Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH UPAYA PENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONALISME

GURU SEKOLAH DASAR DAN MUTU PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI


DAERAH

A.    Pendahuluan
Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu
semakinmendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu
implikasi dari arusglobalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan
peluang lembagapendidikan asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena
itu, persaingan antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan
kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara
untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan lainnya,
yang antaralain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.
Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di era global ini, semua pihak perlu
menyamakan pemikiran dan sikap untuk mengedepankan dalam peningkatan mutu pendidikan.
Pihak-pihak yang ikut bertanggungjawab/berperan serta dalam  meningkatkan mutu pendidikan
yaitu pemerintah, masyarakat, stakeholder, kalangan pendidik serta semua subsistem bidang
pendidikan yang harus berpartisipasi mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi
yang telah diraih. Dari pihak yang disebutkan di atas, dalam pembahasan tulisan ini yang disoroti
hanya masalah “guru”, sebab guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas ketidakberesan
sistem pendidikan.
Namun tidak dapat dimungkiri bahwa, pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling
diharapkan dapat mereformasi tataran pendidikan. Guru menjadi mata rantai terpenting yang
menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan di sekolah yang
lebih baik. Pandangan di atas, rasanya tidak mudah untuk menjadi guru dewasa ini, sebab guru
menjadi fokus utama dari kritik-kritik permasalahan pendidikan di Indonesia. Menjadi guru
merupakan profesi yang penuh dengan tantangan. Guru berhadapan dengan tuntutan kualitas
profesi, amanah dari orang, masyarakat, stakeholder,pemerintah dan karena guru tetap dianggap
memiliki akuntabilatas atas keberhasilan pembalajan akademis siswa. Guru juga berhadapan
dengan tuntutan perubahan yang begitu cepat, seperti informasi yang begitu mudah diakses
melalui internet yang sudah berang tentu akan mengubah aspek-aspek pendidikan konpensional
yang selama ini ditekuni. Hal ini, tentu saja akan memaksa para guru untuk mengubah model dan
metode belajar–mengajar yang selama ini ditekuni serta materi dan jenis tugas-tugas yang
diberikan kepada murid.
Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai dan jelas, hal ini ikut
menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional kita yang rendah, menurut
beberapa pakar pendidikan, salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu guru itu
sendiri di samping faktor-faktor yang lain. Maka, sebenarnya permasalahan guru di Indonesia
harus diselesaikan secara komprehensif, yaitu menyangkut semua aspek yang terkait berupa
kesejahteraan, kualifikasi, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya. Tetapi, setiap
kali membedah mutu pembelajaran, guru selalu dijadikan kambing hitam. Terlebih dengan mutu
pendidikan Indonesia yang terus terpuruk dibanding negara tetangga” (Kompas, 10 Maret 2004).
Sumber permasalahan pendidikan di Indonesia, sebenarnya bukan hanya pada persoalan
guru saja, tetapi persoalan perhatian pemerintah dan masyarakat, dana, kurikulum, metologi,
manajemen, pimpinan sekolah yang memiliki kemampuan profesional dan integritas dalam
mengelola pendidikan. Rendahnya kualitas tenaga kependidikan, merupakan masalaah pokok
yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan di atas penulis anggap
penting untuk dikaji kembali, khususnya dalam upaya peningkatan kompetensi prosesionalisme
guru sekolah dasar dan mutu pendidikan di era otonomi daerah, sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam peningkatan kinerja guru serta peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.
B.     Program Peningkatan Mutu Guru
Program peningkatan kemampuan sumber daya pendidikan berupa training for
trainers atau kemampuan untuk belajar terus menurut untuk meningkatkan kualitas bagi
para pendidik dalam hal ini guru yang merupakan suatu fokus dan tuntutan yang perlu
diperhatikan. Dengan kata lain, lembaga-lembaga pendidikan harus melakukan investasi
secara periodik bagi para guru jika ingin tetap memimpin di dunia pendidikan, karena
apabila gagal dalam investasi guru akan berakibat patal (Hujair, 2003:227) dalam
persaingan merebut animo pengguna pendidikan sebagai pengakuan terhadap kualitan
lembaga pendidikan tersebut.
Sebagai contoh, indikator pengakuan terhadap kualitas dan kemampuan guru,
bukan hanya datang dari jalur struktural/jabatan dan bukan juga dari jenjang karir
fungsional seperti asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar yang rigid,
tetapi reward dan penghargaan yang lebih besar akan lebih banyak diperoleh dari
pengakuan dan penghargaan yang diberikan langsung oleh masyarakat, karena
kemampuan akademik dan profesionalisme guru itu sendiri. Untuk itu, semuanya akan
dikembali kepada masyarakat profesional yang memiliki kompetensi serta kapasitas yang
akan menilai kualitas dan kompetsni guru.
Tuntutan profesionalisme guru tentu harus terkait dan dibangun melelui penguasaan
kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-
tugas dan pekerjaannya sebagai guru. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru
tersebut adalah : Kompotensi profesional, yaitu kompetensi pada bidang substansi atau
bidang studi (kurikulum), kompetensi bidang pembelajaran (menguasai materi pelajaran),
teknik dan metode pembelajaran, sistem penilaian, pendidikan nilai dan
bimbingan. Kompetensi sosial, yaitu kompetensi pada bidang hubungan dan pelayanan,
mampu menyelesaikan masalah, pengabdian pada masyarakat. Kompetensi
personal, yaitu kompetensi nilai yang dibangun melalui perilaku yang dilakukan guru,
komitmen pada tugas, berdisiplin tinggi, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik,
mengesankan serta guru yang gaul dan ”funky” sehingga menjadi dambaan setiap orang,
sosok guru yang menjadi tauladan bagi siswa dan panutan masyarakat.
C.    Etos Kerja dan Oreintasi Perkembangan Profesionalisme Guru
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia
keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semiprofesi,
terampil, tidak terampil, dan quasi profesi. Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi
sebagai bidang usaha manusiaberdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman
pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek yaitu : a. Ilmu pengetahuan
tertentu b. Aplikasi kemampuan/kecakapan, dan c. Berkaitan dengan kepentingan umum aspek-
aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru.
Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasidan
sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status).
Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati dengan
empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi
karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.1. Orientasi Filosofi Ada tiga pendekatan dalam
orientasi filosofi, yaitupertama lambang keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan
akreditasi. Akan tetapi penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-
aturan formal. Pendekatankedua yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah
pendekatan sikap individu, yaitu pengembangan sikap individual, kebebasan personal, pelayanan
umum dan aturan yang bersifat pribadi. Dalam hal ini yang terpenting bahwa layanan individu
pemegang profesi diakui oleh dan bermanfaat bagi penggunanya. Pendekatan ketiga: electic,
yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber,
sistim, dan pemikiran akademis.
Proses profesionalisasi dianggap merupakan kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan
dan standar tertentu. Pendekatan ini berpandangan bahwa pandangan individu tidak akan lebih
baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Sertifikasi profesi memang diperlukan,
tetapi tergantung pada tuntutan penggunanya. (Seminar Nasional Pendidikan “Profesionalisme
Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era Otonomi Daerah”, Wonogiri 23 Juli 2005).
Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah pengembangan
profesionalisasi, yaitu: a) Dimulai dari adanya asosiasi informal individu-individu yang memiliki
minat terhadap profesi. b) Identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu. c) Para praktisi biasanya
lalu terorganisasi secara formal pada suatu lembaga. d) Penyepakatan adanya persyaratan profesi
berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu. e) Penetuan kode etik. f) Revisi persyaratan
berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis) dan pengalaman di lapangan.
Orientasi karakteristik profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik
profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, satu dengan yang
lain saling terkait: a) Kode etik b) Pengetahuan yang terorganisir c) Keahlian dan kompetensi
yang bersifat khusus d) Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan e) Sertifikat keahlian
f) Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku tugas dan tanggung jawab
g)Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi h) Adanya
tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktek oleh anggota profesi.
Orientasi Non-Tradisional Perspektif pendekatan yang keempat yaitu prespektif non-
tradisonal yang menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu
melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena
itu perlu dilakukan identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya termasuk
pentingnya sertifikasi professional dan perlunya standarisasi profesi untuk menguji kelayakannya
dengan kebutuhan lapangan.
Tentu saja, pekerjaan guru tidak diragukan untuk dapat dikatakan sebagai
profesipendidikan dan pengajaran. Namun, hingga kini pekerjaan untuk melakukan
pendidikan dan pengajaran ini masih sering dianggap dapat dilakukan oleh siapa saja.
Inilah tantangan bagi profesi guru. Paling tidak hal ini masih sering terjadi di lapangan.
Profesionalisme guru perlu didukung oleh suatu kode etik guru yang berfungsisebagai norma
hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI)
sangat diperlukan untuk menghindari terkotak-kotaknya gurukarena alasan struktur birokratisasi
atau kepentingan politik tertentu. Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang
standar yang harusdikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan
kemampuanatau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi
keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru profesional.
Menurut Surya (2003) guru yang profesional harus menguasai keahlian dalam
kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan
negara, lembaga dan organisasi profesi. Selain itu, guru juga harus mengembangkan
rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru. Disinilah peran Perguruan Tinggi Pendidikan
dan organisasi profesi guru (seperti PGRI) sangat penting. Kerjasama antar keduanya menjadi
sangat diperlukan. Lembaga Pendidikan dalam memproduk guru yangprofesional tidak dapat
berjalan sendiri, kecuali selain harus bekerjasama denganlembaga profesi guru, dan sebaliknya.
Untuk itu, maka pengembangan profesionalisme guru juga harus mempersyaratkan hidup
dan berperanannya organisasi profesi guru tenaga kependidikan lainnya yang mampu menjadi
tempat terjadinya penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota dalam menjaga kode etik
dan pengembangan profesi masing-masing. Orientasi mutu, profesionalisme dan menjunjung
tinggi profesi harus mampu menjadi etos kerja guru. Untuk itu maka, kode etik profesi guru
harus pula ditegakkan oleh anggotanya dan organisasi profesi guru harus pula dikembangkan
kearah memilikiotoritas yang tinggi agar dapat mengawal profesi guru tersebut.
D.    Tantangan Profesi Guru
1.      Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan Teknologi Informasi Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru,
terjadinya revolusi teknologiinformasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu
dipecahkan secara mendesak.Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan
mengubah pola hubunganguru-murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan secara
keseluruhan. Kemampuanguru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi
informasi harus dapatdimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan
bukan sebaliknyajustru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan
etika yangdilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para
praktisipendidikan di lapangan.
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranansekolah
sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadisatu-satunya
pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang danwaktu. Peran guru
juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyaksumber belajar dan sumber
informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Wen (2003) seorang usahawan
teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistempendidikan masa depan. Menurutnya, apabila
anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan
berani dan percaya diri atas fasilitas lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran
sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan
jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan.
Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat
cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya,tapi juga matang dan sehat
kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa yangakan datang, menurutnya akan
berubah secara drastis. Secara fisik, sekolah tidak perlu lagimenyediakan sumber-sumber daya
yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan besar,tenaga yang banyak dan perangkat
lainnya. Sekolah harus bekerja sama secara komplementer dengan sumber belajar lain terutama
fasilitas internet yang telah menjadi sekolah maya. Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi
di masa yang akan datang, keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak
dapat menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang maju. Ada
sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan, misalnya
hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina hubungan
sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain.
Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan
sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara
klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan
internet yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun secara individu. (Karsidi, 2004) Inilah
tantangan profesi guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru
yang memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang peran profesinya. Dunia pendidikan
harus menyiapkan seluruh unsur dalam sistim pendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan
oleh perkembangan teknologi informasi tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan teknologi
informasi yang tepat (sebagai bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang
berkelanjutan dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara
konsisten/konstan akan mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus
menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi lembaga
pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi
peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan
berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu
pendidikan. Pemilihan jenis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus
dipilih secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu
pendidikan kita.
2.      Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik.
Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah maka menandai perlunya
desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut
Tjokroamidjoyo (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001), bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi
adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan
pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa
kemauan berpartisipasi masyarakatdalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan
pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya. Bergesernya
paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah cara pandang
penyelenggara negara dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
Pembangunan harus dipandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakatitu sendiri dan
bukan semata kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia
ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan
meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannyadalam arti yang lebih luas. Dengan
demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang
dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif. Belajar dari pengalaman bahwa
ketika peran pemerintah sangat dominan danperanserta masyarakat hanya dipandang sebagai
kewajiban, maka masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri.
Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri,
lebih-lebih dalam eraglobalisasi. Peran serta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak
daripada sekadarkewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas
agendapengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk
ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya.
(Karsidi, 2004) Desentralisasi adalah penyerahan sebagian otoritas pemerintah pusat ke
daerah, untuk mendistribusikan beban pemerintah pusat ke daerah sehingga daerah
danmasyarakatnya ikut menanggung beban tersebut. Tujuannya adalah: (1) mengurangi beban
pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil di tingkat lokal, (2)
meningkatkan partisipasi masyarakat, (3) menyusun program-program perbaikan pada tingkat
lokal yang lebih realistik, (4) melatih rakyat mengatur urusannya sendiri, (5) membina kesatuan
nasional yang merupakan motor penggerak memberdayakan daerah. Dalam desentralisasi
pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar
(menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional), sementara kebijaksanaan operasional
yang menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah.  
Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian yang perlu
dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek pokok,yaitu: (1) Substansi
pendidikan yang berada dibawah tanggungjawab pemerintah, seperti PKN, Sejarah Nasional,
Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia; (2) Pengendalian mutu pendidikan, berdasarkan
standar kompetensi minimum; (3) Kandungan minimal konten setiap bidang studi, khususnya
yang menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar-standar teknis yang ditetapkan berdasarkan
standar mutu pendidikan. Program-program pembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum
danpelaksanaannya, kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan sumber
daya untuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar, tampaknya harus sudahmulai diberikan
ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian puladi lembaga-lembaga
pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung
jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu padalembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih
pada pemerintah sebagai penyelenggaranegara. Cara untuk penyaluran partisipasi dapat
diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau
komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada.
Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk
mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bias menampung sumbangan partisipasi masyarakat.
Sebaliknya, dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat)
juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan. Sebagai contoh tentang partisipasi dunia usaha/industri pada era
otonomi daerah.Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga
pendidikan/sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika
menghasilkan output yang baikdan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik.
Partisipasi dunia usaha/industriterhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung
jawab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian
juga kelompok-kelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan cara seperti itu,
maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan akan menjadi tanggung jawab bersama
antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat.
E.     PENUTUP
Dalam rangka mencapai mutu yang tinggi dalam bidang pendidikan, peranan
gurus angatlah penting bahkan sangat utama. Untuk itu, maka profesionalisme guru
harus ditegakkan dengan cara pemenuhan syarat-syarat kompetensi yang harus dikuasai oleh
setiap guru, baik di bidang penguasaan keahlian materi keilmuan maupun metodologi. Guru
harus bertanggungjawab atas tugas-tugasnya dan harus mengembangkan kesejawatan
dengan sesama guru melalui keikutsertaan dan pengembangan organisasi profesi guru. Untuk
mencapai kondisi guru yang profesional, para guru harus menjadikan orientasi mutu dan
profesionalisme guru sebagai etos kerja mereka dan menjadikannya sebagai landasan orientasi
berperilaku dalam tugas-tugas profesinya. Karenanya, maka kode etikprofesi guru harus
dijunjung tinggi.
Dalam perkembangannya, disadari bahwa profesi guru belum dalam posisi yang
idealseperti yang diharapkan, namun harus terus diperjuangkan menuju yang terbaik. Pada
saatdiberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan yang bersamaan
dengan tumbuh dan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat, dipahami bahwa
banyak tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi untuk dapat diselesaikan oleh para
guru dan lembaga penyelenggara pendidikan. Tantangan dan peluang tersebut antara
lain: berubahnya peran guru dalam manajemen proses belajar mengajar, kurikulum
yang terdesentralisasi, pemanfaatan secara optimal sumber-sumber belajar lain dan
teknologi informasi, usaha pencapaian layanan mutu pendidikan yang optimal, dan
penegakan profesionalisme guru.
Para guru mempunyai tantangan untuk dapat beradaptasi dengan sebaik-baiknya dalam
situasi transisi, agar dapat memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positifnya.
Menyikapi hal-hal demikian, tidak lain maka para guruharuslah dapat mengembangkan suatu
perilaku adaptif agar berhasil mengemban profesinya di era otonomi daerah dan era global ini.
Dengan cara demikian, karena guru adalah “sokoguru” pendidikan, mudah-mudahan
peningkatan mutu pendidikan di era otonomi daerah segera akan tercapai.
Daftar Pustaka

Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland, 1989. Principles of Human Resourches Development. New
York: Addison Wesley Pub. Company. Inc.

Hujair AH. Sanaky. 2003. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani


Indonesia. Yogyakarta: Press dan MSI.

Jalal, Fasli dan Dedi Supriyadi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
Yogyakarta: Adicipta.
Karsidi, Ravik. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di Pondok
Assalam, Surakarta 19 Februari.-----, 2004. Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat dalam
Pengembangan Pendidikan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Sosiologi
Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Kompas, Rencana Badan Independen Sertifikasi Guru, From: http://www.kompas.com/kompas-


cetak/0411/24/humaniora/1398342.htm., akses, 17/11/2004.

Seminar Nasional Pendidikan “Profesionalisme Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era


Otonomi Daerah”, Wonogiri 23 Juli 2005. 1

Surya, Muhammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.

Wen, Sayling. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa Arvin Saputra.Batam:
Lucky Publisher.

http://www.infodiknas.com/upaya-peningkatan profesionalisme-guru-di-Indonesia.html.
makalah motivasi pengembangan kepribadian
Leave a reply

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
 Motif suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau
melakukan tinddakan atau bersikap tertentu . Motivasi sendiri bukan merupakan suatu kekuatan
yang netral, atau kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor – faktor lain, misalnya pengalaman
masa lampau, taraf intelagensi , maupun fisik ,situasi lingkungan, cita – cita hidup dan sebagainya .
Dalam suatu motif umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan dan
unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kedua unsur diatas terjadi di dalam diri manusia,
namun dapat di pengaruhi oleh hal – hal diluar diri manusia, misalnya keadaan cuaca, kondisi
lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu dapat saja terjadi peribahan motivasi dalam waktu yang
relatif singkat, jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau mungkin tidak di
penuhi.
2.2. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pengertian motivasi?
2. Hal – hal apa sajakah yang mempengaruhi motivasi?
3. Apakah manfaat motivasi?
4. Bagaimanakah cara mengembangkan motivasi?
5. Apa dan bagaimanakah motivasi perawat profesional?

2.3 Tujuan penulisan makalah


 Tujuan umum

A.Pengertian motif dan motivasi


1.Motif
Motif merupakan suatu penrtian yang mencakup penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat,
pembangkit tenaga, alasan dan doronga dalam diri m anusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu. Secara singkat dalam diri individu ada yang mendasari atau menentukan perilaku individu
yang disebut motif . Motif memberi tujuan dan arah kepada perilaku manusia. Motif atau motive
(bahasa inggris) berasl dari kata “motion” yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak.

Pengertian motif oleh beberapa ahli


 Menurut Lindsey, Hall, dan Thompson (1975 ) seperti yang di kemukakan oleh Abu Ahmadi
(1999 )” motif adalah sesuatu yang menimbulkan perilaku”.
 Menurut Ahmadi (1999) mendefinisikan “ motif adalah sesuatu yang ada dalam diri individu yang
menggerakan atau membangkitkan sehingga individu itu berbuat sesuatu”.
 Sarwono S .W. (2000) “Motif berarti rangsangan, dorongan ,atau pembangkitan tenaga bagi
terjadinya suatu perilaku”.
 Dari beberapa prilaku tersebut, dapat di simpulkan bahwa “motif adalah sesuatu kekuatan dasar
yang terdapat dalam diri organisasi yang menyebabkan organisasi itu bertindak atau berbuat untuk
memenuhi adanya kebutuhan agar tercapai keseimbangan (homeostatis).

Macam – macam motif


Secara umum ada dua macam motif , yaitu :
• Motif primer atau motif dasar. Yaitu motif yang tidak dapat di pelajari karena berbentuk instink dan
untuk mempertahankan hidup serata mengembangkan keterunan.Motif ini sering disebut Drive.

• Motif sekunder adalah motif yang dapat di modifikasikan , dikembangkan, dan dipelajari seiring
dengan pengalaman yang di peroleh individu

• Menurut Abu ahmadi


Motif digolongkan menjadi 3 macam , yaitu :
 Motif biologis atau motif biogenesis, yaitu motif yang beerkembang dalam diri individu dan berasal
dari kebutuhan individu untuk kelangsungan hidup individu sebagai mahluk biologis.Sifat motif ini
universal.
 Motif sosiologi atau motif sosiogenesis, yaitu motif yang berasal dari lingkungan kebudayaan
tempat individu itu berada dan berkembang serta dapat dipelajari.Motif ini banyak sekai dapat
dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan dan berbeda sesuai dengan corak kebudayaanya.
 Motif teologis atau teogenesis, yaitu motif yang mendorong manusia untuk berkomunikasi dengan
sang pencipta.

Menurut Wood Warth Marquis

. Motif yang berhubungan dengan kebutihan organik dan berasal dari dalam diri individu misalnya
makan, minum, dan bernafas.
Motif yang berkembangan karena interaksi individu dengan lingkungan dan berasal dari luar diri
individu.Dibedakan menjadi :
a. motif darurat atau emergency motive, yaitu motif yang membutuhkan tindakan cepat dan segera
dalam memenuhinya karena tuntutan lingkungan.
b. Motif objektif atau objektive motive, yaitu motif yang berkaitan langsung baik orang maupun
benda.
Menurut Maslow (1995 )
Sebagaimana dikemukakan oleh Koswara E.(1991) bahwa Maslow membagi motif menjadi :
 Motif kekurangan(deficit motive ) yaitu motif yang berfungsi mengatasi peningkatan ketegangan
organisme sebagai akibat kekurangan sesuatu hal.
 Motif pertumbuhan (metaneeds atau being motives), yaitu motif yang mendorong individu
mengungkapkan potensinya.motif pertumbuhan yang tudak terpuaskan dapat menimbulkan sakit
secara psikologis yang disebutkan “metapologi”

2. Motivasi
Individu ,memotivasi individu tersebut untuk memenuhinya.Individu yabng mearsa haus
mengarahkan perilakunya kearah minum ,demikian pula individu yang lapar akan mengarahkan
perilakunya kearah makan.Secara etimologis ,Winardi (2002:1) menjelaskan istilah motivasi
(motivation) berasal dari perkataanbahasa latin, yakni,movere yang berarti menggerakan (to
move).Diserap dalam bahasa inggris menjadi motivation berarti pemberian motif ,penimbulan motif,
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.

Beberapa pengertian motivasi menurut beberapa ahli

• Menurut Nancy Stevenson (2000),motivasi adalah semua hal verbal ,fisik, atau psikologis yang
membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon.
• Menurut Sarwono ,S.W (2000), motivasi menunjukan pada proses gerakan ,termasuk situasi yang
mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang di timbulkan oleh situasi tersebut dan
tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan.
• Menurut Gray (dalam Winardi ,2002),motuvasi merupakan sejumlah proses yang bersifat internal
atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan
persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu.

• Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak mendorong kita pada arah
tertentu dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas tertentu.(Elliot dkk,2000).
• Secara umum motivasi artinya mendorong untuk berbuat atau beraksi.

Jenis – jenis motivasi


Menurut Sardiman (2005:89 – 91),motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif – motif (daya penggerak ) yang menjadi aktif atau berfungsi tidak
perlu diransang dari luar karena didalam diri setiap individu sudah terdapat dorongan untuk
melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik
Dorongan yang menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu itu bersumber pada suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi.

B. HAL – HAL YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI


Motifasi merupakan kontruk psikologi penting yang mempengaruhi pembelajaran dan performa
dalam empat cara yaitu:
1) Motivasi meningkatkan energi individu dan level aktivitasnya (Pintrich,Marx, & Boyle,1993)
2) Motivasi mengarahkan individu menuju tujuan tertentu (Eclcles & Wigfield,1985)
3) Motivasi menaikan inisiatif dari akivitas tertentu dan ketekunan dalam aktivitas tersebut (Stipek,
1998)
4) Motivasi mempengaruhi strategi pembelajaran dan proses kognitif dari susaha seseorang (Dweek
& Elliot ,1983).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kelompok (teamwork) dalam bekerja dapat
dikategorikan sebagai berikut :
 Tujuan
 Visi, misi dan tujuan ang jelas akan membantuh team dalam bekerja .Namun hal tersebut belum
cukup jika visi, misi dan tujuan yang ditetapkan tidak sejalan dengan kebutuhan dan tujuan para
anggota.

 Tantangan
Manusia di karuniai kekanisme pertahanan diri yang disebut “figth”atau fligt sindrome ,ketika
dihadapkan pada suatu tantangan,secaera naluri manusia akan melakukan siatu tindakan untuk
menghadapi tantangan itu (figth ) atau menghindari (fligth).Dalam banyak kasus tantangan yang ada
merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan.Dengan kata lain tantangan tersebut
merupakan motivator.

 Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap keakraban satu sama lain ,setia kawan ,dan
mearsa senasib sepenanggungan .Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk
mengembangkan dan memelihara hubungan interpersonal.Hubungan intrpersonal menjadi sangat
penting karena hal ini merupakan dasar tercptanya keterbukaan dan komunikasi langsung serta
dukungan antara sesama anggota team.
 Tanggungjawab
Secara umum setiap orang akan terstimulisasi ketika diberi suatu tanggungjawab.Tanggingjawab
mengimpplikasikan adanya suatu otoritas unyuk membuat perubahan atau mengambil
suatu keputusan.Team yang diberi tanggungjawab dan otoritas yang proposional cendrung akan
memiliki motivasi kerja yang tinggi.
 Kesempatan untuk maju
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep
dan keterampilan baru ,serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik.Jika dalam sebuah team
tersebut dapat memberikan konsep dan keterampilan baru, serta melangkah menujuh kehidupan
yang lebih baik. Jika dalam sebuah team setiap anggota merasa bahwa team tersebut dapat
memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal – hal tersebut diatas maka akan tercipta
motivasi dan komitmen yang tinggi .Hal ini penting mengingat bahwa perkembangan pribadi
mmberikan nilai tambah bagi individu dalam mengingatkan haga diri.

 Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam
mandapatkan komitmen dari anggota team .Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang
kondusif bagi team untuk bekerja dengan tenang dan harmonis.

Menurut McClelland (dalam sukadji dan singgih salim ,2001) mengemukakan bahwa manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungan dipengaruhi oleh motif . Ada tiga kelompok motif yang dikemukakan
olehnya ,yaitu :
a. Motif untuk berhubungan dengan orang lain (Affliation motive ) adalah motif yang mengarahkan
tingkah laku seseorang untuk berhubunngan dengan orang lain.Yang menjadi tujuan adalah
suasana skrab dan harmonis .Ciri – ciri orang dengan motif afiliasi tinggi adalah senang berada
didalam suasana akrab ,risau bila harus berpisah dengan sahabat ,berusaha diterima kelompok
dalam bekerja atau belajar melihat dengan siapa dia bekerja atau belajar.

b. Motif untuk berkuasa (powerotive )


Motif yang menyebabkan seseorang ingin menguasai atau mendominnasi orang lain dalam
hubungan denagn orang lain dan cenderung bertingkahlaku otoriter.

c. Motif untuk berprestasi


Adalah motif yang mendorong seseprang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan satu
ukuran keunggulan, baik yang berasal dari standar prestasinya sendiri diwaktu lalu atau prestasi
orang lain .Yang terpenting adalah bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu prestasi tertentu.

Menurut sardiman (2007;85)fungsi motifasi ada tiga yaitu :


1. mendorong manusia untuk berbuat , motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. menentuhkan arah perbuatan , yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai ,sehingga motivasi
dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. menyeleksi perbuatan , yaitu menentukan perbuatan – perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan , dengan menyisihkan perbuatan – peerbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.

C. MANFAAT MOTIVASI

Menurut Hamalik(2000 ; 175 ) ada tiga fungi motivasi , yaitu :


1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan , tanpa motivasi tidak akan timbul
perbuatan seperti belajar.
2. Sebagai pengarah , artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Sebagai penggerak , berfungsi sebagai penggerak misalnya mesin penggerak pada mobil . besar
kecilnya motivasi akam menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

D.PE NGEMBANGAN MOTIVASI

Cara – cara yang dapat ditempuh oleh para pendidik untuk mengembangkan dan memperkuat
motivasi antara lain sebagai berikut :
a. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai secara terperinci.
Bila pada waktu masuk ke sekolah pendidikan guru , anak – anak Llulusan SMP telah mengerti
sedikit tentang tujuan pendidikan disekolah pendidikan guru , maka untuk mengembangkan dan
memperkuat motivasi mereka perlu diljelaskan secara terperinci , agar mereka semakin mantap
dalam mengikuti pendidikan di SPG.

b. Memadukan motif – motif yang sudah dimiliki.


Barangkali pada waktu masuk SPG mereka mempunyai berbagai macam motif , misal karena
karena ikut – ikutan saja, ekonomi keluarganya tindak mencukupi ,dan lain – lain . motif – motif yang
sudah ada ini diusahakan agar bersama – sama menjadi tenaga pendorong yang kuat untuk
mencapai tujuan yang sudah tadi.
c. Merumuskan tujuan – tujuan samentara yng lebih dekat sifatnya.
Bila orang bekerja terlalu lama dan tidak segera melihat hasilnya , seringkali hal ini melemahkan
usahanya. Untuk mengatasi kemunduran usaha karena tidak melihat hasil terswbut perlulah
dirumuskan tujuan – tujuan sementara yang lebih dekat , yang lebih cepat dapat dilihat hasilnya.
d. Memberitahu hasil kerja yang telah dicapai.
Pekerjaan yang segera diketahui hasilnya akan membawa pengaruh yang amat besar bagi orang
yang mengerjakanya. Oleh karena itu untuk memperkuat motivasi seseorang perlulah kita segera
memberitahukan hasil kerja yang telah mereka capai. Pekerjaan yang tidak segera diketahui hasil
kerjaanya dirasa sebagai suatu pekerjaan yang sia – sia dan akibatnya akan melemahkan usaha
selanjutnya.
e. Mengadakan persaingan.
Situasi persaingan akan memperkuat usaha seseorang untuk mencapai apa yang menjadi tujuanya
tetapi tetap persaingan yang sehat dan terbuka. Persaingan yang dapat diadakan dengan diri sendiri
ataupun dengan orang lain.persaingan dengan diri sendiri dapat dilakukan dengan mengerjakan
berbagai macam tugas yang harus di kerjakan sendiri.persaingan ini akan menyadarkan orang akan
kemampuanya sendiri.
f. Merangsangkan pencapaian tujuan .
Prinsip ini sebenarnya merupan aplikasi prinsip pace making .makin merasa medekat dengan tujuan
yang dicapai , maka semakin besarlah usaha seseorang.
g. Pemberian contoh yang positif
Pemberian tugas melulu tanpa ada contoh tentang cara mengerjakanya akan melemahkan usaha
murid.

E. MOTIVASI PERAWAT PROFESIONAL

Undang – undang Republilk Indonesia No.23 (1992 ) mengamanatkan bahwa dalam rangka


mengupayakan melaksanakan upaya kesehatan , diperlukan sumber daya kesehatan yang
memadai.Sumber daya kesehatan kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan yang bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan status
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. (Anonim ,1992)

Menurut Departemen kesehatan RI tahun 2007 jumlah sumber daya manusia kesehatan belum
memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. produksi dokter setuap
tahun sekitar 2500 dokter baru , sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1 : 5000.
Produksiperawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk
1 : 2850 ,sedangkanProduksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru dengan rasio terhadap
jumlah penduduk 1 : 2600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan
masih terbatas. (Anonim ,2004 )
Penyebaran tenaga kesehatan juga belum menggembirakan , sekalipun sejak tahun 1992 telah
diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem pegawai tidak tetap
(PTT ).Tercatat rasio dokter terhadap puskesmas di provinsi Sumatera Utara 0,84 di banding
dengan provinsi Nusa Tenggara Timur 0,26 dan Papua 0,12 (Anonim ,2004 ).

Mutu sumber daya kesehatan masih masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum optimal. Menurut survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS ) tahun 2004 ditemukan 23,2 % masyarakat yang yang bertempat
tinggal di pulau jawa dan bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan
yang diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah dikedua pulau tersebut (Anonim ,2004 )

Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan ,Capertino (1999) mengemukakan bahwa


perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang
menuntut adanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya dua
fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan dari fakasional menjadi
profesional dan terjadinya pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan.Fokus asuhan
keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi peran promotif , preventif ,kuratif dan
rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi
masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan. Displin dan motivasi yang
rendah akan berdampak negatif karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan puskesmas
dan beralih ke tempat pelayanan kesehatan yang lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang
profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif ,efisien ,dan bermutu.

DI Indonesia perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang ada.Angkah ini jauh
lebih rendah di bandingkan dengan Filipina yang sudahmencapai 40% dengan pendidikan strata
satu dan dua (Ilyas ,2001)

E. Sumber stress dalam keperawatan


Menurut Abraham C. dan Shanley F. (1997),berdasarkan hasil survei yang dilakukan Dewe (1989)
di Amerika Serikat menemukan lima sumber stress dalam keperawatan , yaitu :
a. Beban kerja berlebihan misalnya merawat terlalu banyak pasien mengalami kesulitan dalam
mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan
teman sekerja dan menghadapi keterbatasan tenaga.
b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain ,misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat
dan mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan
c. Kesulitan dalam merawat pasien kritis,misalnya kesehatan menjalankan perawatan yang belum
dikenal ,mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja dengan dokter menuntut jawaban dan
tindakan cepat.
d. Berurusan dengan pengobatan atau perawatan pasien, misalnya bekerja dengan dokter yang
tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada
program tindakan.

e. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia, pasien yang nyeri kronis,
dan pasien yang meninggal selama perawatan.

Cara Memotivasi
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk memotivasi seseorang, yaitu :
a. Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force ), yaitu cara memotivasi dengan
menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan agar yang di motivasi dapat melakukan apa yang
harus dilakukan .
b. Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticemen ), yaitu cara memotivasi dengan bujukan
atau memberikan hadia agar melakukan sesuatu dengan harapan yang memberikan motivasi.
c. Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification )( or ego- involvement ) yaitu , dengan
cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran sehingga individu berbuat sesuatu karena adanya
keinginan yang timbul dari dalam dirinya sendiri dalam mencapai sesuatu.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Motivasi manusia, selalu dari motif bawaan dari lahir tidak selalu timbul dengan sendirinya, tetapi
motivasi ditimbulkan ,diperkembangkan dan diperkuat makin kuat motivasi seseorang, makin kuat
pula usahanya untuk mencapai tujuan yang akan dicapainya ,motivasi berkembang sesuai dengan
taraf kesadaran seseorang akan tujuan yang hendak dicapainya.semakin luas dan semakin sadar
orang akan tujuan yang hendak dicapainya, akan semakin kuat pula motivasi untuk mencapainya.

Daftar pustaka

1. http://www.gsn-soeki.com/wouw/?koleksi-artikel-utk-semua
2. Episentrum,psikologi(psychological Assessment, Counseling )
3. Handoko Martin.2008.Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku .Yogyakarta:kanisius
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah Pkn ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Menganalisis Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan
Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara”.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas
mata pelajaran Pkn.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Amin.

Anda mungkin juga menyukai