagaimana mestinya, haji akan menjadi sentral solidaritas yang
hakiki dan sumber kekuatan Islam yang abadi, kekayaan mineral Dunia Islam akan
menguntungkan bangsa-bangsa muslim, dan kebudayaan Islam yang kaya dan pemberi
kalapangan hidup akan menjadi sarana yang melayani umat manusia.

Saya berdoa kepada Allah SWT agar hari itu sudah dekat. Saya memohon kepada para jemaah
haji yang mulia supaya berdoa demi kelapangan umat Islam dunia dan agar bangsa Iran yang
pejuang mendapat pertolongan Ilahi, dan saya menyerukan para jemaah haji Iran yang mulia
supaya berusaha dengan segenap upaya agar bisa memperoleh limpahan maknawiah, menjaga
keteguhan dan persatuan, berpartisipasi dalam jemaah-jemaah serta menimba perolehan
spiritual dan moral.

Wassalam

Sayid Ali Khamenei


___________________
* Diterjemahkan oleh Moh.Moesa (salah satu penyiar di IRIB [islamic republic
of iran broadcasting] Teheran.

Pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei pada Hari
Ghadir Khoum di Masyhad 18 Dzulhijjah 1420 H/25 Maret 2000 M
Berkenaan dengan hari raya Ghadir Khum yang didalam riwayat-riwayat kita disebut dengan
ied akbar, saya ucapkan selamat kepada segenap umat Syiah dunia, kepada bangsa Iran yang
mulia, kepada hadirin sekalian yang terhormat, dan kepada segenap orang mengakui tingginya
kedudukan makrifat-makrifat Ilahi yang murni.

Pada hari-hari pertama tahun ini, terdapat beberapa hari bahagia untuk masyarakat secara
umum yaitu hari raya Norouz yang sebelumnya adalah Idul Adha, dan sekarang ialah hari raya
Ghadir Khoum. Dalam suasana penuh vitalitas, suka cita dan di sisi makam suci Hazrat Abul
Hasan Imam Ali bin Musa Arridha A.S ini masalah pertama yang ingin saya kemukakan di depan
para hadirin saudara dan saudari sekalian ialah menyangkut masalah AlGhadir sendiri.

Al-Ghadir adalah masalah keislaman dan bukan masalah kesyiahan saja. Dalam sejarah Islam
disebutkan bahwa suatu hari Rasulullah mengutarakan suatu pernyataan dan beliau
aktualisasikan. Pernyataan dan aktualisasi ini memiliki pelajaran dan makna dari berbagai
aspeknya. Kita tidak bisa mengatakan bahwa AlGhadir dan hadits AlGhadir hanya digunakan
oleh kaum Syiah sedangkan umat Islam lainnya tidak memanfaatkan kandungan ucapan mulia
Rasul yang kaya muatan dan tidak dikhususkan untuk masa tertentu ini. Hanya saja, karena
dalam kasus Ghadir Khoum ini terdapat pengangkatan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib A.S,
maka umat Syiah lebih menaruh perhatian kepada hari dan hadits ini. Tetapi, kandungan hadits
AlGhadir tidak hanya menyangkut masalah pengangkatan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah, melainkan juga mengandung muatan-muatan lain yang bisa digunakan oleh
umat Islam lainnya.

Mengenai prinsip terjadinya peristiwa AlGhadir, sudah sepatutnya semua orang yang berminat
kepada masalah-masalah sejarah Islam mengetahui bahwa masalah Ghadir Khoum adalah satu
masalah yang diakui dan tidak diragukan kebenarannya. Bukan hanya orang Syiah yang
meriwayatkannya. Para ahli hadits Sunni maupun Syiah, baik pada periode terdahulu maupun
periode pertengahan dan setelahnya, telah meriwayatkan peristiwa yang terjadi dalam
perjalanan Haji Wada Rasul di Ghadir Khoum. Rombongan besar umat Islam yang turut
menunaikan haji bersama Rasul dalam perjalanan ini sebagian ada yang di depan. Rasul
mengirim para kurir kepada mereka yang ada di depan supaya kembali ke belakang dan
berhenti agar mereka yang berada di barisan belakang tiba di tempat.

Rapat akbar pun terjadi. Sebagian orang mengatakan jumlahnya 90 ribu, sebagian lagi
mengatakan 100 ribu, ada pula yang mengatakan 120 ribu. Di saat cuaca panas, masyarakat
Jazirah Arab yang sebagian besar adalah penghuni gurun sahara dan desa-desa yang terbiasa
dengan cuaca panas bahkan ada yang tidak tahan dengan panas cuaca saat itu. Mereka berdiri
di atas tanah yang panas menyala. Mereka meletakkan pakaian abaah di bawah kaki supaya
tahan panas. Hal ini juga disebutkan dalam riwayat-riwayat Ahlussunah.

Dalam situasi seperti ini, Rasululllah SAWW menampilkan Amirul Mukminin di depan mata
orang-orang kemudian berkata:

"Barang siapa menjadikan aku sebagai pemimpinya, maka Ali-lah pemimpinnya. Ya Allah
tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya."

Kata-kata ini tentunya juga beliau utarakan sebelum dan sesudahnya. Tetapi masalahnya yang
terpenting ialah bahwa di sini beliau mengutarakan secara resmi dan tegas masalah wilayat
(kepemimpinan), yakni masalah pemerintahan Islam serta menunjuk Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib sebagai figur pilihan. Seperti yang tentu pernah Anda dengar dan pernah pula saya
utarakan, saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunah juga meriwayatkannya dalam
puluhan kitab-kitab muktabar mereka, dan bukan dalam satu atau dua kitab saja. Riwayat-
riwayat ini sudah dihimpun oleh Almarhum AlAllamah AlAmini. Selain beliau, juga banyak para
penulis yang mencatatnya dalam jumlah kitab yang besar. Atas dasar ini, pertama-tama hari ini
adalah hari wilayat (kepemimpin), dan kedua adalah hari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.

Dalam kalimat yang diucapkan Rasul ini, apakah makna wilayat? Secara ringkas, maknanya
ialah bahwa Islam tidak terbatas hanya pada solat, puasa, zakat, dan amal-amal ibadah
individual. Islam juga memiliki sistem politik dan pemerintahan yang berlandaskan ketentuan-
ketentuan yang sudah dipertimbangkan. Dalam terminologi Islam, pemerintahan Islam ialah
wilayat. Dalam bentuk bagai0000000000manakah wilayat itu? Wilayat ialah suatu
pemerintahan di mana sosok yang berkuasa memiliki ikatan-ikatan cinta, batin, pemikiran dan
akidah dengan segenap lapisan masyarakat. Makna wilayat bukanlah pemerintahan yang
dipaksakan, pemerintahan yang disertai kudeta, pemerintahan yang penguasanya tidak
menerima akidah rakyatnya, tidak mementingkan pikiran-pikiran dan sensibilitas rakyatnya,
dan bahkan pemerintahan yang sudah umum ditengah masyarakat sebagaimana
pemerintahan-pemerintahan yang ada di dunia sekarang ini- dimana penguasanya menikmati
berbagai fasilitas khusus dan perl! akuan istimewa serta terdapat zona khusus untuknya guna
mendapatkan kenikmatan-kenikmatan duniawi.

Wilayat adalah pem0erintahan yang didalamnya terdapat ikatan-ikatan pemikiran, akidah, kasih
sayang, kemanusiaan, dan cinta antara penguasa dan rakyat. Pemerintahan dimana rakyat
bersambung dan bergabung dengan penguasa, menaruh simpati kepadanya, dan penguasanya
pun menganggap sumber seluruh sistem politik beserta tugas-tugasnya ini adalah dari Allah,
serta memandang dirinya sebagai hamba dan abdi Allah. Dalam wilayat tidak ada aroganisme.
Pemerintahan yang diperkenalkan oleh Islam lebih merakyat daripada demokrasi-demokrasi
yang popular di dunia. Pemerintahan ini memiliki ikatan dengan pikiran, perasaan, akidah dan
berbagai kebutuhan pemikiran rakyat. Pemerintahan adalah untuk melayani masyarakat.

Secara materi, pemerintahan tidak boleh dipandang sebagai santapan untuk diri penguasa
da00n komponen pemerintahan. Bermegah-megahan bukanlah wilayat. Bukanlah sosok
pemimpin orang yang berada di pucuk pemerintahan Islam kemudian mengincar materi demi
kekuasaan, demi dirinya, demi kedudukan yang sudah dan akan dicapainya. Dalam
pemerintahan Islam sosok wali amr yaitu orang yang diserahi urusan mengelola sistem politik
secara hukum sederajat dengan orang lain. Dia memang berhak untuk melaksanakan berbagai
pekerjaan besar untuk rakyat, negara, Islam dan umat Islam, namun dia sendiri juga berada di
bawah hukum.

Sejak hari pertama hingga sekarang, khususnya setelah berdirinya pemerintahan Republik
Islam, terdapat orang-orang yang menyelewengkan makna wilayat. Wilayat diperkenalkan
sebagai sesuatu yang bukan apa adanya. Mereka katakan makna wilayat ialah bahwa rakyat itu
terlarang dan memerlukan ketua dan pemimpin. Orang-orang yang punya nama secara tegas
menulis sedemikian ini di dalam buku-buku dan artikel-artikel mereka. Ini adalah dusta belaka
dan merupakan fitnah kepada Islam dan wilayat.

Dalam AlGhadir, masalah wilayat diutarakan Rasul sebagai satu masalah resmi, dan Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib ditunjuk sebagai substansinya. Tentu saja terdapat banyak rincian
dalam masalah ini, dan Andapun mengetahuinya. Dan kalau masih ada orang yang tidak
mengetahui rincian itu, khususnya para pemuda, maka hendaknya merujuk kepada berbagai
tulisan dan kitab argumentatif dan ilmiah. Dalam hal ini berbagai kitab sudah ditulis dan
bermanfaat.

Dalam permulaan tahun ini saya sudah mengemukakan seruan persatuan nasional dan
keamanan nasional. Mengenai dua seruan ini, saya berminat untuk menjelaskan dua materi
ringkas kepada hadirin yang mulia serta kepada segen00ap masyarakat Iran. Masalah Ghadir
Khoum bisa dijadikan sebagai sumber persatuan, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Almarhum Ayatullah Syahid Mutahari dalam artikelnya yang berjudul Ghadir Khoum dan
Persatuan Islam. Beliau menyebut kitab AlGhadir yang membicarakan berbagai persoalan
menyangkut peristiwa Ghadir Khoum sebagai salah satu poros persatuan Islam. Dan ini
memang benar.

Kelihatannya mungkin aneh, tetapi inimerupakan kenyataan. Masalah AlGhadir, selain aspek
dimana Syiah menerimanya sebagai keyakinam, yaitu penobatan Amirul Mukminin oleh Rasul
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits AlGhadir, juga mengemukakan masalah wilayat
yang merupakan masalah lintas Sunnah dan Syiah. Jika sekarang ini umat Islam dunia dan
bangsa-bang0sa di negara-negara Islam meneriakkan seruan wilayat Islami, niscaya sebagian
besar jalan keluar tidak akan hilang, berbagai kebuntuan umat Islam akan terbuka dan
berbagai dilematika dunia Islam akan segera teratasi.

Masalah pemerintahan, sistem, dam otoritas politik adalah salah satu masalah yang tersulit
untuk berbagai negara. Sebagian negara terbentur kepada despotisme dan diktatorial, kepada
pemerintahan yang korup, kepada pemerintahan yang rentan, dan kepada pemerintahan
boneka. Jika pemerintahan Islam sesuai maknanya yang hakiki, yakni wilayat, ditampilkan
sebagai satu syiar untuk umat Islam, maka kelemahan akan terobati, begitu pula masalah
ekonomi, masalah status sebagai negara boneka, dan masalah diktatorial.00 Atas dasar ini,
bendera wilayat adalah satu bendera Islami.

Kepada segenap saudara-saudara dari kalangan Syiah dan Sunni di negara kita ini untuk
sementara ini sengaja saya kemukakan batasan geografis-, saya menghimbau supaya masalah
AlGhadir ditinjau dengan kacamata ini, serta menaruh perhatian kepada bagian dari hadits dan
masalah AlGhadir ini. Saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunah hendaknya juga
merayakan hari raya AlGhadir, hari raya wilayat, sebagaimana kami. Hari ini adalah merupakan
asal kelahiran masalah wilayat, karena itu hari ini sangatlah penting, sebagaimana pentingnya
wilayat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang disepakati bersama oleh kita dan saudara-
saudara kita dari kalangan Sunni.

Baik pada masa pasca kemenangan revolusi maupun pada masa pra revolusi, saya selalu
meyakini bahwa Syiah dan Sunnah sudah seharusnya menyingkirkan pertikaian lamanya dalam
pergaulan mereka sehari-hari. Konfrontasi dan perdebatan harus disingkirkan lalu merekatkan
berbagai persamaa0n mereka. Ini sendiri juga merupakan salah satu dari berbagai kesamaan
itu. Sampai sekarang saya masih meyakini hal ini.

Dewasa ini, banyak sekali upaya untuk menciptakan ikhtilaf antara Syiah dan Sunnah. Namun
orang-orang yang berpikir dan pandai menganalisis tentunya mengetahui keuntungan dan
manfaat yang bisa diperoleh kaum mustakbirin dari upaya ini. Tujuan mereka ialah
menceraikan Iran dari himpunan negara-negara Islam. Revolusi Islam hanya terbatas pada
teritorial Iran. Mereka menciptakan kondisi supaya Iran mendapat tekanan dari negara-negara
Islam lainnya, serta mencegah bangsa-bangsa lain mengambil pelajaran dari bangsa Iran. Kita
harus benar-benar melawannya. Siapapun, baik dari lingkungan Sunnah maupun Syiah, yang
membantu terjalinnya solidaritas dan komunikasi yang baik dan bersahabat antara Syiah dan
Sunnah, maka ia telah melakukan pekerjaan yang menguntungkan revolusi, Islam dan cita-cita
umat Islam. Dan siapapun yang berusaha menciptakan perpecahan, maka ia telah bergerak
kepada arah yang berlawanan.

Saya mendapat informasi jelas bahwa sekarang sebagian negara Islam yang tidak ingin saya
sebutkan namanya menaruh dan menggunakan uang dari kotak-kotak dana yang berkaitan
dengan tujuan dan kehendak pihak-pihak asing, khususnya untuk menulis buku-buku yang
mendiskreditkan Syiah, akidah Syiah, dan sejarah Syiah yang kemudian dipublikasikan ke
Dunia Islam. Apakah mereka itu memang bersimpati kepada Ahlussunnah? Tidak. Mereka tidak
menghendaki Syiah, tidak pula Sunnah. Mereka tidak bersahabat dengan Syiah maupun
Sunnah. Namun, karena di Iran sekarang ini pemerintahan dan bendera Islam ada di tangan
kelompok Syiah dan karena mereka memandang segenap komitmen rakyat Iran tertumpu pada
Syiah, m0aka segala bentuk permusuhan mereka kepada revolusi tertumpu kepada revolusi
Islam. Mereka berusaha memberantas Syiah agar pemerintahan politik Islam dan bendera
kehormatan ini tidak menjalar ke tempat-tempat lain dan menarik simpati kaum muda di
negara-negara lain.! Jangan sampai ada orang yang membantu pengkhianatan para musuh ini.
Siapapun, baik di negara kita, di lembaga-lembaga Islam, di kalangan Syiah maupun diantara
saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunah di negara kita, jangan sampai ada yang
melakukan tindakan yang membantu ambisi kaum mustakbirin untuk menciptakan kebencian
dan permusuhan.

Dengan pernyataan ini, tentu saja kami tidak bermaksud mengatakan supaya orang Syiah
menjadi Sunni, atau orang Sunni menjadi Syiah, juga bukan supaya orang Syiah dan Sunni
tidak lagi melakukan kegiatan ilmiah sesuai dengan kemampuannya untuk memperkuat akidah
mereka. Kegiatan ilmiah kebetulan baik sekali. Sama sekali tidak ada masalah. Silahkan
mereka menulis buku-buku ilmiah dan dalam lingkungan ilmiah, bukan dalam lingkungan non-
ilmiah, apalagi dengan nada yang tercela dan keras. Dengan demikian, jika seseorang bisa
membuktikan logikanya, maka kita tidak boleh mencegah kegiatannya. Namun, jika seseorang
menghendaki perpecahan dengan kata-kata, tindakan dan berbagai macam cara, maka kita
menganggapnya sebagai melayani musuh. Orang-orang Sunni harus waspada, begitu pula
orang-orang Syiah. Persatuan nasional yang kami katakan tadi juga meliputi masalah ini.

Perlu ju0ga saya ungkapkan di sini bahwa dewasa ini terdapat orang-orang yang
memperlakukan persatuan nasional bukan sebagai semboyan-semboyan agamis, melainkan
mencemarinya dengan slogan-slogan politik belaka. Kami sudah menasehati mereka dan
sekarang pun kami juga menghimbau supaya persatuan bangsa yang besar dan bersatu ini
jangan sampai goyah. Memisahkan bangsa yang besar ini satu dengan yang lain adalah
tindakan melayani musuh bangsa ini. Jika bangsa yang besar dan matang ini memelihara
persatuan nasional di negeri ini, niscaya akan tercipta peluang untuk persatuan bangsa-bangsa
lain. Jika umat Islam yang berjumlah sekitar satu setengah milyar ini bersatu dalam berbagai
persoalan prinsipal mereka, maka bisa Anda lihat betapa besarnya kekuatan yang akan tercipta
di dunia ini. Namun, jika persatuan nasional ternyata retak, maka bicara soal persatuan Dunia
Islam adalah omongan yang fiktif dan mengundang tawa semua orang. Sebagian orang
menginginkan! supaya ini terjadi.

Bagaimanakah persatuan nasional bisa dipenuhi? Salah satu hal yang bisa menjamin persatuan
nasional ialah bahwa orang-orang yang kata-katanya punya pengaruh di tengah masyarakat,
atau para pejabat dan figur-figur agamawan dan rohaniwan hendaknya tidak memberikan
pernyataan yang mengotori perasaan sekelompok masyarakat kepada kelompok-kelompok lain.
Mereka jangan sampai membangkitkan fitnah. Membangkitkan fitnah dan membuat masyarakat
saling curiga adalah salah satu bahan program para musuh terhadap bangsa ini. Radio-radio
asing dan pusat-pusat pemberitaan ini mungkin bisa dikatakan bahwa separoh dari pernyataan-
pernyataan mereka sudah direkayasa supaya satu kelompok masyarakat tertentu berburuk
sangka kepada kelompok yang lain. Mereka duduk dan merancang pernyataan sedemikian rupa
agar punya pengaruh.

Orang-orang yang bekerja dengan lisan dan pena pertama-tama harus waspa0da agar apa
yang mereka nyatakan jangan sampai menciptakan prasangka buruk, jangan sampai
menjadikan masyarakat saling berburuk sangka dan pessimis kepada pemerintah, karena hal
ini juga merupakan satu bentuk tindakan membangkitkan fitnah dan perbuatan dosa lain.
Sebagian orang sangat berkepentingan dengan pembuatan isu, membikin-bikin berita,
mendistorsi berita, dan boleh jadi asal usul beritanya benar, namun berita ini dikemukakan
sedemikian rupa agar materinya yang tidak sesuai dengan kenyataan bisa ditanamkan pada
persepsi lawan bicaranya, agar hati rakyat, para pemuda, para pembaca dan pendengarnya
berburuk sangka kepada para pejabat pemerintah, dan supaya orang-orang mengalami keragu-
raguan.
Apa untungnya perbuatan ini? Perbuatan ini tidak mendatangkan hasil apapun kecu0ali
menghambat laju perkembangan bangsa dan negara, membuat pemerintah ragu-ragu dalam
bekerja, membuat rakyat frustasi kepada masa depan, dan merampas kekuatan optimisme
yang besar dari tangan rakyat. orang berusaha menciptakan prasangka buruk orang-orang lain
kepada pemerintahan secara keseluruhan atau kepada sebagian pejabat pemerintah. Padahal,
kalau memang ada pernyataan yang benar, maka pernyataan ini bisa menghasilkan pengaruh
yang jauh lebih baik jika disalurkan melalui jalur tertentu kepada pejabat atau kepada pejabat
yang ada di atasnya. Ketika suatu peristiwa terjadi, kasus teror terjadi, kejahatan terjadi di
suatu tempat, terdengarlah pernyataan yang sedemikian menyimpang, menimbulkan
kecurigaan, dan membangkitkan keheranan para pembaca pernyataan orang-orang yang sama
sekali tidak memiliki tanggungjawab. Coba lihat, betapa mereka yang memberitakan tentang
fakt! a-fakta yang ada itu ternyata sangat jauh atau memang sengaja menjauhi fakta. Ini
semua adalah masalah-masalah yang merusak persatuan nasional. Atas dasar ini, persatuan
nas0ional adalah salah satu aspirasi yang paling mendasar dari sebuah bangsa.

Sebuah bangsa akan maju jika bersatu dalam memasuki gelanggang ekonomi dan terjadi
peperangan. Dengan persatuan nasional wibawa bangsa akan lebih terpelihara. Di bawah
naungan persatuan suatu bangsa akan berhasil meraih segala cita-cita besarnya. Perselisihan,
perpecahan, hati yang saling tercerai, membenturkan berbagai kelompok dan tokoh tidak akan
bisa memberikan pengabdian. Dengan demikian, ini merupakan satu prinsip yang mudah-
mudahan bisa dijaga oleh kita semua. Ini adalah harapan kami kepada para pejabat yang
berurusan dengan opini khalayak umum.

Materi kedua ialah materi keamanan nasional. Keamanan nasional sangatlah penting.
Keamanan nasional tentunya mencakup keamanan dalam dan luar ne0geri. Keamanan luar
negeri ialah menyangkut keamanan negara yang terancam dari arah kekuatan-kekuataan di
luar perbatasan, atau tentara militer yang menyerang perbatasan suatu negara seperti
beberapa perang yang pernah terjadi, atau berupa serangan politik dan propaganda terhadap
sebuah negara yang adakalanya menimbulkan kekacauan dan kerusuhan. Hal ini berulang kali
terjadi di pelbagai negara sehingga menimbulkan berbagai kesulitan. Keamanan dalam negeri
merupakan upaya dalam skala besar yangmana jika segenap pejabat terkait bekerja dengan
mengerahkan segenap kemampuannya akan sanggup menjamin aspirasi besar ini. Maka dari
itu, keamanan bukanlah masalah kecil.

Seperti yang pernah saya katakan pada awal tahun, jika keamanan tidak ada, m0aka aktivitas
ekonomi juga tidak akan ada, keadilan sosial tidak akan ada, pengetahuan dan kemajuan ilmu
pengetahuan tidak akan terjadi, semua sektor sebuah negara secara bertahap akan porak
poranda. Dengan demikian, keamanan merupakan tonggak dan fondasi.

Dalam masalah keamanan tentu ada contoh-contoh yang tidak begitu krusial, seperti ketidak
amanan yang dialami oleh segenap masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya, atau pernah
didengarnya dari orang-orang lain. Ini adalah sesuatu yang kalau toh penting, namun tidak
terlalu mengancam. Contohnya ialah pencurian, walaupun aparat keamanan tetap harus
mencegahnya. Pencurian adalah masalah yang tentu harus dicegah dengan serius oleh aparat
kepolisian. Sejumlah orang mengacaukan keamanan rumah tangga orang lain demi tujuannya
yang terselubung dan hina. Ini merupakan satu contoh untuk ketidak amanan, namun ini
bukanlah contoh utama. Ini merupakan ketidak amanan dari orang-orang yang cuek, jahat dan
hina yang tentunya menimbulkan dampak buruk dan mengganggu keamanan li0ngkungan. Ini
juga merupakan ketidak amanan.

Di kanan kiri kita terdapat laporan-laporan yang tentunya sebagian dari Anda sudah pernah
melihat atau mendengarnya. Orang-orang yang tidak komitmen kepada UU dan ketentuan
adalah orang-orang jahat yang menciptakan ketidak amanan di berbagai tempat dan di
majalah-majalah terhadap bangsa serta kehormatan dan wibawa masyarakat. Aparat kepolisian
dan badan legislatif bertanggujawab menindaklanjuti kekejian dan kebrutalan para pengacau
keamanan lingkungan dan urusan masyarakat, supaya mereka yang menjadikan titik
kelemahan yang ada sebagai batu loncatan itu jangan sampai berpikir bahwa mereka berhak
melakukan segala kesalahan dan perbuatan-perbuatan menyimpang. Mereka harus tahu bahwa
mengacaukan kemanan lingkungan hidup masyarakat hukumannya bukan hanya meringkuk 0di
dalam tahanan dalam waktu singkat. Islam memberikan hukuman yang lebih berat untuk para
pengacau keamanan dan mereka yang menakut-nakuti masyarakat.

Jika hukum Ilahi diterapkan kepada mereka dan para pencuri, khususnya mereka yang
menjadikan pekerjaan ini sebagai profesi, tentu hukum ini akan punya pengaruh besar. Tak
usah mereka memperhatikan sebagian apa yang dianggap tabu di dunia serta berbagai
gelombang propaganda, tetapi coba lihat apa itu hukum Allah? Hukum Allah menentukan segala
sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan kadarnya. Kekacauan di bidang ekonomi juga
merupakan bagian dari ketidak amanan. Mereka mengacaukan lingkungan ekonomi. Jika ada
orang yang memiliki modal kecil, maka mereka menghancurkan modal-modal kecil dan fasilitas
rakyat dengan tindakan-tindakan ilegal dan kelicikan. Mereka merampasnya demi keuntungan
mereka sendiri. Selagi ada kesempatan, mereka tidak bosan melakukan penyalahgunaan-
penyalahgunaan pribadi. Mereka mengacaukan lingkungan ekonomi.

Coba Anda perhatikan, jika kondisi ekonomi dalam sebuah negara sakit, maka salah satu
penyakitnya ialah adanya celah-celah pelarian dari hukum yang bisa dimanfaatkan oleh orang-
orang tertentu untuk memenuhi kantong-kantong mereka. Mereka merebut fasilitas masyarakat
dan pemerintah demi interes dan kedudukan mereka.

Masalah yang lebih krusial ialah ketidak amanan sosial yang pada hakikatnya ketidak amanan
nasional banyak berkaitan dengan masalah ini. Mereka mengacaukan keamanan lingkungan
kerja, lingkungan ilmu, lingkungan mahasiswa. Sebelumnya pernah saya singgung bahwa
seorang pejabat AS sebulan lalu menyatakan di Iran bakal terjadi kekacauan. Ini juga
merupakan ketidak amanan. Mereka mempunyai berbagai program. Karena itu, segenap
komponen masyarakat harus waspada. Orang-orang yang banyak mendapat gelombang
konspirasi mereka juga harus waspada.

Sejak awal revolusi hingga sekarang, musuh sudah berkali-kali berusaha mengacaukan
lingkungan kerja. Mereka berusaha menciptakan aksi mogok agar tenaga kerja berhenti
melakukan kegiatan konstruktif di dalam negeri. Kendati sampai sekarang tidak pernah bisa,
mereka tetap merancangnya. Mereka juga mengacaukan keamanan di dalam berbagai
universitas. Mereka sudah mencobanya dalam satu dua kasus, tetapi mahasiswa sendiri telah
menampar mulut musuh. Namun, boleh jadi musuh pernah berhasil di tempat-tempat tertentu.
Upaya mereka ialah menghentikan aktivitas, kegiatan dan usaha di dalam kelas dan membuat
para dosen dan mahasiswa menganggur, dengan cara menyulut ketegangan dan kerusuhan
atas nama semboyan, unjuk rasa dsb.

Semua orang mengetahui bahwa para mahasiswa kita memiliki potensi yang cemerlang. Di
tengah kegiatan para mahasiswa, kita melihat hal-hal yang memang benar-benar
membangkitkan harapan dan sinyalemen cerahnya masa depan. Salah satu pekerjaan musuh
ialah menciptakan ketidak amanan di lingkungan universitas. Yakni mereka melakukan tindakan
untuk mempersulit dan memustahilkan kegiatan belajar, sekolah, mengajar dan kegiatan di
laboratorium, atau mereka berusaha merusak keamanan kota sebagaimana yang pernah terjadi
di Teheran pada tanggal 12 dan 13 Juli 1999, dimana jiwa para pemuda, anak kecil, para
wanita, para pejalan kaki dan orang-orang yang berada di balik jendela rumahnya terancam
bahaya. Mengapa? Karena sebagian orang lebih mementingkan aksi turun ke jalan-jalan dan
menciptakan kerusuhan dengan melancarkan gerakan kekerasan dan pembangkangan. Mereka
membakari kendaraan bermotor atau memecahkan kaca-kaca.
Kemudian mereka membuat-buat alasan. Tetapi alasan manakah yang membolehkan
sekelompok orang menciptakan kerusuhan di sebuah negara yang merupakan rumah mereka
sendiri -ini bukan rumah orang asing-? Di saat peristiwa seperti ini terjadi, petugas keamanan,
pasukan militer, dan pasukan sukarelawan tentu tidak akan diam berpangku tangan. Siapakah
yang harus waspada di depan kseperti ini? Jawabannya tak lain ialah masyarakat sendiri, para
pemuda sendiri, para aparat sendiri, para mahasiswa sendiri dan lingkungan-lingkungan yang
menjadi sasaran aksi makar ini sendiri. Haruslah diperhatikan, kalau mereka melihat seseorang
tampil ke depan untuk mengompori situasi, maka orang itu harus ditangkap. Ketahuilah, mulut
musuhlah yang sedang berkoar, suara musuhlah yang keluar dari kerongkongan orang ini.

Sebagaimana di
Rahbar: Sebagai Biang Krisis Timteng, Rezim Zionis Harus Dienyahkan
Masa depan Palestina harus diperjuangkan sendiri oleh rakyat sipil Palestina melalui gerakan
intifadah, karena para elit politik formal Palestina terbukti sangat permisif, enggan menjadikan
semangat Islam sebagai basis dan bahkan berkolusi dengan Israel. Rezim Zionis ini tidak layak
dijadikan lawan dalam dialog dan perundingan karena bermaksud menghapus bangsa Palestina
dari lembaran sejarah. Sebagai biang krisis, rezim ini harus dimusnahkan untuk kemudian
ditampilkan pemerintahan yang dikehendaki rakyat Palestina sendiri. Demikian ditegaskan
Rahbar dalam upacara pasukan sukarelawan Iran (Basij) Jumat 20 Oktober 2000 di sebuah
tanah lapang di sekitar kota suci Qum. Berikut ini adalah bagian akhir pidato beliau upacara
tersebut:

Hadirin yang mulia, di Palestina pun juga terdapat pasukan rakyat ( basij). Basij di Palestina yang sekarang
menyedot perhatian dunia terjadi tatkala nasib persoalan Palestina berada di tangan sejumlah elit politik
tertentu sedangkan rakyat tidak terlibat di dalamnya dan suara para pemuda tidak digubris. Nasib Palestina
itu tak lain ialah kehinaan yang datang susul menyusul, mengalah dan mengalah, memberikan kesempatan
kepada musuh, meninggalkan kubu-kubu pertahanan satu persatu untuk kepentingan musuh yang otoriter,
agresor, arogan, dan bobrok. Basij terjadi manakala rakyat dikesampingkan.

Para elit politik itu mengabaikan motivasi-motivasi hakiki yaitu motivasi keimanan yang telah mengeruk
kepedulian rakyat. Sudah puluhan tahun mereka mengulur masalah Palestina. Pada awal-awal revolusi, sudah
saya pertanyakan kepada salah seorang pemimpin Palestina yang datang ke Iran; Mengapa Anda tidak
menyuarakan slogan keislaman? Dia malah meminta uzur yang tak ada maknanya. Mereka memang tidak
menghendakinya. Hati mereka memang tidak menaruh keyakinan kepada Islam. Namun, sudah 12 atau 13
tahun lebih rakyat Palestina terjun sendiri ke lapangan dengan semboyan-semboyan Islam sehingga musuh
segera menyadari persoalan yang terjadi.

Ketika intifadah di Palestina bermula pada dekade lalu, para musuh yaitu kaum Zionis dan rekan-rekan
mereka dari AS segera merasakan bahaya yang mengancam mereka. Mereka memastikan bahwa gerakan ini
harus dilenyapkan karena mengatasnamakan Islam. Mereka bermaksud menanganinya namun mereka tidak
sanggup.

Rezim Zionis di tanah pendudukan Palestina adalah rezim yang rasialis. Ini adalah rezim yang diciptakan oleh
kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi dunia. Pada prinsipnya, rezim ini diciptakan untuk membendung
persatuan dan kejayaan Dunia Islam. Mereka tidak menghendaki umat Islam membentuk kesatuan besar
yang bakal membahayakan mereka. Untuk inilah rezim Zionis diciptakan. Karena itu, mana mungkin rezim ini
bisa diharapkan berlaku adil. Polos sekali orang-orang yang beranggapan bisa berunding dengan rezim Zionis
karena bagi Israel setiap perundingan tak ubahnya dengan terbukanya satu kesempatan untuk melangkah
maju. Orang-orang ini dulu membantu terjadinya perundingan-perundingan dengan Israel, tetapi sekarang
mengaku membela Masjidil Aqsha. Inilah jadinya ketika seseorang tidak tahu apa yang harus diperbuat di
depan sosok kekuatan yang represif kemudian rela ditekan AS dan kaum Zionis. Akhirnya, rakyat sendirilah
yang tampil ke lapangan.

Tiga pekan lalu, kedatangan seorang Zionis yang najis dan terkutuk ke Masjidil Aqsha telah menghilangkan
kesabaran rakyat Palestina. Andaikata saat itu para pemimpin yang mengaku peduli terhadap masalah
Palestina atau para pemimpin negara-negara Arab melakukan protes, rakyat Palestina pasti akan merasakan
adanya orang yang meneriakkan suara mereka. Namun, masyarakat melihat bahwa mereka sendirilah yang
harus terjun ke lapangan. Sekarang ini sudah tiga pekan berkobar api perlawanan di tanah-tanah Palestina.
Saya katakan kepada para pemuda Palestina; Ketahuilah bahwa kalian adalah adalah generasi yang sadar,
generasi yang tampil di lapangan (Gerakan) mereka tidak mungkin bisa dipadamkan dengan bualan.
Sekelompok orang telah melakukan kejahatan dan pembunuhan yang menggugurkan sejumlah para pemuda
yang teraniaya. Namun, tumpahnya darah mereka adalah air yang menyuburkan kebangkitan dan revolusi
Palestina. Ini bukanlah satu masalah yang bisa ditangani kekuatan arogan AS atau negara bonekanya, Rezim
Zionis.

Sebuah bangsa telah diusir dari rumah, tanah air, dan negeri mereka, sedangkan mereka yang tersisa di
negeri ini dianggap asing. Bangsa yang seperti ini mana mungkin akan diam. Kekuatan-kekuatan arogan
mencap Iran Islami sebagai penentang proses perdamaian. Kami memang menentangnya. Tapi perlu kalian
(AS dan Zionis) ketahui bahwa seandainya Iran Islami pun tidak menentangnya dan seandainya tidak ada
satupun bangsa dan negara dunia yang membantu bangsa Palestina, tetap merupakan ilusi kosong jika kalian
berangan-angan bahwa ada satu bangsa yang bisa dihapus dari lembaran sejarah kemudian digantikan
dengan satu bangsa buatan. Bangsa Palestina adalah bangsa yang berbudaya, bersejarah, memiliki latar
belakang, dan berperadaban. Sudah ribuan tahun mereka tinggal di Palestina. Kemudian kalian datang
mengusir mereka dari rumah, kampung halaman, dan lembaran sejarah mereka, lalu kalian mendatangkan
kaum imigran, orang-orang galandangan dengan aneka ragam bangsa, dan orang-orang yang cuman mencari
keuntungan untuk kalian jadikan sebuah bangsa. Ini tidak mungkin bisa berlanjut, dan sekarangpun sudah
terlihat tanda-tandanya.

Kata-kata awal saya mengenai Palestina ialah bahwa tidak ada satupun kekuatan di dunia ini yang sanggup
memadamkan cita-cita kebebasan dan kembalinya Palestina kepada para pemiliknya di hati umat bangsa-
bangsa muslim, khususnya bangsa Palestina. Hanya ada satu jalan untuk menanganinya. Sebagian orang
melihat masalah Timteng sebagai krisis dunia dan mengatakan bahwa kita harus berusaha mengendalikan
krisis Timteng. Kita tanyakan, cara apakah yang dapat memadamkan krisis Timteng? Hanya ada satu cara,
dan itu ialah mematikan akar krisis. Apakah itu akarnya? Akarnya ialah rezim Zionis yang keberadaannya
dipaksakan di Timteng. Krisis tetap akan menyala selagi akarnya masih berwujud. Jalan penyelesaiannya ialah
pemulangan para pengungsi Palestina dari Lebanon dan dari berbagai wilayah lain yang mereka tinggali.
Jutaan warga Palestina yang hidup di luar bumi Palestina harus kembali ke Palestina. Penduduk asli Palestina,
baik muslim, Kristen maupun Yahudi harus menyelenggarakan referendum untuk memutuskan rezim
manakah yang harus berdaulat di negara mereka.

Penduduk asli Palestina adalah mayoritas mutlak warga muslim beserta sejumlah minoritas warga Yahudi
dan Kristen. Orang-orang tua mereka hidup di Palestina. Yang perlu diterapkan adalah pemerintahan yang
dikehendaki warga Palestina. Setelah itu, pemerintahan inilah yang akan mengambil keputusan untuk
menyikapi orang-orang yang mendatangi Palestina dalam kurun waktu 40, 45, atau 50 tahun. Kalau mereka
mau dibiarkan atau dipulangkan atau ditempatkan di lokasi tertentu, itu semua adalah hak pemerintah yang
berdaulat di Palestina tersebut. Inilah jalan penyelesaian krisis, dan tidak ada jalan lain. AS pun, dengan
segala kemampuannya, juga tidak akan sanggup berbuat suatu apapun. Apa yang bisa ia lakukan sudah ia
lakukan, tetapi hasilnya ialah seperti yang dapat kalian saksikan sekarang. Kalian (AS dan Israel) tentu
berang menyaksikan kebangkitan para pemuda, kegagah beranian kaum lelaki dan wanita (Palestina) serta
semangat dan tekad rakyat yang teraniaya dan marah tersebut.

Mereka (AS dan Israel) selalu ingin cuci tangan dari dosa-dosa mereka. Tetapi, Republik Islam Iran bukanlah
pihak yang membangkitkan Palestina dan rakyat Lebanon. Yang menyebabkan kebangkitan dan intifadah
adalah bangsa Palestina sendiri beserta penderitaan dan kegundahan yang sudah terakumulasi dalam diri
generasi muda Palestina yang kini terjun ke lapangan dengan penuh harapan dan semangat. Kami memang
menyanjung mereka dan menganggap mereka sebagai bagian dari diri kami. Kami memandang Palestina
sebagai bagian dari tubuh Islam. Kami merasakan para pemuda Palessebagai saudara sedarah kami. Namun
demikian, mereka sendirilah yang tengah melakukan intifadah.

Perjanjian-perjanjian yang dijalin di Syarmussyaikh dan lain sebagainya antar pihak-pihak yang tak
bertanggungjawab juga tidak memberikan efek apapun. Ini semua justru akan menjadi bahan yang
memalukan para penjalin perjanjian-perjanjian tersebut.

Dalam waktu dekat ini KTT Arab akan digelar. Saya merasa perlu memberikan himbauan kepada para
pemimpin negara-negara Arab mengenai tanggungjawab besar yang mereka hadapi sekarang. Harapan umat
Islam sekarang ini terarah kepada para pemimpin Arab. Dalam KTT Syerm El-Syaikh, AS berusaha berbuat
sesuatu yang kiranya dapat mempengaruhi KTT Arab. Keputusan apapun yang bakal diambil dalam KTT Arab
akan menjadi vonis yang kekal dalam sejarah. Para pemimpin Arab bisa meraih kebanggaan abadi untuk
mereka sendiri dalam KTT ini dengan mengambil keputusan yang benar. Sungguhpun demikian, masalah
Palestina tetap tak akan teratasi dengan konferensi-konferensi seperti ini. Hanya saja, konferensi-konferensi
ini dapat menyodorkan kepada dunia apa yang dituntut oleh bangsa Palestina. Tuntutan bangsa Palestina
yang paling kritis dan mendesak ialah diadilinya para pelaku pembunuhan bangsa Palestina dalam tiga pekan
ini di mahkamah Islam atau Arab. Sosok najis yang telah melukai perasaan umat Islam dengan mendatangi
Masjidil Aqsha harus diadili. Kota Baitul Maqdis harus dibersihkan secara total dari kaum Zionis, bangsa
Palestina harus dibiarkan menentukan sendiri nasib dan masa depan mereka sendiri dengan penuh
kebebasan. Ini semua adalah tuntutan-tuntutan kritis yang bisa dikemukakan oleh para pemimpin negara-
negara Arab.

Kepada saudara dan saudariku bangsa Palestina saya serukan, teruskanlah jihad kalian, lanjutkanlah
keteguhan kalian! Ketahuilah bahwa tidak ada satupun bangsa yang dapat menggapai kehormatan, idenditas,
dan kemerdekaannya kecuali dengan keteguhan dan perjuangan. Tidak akan ada musuh yang akan
memberikan sesuatu kepada bangsa yang mengemis. Tidak ada bangsa yang dapat meraih sesuatu karena
kelemahan dan tindakannya merunduk-runduk di depan musuh. Semua bangsa yang berhasil di dunia ini
adalah bangsa yang memiliki kehendak, tekad serta keteguhan dan pantang merundukkan kepala. Sebagian
bangsa tidak memiliki kemampuan seperti ini. Namun, bangsa yang menaruh keyakinan kepada Islam,
kepada AlQuran, dan kepada janji Allah yang berbunyi: wal yansurunnallahu man yansuruhu (Dan Allah
sungguh-sungguh akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya), pasti memiliki kemampuan ini.

Himbauan lain dari saya ialah jangan sampai takluk kepada konspirasi musuh, karena yang ditargetkan
musuh sekarang ini ialah perselisihan di tengah barisan bangsa Palestina, dan ini bahkan juga ditargetkan
oleh unsur-unsur pengkhianat Palestina yang berkolusi dengan musuh. Elemen-eleman Hamas, Jihad Islam,
dan Gerakan Fath yang diisi oleh kaum muda yang baru terjun ke lapangan, jangan sampai meninggalkan
gelanggang. Semuanya harus bahu membahu. Para pimpinan (Palestina) yang membual untuk kepentingan
musuh dan mengeluarkan instruksi, instruksinya sama sekali tidak layak didengar. Segenap elemen bangsa
Palestina harus berpadu dalam orientasi semua kalangan yang ikhlas, mukmin, dan siap berkorban.

Ketahuilah bahwa hati umat Islam menyanjung Bangsa Palestina yang kini menjadi pusat perhatian Dunia
Islam. Umat Islam berdoa untuk mereka, dan jika pintu bantuan sudah terbuka, maka sekarang juga bantuan
itu akan mengalir, baik di saat pemerintahnya menghendaki bantuan itu atau tidak. Umat Islam tidak akan
membiarkan Palestina dan bangsa Palestina begitu saja. Umat Islam tidak akan memandang para pemuda
Palestina dengan sebelah mata.

Saya katakan pula kepada bangsa kami sendiri (Iran) bahwa berbanggalah dengan semangat dukungan dan
pengorbanan untuk saudara-saudara kalian bangsa Palestina. Alhamdulillah, di tengah Dunia Islam kalian
unggul dalam memberikan dukungan secara terbuka dan penuh kepada saudara-saudara kalian bangsa
Palestina. Seluruh dunia mengetahui bahwa negara Iran yang Islami beserta segenap rakyat, pemerintah,
kaum wanita dan lelaki di Iran sangat peduli dan peka terhadap masalah Palestina, dan kalau bisa mereka
akan membantu. Betapa baiknya jika bantuan-bantuan keuangan dari masyarakat yang mampu dikumpulkan.

Jika memang kita tidak bisa memberikan bantuan dari segi persenjataan dan tidak ada kemungkinan untuk
mengirim tenaga manusia agar rakyat dan para pemuda bangsa ini dapat pergi ke sana, maka secara
keuangan kita dapat mengirim bantuan kepada mereka demi mengobati sebagian penderitaan dan luka-luka
yang mereka alami dan agar hati ibu-ibu mereka serta tekad ayah-ayah mereka terhibur oleh belas kasih ini.
Kalian sudah menyaksikan sendiri bagaimana seorang bocah terbunuh dalam pelukan ayahnya. Ini bukanlah
satu-satunya kasus, melainkan bagian dari banyak kasus-kasus lain.

Sedemikian agungnya gerakan ini sehingga pengorbanan-pengorbanan ini tidak terlihat begitu besar di mata
mereka sendiri, persis seperti pada masa perang yang dipaksakan (Irak terhadap Iran) dimana pengorbanan
yang kalian berikan tidaklah tampak dimata kalian sendiri. Namun, pengorbanan kalian telah mengundang
decak kagum dunia. Sekarang bangsa Palestina pun juga demikian. Pengorbanan tidaklah tampak di mata
mereka sendiri, namun dunia takjum menyaksikannya. Satu syahadah, seperti syahidnya seorang bocah
dalam pelukan ayahnya, adalah badai yang menerjang hati bangsa-bangsa dunia. Ini semua sangat bernilai.

Ilahi, dalam kesempatan sebelum tengah hari Jumat ini, hari Wali dan Hamba Salih-Mu, Hazrat Hujjah Ibn
AlHasan yang jiwa kami adalah tebusannya, kami bersumpah kepadanya, kepada keluarga Rasul, kepada
wujud suci Rasul, dan kepada para auliya. Ilahi, berikan pertolongan-Mu kepada rakyat Palestina dan
segenap pejuang umat Islam di seluruh pelosok dunia.

Ilahi, jayakanlah, tolonglah, dan sukseskanlah bangsa Iran. Demi Muhammad dan keluarganya,
sukseskanlah dan teguhkanlah para pemuda sekarelawan (basij) kami dalam semua gelanggang.
Musnahkanlah musuh-musuh Islam dan umat Islam. Teguhkanlah persatuan umat Islam dari hari ke hari.
Ceriakanlah hati suci Waliyul Asr yang jiwa kami adalah tebusannya saat menyaksikan kami, menyaksikan
pertemuan ini, dan menyaksikan segenap bangsa Iran, khususnya kaum relawan basij. Relakan dan
gembirakanlah jiwa suci Imam atas apa yang dilakukan oleh para pemuda mukmin ini. Liputkan doanya atas
keadaan kami semua. Wassalamualaikum.Wr.Wb.
Penterjemah: Moh. Moesa [Penyiar IRIB - Teheran]

Anda mungkin juga menyukai