Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

Understanding Performance Management I school : a


dialectical approach

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Organisasi Manajemen dan Kebijkan PTK
Dosen : Dr. Purnamawati, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :

SAFITRI
171052003006
“ Kelas 01”

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
Profil Jurnal Internasional :
Judul Memahami manajemen kinerja di sekolah: pendekatan dialektis
Jurnal International Journal of Educational Management
Vol dan Hal Vol. 30 Iss 2 pp.
Tahun 2016
Penulis Damien Page
Negara Inggris

Hasil Review
1. Pendahuluan:
Kinerja manajemen di sekolah-sekolah di Inggris menjadi fenomena yang
relatif baru pada tahun 2000 dalam bentuk formal dan wajib. Untuk pertama
kalinya para guru mengikuti praktek sumber daya manusia dari sektor swasta,
sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan organisasi dengan kebutuhan individu
demi efektivitas sekolah. Sistem manajemen kinerja terbesar di dunia (Mahony
dan Hextall, 2001), Keberhasilan sekolah yang diimpikan sebagai hasil yang tak
terelakkan untuk mengenalkan penilaian dan pengukuran kompetensi guru.
Namun, keefektifan kebijakan itu sendiri juga sudah bercampur dengan
pemahaman tentang konsep dan praktik manajemen kinerja (Brown, 2005) .
Pada tahun 2013, pemerintah koalisi Demokrat-Liberal inggris
mengeluarkan peraturan manajemen kinerja (Pendidikan (Sekolah Guru
Appraisal) (Inggris) yang paling kontroversial. Dalam literasi ini, Standar
Pengajaran menjadi kriteria utama terhadap yang guru dievaluasi dalam penilaian
dan menginformasikan rekomendasi untuk kemajuan gaji. Kepala sekolah yang
berwenang melakukan pengamatan selama 3 jam terhadap guru yang mengajar.
Akhirnya, untuk memungkinkan penghapusan guru yang berkinerja buruk lebih
cepat, maka periode pemantauan dan peninjauan setelah peringatan resmi
kompetensi telah dilakukan pengurangan dari 20 minggu menjadi antara empat
dan sepuluh ming. Gambaran kerangka kerja teori kerja (misalnya,
Braverman,1974) manajemen kinerja diposisikan dalam paradigma manajerial
yang berlawanan dengan paradigma profesional, sebuah pasangan oposisi yang
telah dilatih dengan baik dalam pendidikan (Randle dan Brady, 1997)
Oleh karena itu, Manajemen Kinerja di satu sisi dapat dilihat sebagai
mekanisme penaklukan, pengurangan guru otonomi profesional. Di sisi lain,
manajemen kinerja dapat dilihat sebagai sarana untuk memprioritaskan kebutuhan
peserta didik dan pengembangan profesional dengan memaksimalkan kualitas
pengajaran dan menghapus yang tidak kompeten.
Bagaimanapun, Artikel ini berpendapat bahwa dialektika kekuasaan dan
kekuatan sangat penting untuk diperdebatkan, manajemen kinerja di sekolah harus
dilihat sebagai rangkaian dialektika terkait untuk menghargai atas dasar:
1. Tanggung jawab untuk guru dan tanggung jawab untuk murid;
2. akuntabilitas eksternal dan otonomi profesional;
3. Disiplin guru dan dukungan dari guru;
4. Proses Tetap dan praktik improvisasi.
Dengan melihat manajemen kinerja sebagai dialektika, kita dapat melihat
dilema dan ketegangan bahwa para pemimpin sekolah harus bernegosiasi ketika
merancang sistem dengan para guru.

2. Pembahasan :
2.1 Tujuan dan Metode Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penafsiran kepala sekolah
dari tahun 2013, reformasi manajemen kinerja dan dampaknya pada prosedur
evaluasi dan penilaian guru. Metode penelitian ini didasarkan pada metode
kualitatif case study orgazation, yaitu dengan diadakan wawancara dengan 10
kepala sekolah di tiga pemerintahan daerah, lima di sekolah menengah dan lima di
sekolah dasar. Sifat Pengambilan sampel digunakan untuk memilih sekolah dalam
berbagai peraturan dalam konteks sosioal-ekonomi. Ada empat perempuan
kepala sekolah secara total, tiga primer dan satu di sekunder dan semua sekolah
berada di bawah otoritas lokal selain dari dua akademi sekunder. Data
dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur antara 60 dan 107 menit yang
direkam dan ditranskrip secara penuh dan analisis adalah melalui pengkodean
terbuka untuk mengidentifikasi tema-tema utama sebelum kode seleksi
wawancara berlangsung.
2.2 Hasil Penelitian :
Manajemen kinerja di sekolah jauh lebih dari sekedar kebijakan dan
prosedur dan pendekatan pengurangan terhadap subjek yang harus dihindari.
Terlalu sering manajemen kinerja dipertimbangkan melalui sepasang lensa
sebagai alat untuk mencapai keberhasilan sekolah dan siswa, Di satu sisi adalah
cara untuk memprofesionalkan tenaga pengajar. Sebaliknya, manajemen kinerja di
sekolah harus dilihat secara dialektis, sebagai serangkaian ketegangan dan
pertentangan yang diberlakukan di dalam komunitas sekolah yang mempengaruhi
siswa, guru dan pemimpin senior secara setara. Pandangan dialektis dapat
merangkul jalannya pembelajaran sebagai artian dalam mendorong standar moral
sementara pada saat yang sama dampak pengawasan terhadap tenaga kerja
profesional; pengenalan manajemen kinerja dapat membantu pencapaian yang
baik atau lebih baik dalam inspeksi Ofsted sekaligus mengikis rasa otonomi
profesional di kelas;
Hal itu dapat mengedepankan ketegangan antara mendisiplinkan guru
dengan kinerja buruk yang secara negatif mempengaruhi keberhasilan siswa
mereka sementara pada saat yang sama menawarkan sarana untuk mendukung
guru yang berusaha untuk memperbaiki diri; pada akhirnya dapat diketahui bahwa
manajemen kinerja dapat menginformasikan oleh proses formal pengamatan
pelajaran dan analisis data, secara bersamaan dengan diinformasikan oleh
informalitas 'drop-in' dan diskusi dengan siswa. Dengan adanya manajemen
kinerja sebagai rangkaian dialektika, dapat berkembang, di luar dialektika
manajer tradisional dan berhasil mengeksplorasi kompleksitas pragmatik dan
kekuasaan.
Pandangan dialektis tentang manajemen kinerja memungkinkan kita
melihat kepala sekolah sebagai pusat penentu prosedur resmi dan tidak resmi,
untuk menafsirkan kebijakan pemerintah dalam konteks sekolah mereka sendiri.
Dengan demikian, kepala sekolah bertanggung jawab untuk merencanakan
perbaikan dalam ketegangan dan pertentangan yang dipaparkan oleh pandangan
dialektika. Oleh karena itu, menyoroti bahaya dari manajemen kinerja bahwa
dapat dirancang dalam citra kepala sekolah, yang mencerminkan persepsi,
Pandangan, dan kecenderungan terhadap mereka. Penelitian ini telah menyoroti
berbagai praktik dari kepala sekolah yang mengamati jauh lebih sedikit dari tiga
jam per tahun untuk mereka yang mengamati lebih dari enam kali setahun di
samping belajar berjalan setiap pelajaran dan sesi umpan balik siswa yang
berfungsi sebagai alat evaluasi tambahan. Sedangkan keputusan penyusutan pada
tahun 2013, reformasi terhadap manajemen kinerja mungkin telah membebaskan
kepala sekolah untuk menghasilkan sistem yang telah lebih dahulu menciptakan
potensi yang peningkatan untuk pengawasan dan pemantauan praktik profesional
yang semakin mengganggu.
Namun, bukan berarti bahwa pembentukan proses manajemen kinerja
adalah hasil dari pandangan yang sebenarnya dan kecenderungan kepala sekolah
saja - desain dialektis manajemen kinerja juga diinformasikan oleh konteks
masing-masing sekolah. Di sekolah-sekolah yang berada dalam ukuran khusus
atau dinilai 'memerlukan perbaikan', dialektika condong ke aspek-aspek yang
berkaitan dengan akuntabilitas eksternal mengenai otonomi profesional dan
memprioritaskan tanggung jawab kepada murid atas tanggung jawabnya kepada
para guru. Namun, dalam kasus ini, dua dialektika yang tersisa - dukungan
disiplin dan proses formal - praktik informal - sangat individual daripada bersifat
sistemik, dengan pendekatan yang diambil tergantung pada kemampuan dan sikap
masing-masing anggota tim pengajar. Tentu saja, di sini penilaian kepala sekolah
sangat penting dan diandalkan untuk memutuskan apakah seorang guru dapat
memperbaiki diri dengan dukungan atau apakah kesepakatan kemampuan atau
kompromi dikerahkan.
Pandangan dialektis memungkinkan kita melihat manajemen kinerja
sangat istimewa, terlepas dari peraturan kebijakan, disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing sekolah dan guru individual.
Namun, keistimewaannya berpotensi juga bisa merangkul sisi gelap yang
tercipta kesempatan untuk pengawasan kasar (Tepper, 2007) dan bullying di
tempat kerja (Einarsen et al, 2011). Meskipun tidak ada diskusi mengenai sisi
manajemen kinerja yang lebih buruk dalam penelitian ini, Pandangan guru yang
mengalami keistimewaan sistem di sekolah mereka dapat memberikan cerita yang
berbeda. Yang penting adalah bahwa artikulasi dan penguasaan manajemen
kinerja didukung oleh kepemimpinan dan manajemen etis (Brown dan Trevino,
2005) yang mencakup isu keadilan organisasional (Greenberg dan Colquitt, 2005),
terutama ketika kepemimpinan etis dikaitkan dengan peningkatan kinerja
(Walumba dkk., 2011). Sejauh ini, metode evaluasi guru yang sangat terlihat yang
digunakan oleh kepala sekolah dalam sampel ini adalah sarana untuk
meningkatkan keadilan dengan menciptakan budaya visibilitas yang dinormalisasi
(nama dirahasiakan untuk anonimitas) untuk semua staf di mana serangkaian
metode evaluatif digunakan untuk menilai kemampuan mengajar. Namun,
visibilitas yang dinormalisasi bukanlah penangkal pengawasan yang kasar dan
penargetan anggota staf yang dinilai tidak kompeten. Potensi untuk melakukan
intimidasi bahkan lebih akut lagi bagi para guru yang memasuki paradigma
manajemen kinerja yang tersembunyi, percakapan yang menghadirkan
kesepakatan kompromi sebagai alternatif untuk memulai prosedur kompetensi.

2.3 Perbandingan dengan Jurnal Indonesia yang relevan


Salah satu jurnal indonesia yang relevan dengan jurnal internasional yang
telah di bahas diatas yang berjudul “ Implementasi Manajemen Penilaian Kinerja
Guru “ yang di tulis oleh Donot S.,Sowiyah, Alben Ambarita (2016). Pembahasan
dalam jurnal ini yaitu Implementasi Manajemen Penilaian Kinerja Guru, yang
diperoleh melalui: optimalisasi fungsi manajemen pendidikan, yang didasari Total
Quality Education, dan dirancang berdasarkan Petunjuk Teknis Penilaian Kinerja
Guru, memberikan gambaran positif terhadap kualitas implementasi manajemen
penilaian kinerja guru. Penilaian guru sebelumnya supervisi yang di lakukan lebih
bersifat administratif orientasi pada ranah kompetensi pedagogik (kemampuan
mengajar), sedang PKG lebih berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif, yang
mencakup empat kompetensi guru . Dengan memaksimalkan peran penilai
(asesor), menganalisis hambatan-hambatan yang muncul, serta mengoptimalkan
kontribusi-dukungan stakeholders lembaga terkait, berimplikasi pada: terpetanya
empat kompetensi guru yaitu 1) Kompetensi Pedagogik 2) Kompetensi
Kepribadian, 3) Kompetensi Sosial, 4) Kompetensi Profesional . Hal ini dapat
tergambar: 1) Terpetanya kualitas dan komptensi guru, 2) Guru melaksanakan
tugasnya sesuai tugas pokok dan fungsi, 3) Meningkatnya kualitas layanan guru
dalam proses pembelajaran (guru professional).
Sedangkan didalam jurnal internasional di atas yang telah di review,
implementasi manajemen penilaian kinerja guru menyesuaikan dengan aturan
Sektor swasta dimana guru-guru dituntut profesional dalam mengajar, tanggung
jawab dan kedisiplinan terhadap siswa harus sesuai dengan perkembangan jaman
dan kemajuan teknologi, dengan mengesampingkan kelengkapan Perangkat-
perangkat pembelajaran seperti yang ada di Indonesia. di Inggris bentuk
penghargaan guru yang berkinerja baik dengan menaikkan gaji guru-guru tersebut
dan hanya memerlukan waktu 4-10 minggu, sedangkan di Indonesia bentuk
penghargaan terhadap guru profesional dengan memberikan sertifikat profesi guru
dan tambahan gaji, tetapi membutuhkan waktu 2 tahun lebih untuk pengabdian
sebagai guru dan harus melalui serangkain test yang diadakan oleh pemerintah
Kementrian Pendidikan dengan mengutamakan 4 kompetensi guru.

3. Kesimpulan (Kelebihan dan kekurangan Jurnal)


Kelebihan dari jurnal ini dimana Manajemen kinerja di sekolah telah
benar-benar tertanam dalam praktik organisasi,sebagai sarana untuk mencapai
keberhasilan siswa dan persyaratan Ofsted dan Departemen Pendidikan. Namun
tetap mempertimbangkan manajemen kinerja menunjukkan bahwa akan
mempertahankan karakter sumbernya (sektor swasta), dimana analisis sebagian
besar berada dalam oposisi manajer dan pengelolaan. Dan dengan adanya
manajemen kinerja sebagai rangkaian dialektika, dapat berkembang, di luar
dialektika manajer tradisional dan berhasil mengeksplorasi kompleksitas
pragmatik dan kekuasaan.
Kekurangannya dari jurnal ini yaitu dengan adanya Pendekatan
pengurangan guru-guru yang berkinerja buruk, dianggap gagal karena terdapat
kerumitan dan ketegangan manajemen kinerja di sekolah-sekolah,dengan
mengesampingkan aspek sosial yang merupakan konsekuensi langsung dari
perbedaan sekolah dari sektor swasta.
Pandangan dialektis tidak hanya memungkinkan kita untuk mengkritisi
manajemen kinerja, namun juga memungkinkan kita untuk memahami
manajemen kinerja di sekolah, berbeda dengan sektor lain terutama sektor bisnis.
Hal ini memungkinkan kita untuk memahami pengajaran yang berbeda dari
pekerjaan lain, karena lebih dari sekedar peran produksi yang dapat ditingkatkan
melalui proses manajemen ilmiah. Pandangan dialektis tentang manajemen
kinerja, dengan menyoroti kompleksitas dan ketegangan, memberikan pengingat
akan sifat terampil bukan hanya pengajaran tapi juga sebagai guru.

Anda mungkin juga menyukai