Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LANDASAN FILOSOFI, YURIDIS DAN IMPLEMENTASI


PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


FILSAFAT ILMU
Dosen : Prof. DR. Sapto Haryoko, M.Pd

SAFITRI
171052003006
“ Kelas 01, Semester 1 ”

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Landasan Filosofi, Yuridis, dan Implementasi
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah bidang Studi Filsafat Ilmu

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam


penyusunan ini, baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan ini dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
semua pihak sehingga ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak yang membtuhkan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, 15 November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I ..........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN .........................................................................................................................4
A. Latar Belakang. ..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................4
C. Tujuan. ..........................................................................................................................5
BAB II .........................................................................................................................................6
TEORI-TEORI FILOSOFI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN...........................................6
A. Teori Filosofi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) ..............................................6
B. Landasan Yuridis Dan Kebijakan Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan ........................9
C. Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan .............................................................9
- Arah Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan ..............................................10
BAB III ......................................................................................................................................14
MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN BERDASARKAN SISTEM
PERUNDANG-UNDANGAN. .....................................................................................................14
A. Model Penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan ......................................14
B.Praktek Kerja Industri ......................................................................................................16
BAB IV......................................................................................................................................18
KESIMPULAN ...........................................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Tatanan dunia baru, termasuk tatanan ekonomi Indonesia sedang berubah
ke arah perdagangan bebas dan era global yang ditandai dengan semakin
terbukanya peluang kerjasama antar negara. Namun di sisi lain, perubahan tersebut
menimbulkan persaingan yang makin ketat dalam hal barang, jasa, modal maupun
tenaga kerja/sumberdaya manusia.
Untuk dapat mengikuti tatanan dunia baru maka peningkatan kemampuan
dan keterampilan bagi generasi muda calon tenaga kerja merupakan tanggung
jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan
merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM
yang berkualitas, tangguh dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan
diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu
bersaing dengan rekan mereka dari negara lain.
Pemerintah melalui berbagai kebijakan terus berupaya dalam sektor
pendidikan, dalam hal ini terus mendorong perkembangan pendidikan teknologi
kejuruan di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan teknologi kejuruan merupakan salah satu jawaban untuk
menjawab berbagai permasalahan ekonomi, sehingga antara pendidikan teknologi
kejuruan dengan ekonomi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan
teknologi dan kejuruan seharusnya memberikan sumbangsih yang besar terhadap
perbaikan ekonomi, namun disisi lain bahwa kehadiran PTK bukan hanya sebagai
penyelesai berbagai permasalahan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi lebih dari itu.
Guna menghadapi tantangan dan peluang masa depan mendatang, maka isi
pendidikan kejuruan yang akan di ajarkan peserta didik harus menampilkan sosok
utuh karakteristik kualitas sumber daya manusia yaitu :
- karakteristik kualitas dasar kuat yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, cerdas, berdisiplin, sehat jasmani dan
rohani, berkepribadian mantap dan mandiri dan memiliki tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
- karakteristik kualitas instrumental yang dinamis (kualitas yang harus selalu di
perbarui sesuai dengan perubahan) yang meliputi kemampuan produktif,
kemampuan menggunakan sumber daya, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan kerjasama, kemampuan menggunakan data dan informasi,
kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan menggunakan IPTEK.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul Makalah tersebut maka masalahnya dapat dirumuskan
sebagai berikut :

4
a. Apa Teori-teori Filosofi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan?
b. Apa Landasan yuridis Pendidikan Teknologi dan Kejuruan?
c. Apa Kebijakan dari penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan?
d. Bagaimana Konsep dan Model Penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Berdasarkan system Perundang-undangan Republik Indonesia ?

C. Tujuan.

a. Untuk mengetahui Landasan yuridis dari Pendidikan Teknologi dan


Kejuruan.
b. Untuk mengetahui Teori-teori Filosofi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
c. Untuk mengetahui Kebijakan dari penyelenggaraan Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan.
d. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep dan Model Penyenggaraan
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan berdasarkan system Perundang-
undangan Republik Indonesia

5
BAB II
TEORI-TEORI FILOSOFI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

A. Teori Filosofi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK)


Filosofi adalah apa yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup yang
dianggap benar dan baik. Secara filosofis kedudukan Pancasila dinyatakan
sebagai jati diri bangsa Indonesia. Karena Pancasila adalah dasar Negara
Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional.
Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang
“Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”. Karenanya sistem pendidikan nasional
wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem
pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem
dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain sistem negara Pancasila wajar
tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional
bangsa Indonesia secara keseluruhan.Tegasnya tiada sistem pendidikan
nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa tidak mungkin sistem
pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh sistem pendidikan yang
lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila.
Menurut John Dewey (1859-1952) filsafat bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta
aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Pengalaman merupakan salah
satu kunci dalam filsafat Dewey. Filasafat harus berpijak pada pengalaman dan
menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kristis. Dengan demikian,
filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Selanjutnya,
Dewey (1906) dalam bukunya berjudul "Democracy and Education" menyatakan
bahwa pendidikan memerlukan kegiatan praktik yang bermakna.
Pemikiran Dewey ini diperkuat Prosser (Charles Prosser, 1871-1952) yang
mempercayai bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari satu bidang
pembelajaran ke bidang pembelajaran yang lain, dan pembelajaran akan efektif jika
dilaksanakan secara khusus dan langsung pada permsalahannya. Prosser
membedakan antara pendidikan tingkat menengah umum dengan pendidikan
menengah kejuruan. Prosser memperkenalkan sekolah untuk bekerja, dimana siswa
dibawa untuk mempelajari latihan dan proyek seperti kondisi kerja yang nyata di
industry.
Charles Prosser dalam Vocational Education in Democracy (1949) yang
dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16) memberikan 16
butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan diantaranya yaitu :

6
1) Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
2) Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang diberikan
secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan benda kerja
sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
3) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau dalam
pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya.
4) Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali hingga
diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik.
5) Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya
berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik.
6) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal
kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar minimal
profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah pengembangannya.
7) Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.

Berdasarkan falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya


dari Charles Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut juga
sekaligus kriteria dasar yang sagat esensial dalam penyelenggaraan pendidikan
kejuruan. Maksudnya dalah pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi
baik apabila mampu memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut.
Secara ringkas dari 16 butir falsafah pendidikan kejuruan dapat diringkas ke
dalam 16 butir kriteria ideal pendidikan kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu: (1)
lingkungan belajar; (2) program dan fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung; (4)
budaya kerja; (5) kualitas input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga pendidik
yang berpengalaman; (8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar kerja; (10)
proporsi praktek; (11) sumber data program dari pengalaman; (12) program dasar
kejuruan dan lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu; (14) hubungan
dengan masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya pendidikan.
Sampai saat ini ada 2 aliran filosofi yang di pakai sebagai landasan
pendidikan kejuruan yaitu :

- Eksistensialisme berpandangan pendidikan vokasi/kejuruan


mengembangkan eksistensi manusia, bukan merampasnya. Pragmatisme
berpandangan bahwa philosophy pendidikan kejuruan adalah ”Matching”:
what job was need and what was needed to do the job. Pendidikan
kejuruan/vokasi harus Real-word situation, contextual and experience.
- Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan
filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Esesensialisme modern
dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap
skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai
yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-
nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai

7
kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja
keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji
dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan
waktu. Esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengkaitkan dirinya dengan system sistem yang lain (ekonomi,
ketenagakerjaan, politik, social dan moral).

Secara filosofis, penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan


perkembangan psikologis peserta didik dan perkembangan atau kondisi sosial
budaya masyarakat.

a. Perkembangan psikologis peserta didik


Manusia, secara umum mengalami perkembangan psikologis sesuai
dengan pertambahan usia dan berbagai faktor lainnya; yaitu latar
belakang pendidikan, ekonomi keluarga, dan lingkungan pergaulan, yang
mengkibatkan perbedaan dalam dimensi fisik, intelektual, emosional, dan
spiritual. Pada kurun usia peserta didik di SMK, mereka memiliki
kecenderungan untuk mencari identitas atau jati diri. Fondasi kejiwaan yang
kuat diperlukan peserta didik agar berani menghadapi, mampu beradaptasi
dan mengatasi berbagai masalah kehidupan, baik kehidupan profesional
maupun kehidupan keseharian, yang selalu berubah bentuk dan jenisnya
serta meningkatkan diri dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
b. Kondisi sosial budaya
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Pendidikan yang diterima dari lingkungan
keluarga (informal), diserap dari masyarakat (nonformal), maupun yang
diperoleh dari sekolah (formal) akan menyatu dalam diri peserta didik,
menjadi satu kesatuan yang utuh, saling mengisi dan diharapkan dapat
saling memperkaya secara positif.
- Peserta didik SMK berasal dari anggota berbagai lingkungan msyarakat
yang memiliki budaya, tata nilai, dan kondisi sosial yang berbeda. Pendidikan
kejuruan mempertimbangkan kondisi sosial, maka segala upaya yang
dilakukan harus selalu berpegang teguh pada keharmonisan hubungan antar
sesama individu dalam masyarakat luas yang dilandasi dengan akhlak dan
budi pekerti yang luhur, serta keharmonisan antar sistem pendidikan dengan
sosial budaya.

8
B. Landasan Yuridis Dan Kebijakan Pendidikan Teknologi Dan
Kejuruan
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep
peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan
Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945.
 UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.
 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan
bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang
menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar
dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
 Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Sistem Ganda di SMK.
 PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
 Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
 Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
 Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan.
 Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan.
 Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan di SMK

C. Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.


Pendidikan teknologi dan kejuruan dalam sistem pendidikan nasional
dikelompokkan pada jenjang pendidikan menengah dan termasuk jenis pendidikan
kejuruan. Untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia
diperlukan perubahan kebijakan pada pendidikan kejuruan.
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008) menyatakan kebijakan pendidikan
berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan yang
ditujukan untuk kepentingan peserta didik sehingga terbentuk masyarakat
demokratis.
Kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dalam implementasinya dapat
dimaknai sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur
penyelenggaraan pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk keputusan yang
menekankan pada implementasi tindakan. Perwujudan kebijakan pemerintah di
bidang pendidikan tersebut dapat dikelompkkan menjadi dua bentuk kebijakan,
yaitu: (1) dalam bentuk peraturan pemerintah seperti: Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN), Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat (TAP MPR),
Undangundang (UU) tentang pendidikan,Peraturan Pemerintah (PP), dan (2) Dalam
bentuk sikap pemerintah, terutama dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
yang meliputi sikap formal yang dituangkan melalui Surat Keputusan Menteri (SK
atau Permen), Surat Keputusan Gubernur atau Bupati, dan sikap non-formal

9
seperti komentar, pernyataan, atau anjuran tentang segala hal yang berkaitan
dengan pendidikan nasional. Penyusunan kebijakan publik telah diatur dalam UU
No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Mekanisme pembuatan kebijakan ini terbagi dalam beberapan tahapan, meliputi:
perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundang-undangan, dan penyebarluasan.
Berbagai kebijakan pendidikan telah ditetapkan pemerintah dalam rangka
untuk mencapai tujuan nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 3, yaitu
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Rencana strategis (Renstra) merupakan salah satu produk
kebijakan yang menentukan dan mengarahkan kebijakan dalam kurun waktu
tertentu. Untuk mewujudkan capaian Renstra biasanya diikuti adanya
regulasiregulasi yang mendukung arah kebijakan dalam Renstra tersebut.

- Arah Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal
15 dinyatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat
dijabarkan kembali oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (2003) menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum, sebagai bagian dari system pendidikan menengah kejuruan
(SMK) bertujuan :
1. menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak,
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik,
3. menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan
bertanggung jawab,
4. menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai
keanekaragaman
budaya bangsa Indonesia,
5. menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat,
memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.

Selanjutnya, tujuan khusus SMK, yaitu:


1. menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau
mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai
tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian
yang diminati, membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan
gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional
dalam bidang keahlian yang diminati, dan membekali peserta didik dengan

10
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri
sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam
berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang
keahlian yang diminati, dan
3. membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.

Tujuan SMK di atas dapat dipahami bahwa SMK sebagai sub system pendidikan
nasional diarahkan untuk mengutamakan dalam mempersiapkan peserta didik untuk
mampu memilih karier, memasuki lapangan kerja, berkompetisi, dan
mengembangkan dirinya dengan sukses di lapangan kerja yang cepat berubah dan
berkembang. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan
tersebut melalui kebijakan sebagaimana disampaikan Wardiman Djojonegoro (1997)
memperkenalkan kebijakan baru untuk pembangunan pendidikan, yang disebut
“Link and Match”. Kebijakan “Link and Match” ini mengimplikasikan wawasan
sumber daya manusia, wawasan masa depan, wawasan mutu dan wawasan
keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah dan wawasan
ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan.
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan program pendidikan yang dipilih untuk
menjabarkan secara operasional kebijakan ―Link and Match‖ pada pendidikan
menengnah kejuruan. Secara teoritis, PSG merupakan system pendidikan yang
sangat ideal untuk meningkatkan relevansi dan efisiensi SMK. SMK menempatkan
praktik industri siswa sebagai bagian yang paling penting dalam pelaksanaan PSG.
Di samping itu, dalam buku Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global
(1997) diungkapkan perlunya reposisi pendidikan kejuruan. Reposisi pendidikan
kejuruan dimaksudkan sebagai upaya penataan kembali konsep, perencanaan, dan
implementasi pendidikan kejuruan dalam rangka peningkatan mutu sumber
dayamanusia yang mengacu kepada kecenderungan (trend) kebutuhan pasar kerja,
baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun internasional. Beberapa tujuan
dari reposisi pendidikan kejuruan, antara lain: (1) menata ulang sistem Diklat
kejuruan agar lebih fleksibel dan permeabel dengan menerapkan pola pembelajaran/
pelatihan yang berbasis kompetensi, dan (2) menata ulang program keahlian dan
sistem pembelajaran pada SMK dengan menerapkan Competency Based Training
(CBT). Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengembangkan kebijakan
strategis di bidang pendidikan kejuruan berupa reposisi dan reorientasi pendidikan
menjelang 2020, yang dituangkan dalam bentuk program sebagai berikut:
1. Re-engineering, yaitu proses penataan, perencanaan dan implementasi
pendidikan menengah kejuruan melalui analisis dan pengkajian potensi
wilayah sebagai langkah penyesuaian bidang/program keahlian yang
diselenggarakan oleh SMK sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah,

11
sehingga diharapkan lulusannya berdaya serap pasar tinggi dan memiliki
prospek membangun perekonomian daerah.
2. Pengembangan SMK sebagai regional center, yaitu adalah suatu proses
pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah
dan masyarakat dengan memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang
dimiliki melalui kerjasama kelembagaan antara SMK dan lembaga
pendidikan dan pelatihan lain yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas
SDM dan memberikan keterampilan dalam bentuk kompetensi kejuruan di
SMK bagi tamatan atau drop-out pendidikan dasar dan menengah yang akan
memasuki pasar kerja, maupun bagi peningkatan kualitas guru.
3. Kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum SMK 2004), yaitu kurikulum yang
didasarkan pada pendekatan competency based training, life skills, akademik
(scientific), broad based curriculum, dan production based training.
4. Pengujian dan sertifikasi profesi, yaitu pembentukan lembaga sertifikasi
profesi (LSP) yang independen yang berperanan dalam pengembangan
akreditasi lembaga dan program pendidikan dan pelatihan kejuruan serta
pengembangan standarisasi kompetensi tenaga kerja.
5. Pengembangan Information Communication Technology (ICT), yang
merupakan media pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi, yang diharapkan menjadi platform system informasi manajemen
pendidikan kota/ kabupaten, serta menjadi pusat data dan informasi
pendidikan kabupaten/kota.
6. SMK Nasional dan Internasional, yaitu mendorong kualitas SMK menuju
SMK berstandar nasional atau internasional, yang pembinaan dan
pengembangannya diarahkan melalui kriteria yang ditetapkan baik secara
kualitas maupun kuantitas sesuai dengan profil SMK nasional/internasional.

Keseluruhan program pengembangan pendidikan kejuruan dilanjutkan


melalui Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK tahun 2015-2019 yang
diformulasikan ke dalam 4 (empat) tujuan strategis, yaitu :
1. Penguatan Peran siswa, Guru, Tenaga Kependidikan, Orang Tua, dan
aparatur institusi Pendidikan dalam Ekosistem Pendidikan Kejuruan.
2. Peningkatan Akses Pendidikan Kejuruan.
3. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pembelajaran yang berorientasi pada
pembentukan karakter dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
4. Peningkatan system tata kelola yang transparan dan akuntabel dengan
melibatkan publik
Pada tahun 2015, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2012) telah menetapkan Garis-garis Besar Program Pembinaan SMK
sebagai kebijakan umum dan rencana strategis Direktorat Pembinaan SMK tahun
2015-2019. Adapun visi Renstra Direktorat Pembinaan SMK berhasrat pada tahun

12
2019 : “ Terbentuknya Insan dan Ekosistem Pendidikan Kejuruan yang Berkarakter
dan Berlandaskan Gotong Royong “ dengan misi yang diharapkan sebagai berikut :
1. Mewujudkan Pelaku Pendidikan Kejuruan yang Kuat.
2. Mewujudkan akses sekolah menengah kejuruan yang meluas, merata, dan
berkeadilan.
3. Mewujudkan pembelajaran yang bermutu di Sekolah Menengah Kejuruan.
4. Mewujudkan Penguatan Tata Kelola serta peningkatan efektifitas birokrasi
dan pelibatan public.

Selanjutnya, tujuan Strategis Pembangunan Pendidikan Menengah Kejuruan


diharapkan, yaitu:
1. Tujuan Strategis 1 : Penguatan Peran siswa, guru, tenaga kependidikan,
orang tua dan aparatur institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan
SMK.
Dengan sasaran strategis ‘ Meningkatnya perilaku positif siswa SMK’
2. Tujuan Strategis 2 : Peningkatan akses pendidikan kejuruan.
Dengan sasaran strategis : Meningkatnya angka partisipasi SMK penduduk
usia pendidikan Menengah.
3. Tujuan Strategis 3 : Peningkatan mutu dan relevansi pembelajaran yang
berorientasi pada pembentukan karakter dan sesuai dengan kebutuhan
dunia kerja,
Dengan sasaran strategis : Meningkatkan mutu layanan dan lulusan
pendidikan menengah kejuruan.
4. Tujuan Strategis 4 : Peningkatan system tata kelola yang transparan dan
akuntabel dengan melibatkan public.
Dengan sasaran strategis :
- Meningkatkan akuntabilitas kinerja Kemendikbud.
- Dipertahankannya opini laporan keuangan Kemendikbud Wajar tanpa
Pengecualian (WTP).
- Meningkatnya pelibatan public dalam tata kelola pendidikan SMK.

13
BAB III
MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
BERDASARKAN SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN.

A. Model Penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.

Model perencanaan dan pengembangan kurikulum pembelajaran Pendidikan


Teknologi dan Kejuruan tidak terlepas dari tujuan Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003. Tujuan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan seara umum adalah
untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali
kompetensi yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.Untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum yang dikembangkan
sesuai karakteristik Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.

Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, sebagaimana


dikemukakan oleh Hadi (dalam Muliati A.M, 2007:8-9). Model pertama, pemerintah
tidak mempunyai peran, atau hanya peran marginal dalam proses kualifikasi
pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun kita dapat mengatakannya
sebagai model berorientasi pasar (Market Oriented Model). Perusahaan-perusahaan
sebagai pemeran utama berhak menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak
harus berdasarkan prinsip pendidikan yang bersifat umum, dan mereka tidak dapat
diusik oleh pemerintah karena yang menjadi sponsor, dana dan lainnya adalah dari
perusahaan. Beberapa negara penganut model ini adalah Jepang, Inggris, dan
Amerika Serikat.

Model kedua, pemerintah sendiri merencanakan, mengorganisasikan dan


mengontrol pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini
yang menentukan jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di perusahaan,
bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang
harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan
kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu. Walaupun model ini
disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat dilaksanakan di
perusahaan sepenuhnya. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta
banyak dunia ketiga juga melaksanakan model ini.

Model ketiga, pemerintah menyiapkan/memberikan kondisi yang relatif


komprehensif dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan
sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah
(state controlled market) dan model inilah yang disebut model sistem ganda (dual
system) sistem pembelajaran yang dilaksanakan di dua tempat yaitu sekolah
kejuruan serta perusahaan yang keduanya bahu membahu dalam menciptakan

14
kemampuan kerja yang handal bagi para lulusan pelatihan tersebut. Negara yang
menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria dan Jerman. Kecenderungan
yang digunakan di Indonesia adalah model ketiga ini, dimana pelaksanaan
pendidikan sistem ganda dilaksanakan di dua tempat yaitu di sekolah dan di industri
dengan berbagai pengembangannya.

Menurut Djojonegoro (dalam Muliati A.M, 2007:9) pendidikan sistem ganda


merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan
yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan
program penguasaan keahlian yang diperoleh. Sejalan dengan pendapat tersebut
Permana (2007:33) mengemukakan PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk
penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara
sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah
untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Menurut Raharjo (dalam
Anwar, 1999:5) PSG merupakan perkembangan dari magang yaitu belajar sambil
bekerja atau bekerja sambil belajar langsung dari sumber belajar dengan aspek
meniru sebagai unsur utamanya dan hasil belajar/bekerja itu merupakan ukuran
keberhasilannya. Menurut Pakpaham (dalam Anwar, 1999:6) PSG mempunyai dua
tempat kegiatan pembelajaran, dilaksanakan berbasis sekolah (school based
learning) dan berbasis kerja (work based learning). Siswa berstatus sebagai
pemagang di industri dan sebagai siswa di SMK.

Dalam perkembangan selanjutnnya, pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi


dengan menggunakan acuan yang lebih mendasar yaitu yang tertulis dalam buku
“Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global” yang disusun oleh Satuan Tugas
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian, penyelenggaraan PSG dibakukan
dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 323/U/1997
tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan tanggal
31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang diperlukan dalam
penyelenggaraan PSG. Inti dari PSG ini adalah upaya untuk mendekatkan
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan ke dunia usaha/industri.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG menurut


Djojonegoro (dalam Anwar, 1999:7) bertujuan: (1) menghasilkan tenaga kerja yang
memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan,
keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2)
meningkatkan dan memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and
match) antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3)
meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja
berkualitas profesional dengan memanfaatkan sumber daya pelatihan yang ada di

15
dunia kerja; (4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman
kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.

Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan sistem ganda,


menurut Nurharjadmo, W. (2008:219), disandarkan pada beberapa prinsip dasar
yaitu: (1) ada keterkaitan antara apa yang dilakukan di sekolah dan apa yang
dilakukan di institusi pasangan sebagai suatu rangkaian yang utuh; (2) praktek
keahlian di institusi pasangan merupakan proses belajar yang utuh, bermakna dan
sarat nilai untuk mencapai kompetensi lulusan; (3) ada kesinambungan proses
belajar dengan waktu yang sesuai dalam mencapai tingkat kompetensi yang
dibutuhkan; (4) berorientasi pada proses disamping berorientasi kepada produk
dalam mencapai kompetensi lulusan secara optimal.

Pada PSG program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi


bersama secara terpadu antara sekolah kejuruan dengan institusi pasangannya,
sehingga fungsi operasional dilapangan dilaksanakan bersama antara kepala
sekolah, guru, instruktur dan manager terkait, untuk itu perlu diciptakan adanya
keterpaduan peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan yang
terlibat langsung dalam pelaksanaa PSG dilapangan secara kondusif.

Dalam upaya merealisasikan kebijakan link and match melalui pelaksanaan


PSG, selain diperlukan guru SMK yang profesional diperlukan instruktur yang
mewakili dunia usaha/industri yang profesional pula. Instruktur dalam PSG memiliki
fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam menentukan
keberhasilan peserta PSG. Sehingga salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan pelaksanaan PSG adalah guru dan instruktur, oleh sebab itu baik guru
maupun instruktur dituntut memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dalam PSG.

B.Praktek Kerja Industri

Praktek Kerja Industri yang disingkat dengan “prakerin” merupakan bagian dari
program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta didik di Dunia
Kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistim pendidikan di SMK yaitu
Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Program prakerin disusun bersama antara sekolah
dan dunia kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik dan sebagai
kontribusi dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan SMK.

16
Tujuan Praktek Kerja Industri yaitu :

1) Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum.

Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh


fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan fasilitas terbatas, sekolah
perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar sekolah (dunia kerja mitra).
Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya
ke dunia kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya
dibelajarkan kepada peserta didik.

2) Implementasi Kompetensi ke dalam dunia kerja.

Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan


praktik di sekolah perlu diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh
kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain.
Dengan begitu peserta didik akan lebih percaya diri karena orang lain dapat
memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.

3) Penumbuhan etos kerja/Pengalaman kerja.

SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan


tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang
berlaku di dunia kerja. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan dunia kerja dan
terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan
kepribadian yang utuh sebagai pekerja

17
BAB IV
KESIMPULAN

1. Dari 16 butir falsafah pendidikan kejuruan dapat diringkas ke dalam 16 butir


kriteria ideal pendidikan kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) lingkungan
belajar; (2) program dan fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung; (4) budaya
kerja; (5) kualitas input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga pendidik yang
berpengalaman; (8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar kerja; (10)
proporsi praktek; (11) sumber data program dari pengalaman; (12) program
dasar kejuruan dan lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu; (14)
hubungan dengan masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya
pendidikan.
2. Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan
keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme
berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi
manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme
berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan
sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta
religi dan moral.
3. Landasan yuridis pendidikan Teknologi Kejuruan didasari oleh UUD 1945, UU
PT, UU.20.2003, UU Guru & Dosen, Peraturan pemerintah (PP).
4. Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan didasarkan
pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis, sosiologi, dan
psikologi. Dari keempat konsep model pengembangan kurikulum pembelajaran
dan memperhatikan karakteristik pendidikan kejuruan

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Direktorat PSMK. 2015. Rencana Strategi Direktorat PSMK Tahun 2015-2019.


Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Djojonegoro Wardiman, Prof. Dr.Ing. 1998. Pengembangan SDM melalui SMK.


Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Wahyu Djatmiko, Istanto. 2013.Modul Pendidikan Teknologi Kejuruan. Yogyakarta:


Univ. Negeri Yogyakarta.

Artikel :

http://rasto.staf.upi.edu/2016/03/07/model-pendidikan-sekolah-menengah-kejuruan/

http://bustamin-against.blogspot.co.id/2013/10/filosofi-pendidikan-kejuruan-dan-
sistem.html

http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/pendidikan-kejuruan.html

http://wacana.siap.web.id/2015/03/filosofi-dan-perspektik-pendidikan-teknologi-
kejuruan.html#.WeIPI_kjHDc wacana.siap.web.id

HAKIKAT, FUNGSI, DAN LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA |


Akbar Wiguna - Academia.eduwww.academia.edu

LANDASAN FILOSOFI DAN YURIDIS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN |


IsmailMajidismailmajid.wordpress.com

Pintu Ilmu: LANDASAN FILOSOFI, YURIDIS DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TEKNOLOGI


KEJURUAN (PTK)musliminptk2016.blogspot.co.id

19

Anda mungkin juga menyukai