Anda di halaman 1dari 39

A.

PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan

menurut Price dan Wilson (2006).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu

sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menetukkan apakah fraktur

yang terjadi itu lengkap ata tidak lengkap.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan

yang umunya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005). Sedangkan

menurut Tambayong (2000), Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang,

umumnya akibat trauma.

B. KLASIFIKASI

Menurut Smeltzer & Brenda (2002), jenis-jenis frakture adalah

1. Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah

tulang, luas, dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi

tulang.

2. Closed fracture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit,

integritas kulit masih utuh.

3. Open fracture (compound fraktur/ komplikata/ kompleks), merupakan

fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang

menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatah

tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi :


a. Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya

b. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif

c. Grade III : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan

jaringan lunak ekstensif.

4. Greensstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan yang

lainnya membengkok

5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang

6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang

7. Spiral, fraktur memuntir sepanjang batang tulang

8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi

pada tulang tengkorak dan wajah)

10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang

belakang)

11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista

tulang, paget, metastasis tulang, tumor)

12. Epifisial, fraktur melalui epifisis

13. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang

lainnys.

C. ETIOLOGI

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan


2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi

lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru

saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam

angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

D. PATOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,

2002).Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat

patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan

peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang

dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk

tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan

asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila

tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya

serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom


compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ). Trauma pada tulang dapat

menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi

dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak

disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh

darah (Smeltzer dan Bare, 2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah

tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena

penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila

sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan

prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF)

fragmen-fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku.

Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.

Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur

yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau

mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi fraktur menurut Smeltzer & Brenda (2002), adalah

nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan deformitas, krepitus,

pembengkakan lokal dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

immobilisasi. Spasme otot yang meyertai fraktur menrupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen

tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur

menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan

membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksadengan tangan, teraba adanya derik tulang yang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan yang lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya

baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doengoes (2000), pemeriksaan diagnostik fraktur

diantaranya :

1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur

2. Skan tulang, tonogramm, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur, juga

dapat digunakkan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons strees normal

setelah trauma.

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk kliren ginjal

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple atau cedera hati.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi menurut Price, A dan L. Wilson (2006), antara lain :

1. Malunion, suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring

2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang

berlebih di dalam suatu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada

suatu tempat.

5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

premeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunya oksigenasi. Ini

biasanya terjadi pada fraktur terbuka

6. Fat embolisme syndroma, tetesan lemak masuk dalam pembulu darah.

7. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada

individu yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau

ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah

atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke

dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga

karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

9. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis

iskemia.

10. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif

sistem syaraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti.

Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang

harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,

reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat

fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk

yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi

fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti

letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan


dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur

dilakukansesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada

kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah

mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).

3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen

tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,

gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna.

Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna

adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen

tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus

menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan

pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal

bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada

tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan

pelvis (Mansjoer, 2000).

Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin

yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau
zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain

dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi

untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai

temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive

treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan

jaringan lunak (Muttaqin, 2008).

4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus

segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan

anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no. register, tanggalMRS, diagnosa medis.

2. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus frakturadalah rasa

nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kroniktergantung dan lamanya

serangan. Untuk memperolehpengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri

klien digunakan:

a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yangmenjadi yang menjadi

faktor presipitasi nyeri.


b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakanatau digambarkan

klien. Apakah seperti terbakar,berdenyut, atau menusuk.

c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa redaapakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dandimana rasa sakit terjadi.

d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yangdirasakan klien,

bisa berdasarkan skala nyeri atauklien menerangkan seberapa jauh rasa

sakitmempengaruhi kemampuan fungsinya.

e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah buruk

pada malam hari atau siang hari.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukansebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalammembuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisaberupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingganantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh

mana yang terkena. Selain itu, denganMengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisadiketahui luka kecelakaan y ang lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinanpenyebab fraktur

dan memberi petunjuk berapa lamatulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakittertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yangmenyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untukmenyambung.

Selain itu, penyakit diabetes dengan luka dikaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akutmaupun kronik dan juga diabetes menghambat

prosespenyembuhan tulang

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakittulang

merupakan salah satu faktor predisposisiterjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yangsering terjadi pada beberapa keturunan, dan

kankertulang yang cenderung diturunkan secara genetik

6. Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan peran klien dalam keluarga danmasyarakat serta respon

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat.

7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisimelebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium,zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk

membantuproses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi

klien bisa membantu menentukan penyebabmasalah muskuloskeletal

dan mengantisipasikomplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama

kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang

merupakan faktor predisposisi masalahmuskuloskeletal terutama pada


lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan

mobilitas klien.

b. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguanpada pola eliminasi,

tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna

serta bau fecespada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi

uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,bau, dan jumlah. Pada kedua

pola ini juga dikaji adakesulitan atau tidak.

c. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,keterbatasan gerak, sehingga hal

ini dapatmengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itujuga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitantidur serta penggunaan obat tidur.

d. Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, makasemua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dankebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain.Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klienterutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya frakturdibanding pekerjaan yang

lain.

e. Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentangkeadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatanpada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme

kopingyang ditempuh klien bisa tidak efektif.

f. Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakankebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensidan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan

karena nyeridan keterbatasan gerak klien

8. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (statusgeneralisata) untuk

mendapatkan gambaran umum danpemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapatmelaksanakan total care karena ada kecenderungan

dimanaspesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

a. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatatadalah tanda-tanda,

seperti:

a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis

tergantung pada keadaan klien.

b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanyaakut.


c) Tanda-tanda vital tidak normal karena adagangguan baik fungsi

maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai ujung jari kaki

3) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagiandistal terutama

mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler dengan 5

P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada

sistem muskuloskeletal adalah:

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupunbuatan

seperti bekas operasi).

(2) tanda lahir.

(3) Fistulae.

(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atauhyperpigmentasi.

(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan denganhal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

b) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisipenderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya


ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,

baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:

(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dankelembaban

kulit. Capillary refill time Normal 3-5 detik

(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapatfluktuasi atau

oedema terutama disekitarpersendian.

(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letakkelainan (1/3

proksimal, tengah, atau distal).

(4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,benjolan yang

terdapat di permukaan atau melekatpada tulang. Selain itu juga

diperiksa statusneurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka

sifatbenjolan perlu dideskripsikan

permukaannya,konsistensinya, pergerakan terhadap dasar

ataupermukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudianditeruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dandicatat apakah terdapat keluhan

nyeri padapergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,

agardapat mengevaluasi keadaan sebelum dansesudahnya.

Gerakan sendi dicatat dengan ukuranderajat, dari tiap arah

pergerakan mulai dari titik 0(posisi netral) atau dalam ukuran

metrik.Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguangerak


(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihatadalah gerakan

aktif dan pasif.

J. PATHWAY

Trauma Trauma
paatologis beban Cidera
Kerusakan
integritas kulit
fraktur Tindakan operasi Luka insisi
nyeri
Diskontinuitas tulang
Jalan masuk
Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang kuman

Pergeseran Laserasi Spasme otot Tek. Sumsum tulang lebih Resiko infeksi
fragmen tulang kulit tinggi dari kapiler
Peningkatan tek.
kapiler Melepaskan ketokolamin
nyeri deformitas
Pelepasan histamin Memobilisasi asam lemak
gg. fungsi
Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit
gg. mobilisasi fisik
edema emboli
Menyumbat pembulu darah
Terputusnya kontunuitas Putus vena/arteri
jaringan
perdarahan Penekanan pembulu darah

Kerusakan Jalan masuk Kehilangan Penurunan perfusi jaringan


integritas kulit kuman volume cairan

Resiko infeksi Resiko Shock gg. perfusi


hipovelemik jaringan

Sumber : Wijaya & Putri, (2013); Nurarrif & kusuma, (2013)

K. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pra Operasi

DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan a. Monitor daerah
jaringan perifer tindakan tertentu yang
berhubungan keperawatan pasien hanya peka
dengan ada perkembangan terhadap panas/
penyumbatan circulation status dingin/ tajam/
pembulu darah dengan kriteria hasil tumpul
: b. Monitor adanya
a. Tekanan sistole paretese
dan diastole c. Istruksikan
dalam rentang keluarga untuk
yang diharapkan mengobservasi
b. Tidak ada tanda kulit jika ada
peningkatan lesi atau
tekanan laserasi
intrakranial d. Gunakan sarung
tangan untuk
proteksi
e. Batasi gerakan
pada kepala,
leher, dan
punggung
f. Monitor
kemampuan
BAB
g. Kolaborasi
pemberian
analgenik
h. Monitor adanya
tromboplebitis
i. Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahan
sensasi.
2. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan j. Kaji tingkat c. Untuk mengetahui
dengan terputusnya asuhan keperawatan, nyeri, lokasi sejauh mana
kontinuitas tulang diharapkan nyeri dan tingkat nyeri dan
pasien berkurang karasteristik merupakan
dengan kriteria hasil: nyeri. indiaktor secara
a. Pasien mampu dini untuk dapat
mengontrol nyeri memberikan
(tahu penyebab tindakan
nyeri, mampu selanjutnya
menggunakan d. Informasi yang
tehnik k. Jelaskan pada tepat dapat
nonfarmakologi pasien tentang menurunkan
untuk mengurangi penyebab nyeri tingkat kecemasan
nyeri, mencari pasien dan
bantuan) menambah
b. Melaporkan pengetahuan
bahwa nyeri pasien tentang
berkurang dengan nyeri.
menggunakan e. Napas dalam dapat
manajemen nyeri l. Ajarkan tehnik menghirup O2
c. Tanda vital dalam untuk secara adekuat
rentang normal : pernafasan sehingga otot-otot
1) TD (systole diafragmatik menjadi relaksasi
110-130mmHg, lambat/ napas sehingga dapat
diastole 70- dalam mengurangi rasa
90mmHg) nyeri.
2) HR(60-
100x/menit) f. Meminimalkan
3) RR (16- m. Imobilisasi pergerakan area
24x/menit), daerah yang fraktur agar tidak
4) Suhu (36,5- fraktur tambah parah dan
37,50C) mengurangi
d. Pasien tampak sensasi nyeri
rileks mampu g. Meningkatkan
tidur/istirahat n. Berikan relaksasi dan dapat
aktivitas meningkatkan
hiburan kemampuan
(ngobrol kooping.
dengan anggota
keluarga) h. Deteksi dini
terhadap
o. Observasi perkembangan
tanda-tanda kesehatan pasien.
vital i. Sebagai profilaksis
untuk dapat
p. Kolaborasi menghilangkan
dengan tim rasa nyeri.
medis dalam Mengetahui lokasi
pemberian fraktur dan agar
analgetik dapat dilakukan
Dengan tin pembedahan oleh
laboratorium dokter bedah
Dengan tim
bedah tulang
3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan a. Kaji kebutuhan a. mengidentifikasi
fisik berhubungan intervensi akan pelayanan masalah,
dengan nyeri/ keperawatan pasien kesehatan dan memudahkan
ketidak nyamanan, akan menunjukan kebutuhan intervensi.
kerusakan tingkat mobilitas akan peralatan.
musculoskeletal. optimal dengan b. Tentukan b. mempengaruhi
kriteria hasil : tingkat penilaian terhadap
a. klien mampu motivasi kemampuan
melakukan pasien dalam aktifitas apakah
pergerakan dan melakukan karena
perpindahan, aktivitas. ketidakmampuan
mempertahankan atau
mobilitas optimal ketidakmauan.
yang dapat c. Ajarkan dan c. menilai batasan
ditoleransi dengan pantau pasien kemampuan
karakteristik : dalam hal aktivitas optimal
1) 0 = mandiri penggunaan
penuh alat bantu
2) 1 = d. Ajarkan dan d. meminimalkan
memerlukan dukkung terjadinya
alat bantu pasien dalam kelemahan dan
3) 2 = latihan ROM atropi otot.
memerlukan aktif dan pasif
bantuan dari pada bagian
orang lain yang tidak
untuk bantuan sakit
pengawasan e. Kolaborasi e. sebagai suatu
dan pengajaran. dengan ahli sumber untuk
4) 3 = terapi fisik mengembangkan
membutuhkan atau okupasi. perencanaan dan
bantuan dari mempertahankan
orang lain dan atau meningkatkan
alat bantu mobilitas pasien.
5) 4 =
ketergantungan;
tidak
berpartisipasi
dalam aktivitas
4. Resiko syok Setelah dilakukan a. Monitor status
hipovelemik tindakan BP, warna
berhubugan dengan keperawatan kulit, suhu
perdarahan diharapkan pasien kulit, denyut
tidak terjadi syok jantung, HR,
(syok prevalition) & ritme, nadi
syok management perifer, dan
dengan kriteria hasil CRT
: b. Monitor tanda
a. nadi dalam batas inadekuat
normal oksigenasi
b. irama jantung jaringan
dalam batas yang c. Monitor suhu
diharapkan dan pernafasan
c. frekuensi nafas d. Monitor intake
dalam batas yang dan output
diharapkan e. Panyau nilai
d. irama nafas dalam laborat : Hb,
batas yang Ht, AGD dan
diharapkan elektrolit
f. Monitor
hemodinamik
invasi yang
sesuai
g. Monitor tanda
dan gejala
asietas
h. Monitor tanda
awal syok
i. Tempatkan
pasien pada
posisi supine,
kaki elevasi
untuk
peningkatan
preload dengan
tepat
j. Lihat dan
pelihara
kepatenan jalan
nafas
k. Berika cairan
IV dan atau
oral yang tepat
l. Berikan
vasodilator
yang tepat
m. Ajarkan
keluarga
tentang tanda
syok
n. Ajarkan
keluarga untuk
mengatasi
tanda gejala
syok
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan a. Kaji adanya a. Dugaan adanya
berhubungan asuhan keperawatan tanda-tanda infeksi
dengan tindakan diharapkan infeksi infeksi pada
invasif (insisi post dapat diatasi dengan area insisi
pembedahan). kriteria hasil: b. Monitor tanda- b. Dugaan adanya
a. Pasien bebas dari tanda vital. infeksi
tanda-tanda
infeksi
b. Menunjukkan c. Perhatikan c. Mencegah
kemampuan demam, transmisi penyakit
untuk mencegah menggigil, virus ke orang lain.
timbulnya infeksi berkeringat,
c. Nilai leukosit perubahan
(4,5-11 103/ul) mental d. Mencegah meluas
d. Lakukan teknik dan membatasi
isolasi untuk penyebaran
infeksi enterik, organisme infektif /
termasuk cuci kontaminasi silang.
tangan efektif.
e. Menurunkan resiko
e. Pertahankan terpajan.
teknik aseptik
ketat pada
perawatan luka/
terbuka,
bersihkan
dengan f. Mencegah
betadine. terjadinya infeksi
f. Awasi/ batasi silang
pengunjung dan g. Terapi ditunjukkan
siap kebutuhan. pada bakteri
g. Kolaborasi tim anaerob dan hasil
medis dalam aerob gra negatif.
pemberian Dan tindakan
antibiotic dan operasi sito
tim bedah
ortopedi

2. Post Operasi

DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan a. Kaji skala nyeri a. Berguna dalam
dengan agen injuri asuhan keperawatan, lokasi, pengawasan dan
fisik (luka insisi post diharapkan nyeri karakteristik keefesien obat,
operasi fraktur). berkurang dengan dan laporkan kemajuan
kriteria hasil: perubahan nyeri penyembuhan,
a. Melaporkan dengan tepat. perubahan dan
nyeri berkurang karakteristik nyeri.
b. Pasien tampak b. Monitor tanda- b. Deteksi dini
rileks tanda vital terhadap
c. Dapat tidur perkembangan
dengan tepat kesehatan pasien.
d. Tanda-tanda vital c. Ajarkan tehnik c. Napas dalam dapat
dalam batas untuk menghirup O2
normal pernafasan secara adekuat
1) TD (systole diafragmatik sehingga otot-otot
110- lambat/ napas menjadi relaksasi
130mmHg, dalam sehingga dapat
diastole 70- mengurangi rasa
90mmHg), nyeri
2) HR(60- d. Memperlancar
100x/menit), d. Beri posisi sirkulasi pada
3) RR (16- senyaman daerah luka
24x/menit), mungkin.
4) suhu (36,5- e. Meningkatkan
37,50C) e. Berikan relaksasi.
aktivitas
hiburan. f. Menghilangkan
f. Kolborasi tim nyeri.
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2 Kerusakan integritas setelah di lakukan a. Kaji kulit dan a. mengetahui
kulit berhubungan tindakan pemenuhan identitas pada sejauhmana
dengan luka insisi masalah kerusakan tahap perkembangan
pembedahan kulit dapat teratasi, perkembangan luka
penyembuhan luka luka. mempermudah
sesuai waktu dengan b. Kaji lokasi, dalam melakukan
kriteria hasil : ukuran, warna, tindakan yang tepat
a. tidak ada tanda- bau, serta b. mengidentifikasi
tanda infeksi jumlah dan tipe tingkat keparahan
seperti pus, cairan luka. luka akan
kemerahan, luka c. Pantau mempermudah
bersih tidak peningkatan intervensi
lembab dan tidak suhu tubuh c. suhu tubuh yang
kotor, d. Berikan meningkat dapat
b. tanda-tanda vital perawatan luka diidentifikasi
dalam batas dengan tehnik sebagai adanya
normal atau aseptic. Balut proses peradangan
dapat di toleransi luka dengan d. tehnik aseptik
kasa kering dan membantu
steril mempercepat
e. Jika pemulihan penyembuhan luka
tidak terjadi dan mencegah
kolaborasi terjadinya infeksi
tindakan e. agar benda asing
lanjutan, atau jaringan yang
misalnya terinfeksi tidak
debridement. menyebar luas
f. Setelah pada area kulit
debridement, normal lainya
ganti balutan f. balutan dapat
sesuai diganti satu atau
kebutuhan dua kali sehari
tergantung kondisi
g. Kolaborasi parah/ tidaknya
pemberian anti luka, agar tidak
biotic sesuai terjadi infeksi.
indikasi g. anti biotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
beresiko terjadi
infeksi.
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan f. Kaji kebutuhan f. mengidentifikasi
fisik berhubungan intervensi akan masalah,
dengan nyeri/ keperawatan pasien pelayanan memudahkan
ketidak nyamanan, akan menunjukan kesehatan dan intervensi.
kerusakan tingkat mobilitas kebutuhan
musculoskeletal. optimal dengan akan peralatan. g. mempengaruhi
kriteria hasil : g. Tentukan penilaian terhadap
b. klien mampu tingkat kemampuan
melakukan motivasi aktifitas apakah
pergerakan dan pasien dalam karena
perpindahan, melakukan ketidakmampuan
mempertahankan aktivitas. atau
mobilitas optimal ketidakmauan.
yang dapat h. menilai batasan
ditoleransi dengan h. Ajarkan dan kemampuan
karakteristik : pantau pasien aktivitas optimal
6) 0 = mandiri dalam hal
penuh penggunaan
7) 1 = alat bantu i. meminimalkan
memerlukan i. Ajarkan dan terjadinya
alat bantu dukkung kelemahan dan
8) 2 = pasien dalam atropi otot.
memerlukan latihan ROM
bantuan dari aktif dan pasif
orang lain pada bagian
untuk bantuan yang tidak
pengawasan sakit j. sebagai suatu
dan pengajaran. j. Kolaborasi sumber untuk
9) 3 = dengan ahli mengembangkan
membutuhkan terapi fisik perencanaan dan
bantuan dari atau okupasi. mempertahankan
orang lain dan atau meningkatkan
alat bantu mobilitas pasien.
10) 4 =
ketergantungan
; tidak
berpartisipasi
dalam aktivitas
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan h. Kaji adanya h. Dugaan adanya
berhubungan dengan asuhan keperawatan tanda-tanda infeksi
tindakan invasif diharapkan infeksi infeksi pada
(insisi post dapat diatasi dengan area insisi
pembedahan). kriteria hasil: i. Monitor tanda- i. Dugaan adanya
d. Pasien bebas dari tanda vital. infeksi
tanda-tanda
infeksi
e. Menunjukkan j. Perhatikan j. Mencegah
kemampuan demam, transmisi penyakit
untuk mencegah menggigil, virus ke orang lain.
timbulnya infeksi berkeringat,
f. Nilai leukosit perubahan
3
(4,5-11 10 /ul) mental
k. Lakukan teknik k. Mencegah meluas
isolasi untuk dan membatasi
infeksi enterik, penyebaran
termasuk cuci organisme infektif
tangan efektif. / kontaminasi
silang.
l. Pertahankan
teknik aseptik l. Menurunkan resiko
ketat pada terpajan.
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan
dengan
betadine.
m. Awasi / m. Mencegah
batasi terjadinya infeksi
pengunjung dan silang
siap kebutuhan. n. Terapi ditunjukkan
n. Kolaborasi tim pada bakteri
medis dalam anaerob dan hasil
pemberian aerob gra negatif.
antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2.Jakarta: EGC.

Smeltzer & Brenda. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika

STIKES ANNUR PURWODADI

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. N DENGAN FRAKTUR


HUMERUS PROXIMAL SINISTRA DI RUANG CEMPAKA
RSUD UNGARAN
Oleh:

DARU PUJI HIDAYAT


11.02.06.10

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES ANNUR PURWODADI
2014
A. PENGKAJIAN

Pengkajian ini dilakukan pada hari Rabu 26 November 2014 di

Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran secara alloanamnesa

dan autoanamnesa.

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 26 tahun 3 bulan


Alamat : Sraten RT 1/5 Tuntang Kabupaten Semarang

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Tanggal Masuk : 26 November 2014

No Register : 200808

Dx. Masuk : Fraktur humerus proximal sinistra

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn A.

Umur : 30 tahun

Alamat : Sraten RT 1/5 Tuntang Kabupaten Semarang

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : karyawan swasta

Hub. dgn Pasien : Suami

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Pasien mengatakan lengan atas sebelah kiri terasa nyeri.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada puku 7.00 WIB di Banaran

Kabupaten Semarang. Pasien tidak tahu kronologi kejadiannya secara urut

karena setelah terjadi tabrakan pasien mengalami pingsan. Kemudian pasien

dibawa ke IGD RSUD Ungaran. Pasien sampai di RSUD Ungaran sudah sadar

dengan KU sedang (pucat) dan mengeluh nyeri pada lengan atas sebelah kiri
serta sukar di gerakan. Dengan TD : 120/80 mmHg, RR : 20x/menit, Nadi :

80x/menit, suhu : 360C. Kemudian pasien dipasang infus RL pada lengan

bawah sebelah kanan dengan terapi 20tpm dan diberikan injeksi ranitidin

50mg, ketorolac 30mg dan ceftriaxone 1gr secara IV. Kemudian setelah

pasien stabil dipindah ke ruang cempaka.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun, hanya

terkena influensa ringan biasa.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keturunan seperti

DM, asma, Hipertensi maupun penyakit menular seperti TB.

3. Pengkajian Pola Fungsional (Menurut Virginia Henderson)

a. Kebutuhan bernafas dengan normal

Sebelum : Pasien mengatakan bernafas dengan normal, irama


reguler, tidak menggunakan alat bantu pernafasan
Selama : Pernafasan reguler, nafas: 20x/menit, menggunakan
hidung sebagai alat pernafasan, tidak menggunakan alat
bantu O2, tidak ada pergerakan cuping hidung, tidak ada
retraksi intercosta, dan tidak ada sesak nafas.
b. Kebutuhan nutrisi adekuat

Sebelum : A : TB = 156 cm
BB = 50 Kg
𝐵𝐵 (𝐾𝑔)
IMT = 𝑇𝐵(𝑚)2
50
= 1,562 = 20,54 (normal)

B : tidak dapat dikaji


C : pasien megatakan tampak sehat
D : Pasien makan 3x sehari, porsi sedang dengan
komposisi nasi, lauk, sayur, pasien tidak suka makan
pedas, minum air putih sebanyak ± 2 lt
Selama : A : TB = 156 cm
BB = 50 Kg
𝐵𝐵 (𝐾𝑔)
IMT = 𝑇𝐵(𝑚)2
50
= = 20,54 (normal)
1,562

B : Hb =
C : pasien tampak pucat dan lemas
D : pasien hanya makan ½ porsi. Pola minum 2 liter
perhari. Komposisi makanan seperti nasi lauk-pauk
sesuai dengan diit yang di tentukan
c. Kebutuhan eliminasi

Sebelum : Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek


berwarna kuning, dan BAK ± 8x sehari, warna kuning
jernih, bau khas urine
Selama : Pola eliminasi BAB pasien belum BAB hari ini. Pasien
tidak terpasang DC dan tidak ada gangguan dalam BAK
(disuria dan hematuria) pasien BAK ± 8x sehari atau
sekitar 1600cc.
d. Kebutuhan keseimbangan dan gerak

Sebelum :
Aktifitas/ kegiatan 0 1 2 3 4
Makan & minum √
Toileting √
Berpakaian/ berdandan √
Mandi √
Mobilisasi aktif √
Keterangan :
0 = mandiri
1 = dibantu alat
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = sangat tergantung
Kesimpulan : Pasien dapat melakukan kegiatan secara mandiri.

Selama sakit :
Aktifitas/ kegiatan 0 1 2 3 4
Makan & minum √
Toileting √
Berpakaian/ berdandan √
Mandi √
Mobilisasi aktif √
Keterangan :
0 = mandiri
1 = dibantu alat
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = sangat tergantung
Kesimpulan : Pasien dapat melakukan kegiatan secara mandiri.

e. Kebutuhan istirahat dan tidur

Sebelum : Pasien mengatakan tidur ±8 jam perhari, yaitu 7 jam


tidur malam dan 1 jam tidur siang, tidak mengalami
gangguan tidur
Selama : Untuk kebutuhan istirahat dan tidur pasien tidak

mengalami gangguan pola tidur. Pasien hanya bisa tidur

mulai pukul 22.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB

f. Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh

Sebelum : Pasien mampu mempertahankan suhu tubuh, saat udara


dingin pasien memakai jaket dan ketika udara panas
pasien memakai baju yang tipis
Selama : Pasien memakai pakaian yang tipis dan menyerap
keringat bila udara panas serta memakai selimut saat
udara dingin.
g. Kebutuhan personal hygiene
Sebelum : Klien mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas 2x
seminggu dan memotong kuku ketika terlihat panjang
dan kotor
Selama : pasien mengatakan selama dirawat hanya disibin oleh
keluarga 2x dalam sehari. Sikat gigi 2x sehari. Kuku
tidak panjang dan kotor.
h. Kebutuhan berkomunikasi

Sebelum : Klien berkomunikasi dengan keluarga dengan bahasa


indonesia maupun jawa jenis komunkasi verbal dan
intensitas kuat
Selama : Klien berkomunikasi dengan dokter, perawat, keluarga

dan saudara yang menjenguk menggunakan bahasa

verbal, intensitas komunikasi lemah dan menggunakan

bahasa jawa

i. Kebutuhan spiritual

Sebelum : Klien beragama islam, sebelum sakit kadang klien ikut


menjalankan ibadah sholat
Selama : Klien selama di rawat di rumah melakuakan ibadah

ditempat tidur dengan berdoa.

j. Kebutuhan berpakaian dan memilih pakaian

Sebelum : Klien suka memakai kaos dan celana, klien biasanya

ganti baju 2x sehari

Selama : pasien menggunakan pakaian yang disukainya yang

sudah dipersiapkan oleh keluarga. Pasien menggganti

pakaian 2x sehari.

k. Kebutuhan rasa aman dan nyaman


Sebelum : pasien merasa aman jika berkumpul dengan keluarga,

pasien tidak meraasakan nyeri apapun.

Selama : aman : pasien merasa aman jika ditemani oleh

anggota keluarga

Nyaman : pasien merasakan nyeri pada lengan sebelah

kiri.

l. Kebutuhan bekerja

Sebelum : Klien berangkat bekerja dengan mengendarai sepeda

motor secara mandiri. Bekerja ± 8 jam setiap harinya

mulai dari pukul 7.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB

Selama : Klien tidak dapat melakukan pekerjaannya seperti

biasanya karena kondisi yang belum stabil dan tidak

memungkinkan untuk bekerja

m. Kebutuhan rekreasi

Sebelum : Klien dan keluarga biasanya berkumpul bersama dan


melihat televisi sambil bergurau
Selama : Sebagai kebutuhan rekreasi klien hanya berbincang-
bincang dengan keluarga serta saudara yang
menjenguknya untuk menghilangkan kejenuhan selama
di rumah sakit.
n. Kebutuhan belajar

Sebelum : Klien tidak mengetahui hal apa saja yang menyebabkan


penyakit ini bisa terjadi.
Selama : Klien menganggap bahwa penyakit yang diderita salah

satu ujian dari yang diatas yaitu Allah dan pasien selalu

optimis setiap penyakit pasti ada obatnya. Kemudian

pasien juga kurang tahu tentang penyakit yang

dideritanya.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaaan Umum

1) General Appearance : pucat

2) Tingkat Kesadaran

Kualitatif : Composmentis

Kuantitatif (GCS) : E4 M5 V6

b. Tanda-Tanda Vital

1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2) Respiratory Rate : 20 x/ menit

3) Nadi : 80 x/ menit

4) Temperature : 360C

c. Pemeriksaan Antropometri

Tinggi badan : 156 cm


Berat Badan : 50 Kg
𝐵𝐵 (𝐾𝑔)
IMT : 𝑇𝐵(𝑚)2
50
:1,562 = 20,54 (normal)

d. Kepala

1) Bentuk kepala

Simetris, mesochepal, tidak ada luka, tidak ada benjolan.


2) Rambut dan kulit kepala

Rambut tipis, kering kusam, sedikit beruban, tidak ada benjolan,

tidak ada pembengkakan, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, pada

kulit kepala tidak ada ketombe.

3) Mata

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 3mm/3mm,

terdapat reflek pupil terhadap cahaya dan tidak menggunakan alat

bantu penglihatan

4) Hidung

Saluran hidung tidak ada sumbatan, septum hidung utuh, tidak ada

epistaksis, tidak terpasang O2

5) Telinga

Bentuk simetris, tidak ada penumpukan serumen, respon

pendengaran baik, tidak memakai alat bantu pendengaran

6) Mulut

Keadaan lidah lembab, kondisi lidah simetris, gigi sudah ada yang

ompong, tidak terdapat perdarahan gigi.

7) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terjadi pembesaran

kelenjar getah bening, tidak ada nyeri tekan.

e. Dada atau Thorax

1) Paru-Paru
Inspeksi : simetris, tidak terjadi retraksi intercosta

Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri sama,


pengembangan paru simetris.
Perkusi : sonor, tidak ada gangguan

Auskultasi : bunyi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan


(wheezing, ronchi).
2) Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis teraba di ICS IV mid clavikula sinistra.


Perkusi : bunyi yang terdapat pekak.

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, tidak terdengar gallop

maupun mur-mur

f. Abdomen

Inspeksi : bentuk perut simetris, gerakan seirama saat inspirasi

dan ekspirasi, tidak ada benjolan pada umbilikus,

tidak terjadi gangguan pigmentasi kulit, tidak terdapat

lesi dan asites.

Auskultasi : peristaltik usus 15x/ menit

Perkusi : suara timpani

Palpitasi : tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri lepas, tidak

terdapat massa.

g. Genito Urinari

Tidak terpasang DC/kateter. Kebersihan tidak terkaji karena pasien

menolak

h. Anus
Tidak terkaji karena pasien menolak

i. Ekstremitas

1) Superior

Kekuatan otot superior bagian dextra normal dapat digerakan dengan

tahanan (berskala 5), tidak terdapat deformitas, tidak ada varises,

tidak ada odema, akral hangat, terpasang infus RL 20 tpm.

Sedangkan extremitas superior sinistra terdapat nyeri ketika

digerakan pada bagian lengan atas, terdapat bengkak lokal dan

krepitasi pada daerah tersebut.

2) Inferior

Kekuatan otot inferior normal dapat digerakan dengan tahanan

(berskala 5), tidak terdapat deformitas, tidak ada varises, tidak ada

odema, akral hangat.

j. Integumen

1) Kuku dan kulit

klien berwarna sawo matang, kering sedikit keriput, turgor kulit

baik, dasar kuku kokoh, CRT 1 detik.

5. Data Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

b. Pemeriksaan diagnostik lain

Pengkajian skala nyeri


P : terputusnya kontuinitas tulang humerus

Q : pasien merasakan nyeri seperti ditusuk-tusuk

R : pasien merasakan nyeri pada lengan atas sebelah kiri

S : pasien merasakan nyeri dengan skala 6

T : pasien merasakan sering terasa nyeri pada daerah

tersebut.

6. Data Therapy

a. Tanggal 26 November 2014


- Infus RL 20 tetes permenit
- Ranitidine 2x50mg
- Ketorolac 3x30mg
- Ceftriaxone 2x1gr

Anda mungkin juga menyukai