Anda di halaman 1dari 18

Telaah Ilmiah

KARSINOMA KISTIK ADENOID


KELENJAR LAKRIMAL

Oleh:
Septhia Imelda, S.Ked
04084821719210

Pembimbing:
dr. H. Ibrahim, SpM (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah

Karsinoma Kistik Adenoid Kelenjar Lakrimal

Disusun oleh:
Septhia Imelda, S.Ked
04084821719210

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP
dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 April 2018 – 04 Juni 2018

Palembang, Mei 2018


Pembimbing,

dr. H. Ibrahim, SpM (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Karsinoma Kistik Adenoid Kelenjar Lakrimal” untuk memenuhi tugas referat
sebagai bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik,
khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Mata Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. H. Ibrahim, Sp.M (K), selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................iii

BAB I ................................................................................................................................................ 1
1.1. Pendahuluan ....................................................................................................................... 1

BAB II .............................................................................................................................................. 3

2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis............................................................................................... 3

2.4 Karsinoma kistik adenoid ................................................................................................... 9

2.4.1 Definisi ............................................................................................................................. 9

2.4.2 Etiologi……………………..…………………….………………………………………9

2.4.3 Patofisiologi……………………..………………..………..…………………………….9

2.4.4 Manifestasi klinis……………………...………………….………………………….....10

2.4.5 Gambaran radiologi ........................................................................................................ 10

2.4.6 Patologi ........................................................................................................................... 11

2.4.7 Pemeriksaan penunjang…………………………………………….....………………..13

2.4.8 Diagnosis Banding ......................................................................................................... 13

2.4.9 Tatalaksana..................................................................................................................... 14

2.4. 10 Komplikasi ................................................................................................................... 15

2.4.11Prognosis…….……………...……………………………………….…..…………….15

BAB III ........................................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar sekresi ekrin yang terdiri dari dua lobus yang
terletak di superotemporal orbita. Kedua lobus kelenjar lakrimal terdiri atas lobus orbital
yang lebih kecil dari lobus palpebra dan secara anatomis dipisahkan oleh bagian lateral
dari aponeurosis levator. Hanya lobus palpebra yang dapat dilihat pada bagian superior
forniks saat dilakukan eversi kelopak mata. Jadi proses penyakit yang mengenai lobus
orbital dapat tidak menimbulkan manifestasi hingga penyakit itu terus berkembang.1
Massa pada glandula lakrimal dapat secara umum terbagi atas inflamasi dan
neoplasma. Penyebab inflamasi tidak jarang disebabkan oleh dakrioadenitis, sarcoidosis,
dan pseudotumor sedangkan lesi neoplasma dari glandula lakrimal sebagian besar berasal
dari sel epitel dimana kira-kira 50% jinak dan 50% ganas. Lesi jinak terdiri atas adenoma
pleomorfik (benign mixed cell tumors), hiperplasia limfoid reaktif jinak dan onkositoma.1,2
Lesi neoplasma berkembang lambat dan sering ditemukan pada orang dewasa pada
dekade ke empat atau kelima. Tumor ganas pada glandula lakrimal misalnya karsinoma
kistik adenoid, adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma mukoepidermoid dan
limfoma maligna. Karsinoma kistik adenoid merupakan keganasan yang paling sering
terjadi pada tumor glandula lakrimal yaitu 50% dari keseluruhan keganasan pada
tumor lakrimal dan 25% dari seluruh tumor glandula lakrimal.1,2
Data sebelumnya memaparkan bahwa 50% massa lakrimal terdiri dari massa
epithelial dan selebihnya adalah non epithelial. Data terbaru mengindikasikan bahwa lesi
inflamasi dan tumor limfoid terjadi 2-3 kali lebih sering dibandingkan tumor epithelial.
Sebanyak 50% dari tumor epithelial adalah benign mixed tumors dan 50% sisanya adalah
karsinoma dimana setengah dari keganasan adalah adenoid kistik karsinoma.1,2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Palpebra
Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama
adalah palpebra. Palpebra terdiri atas lapisan superfisial yaitu kulit, kelenjar Moll dan Zeis,
muskulus orbikularis okuli dan levator palpebra. Lapisan dalam terdiri dari lapisan tarsal,
muskulus tarsalis, konjungtiva palpebralis dan kelenjar meibom. Vaskularisasi pada
palpebra diperantarai oleh arteri palpebra.3

Gambar 1. Potongan Sagital Palpebra Superior

Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi cabang
zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra dan beberapa

2
muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot polos pada palpebra dan
okuler diaktivasi oleh saraf simpatis.
Oleh sebab itu, sekresi adrenalin akibat rangsangan simpatis dapat menyebabkan kontraksi
otot polos tersebut.4

2.1.2 Apparatus Lakrimalis


Glandula lakrimal pada tiap mata terdiri atas dua macam yaitu glandula lakrimal
mayor dan glandula lakrimal asesoris. Glandula lakrimalis pada tiap mata terdiri atas 57
yakni glandula lakrimalis mayor (pars orbital dan pars palpebra), 55 glandula asesoris (50
glandula Krauss dan 5 glandula Wolfring) dan 1 karunkula.8 Glandula lakrimal mayor
terdiri atas pars orbital pada bagian superior dan pars palpebral pada bagian inferior
yang keduanya saling bersambungan.
Glandula lakrimalis mayor berbentuk seperti buah almond yang terletak
di bagian superior dan lateral mata pada ruang orbita pada cekungan tulangfrontal.
Glandula lakrimal ini mensekresi air mata melalui duktus ke forniks superior. Lobulus
pada pars orbital glandula lakrimal dekat dengan septum orbital namun terletak dibawah
muskulus levator palpebra.8

Gambar 2. Anatomi Sistem Lakrimalis

3
Glandula Krause terletak berbatasan dengan forniks dari palpebra suerior. Glandula Krause
merupakan glandula asesoris yang mempunyai struktur yang sama dengan glandula mayor.
Glandula ini terletak di bagian dalam dari substansia propria dari forniks superior antara
tarsus dan glandula lakrimalis inferior yang bentuknya bercabang. 7,8
Terdapat 42 glandula pada forniks superior dan 6 hingga 8 pada forniks inferior.
Glandula Krause sebagian besar terdapat pada sisi lateral dari orbita. Duktusnya kemudian
bersatu pada bagian duktus yang lebih panjang atau sinus yang akan menuju ke forniks.8
Glandula Wolfring juga merupakan glandula lakrimal asesoris namun lebih besar dari
glandula Krause. Terdapat 2 hingga 5 pada palpebra superior dan 1 hingga 3 pada
palpebra inferior yang terletak di tepi atas tarsus bagian tengah. Selain itu kadang juga
ditemukan kelenjar lakrimal pada karunkula lakrimalis.8
Suplai arteri pada glandula lakrimal berasal dari arteri oftalmika melalui
arterilakrimal. Arteri lakrimal berasal dari arteri oftalmika bagian lateral dari nervusoptik
dan berjalan sepanjang tepi atas dari muskulus rektus lateral. Aliran balik vena akan
bergabung dengan vena oftalmika.7,8
Persarafan dari glandula lakrimalis merupakan persarafan sensoris. Nervus cranialis
V merupakan jalur aferen dari serat sensoris pada hidung dan permukaan kornea. Serabut
pada kornea akan menuju ke nervus siliaris posterior longus pada sklera dan menuju ke
posterior dan bergabung dengan nervus nasosiliar yang kemudian keluar dari rongga orbita
melalui fissura orbitalis superior dan masukke sinus kavernosus lateral lalu ke arteri
karotisinterna.8
Nervus kemudian melewati ganglion trigeminal (ganglion semilunar/Gasserian)
lalu masuk ke pons dan turun ke traktus trigeminus spinalis ipsilateral. Output dari nukleus
sensoris kemudian menuju ke nukleus lakrimal dan salivatory. Dari ini kemudian menuju
ke nervus VII lalu ke ganglion genikulatum terbesar atau nervus petrosal superficial lalu
masuk ke kanalis pterygoid lalu kefossa pterygoplatina dan bersinaps dengan ganglion
pterygopalatina.
Serat parasimpatis post ganglion yang tidak bermielin masuk ke fissura orbitalis da
n membentuk pleksus retrobulbar yang juga terdapat serat simpatis dari pleksus carotis.

4
Nervus ini mensuplai glandula lakrimalis melalui ramus okular. Sekresi air mata dimediasi
oleh parasimpatis dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP).8

2.1.4 Pembuluh Darah dan Limfe


Perdarahan kelenjar air mata berasal dari arteri lakrimalis. Vena dan kelenjar
bergabung dengan vena opthalmica. Drainase limfe bersatu dengan pembuluh limfe
konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening periaurikular.1
Kelenjar air mata dipersarafi oleh:
1. Nervus lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari divisi pertama trigeminus
2. Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris) yang datang dari nucleus salivarius
superior dan saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.1

2.1.5 Air Mata


Volume air mata normal diperkirakan 5-9ml di setiap mata. Albumin mencakup
60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak.
Terdapat immunoglobulin IgA, IgG dan IgE. Air mata juga mengandung sedikit glukosa
(5mg/dl) dan urea (0,004mg/dl), pH air mata adalah 7,35 dan dalam keadaan normal air
mata bersifat isotonik.1,2, 5 Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10mikrometer yang
menutupi epitel kornea dan konjungtiva.
Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah:5,8
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek
antimikroba
4. Menyediakan kornea sebagai substansi nutrient yang diperlukan. 1,5

5
2.4 Karsinoma Adenoid Kistik
2.4.1 Definisi
Karsinoma kistik adenoid adalah suatu tumor ganas dengan gambaran histologis
yang menyerupai tumor jinak, ditandai dengan adanya pertumbuhan invasif lokal yang
memiliki kecenderungan tinggi untuk rekurensi lokal dan metastasis jauh. Tumor epitel
kedua terbanyak dan tumor epitel ganas yang paling sering di glandula lakrimal.
Insidensinya sebesar 1,6% dari seluruh tumor orbita dan 3,8% dari seluruh tumor
orbita primer. Pasien biasanya berumur 40 tahun, tumor ini dapat muncul pada umur muda.
Massa yang sifatnya unilateral dan terletak di superotemporal sering disalah interpretasikan
dengan kista dermoid.1,3,9

2.4.2 Etiologi
Tumor epitel umumnya didiagnosis pada orang dewasa, PA dan ACC umumnya
pada pasien dengan usia rata-rata 40 tahun. Di sisi lain, limfoma kelenjar lakrimal biasanya
didiagnosis pada pasien yang lebih tua, dengan usia rata-rata 70 tahun.2 Kebanyakan
neoplasia terjadi sebagai lesi sporadis dan muncul ketika jumlah perubahan genetik pada
tingkat sel mengatasi kemampuan sel untuk mengembalikannya.2
Menurut Holstein et al dan Mendoza, analisis biopsi tumor kelenjar lakrimal
mengungkapkan beberapa temuan: karsinoma kistik adenoid menyatakan fusi onkogen
MYB-NFIB dan MYB yang berlebihan, karsinoma mucoepidermoid mengekspresikan gen
fusi CRTC1-MAML2, dan adenoma pleomorfik dan karsinoma-ex. adenoma -pleomorphic
memiliki overekspresi onkogen PLAG1 yang tinggi. Metastasis sekunder ke kelenjar
lakrimal cukup jarang tetapi sebagian besar ditemukan terkait dengan karsinoma payudara
dan paru-paru.6

2.4.3 Patofisiologi
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetic yang
diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian besar tumor orbita pada

6
anak-anak bersifat jinak dan karena perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-
anak jarang, tetapi bila ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan
prognosisnya jelek.2
Tumor orbita meningkatkan volume intraocular dan mempengaruhi masa.
Meskipun masa secara histologist jinak, itu dapat menggangu pada struktur orbital atau
yang berdekatan dengan mata dan bias juga dianggap ganas apabila mengenai struktur
anatomis. Ketajaman visual, diplopia, gangguan motilitas luar mata, atau kelainan pupil
dapat terjadi dari invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor padat atau
perdarahan. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor
mealui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan
metastasis jauh ke sum sum tulang melalui pembuluh darah.

2.4.4 Manifestasi Klinis


Gambaran yang diperlihatkan pada tumor glandula lakrimal bervariasi
tiap pasien mulai dari yang tidak bergejala namun memiliki massa pada bagian temporal
palpebra yang diabaikan pasien yang menyebabkan terjadinya proptosis, diplopia, dan ada
massa yang mengganjal.6,7 Riwayat penyakit sudah lama (>1-2 tahun), lesi kelenjar
lakrimal yang tidak menginfiltrasi menunjukkan tumor jinak, misalnya adenoma
pleomorfik. Riwayat penyakit yang akut dapat menunjukkan suatu inflamasi atau proses
keganasan.1,6
Nyeri paling sering dikeluhkan pada lesi inflamasi pada kelenjar lakrimal namun
karsinoma adenoid kistik dan keganasan lainnya dapat memberikan gambaran nyeri
sekunder dari perkembangan perineural atau ke tulang. Lesi yang menunjukkan keganasan
ditandai dengan terjadinya proptosis yang subakut dan kehilangan sensasi pada bagian
temporal dari nervus lakrimalis pada sepertiga pasien. Diplopia dan penurunan visus dapat
ditemukan pada lesi yang mengalami progresifitas cepat.6,7,8
Pasien dengan karsinoma kistik adenoid datang dengan keluhan adanya massa yang
membesar cukup cepat dalam satu tahun terakhir. Gejalanya adalah nyeri, pergeseran bola

7
mata, adanya pembengkakan, rasa baal, diplopia, perubahan visus, lakrimasi dan ptosis.
Hal ini disebabkan tumor menginvasi perineural dan masuk kedalam perbatasan tulang
sehingga pasien mengeluh nyeri.6,7

Gambar 3. A. Karsinoma Kistik Adenoid


B dan C. Destruksi tulang orbita pada CT Scan

8
2.4.5 Gambaran radiologi
CT scan menggambarkan massa yang meluas hingga dinding lateral orbita dengan
ekspansi ke fossa lakrimal dan invasi ke tulang. Tumor dapat berbentuk globular atau bulat
dan biasanya tepinya lebih irregular daripada pleomorfik adenoma. Menurut Wright dkk,
gambaran CT scan terdiri dari erosi tulang (75%), destruksi tulang (34%), dan kalsifikasi
jaringan lunak (22%). CT scan dengan kontras membantu untuk melihat adanya
keterlibatan duran dan intracranial. MRI dapat menggambarkan invasi tumor ke sinus
kavernosus, otak ataupun sum sum tulang.1,3,9

2.4.6 Patologi
Gambaran tumor karsinoma kistik adenoid adalah tumor berwarna keabuan, lunak,
nodular, dengan tepi irregular. Tumor ini lebih keras dipotong saat pembedahan daripada
adenoma pleomorfik. Secara mikroskopik, terdapat lima perubahan histology: cribiform,
solid, sklerotik, comedocarcinomatous dan tubular. Semua bentuk ini dapat muncul pada
satu tumor akan tetapi pasti ada satu bentuk yang mendominasi.3
Pada gambaran histopatologi terdapat kantong-kantong berisi mucin yang
dikelilingi lobul-lobul sel epitel malignant yang berdiferensiasi sehingga membentuk
gambaran ‘keju swiss’.3,9
Pasien dengan karsinoma kistik adenoid kemungkinan hidupnya 5 tahun kedepan
hanya 21% namun menjadi 71% jika tidak ada komponen basal orbita yang terkena. 1,3,9

9
Gambar 4. Histopatologi tumor kistik adenoid klenjar lakrimal dengan pewarnaan HE.

2.4.7 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan radiologik: untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya krusakan
tulang,terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optik
2. Pemeriksaan ultrasonografi: untuk mendapatkan kesan bentuk tumor, konsistensi
tumor, teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor
3. CT scan: untuk menetukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi pada tumor
dan terjadinya perkapuran pada tumor
4. Arteriografi: untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya
pembuluh darah sekitar tumor, adanya pembuluh darah dalam tumor.

2.4.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding meliputi limfoma, dan kondisi peradangan lainnya termasuk
dakrioadenitis, kista duktus lakrimalis, lesi limfoepitelial jinak, dacryops dan adenoma
pleomorfik juga merupakan diagnosis banding penting dan merupakan tumor kelenjar
lakrimal yang paling umum. Adenoma pleomorfik adalah tumor kelenjar lakrimal jinak,
biasanya tidak nyeri, tetapi memiliki potensi untuk menjadi maligna. Adenoma pleomorfik

10
(tumor campuran jinak) juga dapat menunjukkan ekspansi orbital tulang pada pencitraan.
Dari tumor lakrimal epitel maligna 20% adenokarsinoma pleomorfik, 10% adalah
adenokarsinoma primer, dan 5% adalah karsinoma mukoepidermoid.

2.4.9 Tatalaksana
Jika memungkinkan, tumor harus diangkat seluruhnya. Eksenterasi orbital mungkin
diperlukan. Pemberian kortikosteroid sistemik diindikasikan jika terdapat tumor yang tidak
spesifik.3
Terapi radiasi merupakan pilihan utama pada lesi limfoid dengan totalradiasi 2000-
3000cGy. Pemberian agen antineoplasma diberikan sesuai anjuran ahli onkologi dan
biasanya diberikan jika ada penyebaran sistemik.1,4
Penanganan tumor glandula lakrimal digolongkan atas dua kategori berdasarkan
durasi gejala, manifestasi klinis dan gambaran radilogi dari lesi. Pasien dengan perjalanan
penyakit lama, tidak nyeri dan massa tumbuh lambat dan gambaran radiologi berbatas
jelas dan disimpulkan adenoma pleomorfikmaka pasien dapat dilakukan pembedahan
ekstirpasi.3,4
Pada saat ini operasi sering dilakukan dengan atau tanpa pengangkatan tulang dan
radioterapi adjuvant (terapi sinar eksternal atau proton beam). Keputusan untuk
eksentrikasi mungkin tergantung pada keterlibatan puncak orbital dan ekstensi di luar orbit.
Pengangkatan tulang biasanya dipandu oleh bukti radiologis keterlibatan tulang atau
struktur tulang abnormal intraoperatif. Radioterapi sering dimulai pada kasus invasi
perineural. Terapi radiasi juga dapat memperpanjang kelangsungan hidup jangka
panjang.1,3,9

2.4.10 Komplikasi
Proptosis pada mata dapat menyebabkan kornea menjadi kering sehingga
memudahkan terjadinya ulkus pada kornea yang pada akhirnya akan mengganggu
penglihatan. Proptosis yang lama dapat mengganggu penglihatan karena saraf optik (saraf

11
penglihatan) menjadi teregang. Peningkatan tekanan di dalam rongga mata juga dapat
menekan saraf optik, yang juga dapat mengganggu penglihatan.

2.4.11 Prognosis
Prognosis tergantung pada derajat keganasan tumor. Pasien mungkin disarankan
untuk perawatan rumah sakit untuk mendapatkan agen kemoterapi jika diperlukan.1 Pada
adenoma pleomorfik, studi jangka panjang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan
insiden transformasi maligna yang dihubungkan dengan rekurensi multipel dari lesi yang
dilakukan insisi biopsi dan pengangkatan yang tidaksempurna pada tumor primer.
Follow up per tahun perlu dilakukan untukmemonitor efek pengobatan dan
kemungkinan terjadinya rekurensi atau penyebaran sistemik .1,2 Limfoma sistemik
berkembang 20-30% pada pasien dengan limfoma maligna pada glandula lakrimal.
Insidensi lebih banyak jika pada pemeriksaan awal ditemukan penyebaran pada glandula
lakrimal bilateral. Limfoma maligna merupakan kejadian yang jarang dan paling sering di
temukan pada wanita tua dan kebanyakan stadium rendah dan prognosisnya baik.1
Karsinoma kistik adenoid memiliki prognosis yang cukup buruk karena
dapat bermetastase ke tulang dan menginfiltrasi ke perineural.
Pasien memiliki angka kematian 50% pada 5 tahun pertama dan 75% pada 15 tahun.
Kematian biasanya akibat penyebaran ke intrakranial dan metastase ke paru-paru.
Gambaran histologis biasanya signifikan dengan prognosis dimana gambaran cribriform
memiliki angka harapan hidup 5 tahun sebesar 70% dibandingkan dengangambaran
basaloid yang memiliki angka harapan hidup sebesar 20%.1,2

12
BAB III
KESIMPULAN

1. Karsinoma kistik adenoid merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada tumor
glandula lakrimal yaitu 50% dari keseluruhan keganasan pada tumor lakrimal dan
25% dari seluruh tumor glandula lakrimal.
2. Karsinoma kistik adenoid umumnya muncul pada orang dewasa muda dengan usia
rata-rata 40 tahun, namun dapat terjadi pada decade pertama kehidupan.
3. Diagnosis karsinoma kistik adenoid umumnya trjadi dalam waktu 6 bulan setelah
menunjukkan tanda dan gejala. Lokasi kelenjar lakrimal di superotemporal di orbit,
menyebabkan tanda awal seperti proptosis dengan deviasi inferior dan nasal bola mata.
Ciri khas tumor ganas adalah nyeri tulang dan invasi syaraf yang cenderung progresif
tanpa nyeri.
4. Pada gambaran CT scan dan MRI menunjukkan massa jaringan lunak ovoid di orbit
superotemporal dengan margin tidak beraturan, erosi tulang walaupun tumornya kecil.
dan kalsifikasi fokal.
5. Pada gambaran histopatologi terdapat kantong-kantong berisi mucin yang dikelilingi
lobul-lobul sel epitel malignant yang berdiferensiasi sehingga membentuk gambaran
‘keju swiss’.
6. Penanganan tumor glandula lakrimal digolongkan atas dua kategori berdasarkan
durasi gejala, manifestasi klinis dan gambaran radilogi dari lesi.
Pasien dengan perjalanan penyakit lama, tidak nyeri dan massa tumbuh lambat dan
gambaran radiologi berbatas jelas dan disimpulkan adenoma pleomorfik maka pasien
dapat dilakukan pembedahan ekstirpasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Yoon Duck Kim. Lacrimal Gland Tumor. In : Zeynel A. Karcioglu. OrbitalTumors:


Diagnosis And Treatment. USA : Baker and Taylor; 2004 : 205-222.2.
2. Dan D DeAngelis, MD. Lacrimal Gland Tumors. Available from
URLhttp://reference.medscape.com/article/1210619-overview 3.
3. Kostick, D.A., Linberg, J.V. Lacrimal Gland Tumors. In: Tasman W, Jaeger
4. Hansen JT, Lambert DR, Netter FH. Lacrimal System. In: Netter’s Clinical
Anatomy. USA : ICON Learning System. 20056.
5. Khurana AK. Diseases of Lacrimal Apparatus. In: ComprehensiveOpthalmology.
Fourth Edition. New Age International: New Delhi; 2006 pg.363-3767.
6. Kasnki, JJ. Malignant Tumors. In: Clinical Ophthalmology: A SystemicApproach.
4th Ed. UK : Butterworth – Heinemann; 2007; P.20-228.
7. 8.Sultan Qaboos University. 56 orbital tumors. Available from
URL:http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/Illustrated%20Tutorials%2
0in%20Clinical%20Ophthalmology/tutorials/56Orbital%20tumours.ppt9.
8. Dutton JJ, Gayre GS, Proia AD. Atlas of Eyelid Malpositons and Lesion. In:Atlas
of Common Eyelid Diseases. USA – Informa Health Care; 2007: P.128,144, 244, 248
9. Ahmad SM, Esmaeli B, Williams M, et al. American Joint Committee on Cancer
classification predicts outcome of patients with lacrimal gland adenoid cystic
carcinoma. Ophthalmology 2009 Jun; 116(6): 1210-15.
10. Strianese D, Baldi G, Staibano S, et al. Expression of apoptosis-related markers in
malignant epithelial tumors of the lacrimal gland and their relation to clinical
outcome. Br J Ophthalmol. 2007 Sept; 91(9): 1239-43.
11. Tellado MV, McLean IW, Specht CS, Varga J. Adenoid cystic carcinomas of the
lacrimal gland in childhood and adolescence. Ophthalmology 1997 Oct; 104(10):
1622–5.

14

Anda mungkin juga menyukai