Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL TUGAS AKHIR

EVALUASI NILAI POWDER FACTOR (PF) UNTUK


OPTIMALISASI PRODUKSI PELEDAKAN
DI PT SEMEN PADANG (PERSERO) Tbk,

Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa


Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya

Oleh :
M. Idris
03121402065

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2016
IDENTITAS DAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA

1.Judul : EVALUASI NILAI POWDER FACTOR (PF) UNTUK


OPTIMALISASI PRODUKSI PELEDAKAN DI PT
SEMEN PADANG (PERSERO) Tbk,

2.Pengusul
a. Nama : M. Idris
b. Nim : 03121402065
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Semester : VIII (delapan)
e. Fakultas : Teknik
f. Jurusan : Teknik Pertambangan

3. Lokasi Penelitian : PT. SEMEN PADANG (PERSERO) Tbk,.

Palembang, Mei 2016


Pembimbing Proposal, Pengusul,

Ir. H. Djuki Sudarmono, DESS M. Idris


NIP. 195305241985031001 NIM. 03121402065

Menyetujui :
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Hj. Rr. Harminuke EH, S.T., M.T


NIP. 196902091997032001

A. JUDUL
EVALUASI NILAI POWDER FACTOR (PF) UNTUK OPTIMALISASI
PRODUKSI PELEDAKAN DI PT SEMEN PADANG (PERSERO) Tbk,
B. LOKASI
PT. SEMEN PADANG (PERSERO) Tbk, PADANG SUMATERA BARAT

C. BIDANG ILMU
TEKNIK PERTAMBANGAN

D. LATAR BELAKANG
PT. Semen Padang (Perusahaan) didirikan pada tanggal 18 Maret 1910
dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV
NIPCM) yang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia. Kemudian pada
tanggal 5 Juli 1958 Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik
Indonesia dari Pemerintah Belanda. Setelah itu, Perusahaan mulai bangkit dan
berkembang dengan menambah kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000
ton/tahun. Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas
pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya
pabrik Indarung II, III, dan IV.
Metode Penambangan yang digunakan PT. Semen Padang (Persero) Tbk,
dalam kegiatan penambangan adalah metode tambang terbuka dengan sistem
quarry. Pemberaian batu kapur dari batuan induknya menggunakan peledakan
(blasting), penggunaan peledakan ini dilakukan karena tingkat kekerasan batu
kapur yang keras dan susah untuk diberai menggunakan peralatan mekanis. Pada
kegiatan peledakan banyak hal yang harus diperhatikan seperti jenis batuan yang
akan diledakkan, geometri peledakan, bahan peledak yang digunakan, powder
factor yang digunakan, hasil produksi peledakan, dan lain-lain.
Powder factor ialah perbandingan jumlah bahan peledakan yang digunakan
dengan volume batuan yang akan diledakan dalam sekali peledakan menurut Deffi
(2014). Nilai powder factor untuk setiap lubak ledak berbeda-beda, oleh karena
itu peneliti akan melakukan evaluasi pada beberapa nilai powder factor untuk
mendapatkan nilai powder factor yang optimal agar target produksi hasil
peledakan PT. Semen Padang (Persero) Tbk, dapat tercapai.
E. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menganalisis geometri peledakan, pola peledakan, dan powder
factor yang diterapkan di PT. Semen Padang (Persero) Tbk?
2. Bagaimana mengevaluasi beberapa nilai powder factor yang akan digunakan
pada geometri peledakan untuk optimalisasi produksi peledakan PT. Semen
Padang (Persero) Tbk?
3. Bagaimana menganalisis distribusi fragmentasi hasil peledakan untuk nilai
powder factor yang disarankan dengan prediksi metode Kuz-Ram?

F. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Menganalisis geometri peledakan, pola peledakan, dan powder factor yang
diterapkan di PT. Semen Padang (Persero) Tbk,.
2. Mengevaluasi beberapa nilai powder factor yang akan digunakan untuk
optimalisasi produksi peledakan pada geometri peledakan PT. Semen Padang
(Persero) Tbk,.
3. Menganalisis distribusi fragmentasi hasil peledakan untuk nilai powder factor
yang disarankan dengan prediksi metode Kuz-Ram.

G. PEMBATASAN MASALAH
Salah satu indikasi peledakan itu dikatakan berhasil yaitu fragmentasi yang
didapatkan optimal, untuk itu dalam penelitian ini hanya akan mengevaluasi
beberapa nilai powder factor dengan parameter peledakan yang sama.

H. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan
yang ada, antara lain menggabungkan antara teori dengan data-data di lapangan,
sehingga dari keduanya akan didapatkan penyelesaian masalah. Adapun urutan
pekerjaan penelitian yaitu:
1. Studi Literatur
Studi literatur didapatkan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang
menunjang yang diperoleh dari:
a. PT. Semen Padang (Persero) Tbk.
b. Perpustakaan daerah dan perpustakaan kampus.
c. Jurnal ilmiah tentang peledakan

2. Penelitian di Lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap,
yaitu:
a. Melakukan pengamatan pekerjaan aktivitas peledakan
secara langsung dilapangan.
b. Pengambilan data geometri peledakan, jenis bahan
peledak yang digunakan, nilai powder factor yang digunakan dan distribusi
fragmentasi hasil peledakan.
Pengambilan data yang dilakukan berupa data primer dan data sekunder.
Adapun data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Data primer berupa nilai powder factor yang akan
digunakan, dan distribusi fragmentasi hasil peledakan.
b. Data sekuder berupa data geometri peledakan, jenis bahan
peledak yang digunakan, nilai powder factor yang digunakan dan distribusi
fragmentasi yang dihasilkan.

3. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa perhitungan dan penggambaran.
Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan rangkaian perhitungan dalam
suatu proses tertentu.

4. Analisis dan Penyajian Hasil Pembahasan


Untuk memperoleh kesimpulan sementara dan dioalah lebih lanjut pada
bagian pembahasan.

5. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara data yang telah diperoleh
dilapangan dengan hasil pengolahann data.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Diameter Lubang Tembak.
Menurut Jimeno (1995) diameter lubang tembak yang biasanya dipilih
disesuaikan dengan sifat-sifat fisik batuan yang akan diledakkan. Apabila batuan
yang akan diledakkan sukar pecah maka penggunaan diameter lubang tembak
yang kecil akan dapat menghasilkan energi peledakkan yang lebih baik.
2. Kemiringan Lubang Tembak.
Berdasarkan posisi lubang tembak maka kemiringan lubang tembak menurut
Jimeno (1995) dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Lubang Tembak Vertikal
Suatu jenjang dengan arah lubang tembak vertikal diledakkan, maka bagian
lantai jenjang akan menerima gelombang tekan terbesar. Gelombang tekan
tersebut sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi
diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang (gambar 1).
b. Lubang Tembak Miring
Pada lubang tembak miring, bidang bebas akan menerima gelombang tekan
untuk dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada bagian
bawah lantai jenjang lebih kecil (gambar 1). Dengan demikian sebagian besar
gelombang tekan yang dihasilkan oleh bahan peledak digunakan untuk
membongkar batuan.

3. Pola Pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang – lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak – letak
lubang bor maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam
menurut Hastrulid (1999) (gambar 2) yaitu;
a. Pola pemboran sejajar (paralel pattern)
b. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern)
Gambar 1. Pemboran Dengan Lubang Tembak Tegak dan Lubang Tembak Miring
(Jimeno, 1995)

Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak


yang saling sejajar pada setiap kolomnya. Sedangkan pola pemboran selang-
seling, adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak secara selang –
seling pada setiap kolomnya (gambar 2).
Dalam penerapannya di lapangan, pola pemboran sejajar merupakan pola
yang lebih mudah dalam melakukan pemboran dan untuk pengaturan lebih lanjut.
Tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola
pemboran selang – seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun
fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam.
Menurut hasil penelitian di lapangan pada jenis batuan kompak, menunjukan
bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola
pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini
disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling lebih optimal
dalam mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan.

4. Pola Peledakkan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang
bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara
lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini
ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang
diharapkan.

S Pola pemboran
sejajar (paralel).

B S = Spasi
B = Burden
Free Face

S Pola pemboran
selang-seling
(staggered).
B
B
S = Spasi
B = Burden
Free Face

Gambar 2. Pola Pemboran Sejajar dan Paralel (Hastrulid, 1999)

Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah
runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan batuan (gambar 3),
pola peledakan menurut Koesnaryo (1998) diklasifikasikan sebagai berikut;
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak
b. Corner cut (echelon cut) , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya
ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan


diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.

b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan


dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
Bidang Bebas BOX CUT
2 1 1 1 1 2
1 1

3 2 2 2 2 3
Bidang Bebas

1 2 Keterangan :
2 1 0
1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
3 2 1 2 3 = Arah runtuhan batuan
4 3 2 3 4

Bidang Bebas ECHELON


CUT
5 4 3 2 1

6 5 4 3 2
Keterangan :1, 2, … = Nomor
7 6 5 4 3 urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan

Gambar 3. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan (Koesnaryo,


1998)

Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal
sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik
batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan
batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama
terhadap lubang tembak.

5. Geometri Peledakkan
Geometri peledakan menurut R.L Ash (1990), yaitu :
a. Burden (B)
Burden merupakan jarak tegak lurus dari lubang tembak dengan bidang bebas
yang terdekat, dan arah di mana perpindahan hasil peledakan akan terjadi. Pada
daerah ini energi ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada
bidang bebas.
Untuk menghitung harga burden, maka terlebih dahulu dihitung besarnya
harga burden ratio (Kb). Besarnya burden ratio antara 20 – 40 ratio.
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda, maka harga Kb turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Kb
perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan
bahan peledak yang berbeda menurut Jong (2004).
Menurut R.L Ash (1990) jika density overburden, spesific gravity bahan
peledak, dan Velociy of Detonation bahan peledak tidak sama dengan standar,
maka perlu disesuaikan dengan menggunakan “Adjustment Factor”, yaitu AF1
dan AF2 untuk menghitung Kb terkoreksi.
1) Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah:

Keterangan :
SG = Berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang
digunakan
SGstd = Berat jenis bahan peledak standard, 1,20.
Vestd = Kecepatan detonasi bahan peledak standard,
12.000 fps.
2) Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

...................................................................................................................... (2)

Keterangan :
Dstd = Kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft
D = Kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :


Kb = Kbstandard x Af1 x Af2
Keterangan :
Kb = Burden ratio yang telah dikoreksi
Kbstd = Burden ratio standard

Untuk menentukan burden, menurut R.L Ash (1990) menggunakan rumus :

.......................................................................................................... (3)

Keterangan :
B = Burden
Kb = Burden ratio
De = Diameter lubang tembak, inchi
39,3 = faktor perubah kedalam satuan meter

b. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak
yang berdekatan dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi yang terlalu kecil
akan mengakibatkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan energi yang
menekan terlalu kuat, sedangkan jarak spasi yang terlalu besar akan
mengakibatkan bongkahan bahkan batu hanya mengalami retakan, karena energi
ledak dari lobang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lobang lain.
Secara teoritis besarnya spasi maksimum bekisar antara 1,0 – 2,0 kali jarak
burdenya. Untuk menentukan spasi ini terlebih dahulu kita harus tentukan spasi
rationya (Ks)
Menurut R.L Ash (1990) Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
S = B x Ks .................................................................................................................. (4)
Keterangan:
S = Spasi, meter.
B = Burden, meter.
Ks = Spacing ratio

c. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lobang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance, untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan
yang besar dan untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (fly rock) serta
ledakan tekanan udara (air blast saat peledakan. Secara sistematis ukuran dari
stemming tergantung dari besarnya harga stemming ratio (Kt) harga Kt berkisar
antara 0,5 – 1,0. bisaanya harga Kt standart yang dipakai adalah 0,7.
Menurut R.L Ash (1990) panjang stemming dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:
T = B x Kt ...................................................................................................................... (5)
Keterangan:
T = stemming, (m)
Kt = stemming ratio (0,75 – 1,00)
B = burden (m)

d. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lobang bor di bawah lantai
jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan
lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan
menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka
akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan
tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Menurut R.L Ash (1990) panjang
subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

J = B x Kj ...................................................................................................................... (6)
Keterangan :
J = subdrilling, meter
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
B = burden (m)
e. Tinggi jenjang (L)
Tinggi jenjang di ambil berdasarkan pada kedalaman lobang ledak dan
subdrilling. Menurut R.L Ash (1990) Tinggi jenjang dapat dihitung dengan rumus:
L = H – J ...................................................................................................................... (7)
Keterangan:
L = tinggi jenjang (m)
H = kedalaman lobang tembak (m)
J = subdrilling (m)

f. Kedalaman lobang tembak (H)


Kedalaman lobang ledak merupakan kedalaman lobang yang akan diledakan
yang merupakan penjumlahan antara tinggi jenjang dengan subdrilling.
Kedalaman lobang ledak bisaanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi
yang diinginkan. Menurut R.L Ash (1990) kedalaman lobang tembak dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
H = Kh x B ...................................................................................................................... (8)
Keterangan :
H = kedalaman lobang tembak, meter
Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4,0)
B = burden (m)
6. Metode Peledakkan
Sampai saat ini dikenal ada empat jenis metode peledakkan, yaitu :
a. Metode Listrik
b. Metode Non Electric (nonel)
c. Metode elektronik
Sedangkan kebutuhan mengenai peralatan dan perlengkapan tergantung dari
metode yang akan digunakan.

7. Kapasitas Produksi
a. Jumlah batuan yang diledakkan menurut Jimeno (1995), yaitu :
W = A x L x dr ........................................................................................ (9)
Dimana :
W = berat batuan
A = luas daerah yang akan diledakkan
L = tinggi jenjang
dr = densitas batuan
b. Penentuan Tingkat Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan
Penentuan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan dengan cara
membandingkan antara volume nyata batuan hasil peledakan dengan volume
batuan yang tidak memerlukan pemecahan ulang.
Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan sebagai
bongkah (boulder) dari hasil peledakan, sehingga diperlukan upaya pemecahan
ulang agar batuan tersebut bisa digunakan.
Dalam menentukan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan ada beberapa
metode yang bisa digunakan, seperti :
1) Metode photography
2) Metode photogrametry
3) Metode photography berkecepatan tinggi
4) Analisa produktivitas alat muat
5) Analisa volume material pada pemecahan ulang
6) Analisa visual komputer
7) Analisa kenampakan kualitatif
8) Analisa ayakan
9) Analisa produktivitas alat peremuk

c. Bahan peledak yang diperlukan menurut Jimeno (1995), yaitu :


E = de x Pc x N ........................................................................................... (10)
Dimana :
E = jumlah bahan peledak yang diperlukan
de = densitas bahan peledak
Pe = tinggi kolom isian bahan peledak
N = jumlah lubang tembak

d. Powder Factor (PF)


Powder factor (PF) adalah bilangan yang menyatakan jumlah bahan peledak
yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Ada 2 cara untuk
menyatakan PF dari suatu peledakan menurut Jimeno (1995), yaitu:
1) Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3)
2) Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton)
Menurut Koesnaryo (2001) dalam Yudha (2014) Powder Factor adalah suatu
bilangan yang menyatakan berat bahan peledak (W) yang digunakan untuk
menghancurkan sejumlah batuan (V) dengan satuan (kg/m3).
Whandak
PF  ................................................................................................................... (11)
Vmaterial
dimana :
W = Berat bahan peledak
Vmaterial = B x S x (L – Subdrilling)
B = Burden
S = Spasi
L = Kedalaman lubang tembak

8. Persamaan Kuz-Ram
Cunningham (1989) telah merumuskan kuz-ram model yang dapat digunakan
dalam proses peledakan, yaitu :

………............................................................................. (11)
Keterangan :
X50 = Mean Size - 50% Passing (cm)
A = Rock Factor (0.8 to 2.2)
K = Technical Powder Factor ( kg/m3)
Q = Mass of Explosive in Blast Hole (kg)
RWS = Weight strength relative to ANFO

J. Waktu dan Jadwal Kegiatan


Waktu dan jadwal kegiatan Tugas akhir ditempuh dalam waktu 2 bulan, dari
tanggal 18 Juli – 31 Agustus 2016 dengan rincian sebagai berikut :

Jadwal Pelaksanaan
No. Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7
Administrasi dan orientasi
1
lapangan
2 Pengumpulan Data
3 Pengolahan Data
4 Konsultasi dan Bimbingan
Penyusunan dan Pengumpulan
5
Draft Laporan

K. PENUTUP
Demikianlah proposal ini dibuat untuk dijadikan acuan pelaksanaan Tugas
Akhir dan sebagai pertimbangan bagi PT. Semen Padang (Persero) Tbk, dengan
harapan perusahaan dapat memberikan kesempatan pada pelaksana untuk
melaksanakan penelitian atau Tugas Akhir tersebut.

L. DAFTAR PUSTAKA
Ash, R.L., (1990), Design of Blasting Round, “Surface Mining”, B.A.Kennedy,
Editor, Society for mining, Metallurgy, and Exploration.
Cunningham, C.V.B., (1983) , The Kuz-Ram Model for Prediction of
Fragmentation From Blasting, First International Symposium on Rock
Fragmentation by Blasting, Lulea, Sweden, Agustus
Deffi F.E. (2014). Evaluasi Nilai Powder Factor untuk Optimalisasi Produksi
Peledakan di CV. Jayabaya Batu Persada, Desa Malingping Utara, Kec.
Malingping Kab. Lebak, Provinsi Banten. Vol.2,no.3, pp 3-4
Hustrulid, W. (1999). Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado. USA
Jimeno, C. and Lopez. (1995). Drilling and Blasting of Rocks, A. A Balkema
Publishers. Rotterdam,Netherlands
Jong, Yong-Hun, and Chung-In Lee. "Influence of geological conditions on the
powder factor for tunnel blasting." International Journal of Rock Mechanics
and Mining Sciences 41 (2004): 533-538.
Koesnaryo S. (1998). Teknik Pemboran dan Peledakan Jurusan Teknik
Pertambanagn Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran”.Yogyakarta:UPN
Koesnaryo S. (2001). Rancangan Peledakan Batuan Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”. Yogyakarta: UPN.
Konya, C.J, (1990), Blast Design,Continental Development, Montville, Ohio
Yudha, N,F,. Sudarmono, D, dan Mukiat,. (2014). Kajian Teknis Pemakaian
Emulsion Sebagai Pengganti Anfo Pada Peledakan Lapisan Tanah Penutup
Terhadap Produktivitas Hitachi Ex-2600 PT Kideco Jaya Agung. JIT. vol.2,
no.1, pp 23 – 32.

Anda mungkin juga menyukai