Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang

masih menimbulkan beban kesehatan yang signifikan pada populasi usia kerja,

dan merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi

saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1

Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran kemih mulai dari

sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk

di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di

saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli

karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.2

Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di

seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih.

Di Indonesia, penyakit BSK masih memegang andil terbesar dari total pasien di

klinik urologi, dan kejadian yang tepat masih belum ditentukan.3

Menurut tempatnya, BSK digolongkan menjadi batu ginjal dan batu

kandung kemih, tetapi batu ginjal merupakan penyebab terbanyak. Batu ginjal

merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau

kaliks dari ginjal.2

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013, salah satu

penyakit ginjal yang paling sering terjadi di Indonesia adalah batu ginjal. Prevalensi
penyakit ini diperkirakan lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Ini terjadi

dikarenakan adanya perbedaan aktivitas fisik, pola makan, serta struktur anatomis

yang berbeda.Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor

intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan,

sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang

terkandung dalam urin,pekerjaan, dan sebagainya. Nefrolitiasis juga dapat dibedakan

berdasarkan komposisi zat yang menyusunnya. Berdasarkan komposisi zat yang

meyusun batu, batu dibedakan menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat,

batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silika. Angka kejadian batu

kalsium paling tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadian batu lainnya.4

Batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari satu collecting sistem,

yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks disebut dengan batu

staghorn.2

Batu dapat menyebabkan infeksi berulang, gangguan ginjal, atau hematuria.

Obstruksi akut menyebabkan kolik ginjal dengan nyeri pinggang yang berat,

seringkali menyebar ke selangkangan, dan kadang disertai mual, muntah, rasa tidak

nyaman di abdomen, disuria, nyeri tekan ginjal, dan hematuria.5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur

pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan

ginjal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal

kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas

ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan

adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah

processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub

bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat

terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.6

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis

kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain. Pada autopsy klinik

didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6

cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang

lebih 0,4% dari berat badan.6


STRUKTUR DI SEKITAR GINJAL

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut

kapsula fibrosa (True Capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak

perirenal. Disebelah cranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal

/ suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama dengan ginjal dan

jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fascia Gerota. Fascia ini berfungsi sebagai

barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal dan mencegah

ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma ginjal. Salain itu fascia Gerota dapat pula

berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi dan menghambat

metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fascia Gerota terdapat jaringan

lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.6

STRUKTUR GINJAL

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi

disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal

manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran

pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut

kapsula.6

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi

sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara

menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan

tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil

akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut

korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang

berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri

aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau

penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari

glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong

plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang

telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.

Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks

major, dan pielum atau pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel

transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk

mengalirkan urin sampai ke ureter.6

VASKULARISASI GINJAL

Ginjal mendapat aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang

langsung dari aorta abddominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena

renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end

arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari

arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini,

berakibat timbulnya iskemik atau nekrosis pada daerah yang dilayaninya.6


DEFINISI

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di

kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh

kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi.2

Batu ginjal merupakan benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai

zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat

(60%), fosfat sebagai campuran kalsium, ammonium, dan magnesium fosfat (30%),

asam urat (5%), dan sistin (1%).2

Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari

satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks.

Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang

collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika

menempati seluruh collecting system.2


EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian dari batu staghorn ini mencapai 1 – 5 % dari populasi orang

dewasa di Negara industri. Di Amerika Serikat, penyakit batu saluran kemih ini

mencapai > 400.000 dengan insiden tertinggi terjadi pada dekade ketiga sampai

kelima. Tingkat kejadiannya pada laki-laki tiga kali lebih basar dari wanita, dan orang

kulit putih lima kali lebih besar di banding dengan orang kulit hitam.7

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penyebab tersering dari batu

staghorn ini adalah batu struvit atau batu infeksi. Menurut sejarah, batu infeksi telah

mencapai jumlah 7-31 % dari batu saluran kemih di daerah barat. Batu struvit atau

batu infeksi lebih sering terjadi pada pasien-pasien yang memiliki factor predisposisi

yaitu terdapat riwayat infeksi saluran kemih yang persisten. Batu struvit terjadi lebih

sering pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 2:1 yang diakibatkan

kemungkinan besar karena insiden tertinggi terjadinya infeksi saluran kemih adalah

wanita jika dibandingkan dengan pria.8

ETIOLOGI

Secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk diseluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis

urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti

hipertrofi prostat benigna (BPH), striktur, dan buli-buli neurogenik merupakan

keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. 2


Namun ada beberapa pendapat lain yang membedakan faktor penyebab

terjadinya batu ginjal melalui beberapa teori: 9

1. Teori nukleasi

Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang

terdapat dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal dari adanya

inti batu kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-subtansi lain yaitu

matriks protein, kristal, benda asing dan partikel lainnya selanjutnya batu tersebut

beragregasi.

2. Teori matriks

Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang berasal

dari protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan

hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

3. Teori inhibitor Kristal

Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau

berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat,

pyrophosfat, asam glikoprotein.

Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya

batu ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi (lambatnya drainase

renal dan gangguan metabolisme kalsium), hiperkalsemia dan hiperkalsiuria

(penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake vitamin D yang

berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus, penggunaan obat
dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah keadaan

sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis pekerjaan dengan

aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas, riwayat keluarga.

FAKTOR RESIKO

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya

BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan

yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik , yaitu pengaruh yang berasal

dari lingkungan disekitarnya.2,10

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk

faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.

1) Umur

Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun,

sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya

belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial

ekonomi, budaya, dan diet. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk pada tahun 2005 di

RS.Sydney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun.

Menurut Basuki, penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

2) Jenis kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali

lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada
laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang

dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium

lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat

(inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat

meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta danya hormon estrogen pada

perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3 Insiden BSK di

Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000 populasi sedangkan

pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.7

3) Heriditer/ Keturunan

Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit BSK.

Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai sekarang

belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.

Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada

perempuan 22,7%.7

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti

geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.

1) Geografi

Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.

Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat

dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral seperti phospor,

kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan


insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah

satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur,

dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.

2) Faktor Iklim dan Cuaca

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak

ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan

jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang

meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang

mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK.

3) Jumlah air yang diminum

Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang diminum

dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila jumlah air yang

diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga

mempermudah pembentukan BSK

4) Diet/Pola makan

Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya saja

diet tinggi purin, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kg

BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal

tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan

kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi
protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu

terjadinya hipertensi.

5) Jenis Pekerjaan

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam

melakukan pekerjaannya.

6) Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat

berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman

pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit


KARAKTERISTIK BATU SALURAN KEMIH 11-13

1. Batu Kalsium

Komponen yg paling sering pada batu saluran kemih adalah kalsium, merupakan

unsur pokok dominan sekitar 75%. Kalsium oxalat membentuk sekitar 60% dari

semua batu, campuran kalsium oxalat dan hidroxiapatik 20% dan batu brushit 2%.

Kalsifikasi dapat terjadi pada sistem kaliks membentuk batu ginjal. Sekitar 80-85%

pada semua batu saluran kemih adalah kalkareus. Batu kalsium pada ginjal paling

sering disebabkan oleh peningkatan kalsium urine, peningkatan asam urat urine,

peningkatan oxalat urine, atau penurunan level citrat urine.

2. Batu Struvit

Batu struvit terdiri dari campuran magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) dan

sekitar 5-15 % dari seluruh batu saluran kemih. Ditemukan paling sering pada wanita

dibanding pria dengan ratio 2:1 dan cepat berulang. Sering ditemukan sebagai batu

staghorn ginjal dan jarang sebagai batu ureter kecuali riwayat setelah intervensi

bedah. Batu struvit adalah batu infeksi dihubungkan dengan organisme pemecah urea,

antara lain Proteus, Pseudomonas, Providensia, Klebsiella, Stapilokokkus, dan

Mycoplasma. Konsentrasi amonium yang tinggi sebagai hasil pemecahan urea

menyebabkan pH urine menjadi alkalis. Hanya pH diatas 7,19 batu struvit dapat

terbentuk

3. Batu Asam Urat

Batu ini kurang dari 5% seluruh batu ginjal. Insidens dari batu asam urat tinggi pada
penderita gout, dan pada penyakit overproduksi dari purin seperti penyakit

myeloproliferatif, atau berat badan yang cepat menurun, dan keganasan dengan obat

sitotoksik. Pada penyakit diare kronik dan intake purine yang berlebihan dapat

menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang akan menurunkan

pH atau melalui berkurangnya produksi urin.

4. Batu Sistin

Batu sistin adalah akibat sekunder dari metabolik asam amino dibasik yang

mengalami kelainan pada absobsi mukosa intestinal dan tubulus ginjal, antara lain

sistin, ornitin, lisin, dan arginin. Kelainan genetik autosomal resesif yang

dihubungkan dengan sistinuri telah diidentifikasi pada kromosom 2p dan yang terbaru

pada 19q13.1. Tidak diketahui adanya penghambat batu sistin, pembentukan batu

sistin sangat tergantung pada ekskresi sistin yang berlebihan. Batu sistin hanya

manifestasi klinik dari kelainan ini.

5. Batu Xantin

Batu xantin merupakan akibat sekunder dari defisiensi xantin oksidase secara

kongenital. Enzim ini normalnya sebagai oksidasi katabolik hipoxantin menjadi

xantin dan dari xantin menjadi asam urat. Penggunaan Allopurinol pada pengobatan

hiperurikosuri dan batu asam urat dapat menyebabkan batu xantin.

6. Batu Indinavir

Indinavir sulfat merupakan penghambat protease yang efektif meningkatkan jumlah

sel CD4+ dan menurunkan titer HIV-RNA pada pasien yang terinfeksi AIDS. Batu

indinavir bersifat radiolusen.


PATOFISIOLOGI

Batu ginjal selalu berkaitan dengan stadium penurunan progresif GFR. Batu

ginjal didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan

mencakup :14
1. Penurunan fungsi ginjal dan cadangan ginjal

Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak

ada akumulasi sisa metabolik. Nefron yang sehat mengkonpensasi nefron yang sudah

rusak dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urine, menyebkan nocturia dan

poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi

ginjal.

2. insufisiensi ginjal

Terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa

sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima.

Mulai terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak

mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretik menyebabkan

oligurasi edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat,

tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.

Teori pembentukan batu ini meliputi teori komponen kristal dan teori

komponen matriks seperti yang akan dijelaskan dibawah ini10

Komponen Kristal

Batu terutama terdiri dari komponen kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Tahapan pembentukan batu yaitu

: nukleasi, perkembangan, dan agregasi melibatkan komponen kristal. Kristal-kristal

tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak
ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadi presipitasi Kristal. Kristal-

kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu atau nukleasi yang

kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi

Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya sudah cukup besar, agregat Kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu untuk membuntukan saluran kemih. Untuk itu

agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan

dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu

yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Pembentukan inti atau nukleasi

mengawali proses pembentukan batu dan mungkin dirangsang oleh berbagai zat

termasuk matriks protein, kristal, benda asing, dan partikel jaringan lainnya. Kristal

dari satu tipe dapat sebagai nidus atau nukleasi dari tipe lain. Ini sering terlihat pada

kristal asam urat yang mengawali pembentukan batu kalsium oksalat

Kondisi metastasis dipengaruhi oleh suhu, Ph larutan, adanya koloid dalam

urin, konsentrasi solute dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih, atau adanya

korpus alineum di saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Terbentuk atau

tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan oleh adanya keseimbangan antara

zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang mampu mencegah timbulnya

batu. Beberapa kasus dengan batu saluran kemih yang berulang,ini disebabkan karena

ketidakcukupan zat-zat inhibitor ini seperti citrate, pyrofosfat, magnesium, zink,

nephrocalcin, tammac horsfall glikoprotein, uropontin, dan makromolekul lainnya ini

diyakini bahwa tidak adekuatnya zat-zat inhibitor khususnya citrate di dalam urin, ini

memainkan peran besar dalam proses terbentuknya batu saluran kemih10


Komponen Matrix10

Komponen matriks dari batu saluran kemih adalah bahan non kristal, bervariasi

sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu. Komposisinya

terutama terdiri dari protein, dengan sejumlah kecil hexose, hexosamine. Bagaimana

peranan matriks dalam mengawali pembentukan batu tidak diketahui secara pasti.

Mungkin matrix bertindak sebagai nidus untuk aggregasi kristal atau sebagai lem

untuk perekat komponen kristal kecil dan dengan demikian menghalangi turunnya

melalui saluran kemih(13).

a. Batu staghorn

Proses ini dapat dijelaskan melalui matrix component seperti yang telah dibahas di

atas. Komponen matrix ini merupakan bahan nonkristalisasi dam memiliki komposisi

yang terutama terdiri dari protein dengan mengandung sejumlah kecil hexose dan
hexosamine yang disebut matrix calculus. Matrix calculi ditemukan pada sebagian

besar individu dengan infeksi yang berkaitan dengan organisme yang menghasilkan

urease (bakteri pemecah urea), khususnya golongan Proteus. Boyce (1986) telah

menegaskan bahwa matrix calculi ini tersusun dari mucoid yang mengental dengan

sangat sedikit komponen Kristal. Komponen matrix ini memiliki tekstur gelatinous

(seperti gel) dan pada gambaran radiologic komponen ini memberikan gambaran

radiolusen, sehingga bila telah terbentuk komponen ini pada pelvis renalis, maka

komponen matrix yang memiliki textur seperti gel ini dapat mengisi seluruh pelvis

bahkan dapat masuk sampai ke kaliks sehingga dapat memenuhi kaliks mulai dari

pole atas hingga pole bawah. Komponen matrix ini dapat menyediakan nidus untuk

agregasi Kristal atau komponen ini akan menjadi seperti lem sehingga komponen-

komponen Kristal yang kecil dapat menempel dan akhirnya dapat menyebabkan

agregasi Kristal yang dapat terdiri dari asam urat atau calcium sehingga komponen

tersebut mengeras dan membentuk batu yang memenuhi kaliks. Suasana urin dapat

menjadi basa, hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri pemecah urea contohnya Proteus

dll dimana bakteri tersebut menghasilkan enzim urease serta membantu hidrolisis

urea menjadi amoniak. Maka keadaan ini dapat memudahkan garam-garam

magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium

ammonium fosfat (MAP) sehingga komponen matrix yang telah memenuhi seluruh

kaliks dalam bentuk gel akan mengeras dan membentuk batu seperti gambaran tanduk

rusa. Walaupun batu tersebut telah mengisi seluruh kaliks namun batu ini tidak

menyumbat secara total dan tidak menutup seluruh Uretero Pelvico Junction. Batu
tersebut mengisi kaliks-kaliks minor sehingga urin masih dapat keluar melalui

pinggir-pinggirnya (tepinya). Inilah yang menyebabkan pasien dengan Staghorn

Calculi biasanya tidak memberikan gejala dan bahkan tidak memberikan gambaran

hidronefrosis

Kira-kira 75 % batu staghorn terdiri dari struvite-carbonate-apetite matrix atau

disebut juga batu struvite atau batu triple fosfat, batu infeksi, atau batu urease.

Sedangkan komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium

oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Oleh karena itu etiologi dari batu staghorn ini

sesuai dengan komposisi batu yang menyebabkan terbentuknya batu staghorn pada

ginjal

b. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah

kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim

urease yang mengubah urin menjadi bersuasana basa karena meningkatnya kadar

konsentrasi amoniak melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti reaksi di bawah

ini :

CO(NH2)2 + H2O = 2NH3 + CO2

Kita ketahui bersama Ph urin normal adalah 5,85, sedangkan pada pasien

dengan batu struvit Ph urin jarang yang kurang dari 7,2 dimana Ph urin dapat

mencapai lebih dari 7,19 jika telah terbentuk presipitasi dari Magnesium-amonium-

fosfat (MAP)
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat,

dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau (Mg NH4

PO4. H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3). Karena terdiri atas 3 kation ( Ca++

Mg++ dan NH4+ ) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate. Kuman-kuman

yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E. Coli banyak

menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk kuman

pemecah urea. Sejumlah besar populasi bakteri yang dapat memproduksi urease

terdapat dalam traktus gastrointestinal dan melakukan hubungan simbiosis dengan

organisme lainnya. Walaupun penyebab dari batu struvit atau batu infeksi ini berasal

dari infeksi traktus urinarius yang patologis namun mungkin dapat pula didapatkan

dari bakteri gastrointestinal yang memproduksi urease. Sebagian besar dari kumpulan

organisme yang menyebabkan batu infeksi adalah Proteus mirabilis

c. Batu asam urat

Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme

endogen di dalam tubuh . Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat

dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxantin

dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia

lain selain manusia dan dalmation ,mempunyai enzim urikase yang dapat merubah

asam urat menjadi allantoin yang larut di dalam air . Pada manusia karena tidak

mempunyai enzim itu, asam urat dieksresikan ke dalam urine dalam bentuk asam urat

bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium
urat. Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan asam urat

bebas, sehingga tidak mungkin megadakan kristalisasi di dalam urine

Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada keadaan tertentu

mudah sekali membentuk Kristal asam urat dan selanjutnya membentuk batu asam

urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urine yang

terlalu asam (pH urine < 6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit (<2liter/hari)

atau dehidrasi, dan (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar

sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak

seperti jenis batu kalsium yang bentukanya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus

dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat

radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak seperti bayangan filling defect

pada saluran kemih sehingga sering kali harus dibedakan dengan bekuan darah ,

bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor , atau bezoar jamur. Pada pemeriksaan

USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing)

Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang

kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan

menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam

urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang

menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat

yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.


Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan

pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak

mampu melakukan fungsinya secara normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of Kidney Stone in the

United States. Journal European Association of Urology. 2012;62:160.

2. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto,2007.

3. Prasadja N, Soebadi DM, Soesanto WD, Widodo JP. Stone-Free Rate Differences in

Kidney Stones Patient With and Without Tamsulosin After ESWL. Indonesian

Journal of Urology. 2011;18(2):36

4. Ahmad Fauzi, Marco Manza Adi Putra. Nefrolitiasis. Medical Journal of

Lampung University,2016; 5(2): 1-6.

5. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Alwi IK, Marchellus S, Setiati S,

Setiyohadi B, Sudoyo AW, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta:

InternaPublishing, 2009.

6. Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC,2002.

7. Grace A pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.

8. Martha Elsy Banne Tondok, Alwin Monoarfa,Hilman Limpeleh. angka kejadian batu

ginjal di rsup prof. dr. r. d. kandou manado periode januari 2010 – desember 2012.

fakultas kedokteran universitas sam ratulangi manado.2012; 1(1): 1-7.


9. Chung HJ, Abraham HM, Meng MV, Stoller ML. Theories of Stone Formation. In:
Stoller ML, Meng MV, editor. Urinary Stone Disease. Totowa NJ: Humana Press inc.;
2007.
10. Anja Pfau, Felix Knauf.Update on Nephrolithiasis: Core Curriculu. ajkd. 2016;
68(6): 973–985
11. Stoller ML.Urinary Stone Disease. In: Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General

Urology. 17th ed. New York: Mc Grow Hill Medical Companies; 2008.

12. Pearle MS, Lotan Y. Urinary Lithiasis and Endourology. In: Wein AJ, Kavoussi LR,

Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9th ed.

Philadelphia: WB Saunders Company; 2007

13. Lieske JC, Segura JW. Evaluation and Medical Management of Kidney Stones. In:

Potts JM, editor. Essential Urology. Totowa NJ: Humana Press Inc.; 2004

14. Corwin, J.E. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

2001

Anda mungkin juga menyukai