Kiko, usia 6 tahun, murid kelas 1 SD, belakangan diperhatikan oleh ibunya bengkak pada ke dua
kelopak mata terutama sehabis bangun tidur. Kiko juga agak kesulitan ketika memasukkan kaus
kaki dan memakai sepatu, seakan-akan kaus kaki dan sepatunya menjadi kesempitan. Sewaktu
diperhatikan lebih seksama, ternyata tungkai bawah Kiki juga ikut bengkak. Wah kenapa anak
saya kok bengkak-bengkak seperti ini, demikan ibunya Kiko membatin. Segera saja Kiko dibawa
ke dokter anaknya. Dokter mewawancarai ibunya Kiko dan Kiko sendiri perihal sakitnya itu.
Setelah Kiko diperiksa, dokter selanjutnya menganjurkan pemeriksaan darah dan urine. Kiko
nampaknya terkena penyakit ginjal, bu, demikian dokternya menduga.
Ketika hasil labnya sudah ada, maka didapatkan protein yang cukup banyak di urine (proteinuria
positif 3), albumin darah yang menurun tapi kolesterol darah meningkat. Melihat hasil labnya
yang demikian dan gejala klinis yang ada, maka Kiko didiagnosa oleh dokternya sebagai
sindrom nefrotik atau dikenal awam sebagai penyakit ginjal bocor. Kiko akan mendapat
pengobatan setiap hari selama 1 bulan dengan prednison dan selanjutnya akan diulang
pemeriksaan urinenya. Bila responnya bagus dengan tidak ditemukannnya lagi protein di urine,
maka Kiko melanjutkan pengobatan prednison selang 2 hari selama 4 minggu berikutnya. Bila
responnya bagus, obat distop tapi Kiko harus tetap kontrol rutin untuk menjaga kemungkinan
kambuh (relaps). Ibu mencurigai kambuh bila Kiko kembali timbul bengkak pada kelopak mata
atau tungkai bawahnya. Demikianlah dokter menjelaskan kepada ibunya Kiko…
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang cukup sering dialami pada masa
kanak-kanak. Penyakit yang diketahui setelah anak tiba-tiba bengkak yang dimulai dari kelopak
mata, muka, perut sampai tungkai membuat orang tua cemas, apalagi setelah diketahui
penyebabnya adalah kelainan di ginjal. Umumnya SN dapat disembuhkan dengan pengobatan
kortikosteroid seperti prednison selama 2-3 bulan. Hanya saja yang orang tua perlu waspadai
adalah kemungkinan kambuh (relaps). Karenanya anak yang dinyatakan sembuh setelah
pengobatan, bisa dikatakan bersifat sementara (remisi) sampai terbukti setelah pemantauan
selama 1 tahun ternyata tidak kambuh. Untuk itu anak pasca pengobatan, anak harus terus
kontrol untuk pemantauan kemungkinan relaps. Pemeriksaan yang rutin dilakukan setiap kontrol
adalah pemeriksaan urine untuk melihat ada tidaknya protein dalam urine (proteinuria).
Mengapa timbul kelainan seperti proteinuria, edema dsb pada anak dengan sindrom nefrotik ?
Keluarnya protein terutama albumin lewat urine terjadi karena adanya gangguan pada sistem
filter (penyaringan) di ginjal tepatnya di glomerulus yang mengakibatkan banyak protein yang
keluar atau ‘bocor’. Akibat dari banyak protein terutama albumin yang ‘bocor’ tadi, maka kadar
albumin dalam darah menjadi turun (hipoalbuminemia). Hipoalbuminemia terjadi juga karena
adanya peningkatan pemecahan (katabolisme) protein di ginjal yang tidak diimbangi pembuatan
albumin di hati. Kolesterol dan lemak darah meningkat terjadi karena hati banyak mensitesis
keduanya. Edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik dalam pembuluh darah yang
menyebabkan cairan merembes ke jaringan sekitar. Penurunan tekanan onkotik disebabkan oleh
turunnya kadar albumin dalam darah.
Gejala apa saja yang dapat kita lihat pada anak dengan sindrom nefrotik ?
Gejala utama yang cepat diketahui oleh orang tua adalah bengkak atau edema, yang pertama
terlihat adalah bengkak pada kedua kelopak mata yang kemudian menyeluruh ke beberapa
bagian tubuh seperti pinggang, perut, skrotum (kantong zakar), bibir vagina dan tungkai bawah.
Pada pemeriksaan fisis, bengkak pada anak SN dikenal dengan istilah pitting edema, artinya
bengkak tersebut kalau ditekan tidak lekas kembali. Bila sudah menyeluruh bengkaknya biasa
disebut sebagai edema anasarka. Berat badan mendadak meningkat tapi anak sendiri mengalami
penurunan nafsu makan (anoreksia).
Bengkak pada mata akan semakin nyata bila anak habis tidur dan bengkak pada tungkai semakin
jelas kalau habis berdiri. Akibat bengkak yang sudah menyeluruh, maka anak merasakan
kesempitan kalau memakai baju, kaos kaki atau sepatu. Selain itu anak dapat merasa sesak
karena adanya penumpukan cairan di paru (efusi pleura) maupun perut yang tegang (distensi
abdomen) akibat penumpukan cairan di rongga perut atau asites.
Gejala lainnya adalah gangguan saluran cerna misal diare dan nyeri di perut (seperti akut
abdomen). Pada sistim pernafasan anak akan merasa sesak karena efusi pleura, selain karena
distensi abdomen akibat asites tadi. Setelah timbul semua gejala tadi, dapat saja anak mengalami
gangguan psikososial baik akibat anggapan beratnya penyakit maupun dampak dari
kekhawatiran orang tua apakah penyakit anaknya dapat tersembuhkan atau tidak.
Bagaimana menghitung luas permukaan tubuh (LPB) untk menentukan dosis obat ?
Ada rumus yang bisa dipakai : LPB (dalam m2) adalah akar dari [BB (berat badan dalam kg) x
TB (tinggi badan dalam cm) /3600] . Misal anak usia 3 tahun dengan berat badan14 kg, tinggi
badan 95 cm, maka luas permukaan badannya adalah akar dari [14 x 95/3600] = 0,61 m2. Untuk
itu untuk tahap awal (full dose, 60 mg/m2 luas permukaan tubuh) anak membutuhkan 0,6 x 60
mg = 36 mg prednison, berarti dalam 1 hari anak harus meminum obat prednison (5 mg/tablet)
paling tidak 7 tablet sehari, dapat dibagi 3 dosis dengan pola 3-2-2 : pagi 3 tablet, siang 2 tablet
dan sore 2 tablet. Obat dengan dosis tsb diminum selama 4 minggu, bila respon pengobatan baik
(remisi), maka dilanjutkan dengan pengobatan alternating dose (selang 2 hari) 40 mg/m2 luas
permukaan tubuh. Untuk melanjutkan ke fase lanjutan ini berarti butuh 24 mg prednison (kurang
lebih 5 tablet) yang diminum selang 2 hari, misal setiap senin, rabu dan jumat dengan dosis 2-2-
1. Obat prednison diminum dalam keadaan lambung penuh terisi makanan, karena bila lambung
kosong akan terasa nyeri pada lambung.
Menjadi masalah tersendiri bagi orang tua, untuk memotivasi anak mau minum obat seperti
prednison yang terkenal pahit dalam jumlah yang relatif banyak secara teratur setiap hari selama
1 bulan.
* Pengobatan SN membutuhkan waktu lama dan keteraturan meminum obat sesuai ‘protokol’
yang ditetapkan.
* Kortikosteroid (prednison) yang diberikan relatif dalam jumlah yang banyak dan harus diawasi
kemungkinan efek samping obat.
* Penyakit SN mempunyai potensi kekambuhan atau relaps yang cukup sering, sehingga anak
membutuhkan terapi dengan kortikosteroid kembali atau menggunakan alternatif pengobatan
yang lain. Karenanya kesembuhan setelah menggunakan steroid selama 8-12 minggu dianggap
sembuh sementara atau remisi.
* Setiap anak yang selesai menjalani pengobatan SN harus melakukan kontrol secara teratur
dengan selalu memeriksa urinenya untuk mengantisipasi kemungkinan kambuh (relaps).
Awalnya anak kontrol setiap minggu, kemudian setiap 2 minggu dan akhirnya setiap bulan atau
setiap ada keluhan. Anak yang pernah SN perlu dipantau selama setidaknya 1 tahun.
* Setiap anak yang dicurigai kambuh membutuhkan pemeriksaan lab urine selama 3 hari
berturut-turut. Bila 3 kali pemeriksaan diketahui hasilnya positif 2 atau lebih, baru dikatakan
sebagai kambuh (relaps). Keadaan seperti ini membutuhkan kembali pengobatan. Bila hasil
pemeriksaan urine hasilnya positif satu (+1) dikatakan sebagai rest proteinuria yang menandakan
remisi parsial dan belum membutuhkan pengobatan.
* Gejala relaps yang dapat dilihat oleh orang tua di rumah adalah kembali edema atau bengkak di
kelopak mata atau tungkai. Sekiranya ditemukan gejala tadi, segera periksakan ke dokter tanpa
menunggu jadwal kontrol.
* Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik seperti minum obat tidak teratur atau tidak
melakukan kontrol sesuai anjuran, dapat memperburuk sakitnya sehingga anak dapat mengalami
gagal ginjal kronik.
SukaSuka · · Bagikan
Septi Alindasari Kkak tgkat q wkt kuliah meninggal dunia gr2 nefrotik syndr0m
Ibuandra Abyan Naufal ank sy sering kbuh pdhl mnum obt rutin kontrol rutin
Riny Novian anakQ jg penderita SN,catatan di atas adlh hal serupa yg di alami anakQ..
Tulis komentar...