Anda di halaman 1dari 7

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.

Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Cair


Hasil Sexing pada Sapi Bali Induk Yang Dipelihara dengan Sistem
yang Berbeda
(Oestrus Syncronization and Artificial Insemination using Sexing Semen
from Bali’s Cattle with Different Management System )
Takdir Saili1)*, La Ode Baa1), La Ode Arsad Sani1), Syam Rahadi1), I Wayam Sura2) dan
Febiang Lopulalan2)
1)
Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo
2)
UPTD Peternakan, Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Tenggara
E-mail: takdir69@yahoo.com

Abstrak
Sinkronisasi estrus umumnya diterapkan dalam program inseminasi buatan untuk
memicu terjadinya estrus sekelompok sapi disinkronkan dalam efektifitas time.The sama
PGF2α dalam sinkronisasi estrus dan kemampuan sperma bergender untuk menginduksi
kehamilan pada sapi bali dievaluasi dalam hal ini belajar. Empat puluh ekor sapi digunakan di
mana 20 ekor sapi yang disimpan di bawah managementwhile intensif yang lain 20 sapi yang
disimpan di bawah manajemen semifinal intensif. Semen dikumpulkan dari banteng bali dan
sexing sperma menggunakan metode Colum albumin dilakukan untuk menghasilkan sperma
bergender. semen segar dan sperma bergender dievaluasi sebelum inseminasi untuk
menginduksi kehamilan pada sapi bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% dari sapi
menunjukkan estrus tanda dengan kualitas estrus berkisar antara 2,84 untuk sapi di bawah
manajemen yang intensif dan 2,88 untuk sapi di bawah manajemen semi intensif. Tingkat tidak
kembali juga tinggi yaitu 95% untuk sapi di bawah manajemen intensif dan 80% untuk sapi di
bawah manajemen semi intensif. Sementara layanan per konsepsi hanya 1,15 untuk sapi di
bawah manajemen intensif dan 1,20 untuk sapi di bawah manajemen semi intensif. Akhirnya,
disimpulkan bahwa semua sapi memiliki respon yang baik untuk PGF2α untuk memicu estrus
dan 95% dari sapi di bawah manajemen intensif dan 80% dari sapi di bawah manajemen
setengah intensif diprediksi pregnantbased pada tingkat non pulang pada hari 21 setelah
inseminasi buatan dengan baik S / C.
Kata kunci: sinkronisasi, sexing, sapi bali, intensif, semi intensif

Abstract
Estrus synchronization was generally applied in artificial insemination program in
order to trigger the occurance of estrus of a number of synchronized cows in similar time.The
effectivity of PGF2α in estrus synchronization and the ability of sexed sperm to induce
pregnancy in bali cows were evaluated in this study. Fourty cows were used in which 20 cows
were kept under intensive managementwhile the other 20 cows were kept under semi intensive
management. Semen was collected from bali bull and sperm sexing using albumin colum
method was performed to produce sexed sperm. Fresh semen and sexed sperm were evaluated
prior to insemination to induce pregnancy in bali cows. The results showed that 100% of cows
showed estrus sign with quality of estrus ranged between 2.84 for cows under intensive
management and 2.88 for cows under semi intensif management. Non return rate was also high
namely 95% for cows under intensive management and 80% for cows under semi intensif
management. While service per conception was only 1.15 for cows under intensive management
and 1.20 for cows under semi intensif management. Finally, it was concluded that all cows had
a good response to PGF2α to trigger estrus and 95% of cows under intensive management and
80% of cows under semi intensive management were predicted pregnantbased on non return
rate on day 21 following artificial insemination with good S/C.
Keywords: synchronization, sexing, bali cows, intensive, semi intensive

49
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

Pendahuluan ke-3 hari setelah penyuntikan hormon


Beberapa cara dapat ditempuh untuk prostaglandin (Saili dkk., 2011).Pada hari
dapat meningkatkan produktivitas ternak sapi yang bersamaan munculnya estrus, kegiatan
baik melalui perbaikan kualitas dan inseminasi buatan dapat dilakukan untuk
penyediaan pakan yang cukup,pengendalian mendapatkan kebuntingan pada ternak
penyakit ternak, maupun perbaikan sapi.Efektivitas preparat PGF2α terbukti dapat
manajemen reproduksi ternak. Seekor sapi menimbulkan respon estrus sebesar 92,3%
betina induk secara normal dapat melahirkan pada sapi Bali (Toelihere dkk., 1990).
anak satu ekor di dalam satu tahun (Hafez, Selanjutnya Said dkk. (2012) juga melaporkan
2000). Hal ini dapat dicapai jika proses bahwa hormon PGF2α dapat digunakan secara
reproduksi ternak sapi tersebut dikendalikan efektif untuk sinkronisasi estrus pada sapi
secara baik terutama penentuan waktu kawin Bali.
ternak setelah melahirkan. Proses perkawinan Penelitian ini dilakukan untuk
ternak sapi hampir dapat dipastikan bahwa mengevaluasi efektivitas pelaksanaan
harus selalu diawali dengan munculnya estrus sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan
pada ternak sapi betina. Sudah menjadi kodrat menggunakan semen cair hasil sexing pada
sapi betina untuk mau dikawini oleh sapi sapi bali yang dipelihara secara instensif dan
pejantan jika berada pada fase estrus. Oleh semi intensif.
karena itu persoalan estrus pada ternak sapi
dalam kaitannya dengan proses perkawinan Materi dan Metode Penelitian
ternak sapi menjadi hal yang urgen dalam Penelitian ini dilaksanakan di dua
manajemen produksi ternak sapi dan wajib lokasi, yaitu UPTD Peternakan Provinsi
diketahui oleh semua pihak yang Sulawesi Tenggara (ternak sapi dipelihara
berkecimpung di dalam usaha produksi ternak secara intensif) dan kelompok tani ternak di
sapi, terutama para peternak. Kecamatan Landono, Konawe Selatan,
Proses perkawinan sapi dapat Sulawesi Tenggara (ternak sapi dipelihara
berlangsung secara alami dengan cara secara semi intensif). Bahan yang
pejantan sapi mengawini seekor sapi betina digunakan pada penelitian ini adalah semen
yang dalam kondisi estrus atau melalui teknik sapi yang diperolehdari pejantan sapi bali
inseminasi buatan.Proses perkawinan ternak yang berumur 3 tahundengan bobot badan±280
sapi menggunakan teknik inseminasi buatan kg. Semen sapi tersebut selanjutnya melewati
juga mempersyaratkan kondisi ternak sapi proses sexing untuk menghasilkan semen
betina yang estrus. Pada program inseminasi yang didominasi oleh sperma yang
buatan dibutuhkan ketersediaan ternak sapi berpotensi membentuk embrio jantan.
betina estrus yang banyak agar efisiensi Pakanyang diberikan pada sapi pejantan
pelaksanaan inseminasi buatan dapat dan sapi betina yang dipelihara secara
tercapai.Namun pada sisi lain, secara alami intensif adalah rumput lapangan lebih
sangat sulit mendapatkan ternak sapi betina kurang 10% dari berat badan dan makanan
dalam jumlah banyak yang mempunyai siklus penguat (konsentrat) sebanyak 3-4
estrus sama pada suatu lokasi. Oleh karena kg/ekor/hari untuk sapi pejantan dan 1-2 kg
itu, dibutuhkan satu teknik untuk dapat untuk sapi betina. Sedangkan pakan sapi
menyerentakan munculnya estrus pada yang dipelihara secara semi intensif adalah
sejumlah ternak sapi betina. rumput lapangan baik saat digembalakan di
Teknik penyerentakan estrus pada siang hari maupun saat dikandangkan di
ternak sapi dapat dilakukan dengan malam hari.
menggunakan preparat hormon yang Bahan utama medium sexing yang
mengandung prostaglandin (PGF2α). digunakan pada penelitian ini adalah bagian
Hormon ini akan bekerja dengan cara melisis cair dari putih telur (albumen), dan sebagai
korpus luteum sebagai tempat produksi pelarutnya digunakan NaCl fisilogis (0,9%).
hormon progesterone yang menghalangi Larutan NaCl fisiologis juga digunakan
munculnya estrus pada ternak sapi sebagai medium pencuci semen baik
(Burhanuddin dkk., 1992). Secara normal, sebelum maupun setelah proses sexing dan
estrus akan muncul pada jam ke-64 atau hari sebagai medium penambah volume semen

50
Takdir Saili, dkk. Sinkronisasi

dalam upayamendapatkan konsentrasi sperma hasil penelitian sebelumnya yang


yang ideal pada proses sexing. Selain itu, juga menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
dibutuhkan medium pengencer semen (Tris- kualitas spermatozoa antara waktu pemisahan
Kuning telur) yang digunakan pada saat 20 menit, 35 meit dan 59 menit (Saili dkk.,
menyimpan semen dalam bentuk semen cair 2014). Selanjutnya, setiap fraksi semen
setelah proses sexing. disedot dengan pipet dan ditampung di dalam
Peralatan yang digunakan pada tabung sentrifus. Sentrifugasi yang dilakukan
penelitian ini adalah seperangkat alat vagina dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
buatan yang digunakan untuk menampung dimaksudkan untuk mendapatkan endapan
semen. Tabung yang digunakan pada sperma yang telah bersih dari medium
proses sexing sperma adalah tabung reaksi pemisahan sperma. Kemudian endapan sperma
dengan diameter 1 cm dan tinggi 10 cm. tersebut ditambahkan medium pengencer Tris-
Untuk membuat dan menyimpan medium kuning telur untuk produksi semen cair dan
digunakan gelas ukur, gelas erlemeyer dan disimpan pada suhu 3-5oC).
gelas beaker dalam berbagai ukuran. Gelas Sinkronisasi dan Inseminasi Sapi Akseptor
penutup dan gelas obyek digunakan untuk Metode sinkronisasi estrus yang
membuat preparat sperma bagi berbagai dilakukan pada penelitian ini adalah hasil
keperluan pengamatan. Haemocytometer dan modifikasi Saili dkk. (2011). Secara detail
sentrifus (Centra - MP4R Model, International metode tersebut dijelaskan sebagai
Equipment Company, USA) masing-masing berikut.Sebelum ternak percobaan diberi
digunakan sebagai alat untuk menghitung perlakuan hormon, dilakukan pemeriksaan
konsentrasi sperma dan membersihkan status reproduksi untuk memastikan ternak
sperma. Selain itu, juga digunakan water percobaan tidak dalam keadaan bunting.
bath, magnetik stirer, pencatat waktu dan Hormon yang digunakan untuk sinkronisasi
lain-lain. Seperangkat alat inseminasi buatan estrus adalah preparat PGF2α dengan merk
juga digunakan pada saat aplikasi sperma dagang Capriglandin (5.5 mg/ml Dinoprost
hasil sexing di lapangan. Tromethamine). Penyuntikan dilakukan secara
Sexing Sperma intramusculer dengan dosis 5 ml/ekor. Sapi
Metode sexing sperma yang digunakan resipien yang telah disinkronisasi selanjutnya
pada penelitian ini adalah metode kolum dievaluasi kualitas estrusnya dan diinseminasi
albumin yang dimodifikasi oleh Saili menggunakan sperma hasil sexing pada hari
dkk.(2000). Secara detail metode tersebut ketiga setelah sinkronisasi. Pada hari ke-21
dijelaskan sebagai berikut. Kombinasi medium setelah inseminasi, dilakukan deteksi estrus
pertama adalah medium albumen yang untuk menentukan tanda-tanda kebuntingan.
dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,9%) Sapi akseptor yang tidak memperlihatkan
dengan konsentrasi 10% (v/v) pada lapisan gejala estrus pada hari ke-21 setelah
atas dan 20%(v/v) pada lapisan bawah. inseminasi dapat dikategorikan sebagai sapi
Semen sapi ditampung dengan yang diprediksi bunting.
menggunakan vagina buatan, selanjutnya Parameter yang Diukur
dilakukan evaluasi terhadap semen tersebut Parameter utama yang diukur pada
baik secara makroskopis maupun secara penelitian ini adalah:
mikroskopis. Sebelum proses sexig, semen a. Kualitas semen segar dan sperma hasil
dicuci dengan cara disentritugasi pada sexing.
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk b. Persentase estrus, yaitu jumlah sapi yang
memperoleh endapan sperma. Kemudian, estrus setelah singkronisasi
endapan sperma tersebut ditambahkan NaCl c. Kualitas estrus adalah kualitas tanda-
fisiologis hingga konsentrasinya menjadi 150 tanda estrus yang muncul setelah
juta sel/ml. Sampel semen sebanyak 1 ml sinkronisasi yang diberi skor +++
dimasukkan ke dalam kolum yang berisi (kualitas estrus baik), ++ (kualitas estrus
medium pemisahan spermatozoa dan dibiarkan sedang), dan + (kualitas estrus jelek)
mengendap selama 20 menit pada suhu d. Non Return Rate (NRR) yaitu jumlah sapi
28 °C. Waktu pemisahan (sexing) yang betina yang tidak minta kawin lagi pada
digunakan pada penelitian ini berdasarkan hari ke-21 setelah diinseminasi.

51
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

e. Service per conception adalah jumlah secara intensif di UPTD Peternakan dan 20
inseminasi utuk menghasilkan suatu ekor dipelihara petani secara semi intensif
kebuntingan pada sapi akseptor. oleh petani ternak di Kecamatan Landono,
Analisis Data kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Data tentang persentase dan kualitas Temggara. Kisaran umur ternak sapi dibagi
estrus, NRR dan S/C disajikan dalam bentuk ke dalam 2 kelompok, yaitu kisaran umur 3 –
kuantitatif dan dianalisis secara diskriptif. 4 tahun sebanyak 31 ekor(17 ekor dipelihara
intensif dan 14 ekor dipelihara secara semi
Hasil dan Pembahasan intensif) dan kisaran umur 5 – 6 tahun
Kualitas Semen Segar dan Sperma Hasil sebanyak 9 ekor (3 ekor dipelihara intensif
Sexing dan 6 ekor dipelihara secara semi intensif).
Data kualitas semen segar sebelum Semua sapi disinkronisasi menggunakan
dilakukan sexing sperma meliputi hasil preparat hormon prostaglandin (PGF2α)
pengamatan secara makroskopis dan dengan merk dagang capriglandin dan tiga
mikroskopis dirangkum pada Tabel 1, hari kemudian dilakukan pemeriksaan
sedangkan kualitas sperma hasil sexing estrus.Indikator estrus yang dinilai meliputi
disajikan pada Tabel. perubahan kondisi vulva yang menjadi agak
Hasil pengamatan menunjukkan kemerahan, bengkak dan agak hangat serta
bahwa kualitas semen segar masih dalam keberadaan lendir transparan yang keluar
kisaran normal sehingga layak untuk melalui vulva.
dilakukan proses sexing untuk mendapatkan Data hasil pengamatan estrus dan
sperma hasil sexing yang diinginkan.Nilai inseminasi pada sapi percobaan baik yang
tersebut mirip dengan hasil penelitian dipelihara secara intensif maupun semi
sebelumnya oleh Saili dkk. (2014) dengan intensif disajikan secara detail pada Tabel 3.
nilai rataan persentase viabilitas, motilitas dan Tabel 4.
dan persentase keutuhan membran plasma Data pada Tabel 3. menjelaskan
berturut-turut 94,33%, 80% dan 96%. bahwa semua sapi (17 ekor) yang berumur 3-4
Kualitas sperma sebelum sexing tahun pada pemeliharaan secara intensif
merupakan nilai yang diperoleh dari hasil memberikan tanggapan estrus. Demikian
evaluasi semen segar. Nilai tersebut halnya dengan sapi dengan kisaran umur 5-6
mengalami penuruann setelah proses sexing tahun (3 ekor) juga memberikan tanggapan
dengan besaran yang bervariasi seperti yang estrus setelah sinkronisasi dengan kualitas
tertera pada Tabel 2. Hal ini sangat wajar estrus berkisar antara ++ (2) dan +++ (3)
terjadi karena sperma mengalami serangkaian (rataan 2,84). Sapi dengan kisaran umur 3-4
perlakuan selama proses sexing yang tahun mempunyai rataan kualitas estrus 3,00,
menyebabkan kualitasnya menjadi berkurang. sedangkan sapi dengan kisaran umur 5-6
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini masih tahun mempunyai rataan kualitas estrus 2,67.
relatif sama dengan hasil penelitian Pada hari ketiga setelah sinkronisasi,
sebelumnya yang dilakukan oleh Saili dkk. semua sapi diinseminasi menggunakan
(2015) juga pada sapi bali. Kualitas sperma sperma hasil sexing dan selanjutnya pada hari
setelah proses sexing menurun dari 80% ke-21 setelah inseminasi dilakukan
menjadi 60%, 94% menjadi 74%m dan 96% pengamatan estrus. Hasil pengamatan estrus
menjadi 75% masing-masing untuk parameter menunjukkan bahwa sapi yang berumur 3-4
persentase motilitas, viabilitas dan persentase tahun tidak menunjukkan gejala minta kawin
membrane plasma utuh. lagi (tidak ada gejala estrus yang muncul),
Sinkronisasi dan Inseminasi Buatan sedangkan sapi dengan kisaran umur 5-6
Jumlah sapi yang menjadi akseptor tahun hanya satu ekor yang kembali minta
pada penelitian ini adalah 40 ekor yang dibagi kawin (menunjukkan gejala estrus).
ke dalam dua kelompok, 20 ekor dipelihara

52
Takdir Saili, dkk. Sinkronisasi

Tabel 1. Hasil evaluasi semen dan sperma segar sapi bali


Variabel Nilai
Volume (ml) 6,3 ± 0,74
Warna Putih krem
pH 7 ± 0,00
Konsentrasi (x 106/ml) 1002,21 ± 97,35
Motilitas (%) 80 ± 0,0
Viabilitas (%) 92,23 ± 3,46
Keutuhan membrane (%) 93,62 ± 4,82

Tabel 2. Kualitas sperma sapi balisebelum dan setelah proses sexing


Kualitas sperma
Variabel
Sebelum sexing Setelah sexing
Motilitas (%) 80 ± 0,0 60 ± 0,0
Viabilitas (%) 92,23 ± 3,46 73,56 ± 0,28
Keutuhan membrane (%) 93,62 ± 4,82 73,82 ± 0,46

Tabel 3. Data hasil sinkronisasi estrus sapi bali induk yang dipelihara secara intensif
Sinkronisasi Inseminasi Buatan (IB)
Umur Sapi Sapi yg Kualitas
Jml sapi Sapi yg di- MKK
(tahun) estrus estrus NRR S/C
(ekor) IB (ekor) (ekor)
(ekor) (skor)
3–4 17 17 3,00 17 0 17 (100%) 1,0
5– 6 3 3 2,67 3 1 2 (67%) 1,3
Jumlah 20 18 20 1 19 (95%)
Rataan 2,84 1,15
Keterangan:
MKK = Minta kawin kembali, jumlah sapi yang minta kawin kembali dalam waktu
21 hari setelah di IB
NRR = Non return rate, persentase sapi yang tidak minta kawin lagi dalam waktu
21 setelah di-IB

Hal ini menunjukkan bahwa 100% sapi yang berarti semua sapi diprediksi bunting setelah
berumur 3-4 tahun pada pemeliharaan secara inseminasi pertama, sedangkan sapi pada
intensif terindikasi bunting.Sudah menjadi kelompok umur 5-6 tahun mempunyai rataan
pandangan umum dalam bidang reproduksi angka S/C 1,3 yang berarti bahwa rata-rata
bahwa sapi yang tidak minta kawin lagi sapi tersebut diinseminasi 1-2 kali baru
setelah dikawinkan, baik melalui kawin alam memperlihatkan gejala bunting.
maupun melalui inseminasi buatan berarti Data pada Tabel 4.menjelaskan bahwa
sapi-sapi tersebut diprediksi sebagai sapi-sapi dari 20 ekor sapi yang disinkronisasi dan
yang yang bunting.Pernyataan ini diperkuat dipelihara secara semi intensif, semua
oleh Susilawati (2011) yang mengatakan memberikan tanggapan estrus dengan kualitas
bahwa jika sapi yang telah diinseminasi berkisar antara ++ (2) dan +++ (3) dengan
dantidak birahi lagi, maka dianggap bunting. rataan 2,88. Sapi dengan kisaran umur 3-4
Sapi-sapi yang kembali minta kawin tahun mempunyai rataan kualitas estrus 2,93,
pada hari ke-21 setelah inseminasi maka sedangkan sapi dengan kisaran umur 5-6
diinseminasi kembali. Angka yang tahun mempunyai rataan kualitas estrus 2,83.
menunjukkan efisiensi inseminasi Walaupun kualitas estrus bervariasi tetapi
digambarkan oleh data tentang S/C. Sapi-sapi semua sapi tetap diinseminasi pada hari ketiga
percobaan pada kelompok umur 3-4 tahun, setelah sinkronisasi.Selanjutnya pada hari ke-
100% mempunyai rataan angka S/C 1 yang 21 setelah inseminasi, dilakukan pengamatan

53
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

estrus kembali dan hasilnya diperoleh 3 ekor sebelumnya pada sapi bali dengan nilai rataan
sapi yang berumur 3-4 tahun dan 1 ekor sapi 2,5 (Saili dkk., 2014). Selanjutnya rataan
dengan kisaran umur 5-6 tahun kembali NRR yang ditunjukkan baik oleh kelompok
memperlihatkan gejala estrus. Sedangkan 16 sapi yang dipelihara secara intensif (95%)
ekor lainnya (15 ekor berumur 3-4 tahun dan maupun kelompok sapi yang dipelihara secara
1 ekor berumur 5 tahun) tidak lagi semi intensif (80%) relatif lebih tinggi
menunjukkan gejal estrus, sehingga dapat dibandingkan hasil penelitian sebelumnya
diprediksi sebagai sapi bunting. Keberhasilan pada sapi bali yang dipelihara secara semi
inseminasi di kedua kelompok umur sapi yang intensif yaitu sebesar 79% (Saili dkk., 2014).
dipelihara secara semi intensif adalah sama Demikian halnya dengan nilai S/C yang
yang ditunjukkan oleh rataan angka S/C yaitu diperoleh pada penelitian ini baik pada sapi
1,2. yang dipelihara secara intensif (1,15) maupun
Perbandingan hasil sinkronisasi dan semi intensif (1,2) relatif lebih kecil
inseminasi menggunakan sperma hasil sexing dibandingkan dengan hasil penelitian Said dan
baik sapi yang dipelihara secara intensif Afiati (2012) yang melaporkan bahwa sapi
maupun semi intensif disajikan pada Tabel 5. bali yang diinseminasi dengan sperma hasil
Rataan keberhasilan sinkronisasi yang sexing menggunakan teknik kolum albumin
diperoleh pada penelitian ini baik pada pola menunjukkan hasil S/C 1,65.
pemeliharan sapi yang intensif maupun semi
intensif tergolong tinggi yang ditunjukkan Kesimpulan
oleh angka persentase estrus yaitu 100%. Berdasarkan hasil penelitian dapat
Nilai rataan tersebut lebih tinggi dibandingkan disimpulkan bahwa ternak sapi percobaan baik
dengan hasil penelitian sebelumnya pada sapi yang dipelihara secara intensif maupun semi
bali dan sapi PO yang dipelihara secara semi intesif mampu memberikan respon estrus yang
intensif (Saili dkk., 2011) yaitu 80%. baik terhadap penyuntikan hormon PGF2 α
Sedangkan rataan kualitas estrus sapi dalam kegiatan sinkronisasi estrus. Selain itu,
bali yang diperoleh pada penelitian ini juga dapat disimpulkan sementara bahwa 95%
masing-masing 2,84 untuk sapi yang sapi yang dipelihara secara intensif dan 80%
dipelihara secara intensif dan 2,88 untuk sapi sapi yang dipelihara secara semi intensif
yang dipelihara secara semi intensif. Kualitas diprediksi bunting berdasarkan hasil evaluasi
estrus sapi yang diperoleh pada penelitian ini NRR pada hari ke 21 setelah IB dengan nilai
relatif lebih baik dibandingkan hasil penelitian S/C yang baik.

Tabel 4. Data hasil sinkronisasi estrus sapi bali induk yang dipelihara secara semi intensif
Sinkronisasi Inseminasi Buatan (IB)
Umur Sapi Sapi yg Kualitas
Jml sapi Sapi yg di- MKK
(tahun) estrus estrus NRR S/C
(ekor) IB (ekor) (ekor)
(ekor) (skor)
3–4 14 14 2,93 14 3 11 (78,57%) 1,2
5– 6 6 6 2,83 6 1 5 (83,33%) 1,2
Jumlah 20 20 20 4 16 (80,00%)
Rataan 2,88 1,2

Tabel 5. Perbandingan keberhasilan sinkronisasi dan inseminasi buatan pada pola


pemeliharaan sapi secara intensif dan semi intensif
Sistem Pemeliharaan
Parameter
Intensif Semi intensif
Persentasi berahi (%) 100 100
Kualitas estrus 2,84 2,88
Non return rate (%) 95 80
S/C 1,15 1,20

54
Takdir Saili, dkk. Sinkronisasi

Daftar Pustaka Saili, T., L. Nafiu, S. Rahadi dan I.W. Sura.


Burhanuddin, M.R. Toelihere, T.L. Yusuf, 2014. Produksi Ternak Sapi Bakalan
I.G.K.A.M.K. Dewi, I.G.Ng. Jelantik dan BibitPejantan Unggul
dan P. Kune. 1992. Efektivitas PGF Menggunakan Teknologi Sexing
dan hormon gonadotropin terhadap Sperma untuk Mendukung Program
kegiatan reproduksi sapi Bali di Swasembada Daging Nasional 2014.
Besipae, Timor Tengah Selatan. Laporan Hasil Penelitian Hibah
Buletin Penelitian Undana. Edisi Strategis Nasional Tahun I. Lembaga
Khusus, Ilmu Ternak. Penelitian dan Pengabdian Kepada
Hafez, ESE. 2000. Reproduction in Farm Masyarakat Universitas Halu Oleo.
Animals. 7th edition.Lea and Febiger, Saili, T., L. Nafiu, S. Rahadi dan I.W. Sura.
Philadelpia. 2015. Produksi Ternak Sapi Bakalan
Said, S. dan F. Afiati. 2012. Quality of sexed dan BibitPejantan Unggul
sperm and it’s gender concordance on Menggunakan Teknologi Sexing
Bali cattle. Proceeding of Sperma untuk Mendukung Program
International Conference on Livestock Swasembada Daging Nasional 2014.
Production and Veterinary Laporan Hasil Penelitian Hibah
Technology.Oct. 1, 2012to Oct. 4, Strategis Nasional Tahun II. Lembaga
2012. Bogor, Indonesia. Penelitian dan Pengabdian Kepada
Said, S., B. Tappa, M. Gunawan, C. Arman. Masyarakat Universitas Halu Oleo.
2012. Conception rates of bali cattle Susilawati, T. 2011. Tingkat keberhasilan
after oestrus synchronization with inseminasi buatan dengan kualitas dan
PGF2αand artificial inseminaton using deposisi semen yang berbeda pada
frozen-thawed sexed semen. sapi Peranakan Ongole. J. Ternak
International Conference on Tropika, 12(2):17-22.
Biotecnology.Bogor, Indonesia. Toelihere, M.R., I.G.Ng. Jelantik dan P.
Saili, T., MR. Toelihere, A. Boediono danB. Kune. 1990. Perbandingan
Tappa. 2000. Keefektifan albumen performans produksi sapi Bali dan
sebagai media pemisah spermatozoa hasil persilangannya dengan Frisian
sapi pembawa kromosom X dan Y. Holstein di Besipae, Timor Tengah
Hayati,7:106-109. Selatan. Laporan Penelitian Fapet
Saili, T., A. Bain, AS. Aku, M. Rusdin dan R. Undana, Kupang.
Aka. 2011. Sinkronisasi estrus
melalui manipulasi hormon agen
luteolitik untuk meningkatkan
efisiensi reproduksi Sapi Bali dan
Peranakan Ongole di Sulawesi
Tenggara. Agriplus, 21(1):50-54.

55

Anda mungkin juga menyukai