Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ENZIM
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia
Yang dibina oleh Bapak Subandi, Drs., M.Si., Dr., H., Prof., dan Ibu Dian Nugraheni,
S.Pd., M.Sc.

Disusun Oleh :

Kelompok 2 OFF B 2016

1. Agnes Dwi Wulan Mahardika (160351606461)


2. Dwi Hadi Indah Noviasari (160351606470)
3. Febi Ardianti (160351606435)
4. Oktaviani Dina Pertiwi (160351606431)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SEPTEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
hingga tugas mata kuliah BIOKIMIA tentang Enzim. Meski didalamnya masih banyak
kekurangan. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Dosen pengangampu Mata Kuliah
BIOKIMIA atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan bagi yang membacanya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran serta usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.
Besar harapan semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kelompok kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari Anda
demi perbaikan ini diwaktu yang akan datang.

Malang, 9 September 2018

(Penyusun)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2
1.3 Tujuan .............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dan Sifat-Sifat Enzim.....................................................................5
2.2 Struktur Enzim..............................................................................................5
2.3 Fungsi Enzim Sebagai Katalisator................................................................7
2.4 Klasifikasi Dan Tatanama Enzim..................................................................8
2.5 Pembentukan Kompleks Enzim-Subtrat.....................................................13
2.6 Mekanisme Kerja Enzim.............................................................................16
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik.............17
2.8 Pengertian Dan Fungsi Kofaktor Dan Koenzim ........................................20
2.9 Kinetika Reaksi Enzimatis..........................................................................24
2.10 Pengertian,Fungsi, Dan Mekanisme Inhibisi Enzim ..................................31
2.11 Uji Aktivitas Enzim ....................................................................................35
2.12 Contoh Enzim Yang Terlibat Pada Sistem Pencernaan ..............................38
2.13 Manfaat Enzim Dalam Klinis .....................................................................43
2.14 Jenis Penyakit Disebabkan Defisiensi Enzim.............................................45

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................47
3.2 Saran..............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................50
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap sel hidup dalam organisme memerlukan tenaga (energi) untuk kelangsungan
hidupnya. Tenaga tersebut diperoleh dari serangkaian reaksi pembongkaran
(katabolisme) bahan-bahan manakan (nutrisi) yang utamanya adalah glukosa (sumber
energi utama hasil konversi energi matahari menjadi energi kimia melalui proses
fotosintesis). Energi tersebut selanjutnya digunakan untuk melakukan seluruh proses-
proses fisiologi dan biokimia di dalam sel dan system tubuh melalui berbagai reaksi.
Seluruh proses dan reaksi tersebut dilakukan dalam kondisi terjaga, dan memerlukan
katalisator yang disebut Enzim
Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Pengetahuan
tentang enzim telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia mengusulkan nama
katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi, tetapi zat itu sendiri tidak ikut
bereaksi. Namun, proses kimia yang terjadi dengan pertolongan enzim telah dikenal
sejak zaman dahulu misalnya pembuatan anggur dengan cara fermentasi atau peragian,
dan pembuatan asam cuka.
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada
sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas
enzim diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter
berargumen bahwa protein hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein
sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner
berhasil mengkristalisasi enzim urease dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein
murni. Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim dan hal ini
secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan
pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel
tahun 1946 pada bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur
enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada
lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna
lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok
ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965.
Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural
dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat dan fungsi biologis enzim ?
2. Bagaimana struktur enzim ?
3. Apa saja fungsi enzim sebagai Katalisator ?
4. Bagaimana klasifikasi dan tatanama enzim ?
5. Bagaimana pembentukan kompleks enzim-substrat?
6. Bagaimana mekanisme kerja enzim ?
7. Apa faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik ?
8. Apa pengertian dan fungsi kofaktor dan koenzim ?
9. Bagaimana kinetika reaksi enzimatis ?
10. Apa pengertian, fungsi, dan mekanisame inhibisi enzim ?
11. Bagaimana uji aktivitas enzim ?
12. Apa saja enzim yang terlibat dalam pencernaan ?
13. Apa manfaat enzim dalam klinis ?
14. Jelaskan jenis-jenis penyakit karena defisiensi enzim ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan sifat dan fungsi biologis enzim.
2. Menjelaskan struktur enzim.
3. Menjelaskan fungsi enzim sebagai Katalisator.
4. Menjelaskan klasifikasi dan tatanama enzim.
5. Menjelaskan pembentukan kompleks enzim-substrat.
6. Menjelaskan mekanisme kerja enzim.
7. Menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik.
8. Menjelaskan pengertian dan fungsi kofaktor dan koenzim.
9. Menjelaskan kinetika reaksi enzimatis.
10. Menjelaskan pengertian, fungsi, dan mekanisame inhibisi enzim.
11. Menjelaskan uji aktivitas enzim.
12. Menyebutkan contoh-contoh enzim yang terlibat dalam pencernaan.
13. Menjelaskan manfaat enzim dalam klinis.
14. Menjelaskan jenis-jenis penyakit karena defisiensi enzim.

BAB I

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI, SIFAT DAN FUNGSI BIOLOGIS ENZIM

Definisi Enzim
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam
protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan
protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi
yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim
mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk.
Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia dimana senyawanya tidak
mengalami perubahan secara permanen. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung
pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam
protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein.
Enzim juga berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimiaorganik

Enzim mempunyai dua fungsi pokok sebagai berikut.

1. Mempercepat atau memperlambat reaksi kimia.

2. Mengatur sejumlah reaksi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama.

Sifat-Sifat Enzim
Enzim mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60° C, karena enzim tersusun
dari protein yang mempunyai sifat thermolabil. Pertambahan suhu akan menaikkan
aktivitas enzim, sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim. Pada umumya suhu
berada pada 50-60 0C (Martoharsono, 1984).
3. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim.
4. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan
dapat digunakan berulang-ulang.
5. Bekerjanya ada yang didalam sel (endoenzim) dan diluar sel (ektoenzim), contoh
ektoenzim: amilase,maltase.
6. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang
mengkatalisis reaksi dua arah, contoh: lipase, mengkatalisis pembentukan dan
penguraian lemak.
lipase
Lemak+H20 --> Asam lemak + Gliserol
7. Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan
tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu.
8. Umumnya enzim tak dapat bekelja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang
disebut kofaktor.
2.2 STRUKTUR ATAU BAGIAN-BAGIAN ENZIM

Kebanyakan enzim yang terdapat didalam alat-alat atau organ-organ organisme


hidup berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh, seperti air ludah, darah, cairan
lambung dan cairan pangkreas. Pembentukan enzim memerlukan bahan baku asam
amino sehingga pembentukannya akan mengalami hambatan jika sumber bahan baku ini
berkurang. Beberapa enzim, seperti pepsin, tripsin dan kimotripsin yang hanya terdiri
atas satu rantai polipeptida disebut enzim monomerik. Enzim lain, seperti heksokinase,
laktat dehidrogenase, endase dan piruvat kinase yang terdiri atas dua atau lebih rantai
polipeptida disebut enzim oligomerik.

Seperti protein, enzim dapat mengalami denaturasi, misalnya akibat pengaruh


pemanasan, gelombang ultrasonik dan radiasi ultraviolet atau pengaruh penambahan
asam, basa dan pelarut organik tertentu. Denaturasi ini menyebabkan enzim menjadi
tidak aktif atau tidak dapat bekerja. Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan
panas yaitu disebut dengan apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah
bagian yang aktif dan diberi nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi,
tembaga, seng atau suatu bahan senyawa organik yang mengandung logam. Apoenzim
dan gugus prostetik merupakan suatu kesatuan yang disebut haloenzim, tapi ada juga
bagian enzim yang apoenzim dan gugus prostetiknya tidak menyatu. Bagian gugus
prostetik yang lepas kita sebut koenzim, yang aktif seperti halnya gugus prostetik.
Contoh koenzim adalah vitamin atau bagian vitamin (misal : vitamin B1,B2,B6, oniasin
dan biotin).

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Karena enzim itu suatu protein, konsekuensinya karakteristik biokimia enzim


sama seperti karakteristik protein, yang disintesis oleh sel memerlukan DNA, bila rusak
oleh lingkungan yang tidak mendukung seperti akibat suhu dan pH enzim dapat
menurunkan barier energi aktivasi, sehingga reaksi dapat berlangsung dalam kondisi
normal yang ada pada sel hidup. Enzim dapat mempercepat tingkat reaksi yang
sebenarnya terjadi, tapi jauh lebih lambat.

2.3 FUNGSI ENZIM SEBAGAI KATALISATOR

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi


kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun
katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reeaksi telah
selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pasa sistem biologi.
sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim. Berbeda dengan katalisator
nonprotein (H+, OH-, atau ion-ion logam), tiap- tiap enzim mengkatalisis sejumlah kecil
reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena
semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, harus terdapat banyak jenis enzim.
Sebenarnya untuk hampir setiap senyawa organik, terdapat satu enzim pada beberapa
organisme hidup yang mampu bereaksi dengan dan mengkatalisis beberapa perubahan
kimia. Walaupun aktivitas katalik enzim dahulu diduga hanya diperlihatkan oleh sel- sel
yang utuh (karena itu istilah en-zyme, yaitu, “dalam ragi”), sebagian besar enzim dapat
diekstraksi dari sel tanpa kehilangan aktivitas biologik (katalik)nya. Oleh karena itu,
enzim dapt diselidiki diluar sel hidup.

Ekstrak yang mengandung enzim dipakai pada penyelidikan reaksi-reaksi


metabolik dan pengaturanya, struktur dan mekanisme kerja enzim dan malahan sebagai
katalisator dalam industri pada sintetis senyawa-senyawa yang biologis aktif seperti
hormon dan obat-obatan. Karena kadar enzim serum manusia pada keadaan patologik
tertentu dapat mengalami perubahan yang nyata, pemerikasaan kadar enzim serum
merupakan suatu alay diagnostik yang penting bagi dokter. Reaksi-reaksi seperti
hidrolisa dan oxidasi berlangsung sangat cepat didalam sel-sel hidup pada pH kira-kira
netral dan pada suhu tubuh. Ini dapat terjadi karena adanya enzim. Enzim disintesa di
dalam sel, tetapi setelah diextraksi diluar sel masih mempunyai aktivitas. Enzim bekerja
sangat sfesifik. Suatu enzim hanya dapat mengatalisa beberapa reaksi, malahan
seringkali hanya satu reaksi saja. Ini merupakan salah satu sifat penting enzim. Ada
segolongan enzim yang dapat mengatalisa jenis reaksi yang sama, misalnya
memindahkan fosfat, oxidasi-reduksi, dan sebagainya. Oleh karena itu ada suatu
kespesifikan (specificity) (Stryer, Lubert. 2000).

2.4 Klasifikasi dan Tata Nama Enzim

Pada awalnya, penamaan enzim tidak memiliki tata cara tertentu. Enzim diberi nama
sesuai dengan kehendak penemunya, yaitu dengan mempertimbangkan sedikit atau
banyak ciri dari enzim tersebut. Hal ini menyebabkan penamaan enzim dan istilah umum
untuk biokatalis menjadi bermacam-macam. Pasteur menggunakan istilah ferment,
sedangkan Kuhne menggunakan istilah dari bahasa Yunani, yaitu enzim. Tidak adanya
pegangan/panduan dasar penamaan enzim, muncullah nama trivial (nama umum), yang
beberapa diantaranya masih digunakan hingga sekarang. Contoh nama trivial enzim
adalah sebagai berikut:

1. Pepsin Dari bahasa Yunani “pepsis” (berarti pencernaan) ditambah “in”.


2. Ptialin Dari bahasa Yunani “ptualon” yang berarti liur atau dahak.
3. Tripsin (trypsine) Dari bahasa Yunani “thrupsis” yang berarti melunakkan, karena
mampu melunakkan daging.

Pada tahun 1898, Duclaux memberi nama enzim dengan penambahan –ase pada kata
dasar nama enzim, misalnya amilase, lipase, isomerase, dan lain-lain. Penamaan dengan
penambahan –in mulai ditinggalkan, kecuali beberapa yang sudah dikenal seperti tripsin,
pepsin, fisin, risin, papain, dan beberapa enzim pemecah protein berasal dari tanaman.
Penamaan enzim berdasar substrat, yang menjadi akar/dasar kata enzim adalah substrat
dan ditambah akhiran –ase. Seperti enzim urease, lipase, protease, amilase, berturut-turut
mengubah urea, lemak, protein dan amilum. Sistem penamaan ini tidak akan
menimbulkan masalah jika jenis reaksi yang dialami oleh substrat tersebut hanya satu
macam. Namun penamaan sistem ini menimbulkan masalah jika substratnya sama,
dikatalisis oleh enzim yang berbeda dengan reaksi yang berbeda pula Contohnya adalah
reaksi oksidasi glukosa oleh dua enzim yang berbeda.

Reaksi oksidasi glukosa oleh dua enzim yang berbeda


Pada reaksi pertama (a) dikalatalisis oleh enzim yang dihasilkan kapang Aspergilus
niger, sementara pada reaksi kedua (b) dikatalisis oleh enzim dalam sel darah merah
manusia. Walaupun hasil akhir dari kedua reaksi tersebut menghasilkan produk yang
sama, yaitu glukonolaktan, namun hasil sampingnya berbeda. Menjadi jelas bahwa 2
jenis enzim yang berbeda mengkatalisis substrat yang sama, menghasilkan produk
langsung yang sama, namun produk samping yang berbeda, tidak mungkin diberi nama
yang sama. Hal inilah yang menyebabkan sistem penamaan semata-mata berdasarkan
substrat tidak dapat dipertahankan.

Pada saat ini, telah dikenal kurang lebih 2000 jenis enzim. Dengan semakin
banyaknya jenis enzim yang ditemukan, tidak mungkin memberi nama enzim
berdasarkan substrat atau jenis reaksinya. Untuk mengatasi hal tersebut,
dikembangkanlah sistem klasifikasi/penggolongan. Suatu sistem penggolongan yang
tepat dan deskriptif haruslah didasarkan pada suatu tata nama yang tepat pula. Pada
uraian sistem penamaan tersebut di atas, terlihat bahwa penamaan yang kurang tepat
akan memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Menyadari pentingnya klasifikasi dan tata nama enzim, pada tahun 1955
International Union of Biochemistry (IUB) bekerja sama dengan International Union of
Pure and Applied Chemistry (IUPAC) membentuk komisi pakar untuk
mengklasifikasikan enzim. Dasar pengklasifikasian yang dilakukan komisi pakar IUB
adalah jenis reaksi. Komisi ini mengelompokkan semua jenis enzim yang ada ke dalam 6
kelas. Keenam kelas disusun dalam urutan tertentu dan diberi nomor yang tetap dan tidak
boleh diubah-ubah. Keenam kelompok/kelas utama enzim tersebut adalah
oksidoreduktase (kelompok 1), transferase (kelompok 2), hidrolase (kelompok 3), liase
(kelompok 4), isomerase (kelompok 5) dan ligase (kelompok 6).

1. Oksidoreduktase mengkatalisis reaksi oksidasi dan reduksi, dan biasanya menggunakan


koenzim NAD, NADP, FAD, Lipoat atau Koenzim Q. Termasuk golongan enzim
oksidoreduktase adalah dehidrogenase, oksidase, peroksidase, reduktase, hidroksilase
dan oksigenase.
2. Transferase adalah enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus tertentu seperti gugus
1-karbon, aldehid dan keton, asil, glikosil, fosfat atau gugus yang mengandung S.
Termasuk dalam kelompok enzim transferase adalah enzim aminotransferase, asil
karnitin transferase, transkarboksilase, transaldolase dan transketolase, glukokinase dan
piruvat kinase.
3. Hidrolase adalah enzim yang mengakatalisis peningkatan pemecahan ikatan antara
karbon dengan atom lainnya melalui penambahan molekul air. Termasuk kelompok
enzim hidrolase adalah enzim esterase, amidase, peptidase, fosfatase, dan glikosidase.
4. Liase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbonsulfur, dan
karbon-nitrogen. Termasuk kelompok enzim liase adalah enzim dekarboksilase, aldolase,
sintase, hidrase atau dehidratase, deaminase, nukleotida siklase.
5. Isomerase adalah enzim yang mengkatalisis raseminasi optik atau isomer geometrik dan
reaksi oksidasi reduksi intramolekuler tertentu. Termasuk kelompok enzim isomerase
adalah enzim epimerase, rasemase, mutase dan isomerase.
6. Ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan
karbon, karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen, serta karbon dengan oksigen.
Untuk membentuk ikatan tersebut diperlukan energi ATP. Termasuk kelompok enzim
ligase adalah enzim sintetase dan karboksilase.

Tabel Pembagian kelas enzim berdasarkan International Union of Biochemistry (IUB)


Kelompok dan sub kelompok Enzim Contoh
Dehidrogenase
Oksidase
1. Oksidoreduktase:
Reduktase
Mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi
1.1. Pada CH-OH Peroksidase
1.2. Pada C=O
Katalase
1.3. Pada C=C
Oksigenase
Hidroksilase
2. Transferase: Transaldolase
Reaksi transfer grup/gugus Transketolase
2.1. Gugus C1 Asil, metil, glikosil dan
2.2. Gugus aldehida atau keton fosforiltransferase
2.3. Gugus asil Kinase
2.4. Gugus glikosil Fosfomutase
3. Hidrolase: Esterase
Reaksi pemecahan ikatanantara karbon
Amidase
dengan atom lainnyamelalui penambahan
Peptidase
molekul air
Fosfatase
3.1. Ikatan ester
Glikosidase
3.2. Ikatan glikosida
Fosfatase
3.3. Ikatan eter Tiolase
3.4. Ikatan peptida Fosfolipase
3.5. Ikatan amida Deaminase
Ribonuklease
Dekarboksilase
4. Liase:
Aldolase
Reaksi pemecahan karbon-karbon,karbon-
Sintase
sulfur, dan karbon-nitrogen
Hidrase
4.1. C-C
Dehidratase
4.2. C-O
Liase
5. Isomerase:
Rasemase
Reaksi isomerisasi
Isomerase
5.1. Rasemasi
Mutase
5.2. Cis-Trans isomerisasi
Epimerase
5.3. Oksidoreduktase intra molekuler
6. Ligase:
Reaksi pembentukan ikatan
6.1. C-O Sintetase
6.2. C-S Karboksilase
6.3. C-N
6.4. C-C

Penggolongan enzim secara internasional tersebut dilakukan secara sistematis.


Berdasarkan klasifikasi tersebut, suatu enzim diberi nama dengan menggabungkan
sistem penomoran dengan nomor sandi sistematik (enzyme code: EC) dan nama yang
ditulis dengan nama tertentu. Tata nama bersistem untuk enzim, serupa dengan sistem
IUPAC dalam tata nama senyawa organik. Setiap enzim ditulis dengan empat digit angka
(nomor EC) dalam suatu katalog enzim. Angka pertama menunjukkan keanggotaan pada
salah satu dari enam kelompok utama, dan dua angka berikutnya menunjukkan sub-
kelompok dan sub-sub kelompok. Sementara angka terakhir adalah nomor enzim yang
bersangkutan pada sub-sub kelompok atau nama khusus enzim (jika ada). Nama enzim
ditulis dengan 2 kata, kata pertama adalah nama substrat, dan kata kedua salah satu dari 6
jenis reaksi yang dikatalisis dan berakhiran –ase. Misalnya enzim alkohol dehidrogenase
bernomor EC 1.1.1.1 (artinya digit ke-1 : kelas oksidoreduktase, digit ke-2: sub
kelompok gugus CH-OH sebagai donor elektron, digit ke-3: subsub kelompok NAD+
sebagai akseptor, dan digit ke-4: nama khusus yang telah dikenal).

Tata nama IUB mampu membedakan satu jenis enzim dengan lainnya, serta
memberikan kejelasan reaksi yang dikatalisis. Tata nama juga mempermudah penamaan
enzim yang baru ditemukan. Penamaan dengan 4 digit tidak memungkinkan 2 enzim
berbeda memiliki nomor yang sama. Meskipun demikian, penamaan menurut IUB ini
cukup panjang untuk ditulis dan cukup rumit untuk diingat dan digunakan dalam
komunikasi lisan. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah enzim lebih diingat dengan
nama generiknya, seperti laktat dehidrogenase (LDH), aspartate aminotransferase (AST),
alanine aminotransferase (ALT), dan lain-lain.

Tata nama IUB juga memiliki kelemahan. Enzim pepsin, tripsin, kimotripsin, elastase,
papain, bromelain dan sejenisnya, tidak dapat dinomori selengkap enzim lain. Nama
substrat enzim ini juga tidak spesifik, karena memecah seluruh protein asal memiliki
residu asam amino tertentu. Enzim ini hanya dapat diberi nomor 3 saja. Tata nama IUB
juga belum mampu mengklasifikasikan dan menamai isozim, yaitu enzim-enzim dengan
struktur yang berbeda tetapi mengkatalisis reaksi yang sama. Contohnya enzim LDH
memiliki 5 bentuk isozim yang terdapat pada jaringan yang berbeda-beda. Kelima jenis
LDH ini mengkatalisis reaksi yang sama, serta substrat dan koenzim yang sama pula
(Susanti, 2016).

2.5 KOMPLEKS ENZIM SUBSTRAT

Suatu enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi
saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau
kontak antara enzim dengan substrat. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat
berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi
pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan
hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active site). Hubungan
hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat
menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka
tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak dapat
berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai
kekhasan terhadap substrat tertentu.
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya
kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat
sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi.

2.6 MEKANISME KERJA ENZIM

Mekanisme enzim dalam suatu reaksi ialah melalui pembentukan kompleks enzim-
substrat. Enzim mengkatalis reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim
meningkatkan laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang
diperlukan untuk reaksi) dari EA1 menjadi EA2.

Gambar 2.3
Penurunan energi aktivasi inilah yang dilakukan dengan membentuk kompleks dengan
substrat, hal ini dikarenakan setiap enzim bertindak atas target tertentu yaitu substrat,
yang diubah menjadi produk yang dapat digunakan melalui aksi enzim. Setelah reaksi
selesai, enzim tetap sama, tapi substrat mengubah produk. Setelah produk dihasilkan,
kemudian enzim dilepaskan. Enzim bebas untuk membentuk kompleks baru dengan
substrat yang lain. Misalnya sukrase, tindakan enzim pada substrat sukrosa untuk
membentuk produk fruktosa dan glukosa.
Gambar 2.4

Enzim memiliki sisi aktif, yaitu bagian enzim yang berfungsi sebagai katalis.
Pada sisi ini, terdapat gugus prostetik yang diduga berfungsi sebagai zat elektrofilik
sehingga dapat mengkatalis reaksi yang diinginkan. Bentuk sisi aktif sangat spesifik
sehingga diperlukan enzim yang spesifik pula. Hanya molekul dengan bentuk tertentu
yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Agar dapat bereaksi, enzim dan substrat harus
saling komplementer. Mekanisme reaksi enzimatis dapat digambarkan dengan beberapa
metode atau model:

1. Model Fischer (model kaku)/ (Lock and key theory)


Menurut teori kunci-gembok, enzim dan substrat bergabung bersama membentuk
kompleks, seperti kunci yang masuk dalam gembok. Hal ini dikarenakan adanya
kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif enzim, sehingga sisi aktif enzim
cenderung kaku. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang
rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan
enzim.
Gambar 2.5
2. Model Koschland/ ketepatan induksi (Induced fit theory)

Sedangkan menurut teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan
bentuk yang fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
termodifikasi melingkupi substrat membentuk kompleks. Ketika produk dihasilkan,
maka enzim akan dilepaskan dalam bentuk bebas dan dapat bereaksi kembali dengan
substrat yang baru.

Gambar 2.6
 Cara Kerja Enzim :

1. Menurunkan energi aktivasi dengan mengubah bentuk substrat menjadi keadaan


transisi sebelum membentuk produk.
2. Menurunkan energi keadaan transisi.
3. Menyediakan lintasan reaksi alternative.
4. Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan desabilisasi keadaan dasar.

2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI ENZIM


Enzim sebagai biokatalisator berstruktur protein, dalam mekanisme kerja
aktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, konsentrasi substrat,
konsentrasi enzim, kehadiran aktivator atau inhibitor (Poedjiadi, 1994).

1. Pengaruh pH

Potensial Hidrogen (pH) merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan apabila bekerja dengan enzim, hal ini dikarenakan enzim hanya mampu
bekerja pada kondisi pH tertentu saja. Suatu kondisi pH dimana enzim dapat bekerja
dengan aktivitas tertinggi yang dapat dilakukannya dinamakan pH optimum. Sebaliknya
pada pH tertentu enzim sama sekali tidak aktif atau bahkan rusak. Hal ini dapat
dijelaskan karena diketahui bahwa enzim merupakan molekul protein, molekul protein
kestabilannya dapat dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan, pada kondisi
keasaman yang ekstrim molekul-molekul protein dari enzim akan rusak. Hubungan
antara pengaruh pH terhadap aktivitas enzim dapat digambarkan dengan kurva pada
Gambar berikut :

Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim (Poedjiadi, 1994)

2. Pengaruh Suhu

Seperti halnya pH, aktivitas kerja enzim juga dipengaruhi oleh temperatur
lingkungan dimana enzim bekerja. Sama seperti reaksi kimia biasa, suhu biasanya dapat
mempercepat proses reaksi, namun demikian pada titik suhu tertentu kecepatan reaksi
yang dikatalisis oleh enzim akan mulai menurun bahkan aktivitasnya tidak lagi nampak.
Kondisi suhu dimana enzim dapat menghasilkan aktivitas tertinggi dinamakan suhu atau
temperatur optimum. Oleh karena enzim berstruktur protein, sebagaimana diketahui
bahwa protein dapat dirusak oleh panas, sehingga pada suhu tinggi tertentu aktivitas
enzim mulai menurun dan bahkan aktivitasnya menghilang. Hal ini sangat dimungkinkan
karena terjadinya denaturasi atau kerusakan struktur enzim yang dapat menyebabkan
kerusakan enzim baik secara keseluruhan maupun sebagian terutama sisi aktifnya.
Hubungan antara pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat digambarkan dengan
kurva pada Gambar berikut :

Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzim (Poedjiadi, 1994)

3. Pengaruh Konsentrasi Substrat

Reaksi-reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim dipengaruhi pula oleh


jumlah substrat. Jika melakukan pengujian konsentrasi substrat dari rendah ke tinggi
terhadap kecepatan reaksi enzimatis, maka pada awalnya akan diperoleh hubungan
kesebandingan yang menyatakan kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi substrat, namun kemudian akan diperoleh data yang
menyatakan pada konsentrasi substrat tinggi tertentu kecepatan reaksi tidak lagi
bertambah. Pada kondisi ini konsentrasi substrat menjadi jenuh dan kecepatan reaksi
menjadi maksimum yang sering juga disebut sebagai kecepatan maksimum (Vmax).
Hubungan antara pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim dapat
digambarkan dengan kurva pada Gambar berikut:
Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

4. Pengaruh Konsentrasi Enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Hubungan antara
pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim dapat digambarkan dengan kurva
pada Gambar berikut :

Pengaruh konsentrasi enzim terhadap laju reaksi (Poedjiadi, 1994)

5. Inhibitor Enzim

Inhibitor adalah senyawa yang menghambat aktivitas enzim. Inhibitor


mengurangi kecepatan reaksi enzimatik. Inhibitor bisa ditemukan secara natural atau
sengaja dibuat manusia misalnya obat-obatan, atau senyawa untuk penelitian. Ada dua
macam inhibitor:

a. Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif mempunyai struktur mirip dengan substrat, sehingga bisa pas
(fit) masuk ke active site atau tempat katalitik. Dengan demikian berkompetisi dengan
substrat untuk mencapai tempat katalitik, sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih
lambat. Penambahan kadar substrat akan mengembalikan kecepatan reaksi. Hambatan
biasanya bersifat sementara dan reversibel. Inhibitor kompetitif meningkatkan harga Km,
tetapi tidak mempengaruhi Vomax. Jadi kecepatan reaksi enzimatik bisa mencapai sama
seperti kecepatan semula apabila substrat ditambah cukup tinggi. Suksinat dehidrogenase
dapat dihambat secara kompetitif oleh asam glutamat.

b. Inhibitor nonkompetitif

Molekul inhibitor nonkompetitif berbeda strukturnya dengan substrat dan tidak


mempunyai struktur yang sesuai dengan tempat katalitik. Inhibitor ini mengikat enzim
dilain tempat, dan merubah bentuk enzim. Substrat tidak bisa lagi masuk ke tempat
katalitik. Inhibitor nonkompetitif mengurangi jumlah enzim yang aktif. Inhibitor
nonkompetitif menurunkan harga Vomax tapi tidak mempengaruhi nilai Km. Inhibitor ini
biasanya mengikat kuat enzim sehingga tidak reversibel atau irreversibel. Contoh heavy
metal ions Hg++ racun sianida (cyanide). Banyak racun saraf bekerja seperti ini.
2.8 PENGERTIAN DAN FUNGSI KOFAKTOR DAN KOENZIM

Komponen utama penyusun enzim adalah protein. Meskipun ada beberapa enzim
hanya terdiri dari protein saja, seperti pepsin dan tripsin, tetapi sebagian besar enzim
memerlukan komponen selain protein. Enzim yang mempunyai gugus bukan protein,
termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini (holoenzim) terdiri atas protein
(apoenzim) dan suatu gugus bukan protein. Sebagai contoh enzim katalase, terdiri atas
protein dan feriprotorfirin. Ada juga enzim yang terdiri atas protein dan logam, misalnya
askorbat oksidase adalah protein yang mengikat tembaga. Bagian yang bukan protein
dari suatu enzim, namun penting untuk aktivitas katalitik enzim disebut kofaktor.
Kofaktor terbagi menjadi 3 macam, yaitu gugus prostetik, koenzim dan ion metal.

Gugus prostetik adalah senyawa organik yang berikatan kuat dengan apoenzim, dan
selama reaksi berlangsung tidak akan dilepaskan, sulit terurai. Contoh gugus prostetik
adalah heme dan FAD. Heme merupakan gugus prostetik yang terikat permanen pada
tapak aktif dari enzim peroksidase dan katalase. Flavin adenin dinukleotide (FAD)
merupakan gugus prostetik dari enzim suksinat dehidrogenase (yaitu enzim yang
mengkatalisis perubahan suksinat menjadi fumarat pada reaksi siklus Kreb’s).

Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat
sesaat (tidak permanen), biasanya berlangsung pada saat katalisis. Secara katalitik
koenzim bersifat tidak aktif, sehingga dapat disebut kosubstrat. Koenzim mudah
dipisahkan secara dialisis. Selanjutnya, koenzim yang sama dapat menjadi kofaktor pada
enzim yang berbeda. Pada umumnya, koenzim tidak hanya membantu enzim memecah
substrat tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk produk yang terjadi.
Kebanyakan komponen kimia koenzim merupakan derivat dari vitamin B.

Koenzim dapat diklasifikasikan menurut gugus yang pemindahannya dipermudah


oleh koenzim tersebut, yaitu (1) koenzim pemindah gugus bukan hidrogen (Gula fosfat,
KoA-SH, TPP, PLP, Koenzim folat, Biotin, Koenzim kobamida (B12), Asam lipoat), dan
(2) koenzim pemindah gugus hidrogen (NAD+ , NADP+ , FMN, FAD, Asam lipoat,
Koenzim Q). Koenzim pemindah gugus dan gugus yang dipindahkan serta contoh
enzimnya terdapat pada Tabel.

Tabel Koenzim pemindah gugus dan gugus yang dipindahkan

Gugus yang
No. Koenzim Contoh enzim
dipindahlan
Gliseraldehid fosfat
1. NAD Hidrogen
dehidrogenase
2. NADP Hidrogen Glukosa 6-P dehidrogenase
3. FMN Hidrogen D dan L- asam amino oxidase
Suksinat dehidrogenase,
4. FAD Hidrogen
gliserol 3P dehidrogenase
Ko-Q (Koenzim Q atau
5. Hidrogen Suksinat dehidrogenase
Quinon)
Piruvat dehidrogenase α-
6. Asam lipoat Hidrogen ketoglutarat
dehidrogenase
Nukleosida fosfat (ATP, Fosfoglukomutase,
7. Gugus fosfat
ADP, GTP, GDP) heksokinase
Gugus amino, Transaminase, rasemasinase,
8. Piridoksal fosfat (PLP) residu asam dekarboksilasi asam
amino amino
Gugus C1: folmil-,
9. Tetrahidrofolat (THF) C1 transferase
metilen-, metil
10. Biotin Karboksil (CO2) Karboksilase
Asil transferase, Ko-A
11. Ko-A (Koenzim A) Residu asil
transferase
Dekarboksilase, Asam okso
Residu hidroksi-
12. TPP (Tiamin pirofosfat) dehidrogenase,
alkil
transketolase
Ion metal merupakan salah satu bentuk kofaktor yang diperlukan untuk aktivitas
enzim tertentu. Ion metal tersebut membentuk ikatan koordinasi (coordination bond)
dengan rantai spesifik pada tempat aktif dan pada saat yang sama membentuk satu atau
lebih ikatan koordinasi pula dengan substrat. Ikatan koordinasi adalah suatu ikatan
kovalen khusus antara oksigen dan nitrogen dengan ion metal tertentu. Adanya ikatan
tersebut akan membantu polarisasi di dalam substrat, sehingga dapat dipecah oleh enzim.
Sebagai contoh disajikan pada Tabel

Berdasarkan uraian di atas, secara umum kofaktor mempunyai peran sebagai berikut:

1. Kofaktor berperan melengkapi struktur tempat aktif atau memodifikasi tempat aktif
sedemikian rupa sehingga substrat dapat melekat.
2. Kofaktor bereaksi sebagai donor elektron atau donor atom bagi substrat.
3. Kofaktor dapat bertindak sebagai resipien sementara dari produk suatu reaksi, atau
elektron maupun proton yang selanjutnya dapat kembali ke bentuk semula setelah
reaksi selesai.
4. Kofaktor bersama dengan residu tertentu pada tempat aktif dapat mempolarisasi
molekul substrat sehingga mudah mengalami perubahan pada proses katalitik
(Susanti, 2016).

2.9 Kinetika Reaksi Enzimatis


Enzim adalah molekul protein yang biasanya memanipulasi molekul lain -
substrat enzim. Ini target molekul mengikat ke situs aktif enzim dan diubah menjadi
produk melalui serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme
enzimatik.Mekanisme ini dapat dibagi ke dalam mekanisme tunggal-substrat dan
multiple-substrat. Studi kinetik pada enzim yang hanya mengikat satu substrat, seperti
isomerase triosephosphate, bertujuan untuk mengukur afinitas dengan enzim yang
mengikat ini substrat dan tingkat turnover.

Kinetika enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada
kinetika enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi.
Mempelajari kinetika enzim dalam hal ini dapat mengungkapkan mekanisme katalitik
enzim, perannya dalam metabolisme, bagaimana aktivitasnya dikendalikan, dan
bagaimana suatu obat atau agonis dapat menghambat sebuah enzim.

Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran


kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik
faktor-faktor yangg mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik
memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan urutan tahap-tahap individual
yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi produk.

Mempelajari kinetik enzim juga merupakan dasar untuk mengidentifikasi


kekuatan pengobatan dari obat tertentu yang secara selektif menghambat kecepatan
proses yang dikatalisis oleh enzim. Bersama dengan mutagenesis yang disengaja dan
teknik lain yang mengganggu struktur protein, analisis kinetik juga mengungkapkan
secara mendalam mekanisme katalitik.

Aktivitas seperangkat enzim yg seimbang dan lengkap merupakan dasar


penting untuk mempertahankan homeostasis. Pemahaman tentang kinetik enzim
penting untuk memahami bagaimana stress fisiologis seperti anoksia, asidosis atau
alkalosis metabolik, toksin dan senyawa farmakologik mempengaruhi keseimbangan
tersebut. Persamaan kesetimbangan di bawah menjelaskan reaksi satu molekul dari
masing-masing substrat A dan B untuk membentuk satu molekul dari masing-masing
produk P dan Q.

A+B → P + Q (i)

Tanda panah ganda menunjukkan reversible (terbalikan). Jika A dan B dapat


membentuk P dan, maka P dan Q juga dapat membentuk A dan B. Dengan demikian
penentuan suatu reaktan sebagai “substrat” atau “produk” sedikit banyak
bersifat arbitrer karena produk suatu reaksi yang dituliskan dalam satu arah adalah
substrat bagi reaksi yang berlawanan. Namun, istilah “produk” sering digunakan
untuk menandai reaktan yang pembentukannya menguntungkan secara termodinamis.
A+B → P + Q (ii)

Tanda panah satu arah menunjukkan irreversible (tidak terbalikan). Digunakan


untuk menjelaskan reaksi di dalam sel hidup tempat produk reaksi diatas segera
dikonsumsi oleh reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh enzim. Oleh karena itu,
pengeluaran segera produk P atau Q secara efektif meniadakan kemungkinan
terjadinya reaksi kebalikan sehingga persamaan (ii) secara fungsional menjadi
irreversibel pada kondisi fisiologis. Contohnya adalah ketika kita bernapas.

Kecepatan reaksi enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat


yang diubah atau produk yang dihasilkan per satuan waktu, dan pada suatu waktu
yang sangat pendek, atau pada satu titik tertentu pada grafik diatas disebut kecepatan
sesaat (instantaneus velocity). Kecepatan sesaat merupakan tangens dari garis
singgung terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat pada waktu
mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut kecepatan awal (Vo).
Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya yang dimaksud adalah
kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan awal reaksi, kita dapat
mengetahui kondisi/ keadaan dengan lebih tepat. Disamping kecepatan sesaat dan Vo,
juga dikenal istilah kecepatan rata-rata, yaitu perbandingan antara perubahan jumlah
substrat terhadap waktu.

Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E)


mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P). Kinetika enzim menginvestigasi
bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Pada
tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif,
namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion
hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sorensen
menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan
(buffering) pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid
bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten,
mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini
kemudian dikenal dengan nama “Kinetika Henri-Michaelis-Menten” (kadang-kadang
juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian
dikembangkan lebih jauh oleh G.E. Briggs dan J.B.S. Haldane. Penurunan persamaan
kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas sampai sekarang.
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang
reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara
reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang
disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan
melepaskan produk.

Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per
detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim
orotidina 5-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk
mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut
ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi
bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang
tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan
aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan
aktivitasnya.

Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi


substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi
konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi
karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim
bebas yang diubah menjadi kompleks substrat-enzim ES. Pada kelajuan yang
maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan
jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada.
Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang
diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini
diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi
substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan
maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu
subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim.
Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul
substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik. Kinetika Michaelis-
Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan asumsi
difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun,
banyak proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini,
disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan
fase enzim/ substrat/ produk, dan pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi.
Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fractal dapat diterapkan.

Persamaan reaksi enzimatik satu substrat, satu produk:

E + S ES E + P

Reaksi kebalikan antara E dan P sangat kecil sehingga v = k2 [ES]……(1)

Pada reaksi enzimatis [ES] sulit diukur, yang dapat terukur dengan baik adalah
[S] atau [P] dan [E]t (Enzim total= Enzim awal= E0)

[E]t = [E] + [ES] atau [E] = [E]t - [ES]………………………………………


(2)

Pada keadaan “steady state”:

maka laju pembentukan ES = laju penguraian ES

k1 [E] [S] = k-1[ES] + k2 [ES]…………………………………(3)

Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju reaksi

Pada [S] yg sangat besar , enzim telah jenuh dengan substrat sehingga
reaksi mendekati kecepatan maksimum= Vmaks:

Vmaks = k2 [E]t, sehingga

v = Vmaks [S]/ (KM + [S]) (pers Mikhaelis-Menten)


Pada saat kecepatan reaksi mencapai ½ Vmaks maka [S]=KM, berarti KM
pada suatu reaksi enzimatis adalah ukuran konsentrasi substrat agar
proses katalitik berlangsung efektif.

Artinya:

Suatu enzim dengan KM besar memerlukan substrat lebih banyak daripada


enzim dengan KM kecil untuk mencapai laju reaksi yang sama.

Catatan:

Makin besar KM makin tidak spesifik substratnya

Nilai KM khas bagi suatu reaksi enzimatis.

Penentuan Km Dan Vmaks


[E] [S] = {(k-1+k2)/k1} [ES] = KM [ES]………………………(4)

(2) ke (4) ......[E]t [S] - [ES] [S] = KM [ES]

[ES] = [E]t [S]/ (KM+[S])……………………………………(5)

Kalau pers (5) dimasukkan ke pers (1) v = k2 [E]t [S]/ (KM+[S])………(6)


2.10 INHIBITOR/ PENGHAMBATAN ENZIM

Inhibitor merupakan molekul yang dapat menghambat kerja enzim. Inhibitor ada
dua jenis yaitu :

1) Inhibitor Reversibel Kompetitif, ntuk menghambat kerja enzim inhibitor ini


bekerja dengan menempati sisi akif enzim. Demi berikatan dengan sisi aktif enzim,
inhibitor ini bersaing dengan substrat. Penghambatan ini bersifat reversibel (dapat
kembali seperti semula). Dan juga dapat dihilangkan dengan mmenambah konsentrasi
substrat. Contoh :Malonat dan oksalosuksinal, yang bersaing dengan substrat untuk
berikatan dengan enzim suksinatdehidrogenase. Enzim ini merupakan enzim yang
bekerja pada substrat oselisuksinat.

Inhibitor ReversibelNonkompetitif, merupakan senyawa kimia yang tidak mirip


dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan
perubahan pada bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan
substrat nya.Contoh : antibiotik penisilin, ia menghambat kerja enzim ppenyusun
dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversibel tetapi tidak dapat dihilangkan
dengan menambahkan konsentrasi substrat.
2) Inhibitor irreversibel, merupakan inhibitor yang berkaitan dengan sisi aktif
enzim secara kuat dan tidak mudah terlepas. Enzim nya pun tidak dapat kembali seperti
semula dan bersifat irreversibel. Contoh : diisopropilfluorofosfat yang dapat
menghambat kerja asetilkolin-esterase (Campbell, 2006).

Kegunaan Inhibitor

Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan


sebagai obat.Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin
menginhibisi enzim COX-1dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan
peradanganprostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit.
Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai
contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung
dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c-oksidase dan
memblok pernafasan sel.

Contoh-contoh Reaksi Inhibitor

Salah satu contoh dari reaksi kimia inhibitor irreversibel adalah reaksi
diisopropylfluorophosphates dengan serine proteases, chymotrypsin and iodoacetate
yang bereaksi dengan essential sulfhydryl yang merupakan salah satu bagian dari
kelompok enzim triose phosphate dehydrogenase.

E-SH+ICH2COOH E-SCH2COOH+HI

Sedangkan contoh dari inhibitor reversible terdapat dalam reaksi succinic acid dan
FAD.
2.12 UJI AKTIVITAS ENZIM

Pada praktikum yang berjudul Uji Aktivitas Enzim dengan tujuan agar praktikan
dapat mengetahui suhu terhadap aktivitas enzim, mampu membuktikan bahwa derajat
keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas enzim, mengetahui pengaruh konsentrasi
enzim terhadap perombakan substrat dan mengetahui pengaruh konsentrasi substrat
terhadap aktivitas enzim. Enzim merupakan senyawa berstruktur protein yang dapat
berfungsi sebagai kasalisator dan dikenal sebagai biokatalisator. Pada percobaan ini
praktikan menggunakan alat yaitu tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet ukur, gelas kimia dan alat pemanas sedangkan bahan yaitu larutan amilum
20%, enzim anmilase, larutan iodium, pereaksi benedict dan larutan HCl 0,4%.
Praktikan melakukan 4 (empat) percobaan dengan berkelompok sesuai kelompok yang
sudah ditentukan oleh pembimbing praktikum dimana praktikum ini melakukan 2 (dua)
percobaan untuk dapat menjawab tujuan dari praktikum ini.

Pada percobaan pertama yaitu pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dimana
praktikan memasukkan 2 ml larutan amilum kedalam 5 (lima) tabung reaksi dan
penambahan 1 ml enzim amilase pada masing-masing tabung yang kemudian praktikan
melakukan perlakuan pendiaman selama 15 menit terhadap suhu yang berbeda-beda
yaitu pada gelas piala yang berisi es, pada suhu kamar, pada penangas air satu dan dua,
pada penangas air yang mendidih. setelah dilakukan pendiaman kemudian dilakukan uji
dengan larutan iodium sehingga didapat bahwa pada suhu 0 °C warna tetap coklat tua
dan terdapat endapan warna hitam, pada suhu 25-30 °C warna berubah menjadi merah
bata, pada suhu 37-40 °C warna berubah menjadi merah bata, pada suhu 75-80 °C
warna tetap coklat tua, pada suhu 100 °C warna berubah menjadi biru pekat sedangkan
pada uji benedict pada suhu 0 °C warna bening berada diatas sedangkan warna biru
menggumpal didasar gelas piala tetap, pada suhu 25-30 °C warna tetap biru, pada suhu
37-40 °C warna tetap biru, pada suhu 75-80 °C warna tetap tetap biru, pada suhu 100
°C warna tetap biru.

Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim dapat dilihat pada kenaikan suhu yang bisa menyebabkan denaturasi dan bagian
aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Literatur yang mendukung kesimpulan tersebut yaitu suhu rendah mendekati titik beku
tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu
lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu
tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena
mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu
optimum. Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C.
Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena
terjadi denaturasi (Hafiz Soewoto, 2000).

Pada percobaan kedua yaitu pengaruh pH terhadapa aktivitas air dimana pada 3
(tiga) tabung reaksi dilakukan pengisian tabung reaksi pertama diisi 2 ml larutan HCl
0,4%, tabung reaksi kedua diisi 2 ml aquadest, tabung reaksi ketiga diisi Na 2CO3 1%
dan penambahan 2 ml larutan amilum pada ketiga tabung reaksi yang kemudia
dilakukann pencampuran agar homogen. Setelah dilakuan pencampuran maka dibiarkan
selama 15 menit yang selanjutnya dilakukan uji iodium dan uji benedict. Pada
percobaan ini dapat dibuktikan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim,
dimana pada setiap pH yang berbeda mulai dari 1 sampai 9 hasil uji iodium dan uji
Benedictnya berbeda-beda. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya
enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

Hidrolisis Pati dengan memasukkan 5 ml alimunium 1% dan penambahan 2,5


ml HCl yang kemudian dilakukan pencampuran supaya larutan homogen sehingga
dapat dilakukan pemanasan dalam penangas air yang mendidih. Literatur yang
membenarkan hal ini yaitu enzim bekerja pada kisaran pH tertentu, jika dilakukan
pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar
enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai
9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim
yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH
optimum 2. pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain
itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan
listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat (Hafiz
Soewoto, 2000).

Pada percobaan ketiga yaitu pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas


enzim dimana 3 (tiga) tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml enzim amilase pada tabung
pertama, 1,0 ml enzim amilase pada tabung kedua, 1,5 ml enzim amilase pada tabung
ketiga dan penambahan larutan amilum 2 ml yang kemudian dicampur agar homogen.
Setelah dilakukan pencampuran maka dilakukan pembiaran sampai 15 menit yang
selanjutnya dilakukan uji iodium dan uji benedict. Pada percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan substrat dilihat
pada katalis, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Literatur yang mendukung yaitu
peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat
dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan konsentrasi
enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat (Hafiz Soewoto, 2000).

Pada percobaan keempat yaitu pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas


enzim dimana 4 (empat) tabung reaksi dimasukkan 1 ml larutan amilum pada tabung
pertama, 2 ml larutan amilum pada tabung kedua, 4 ml larutan amilum pada tabung
ketiga, 6 ml larutan amilum pada tabung keempat dan penambahan enzim amilase 1 ml
yang kemudian dicampur agar homogen. Setelah dilakukan pencampuran maka
dilakukan pembiaran sampai 15 menit yang selanjutnya dilakukan uji iodium dan uji
benedict. Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh konsentrasi substrat
terhadap aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil eksperimen menunjukkan bahwa
dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas
tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar. Literatur
yang mendukung yaitu pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar,
sedangkan kondisi lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai
suatu batas kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh
dengan substrat sehingga dapat membenarkan kesimpulan yang didapat.

Uji Aktivitas Enzim Protease


Semua enzim adalah protein, dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada
integritas strukturnya sebagai protein. Penataan tertentu pada rantai samping asam
amino suatu enzim di sisi aktifnya menentukan tipe molekul yang dapat terikat dan
bereaksi. Terdapat banyak enzim yang memiliki molekul-molekul non protein kecil
yang terhubung dengan sisi aktif atau di dekatnya. Molekul-molekul ini disebut
kofaktor atau koenzim. Beberapa enzim memerlukan kofaktor atau koenzim untuk
aktivitas katalitiknya. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim,
yaitu suhu, pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, dan keberadaan inhibitor
(Poedjiadi, 1994). Pada beberapa penelitian, uji aktivitas enzim protease dipengaruhi
oleh faktor nutrisi untuk pertumbuhan bakteri yang ada pada media yang digunakan,
seperti sumber protein, lemak, mineral dan vitamin. Protease merupakan enzim
yang produksinya dapat diinduksi oleh senyawa nitrogen sederhana. Di samping
itu, perbandingan antara unsur karbon dan nitrogen juga akan berpengaruh baik
terhadap produksi enzim protease, sehingga aktivitas protease dapat lebih tinggi (Naiola
dan Widhyastuti, 2002). Aktivitas proteolitik ditentukan dengan metode Enggel et al.
(2004). Pada metode ini, kasein digunakan sebagai substrat. Enzim protease yang
disekreasi oleh sel bakteri akan menghidrolisis kasein untuk menghasilkan asam amino.
Besarnya aktivitas proteolitik ditentukan berdasarkan jumlah tirosin yang dihasilkan
dari hidrolisis kasein. Selain itu, pengukuran aktivitas proteolitik juga menggunakan
larutan buffer fosfat pH 7 untuk mempertahankan pH dan sebagai pelarut kasein.
Reaksi ini dihentikan dengan menambahkan asam trikhloroasetat (TCA), setelah reaksi
tersebut dihentikan selanjutnya ditambahkan natrium karbonat (Na2CO3) untuk
mengikat air yang tersisa pada larutan. Sebagai reagen pewarna digunakan reagen Folin
ciocalteau yang akan bereaksi dengan protein dan memberikan warna biru yang kuat.

2.12 CONTOH ENZIM YANG TERLIBAT PADA SISTEM PENCERNAAN

1. Pada Mulut

 Enzim Ptialin / Enzim Amilase

Enzim Amilase atau Ptialin memiliki fungsi untuk mengubah pati / amilum / zat
tepung menjadi maltosa. Peristiwa perombakan oleh ptialin tersebut terjadi pada pati
atau zat tepung yang terkandung di dalam bahan makanan, seperti kentang atau nasi.
Untuk membuktikannya sobat dapat mencoba untuk memakan nasi dan
mengunyahnya agak lama (sekitar 3 menit) dan rasakan apa yang terjadi, nasi yang
sobat kunyah akan terasa manis. Hal tersebut karena peran enzim ptialin / amilase
ini.

2. Pada Lambung
 Asam Lambung (HCl)
Asam Lambung (HCl), adalah zat kimia yang berfungsi untuk membunuh bakteri
yang masuk bersamaan dengan makanan yang kita makan. Selain itu, Asam
Lambung juga membantu kerja enzim pepsin dalam mengubah protein.
 Enzim Pepsin
Enzim Pepsin, adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah protein menjadi
pepton, polipeptida dan proteosa.
 Enzim Renin
Enzim Renin, adalah enzim yang mempunyai fungsi mengubah kaseinogen menjadi
kasein.
 Enzim Lipase Gastrik
Enzim Lipase Gastrik, adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah trigliserida
menjadi asam lemak
3. Pada Pankreas
 Berikut macam-macam enzim yang dihasilkan pankreas beserta fungsinya:
 Enzim Amylase
Enzim amilase pankreas, adalah enzim yang memiliki fungsi untuk mengubah
amilum menjadi disakarida.
 Enzim Lipase Pankreas
Enzim lipase pankreas / Lipase Steapsin adalah enzim yang memiliki fungsi
untuk mengemulsikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
 Enzim Tripsin
Enzim Tripsin, adalah enzim yang memiliki fungsi untuk mengubah protein menjadi
polipeptida.
 Enzim Karbohidrase Pancreas
Enzim karbohidrase pankreas, adalah enzim yang memiliki fungsi untuk mencerna
amilum menjadi maltosa (memecah gula dalam makanan).
4. Pada Usus
 Enzim Paptidase
Enzim Paptidase, adalah enzim yang berfungsi untuk menrubah polipeptida menjadi
asam amino.
 Enzim Sukrase
Enzim Sukrase, adalah enzim yang berperan dalam mengubah Sukrosa menjadi
Glukosa dan Fruktosa
 Enzim Maltase
Enzim maltase, adalah enzim yang berfungsi untuk menrubah maltosa menjadi
glukosa.
 Enzim Laktase
Enzim laktase, adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi
Galaktosa dan Glukosa.
 Enzim Enterokinase
Enzim Enterokinase (enzim khusus), adalah enzim yang memiliki fungsi untuk
mengubah Tripsinogen menjadi Tripsin yang digunakan dalam saluran pankreas.
 Enzim Lipase
Enzim Lipase Usus, adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah Lemak menjadi
Gliserol dan asam lemak.
 Enzim Disakarase
Enzim Disakarase, adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah disakarida menjadi
monosakarida.
 Enzim Erepsin
Enzim Erepsin / dipeptidase, adalah enzim yang berfungsi untuk menrubah pepton
atau dipeptida menjadi asam amino (Prawirohartono, 2004).

2.13 MENJELASKAN MANFAAT ENZIM DALAM KLINIS


Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim
berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan
fosfatase. Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin
menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot (Hunter, 1995). Enzim
menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini.
Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun
tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Enzim juga
memberikan peranan dalam tatanan klinik yaitu antara lain (Sadikin, 2002) :
1. Sebagai alat diagnostik suatu penyakit (abnormalitas).
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga
kelompok :
a. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ
akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti
prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan
ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil
enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati
dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun
jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan
ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan
yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh
kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Misalnya : Peningkatan
jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali
menunjukkan adanya pankreasitis akut
b. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis
Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari
dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Contoh : Uricase yang berasal dari jamur
Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur
asam urat.
c. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan
reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan
diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Contoh
penggunaannya adalah pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test),
molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya,
menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon)
tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat
dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
2. Untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit.
3. Enzim digunakan sebagai obat
Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim
untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia
untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim
sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh
kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia
4. Enzim sebagai sasaran pengobatan
Merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja
enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang
menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi :
a. Terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi
Dalam hal ini digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu
enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi
ini : DM, penyakit kanker, penyakit kejiwaan dll.
b. Terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja
Dalam hal ini digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh
mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan
yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu,
sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim
mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit
infeksi. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah : penyakit tumor

2.14 DEFISIENSI ENZIM

Enzim merupakan suatu zat yang sangat penting dalam tubuh kita, proses
pencernaan dan penyerapan nutrisi makanan tidak dapat berjalan tanpa adanya enzim
sehingga mengalami gangguan pencernaan atau maladegesti. Selain itu tubuh juga akan
mengalami gangguan penterapan (malabsorpsi). Gejala seseorang terkena malabsorpsi
adalah perut kembung, nafsu makan menurun, diare, suara usus (seperti orang
kelaparan) meningkat. Jika tubuh mengalami kekurangan enzim yang kronis, maka
akan menderita malgizi. Kondisi ini akan berakibat pada menurunnya berat badan dan
daya tubuh. Seseorang yang menderita malgizi akan merasakan nyeri ulu hati, mual,
muntah-muntah, sering bersendawa. Kondisi ini menjadi rentan terhadap penyakit.
Jenis-jenis penyakit karena defisiensi enzim :

1. Penyakit Maple Syrup Urine Disease (MSUD). Penyakit berupa penumpukan asam
amino ini bisa menyebabkan air urine menyerupai aroma syrup karena kekurangan
enzim BCKD.
2. Penyakit Fabry. Kurangnya enzim ceramide trihexosidase atau alpha galactosidase A
yang dipakai untuk proses metabolisme lipid bisa menyebabkan gangguan berupa
penyakit fabry. Lipid merupakan substansi yang mengandung lilin, asam lemak, dan
minyak. Mutasi yang terjadi pada gen yang mengatur kerja enzim ini bisa
membahayakan sistem kardiovaskuler, ginjal, sistem saraf otonom, dan mata karena
lipid tidak diproses dengan sempurna. Pada wanita yang mengalami mutasi genetik ini,
gejala yang timbul diantaranya muncul bercak-bercak kecil berwarna merah keungu-
unguan pada kulit. Rasa perih akan parah saat berolahraga atau saat mandi air hangat.
Sementara pada pria, gejalanya berupa korne menjadi berkabut. Penumpukan lipid bisa
meningkatkan risiko stroke, gangguan sirkulasi arteri, serta serangan jantung.
3. Penyakit Nimann-Pick. Penyakit ini bisa menyebabkan susah makan, kerusakan saraf,
serta pembesaran organ hati pada bayi.
4. Phenylketonuria (PKU). Kekurangan enzim PAH bisa mengakibatkan tingginya kadar
fenilalanin dalam darah dan mengakibatkan keterbelakangan mental.
5. Penyakit Tay-Sachs. Kerusakan saraf yang progresif terjadi pada orang yang menderita
penyakit ini. Balita biasanya hanya bertahan sampai usia 4-5 tahun.
6. Sindrom Hurler. Penyakit ini bisa menyebabkan pertumbuhan terlambat serta struktur
tulang tidak normal. Karena bersifat genetik, penyakit yang disebutkan di atas tidak
bisa disembuhkan. Penanganan yang dilakukan semata-mata untuk meringankan
gejalanya. Seperti mengurangi konsumsi obat-obatan dan makanan yang sulit tercerna
dengan baik, dengan mengganti enzim yang hilang atau tidak aktif, atau dengan detoks
darah untuk menghilangkan penumpukan bahan beracun karena gangguan
metabolisme.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam


protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan
protein. Enzim juga berupa protein yang berfungsi sebagai katalis dalam suatu
reaksi kimiaorganik.
 Pada enzim terdapat apoenzim, gugus prostetik, apoenzim dan gugus prostetik
merupakan suatu kesatuan yang disebut haloenzim. tapi ada juga bagian enzim
yang apoenzim dan gugus prostetiknya tidak menyatu. Bagian gugus prostetik
yang lepas kita sebut koenzim.

 Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pada sistem biologi,
sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim.

 Awalnya penamaan enzim menggunakan nama trivial dari bahasa yunani,


berkembang dengan penambahan –ase pada kata dasar nama enzim, setelahnya
IUB bekerja sama dengan IUPAC mengklasifikasikan enzim ke dalam 6 kelas
yaitu oksidoreduktase (kelompok 1), transferase (kelompok 2), hidrolase
(kelompok 3), liase (kelompok 4), isomerase (kelompok 5) dan ligase
(kelompok 6).

 Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya


kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang
bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah
terjadi.

 Mekanisme reaksi enzimatis dapat digambarkan dengan metode atau model


Fisher (model kaku) atau Koschland/ ketepatan induksi.

 Kinetika reaksi enzimatis, enzim dalam mekanisme kerja aktivitasnya


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, konsentrasi substrat,
konsentrasi enzim, kehadiran aktivator atau inhibitor.

 Molekul yang dapat menghambat kerja enzim, disebut inhibitor. Inhibitor ada
dua jenis yaitu : inhibisi irreversibel dan inhibisi reversibel (kompetitif dan
nonkompetitif).

 Uji aktivits enzim betujuan untuk mengetahui suhu terhadap aktivitas enzim,
mampu membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas
enzim, mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan substrat
dan mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.

 Enzim dalam pencernaan terdapat berbagai macam yaitu di mulut, lambung,


pancreas, dan usus.
 Manfaat enzim dalam klinis: Sebagai alat diagnostik suatu penyakit
(abnormalitas); Untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit; Enzim digunakan
sebagai obat; Enzim sebagai saran pengobatan.

 Defesiensi enzim merupakan kondisi tubuh yang kekurangan enzim, proses


pencernaan dan penyerapan nutrisi makanan tidak dapat berjalan tanpa adanya
enzim sehingga mengalami gangguan pencernaan atau maladegesti.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2006. Biologi. Jakarta : Erlangga

Hunter T. 1995. Protein kinases and phosphatases: the yin and yang of protein
phosphorylation and signaling. Jurnal Cell

Martoharsono S. 1993. BIOKIMIA Jilid 2. Yogyakarta : UGM University Press


Naiola, E., N. Widhyastuti. 2002. Isolasi, Seleksi dan Optimasi Produksi Protease dari
Beberapa Isolat Bakteri hal 6(3): 467- 473. Jurnal Berita Biologi

Prawirohartono. 2004. Sains Biologi. Jakarta : Bumi Aksara

Poedjiadi, A dan Supriyanti, F. M. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Sadikin M. 2002. Seri biokimia: biokimia enzim. Jakarta: Widya Medika

Soewoto hafiz, dkk. 2000. Biokimia eksperimen laboratorium.Jakarta: Widya Medika

Susanti, R. 2016. Teknologi Enzim. Yogyakarta: ANDI

Stryer, L. 2000. Biokimia Vol 2 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai