Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENYULUHAN

TANDA DAN GEJALA KECACINGAN

Penyaji:
Reina Romauli Tarihoran
140100015

Pembimbing:
dr. Lily Rahmawati, Sp.A., IBCLC

Supervisor:
dr. Hj. Sri Sofyani, M.Ked(Ped)., Sp.A(K)
dr. Lily Rahmawati, Sp.A., IBCLC
dr. Monalisa Elisabeth, M.Ked(Ped)., Sp.A
dr. Ika Citra Dewi Tanjung, M.Ked(Ped)., Sp.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah penyuluhan ini dengan judul
“Tanda dan Gejala Kecacingan”.
Penulisan makalah penyuluhan ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah penyuluhan ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah penyuluhan
selanjutnya.Semoga makalah penyuluhan ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, 18 April 2018

Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi kecacingan dan filariasis merupakan salah satu penyakit yang masih
banyak terjadi di masyarakat. Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil
Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya
kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan
protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya
manusia.
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang
masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necatoramericanus dan Ancylostoma sp).
Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena
menyebabkan anemia defisiensi besi danhipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang
banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus. Kejadian infeksi kecacingan pada anak
menurut Aria Gusti (2004), berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat. Kejadian
infeksi cacing tambang pada suatu wilayah biasanya saling menyertai antara 3 spesies cacing
usus penyebabnya, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang.
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah
Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 di
laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota.
Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan
survey endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota
endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit kecacingan dan filariasis?
2. Bagaimana cara penularan penyakit kecacingan dan filariasis?
3. Apa gejala dan tanda penyakit kecacingan dan filariasis?
4. Bagaimana cara pengobatan dan pencengahan dari penyakit kecacingan dan
filariasis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang penyakit kecacingan dan filariasis.
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit kecancingan dan fiariasis
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan dari penyakit kecacingan dan filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit kecacingan dan filariasis
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan dari kecacingan dan filariasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Kecacingan dan Filariasis


2.1.1 Pengertian Penyakit Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing.
Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Keluarga netamoda saluran
cerna salah satunya ialah penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah. Penularan dapat
terjadi melalui 2 cara yaitu : 1) infeksi langsung atau 2) larva yang menembus kulit. Cacing-
cacing yang menginfestasi anak dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang
(arcaris lumbricoides), cacing cambuk (trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan
cacing pita. Penularan langsung terjadi bila telur cacing dari tepi anak masuk ke dalam mulut
tanpa pernah berkembang di tanah seperti pada cacing kremi (Oxyuris vermucularis).
Selain itu, pada infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang), dan Toxocara
canis penularan langsung dapat terjadi setalah periode berkembangnya telur di tanah
kemudian telur tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar. Sedangkan pada cacing
tambang/anjilostomiasis dan stronggiloidiasis penularan melalui kulit terjadi saat telur
menetas terlebih dahulu di tanah kemudian larva yang sudah berkembang menginfeksi
melalui kulit.
2.1.1.1 Epidemiologi
Penyakit kecacingan di Indonesia masih merupakan masalah besar atau masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevelensinya yang masih sangat tinggi
yaitu kurang lebih antara 45-65%, bahkan di wilayah-wilayah tertentu yang sanitasi yang
buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%. Cacing-cacing yang menginfestasi anak
dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (arcaris lumbricoides), cacing cambuk
(trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Cacing yang tinggal di usus
manusia ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya
misalnya kurang gizi dengan infestasi cacing gelang yang suka makan karbohidrat dan
protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah)
karena cacing tambang suka menghisap darah diusus dan cacing cambuk dan pita suka sekali
menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non
kesehatan lainnya misal turunnya prestasi belajar anak.
2.1.2 Pengertian Filariasis
Filariasis ( penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,Anopheles, Culex,
Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kalenjer getah bening. Apabila tidak
mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, payudara, dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Infeksi cacing
filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).

2.1.2.1 Epidemiologi
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah
provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah
mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Perkembangan jumlah penderita kasus
filariasis dari tahun 2000 – 2009.
Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak
filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730
orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang),
Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2.
Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan
merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia.

2.1.2.2 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga
spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,Brugia timori.
2.2 Cara Penularan Penyakit
2.2.1 Penularan Penyakit Kecacingan
Penularan kecacingan secara umum melalui dua cara
1. Anak buang air besar sembarangan – Tinja yang mengandung telur cacing mencemari
tanah – telur menempel di tangan atau kuku ketika mereka sedang bermain – ketika makan
atau minum, telur cacing masuk ke dalam mulut – tertelan – kemudian orang akan cacingan
dan seterusnya terjadilah infestasi cacing.
2. Anak buang air besar sembarangan – tinja yang mengandung telur cacing mencemari
tanah- dikerumuni lalat – lalat hinggap di makanan atau minuman – makanan atau minuman
yang mengandung telur cacing masuk melalui mulut – tertelan – dan selanjutnya orang akan
kecacingan – infestasi cacingpun terjadi.
Siklus masuknya penyakit kecacingan pada tubuh manusia melalui dua cara yaitu
pertama : telur yang infektif masuk melalui mulut, tertelan kemudian masuk usus besar,
beberapa lama/hari kemudian menetas jadi larva lalu menjadi dewasa dan berkembang biak.
Kedua : telur menetas di tanah lalu menjadi larva infektif kemudian masuk melalui kulit kaki
atau tangan menerobos masuk ke pembuluh darah terus ke jantung berpindah paru-paru, lalu
tenggorokan masuk kerongkongan lalu usus halus kemudian menjadi deasa dan berkembang
biak.
2.2.2 Penularan Filariasis
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung mikrofilaria,
mikrofilaria akan terbawa masuk ke dalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya
kemudian menembus dinding lambung nyamuk bergerak menuju otot atau jaringan lemak di
bagian dada. Mikrofilaria akan mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium I (L1),
bentuknya seperti sosis berukuran 125-250μm x 10-17μm dengan ekor runcing seperti
cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2) disebut larva preinfektif
yang berukuran 200-300μm x 15-30μm dengan ekor tumpul atau memendek setelah 6 hari.
Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudian larva tumbuh menjadi larva
stadiumIII (L3) yang berukuran 1400μm x 20μm. Larva stadium L3 tampak panjang dan
ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan 10-14
hari pada spesiesWuchereria. Larva stadium III (L3) disebut sebagai larva infektif.
Apabila seseorang mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko
tertular filariasis. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar
dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk kemudian menuju sistem
limfe. Larva L3 Brugia malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun
waktu 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes
RI, 2005).

2.3 Gejala dan Tanda Klinis Penyakit


2.3.1 Gejala dan Tanda Klinis Penyakit Kecacingan
Secara umum gelaja atau ciri-ciri penyakit cacingan adalah badan kurus, tidak
nafsu makan, lemas, mual muntah, nyeri perut, diare atau tinja berdarah, batuk kering, terlihat
pucat, mendah mengantuk. Setiap cacing memiliki gejala yang berbeda, hal ini penting untuk
dibedakan karena masing-masing cacing memiliki ciri atau gejala yang khas atau berbeda
satu sama lain.
2.3.1.1 Gejala Klinis Cacing Kremi
Cacing kremi menginfeksi usus, namun sering juga orang yang terinfeksi tidak
menunjukan gejala sama sekali. Ketika malam hari, cacing betina bergerak menuju liang anus
(dubur) karena inging bertelur. Aktifitas cacing inilah yang memberikan gejala khas cacingan
kremi yaitu anak tidak bisa tidur karena anusnya gatal.
Infeksi cacing kremi sangat menular dan menyebar dengan sangat mudah karena
kurangnya kebersihan tangan pada anak-anak. Pasalnya ketika anak menggaruk anusnya
kemudian bersentuhan tangan dengan kawannya, lalu tangan tersebut digunakan untuk makan
tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, kawannya tadi bisa tertular. Ciri ciri anak cacingan
cacing kremi adalah nyeri perut, mual, gatal yang intens pada permukaan dubur atau vagina,
tidak bisa tidur karena gatal.
2.3.1.2 Cacing Gelang
Cacing gelang berukuran besar mendekati ukuran cacing tanah pada umumnya. Dikenal
dengan namaAscaris. Cacing ini hidup menginfeksi usus kecil maupun usus besar. Hidup dan
berkembang biak di alam usus manusia. Namun, tidak menunjukkan gejala yang khas,
seseorang bisa tahu karena terlihat adanya cacing pada tinja atau feses yang keluar. Gejala
cacing gelang antara lain nyeri perut samar, mual muntah, diare atau tinja berdarah, batuk
kering, berat badan turun, terdapat cacing pada muntahan atau tinja, jika banyak dapat
menyumbat (obstruksi) usus. Gejala ini dapat muncul 4 sampai 16 hari setelah menelan larva
cacing gelang dan bisa menjadi sangat serius jika infeksi tersebut berasl dari telur yang
banyak.
2.3.1.3 Cacing Pita
Cacing pita biasa menyerang manusia karena tertelan melalui air dan makan makanan
yang terkontaminasi dengan larva dan telur cacing pita. Jika telur cacing pita tertelan, mereka
cendrung untuk menjauh dari daerah usus dan brkembang menjadi kista pada organ dan
jaringan tubuhn lainnya. Hal ini di kenal sebagai infeksi cacing pita invasif. Namun jka yang
tertelan berupa larva cacing pita maka akan tumbuh menjadi cacing pita dewasa dalam usus.
Gejala dan ciri-ciri kecacingan cacing pita tergantung pada jenis infeksinya. Apakah pada
usus atau organ tubuh (invasif). Cacing pita pada usus : nyeri perut, mual, diare, melabsorpsi
nutrisi dari makanan, berat badan menurun, kelemahan dan kelelahan. Cacing pita invasif :
gejala neurologis/kejang, demam, benjolan/kista, reaksi alergi terhadap larva cacing pita.
2.3.1.4 Cacing Tambang
Gejala penyakit cacing tambang ini awal mulanya tidak spesifik seperti mual, muntah,
malas makan, sakit perut dan badan kurus. Cacing akan menggingit dinding usus halus untuk
menghisap darah manusis dan sebagian darah keluar ke lumen usus sehingga menyababkan
BAB berdarah. Gejala lain cacing tambang yaitu : anemia, nyeri di perut bagian atas, demam
di sertai batuk dengan bunyi nafas mengi karena larva cacing di paru-paru, ruam yang
menonjol dan terasa gatal (bisa muncul di tempat masuknya larva pada kulit). Cacing ini
menyebabkan Cutaneous larva migrans atau creeping eruption, yaitu migrasi larva di kulit
(lapisan kulit). Ditandai dengan timbul kelainan pada kulit berupa erupsi peradangan
berbentuk lurus atau berliku-liku yang menonjol di atas permukaan kulit. Jika menjumpai
ciri-ciri atau gejala cacingan cacing tambang sebaiknya langsung periksakan ke dokter agar
mendapat kepastian dan terapi yang tepat.

2.3.2 Gejala dan Tanda Filarisis


Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan
gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih
setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan
nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat
seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan
kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki,
tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat
yang menetap (Depkes RI, 2005).

2.4 Cara Pengobatan dan Pencengahan Penyakit


2.4.1 Pengobatan dan Pencengahan Penyakit Kecacingan
2.4.1.1 Pengobatan
Pengobatan kecacingan adalah obat yang mempunyai efek sebagai anti parasit dapat
digunakan untuk pengobatan cacingan ini, ada dua jenis obat yang biasa digunakan yaitu:
1. Pyrantel pamoat
Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya adalah dewas/anak :
10mg/kg BB, diberikan dalam dosis tunggal.
2. Mebendazole
Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya. Apabila ada anggota
keluarga yang terkena cacingan, sebaiknya pengobatan juga diberikan untuk seluruh anggota
keluarga untuk mencengah/mewaspadai terjadinya penularan cacingan tersebut.

2.4.1.2 Pencengahan
Cara pencengahan dari penyakit kecacingan adalah menjaga kebersihan lingkungan
dan diri. Melakukan upaya pencengahan dengan jaga kebersihan dengan baik, jangan buang
air besar di sembarang tempat, cuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, cuci
sayuran dengan bersih sebelum di masak, cuci tangan dengan bersih setelah buang air besar,
mengunting kuku untuk mencengah infeksi telur cacing, masak daging dan ikan hingga
benar-benar matang, simpan makanan di tempat yang terlindung dari kontaminasi pencemar
seperti lalat, menggunakan alas kaki ketika berada di luar rumah, cuci tangan dan kaki usai
bermain, maupun usai bepergian.

2.4.2 Pengobatan dan Pencengahan Penyakit Filariasis


2.4.2.1 Pengobatan Filariasis
Pengobatan massal menggunakan kombinasiDiethyl Carbamazine Citrate (DEC)
dosis tunggal 6mg/kg berat badan, Albendazol 400 mg (1 tablet) danParacetamol (sesuai
takaran) yang diberikan sekali setahun selama 5 tahun pada penduduk yang berusia 2 tahun
ke atas. Sebaiknya minum obat anti filariasis sesudah makan dan dalam keadaan
istirahat/tidak bekerja. Upaya ini dimaksudkan untuk membunuh mikrofilaria dalam darah
dan cacing dewasa. Sasaran pengobatan massal adalah seluruh penduduk yang tinggal di
daerah endemis, kecuali:
1. Anak-anak berusia < 2tahun
2. Ibu hamil dan menyusui
3. Orang yang sedang sakit
4. Orang tua yang lemah
5. Penderita serangan epilepsi
Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat pengobatan yang
memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak menjadi sumber penularan terhadap
masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2005).
2.4.2.2 Pencengahan Filariasis
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 94 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Filariasis. Upaya pencengahan filariasis oleh masyarakat dengan
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk seperti : menggunakan kelambu sewaktu tidur,
menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot
atau obat nyamuk bakar. Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk. Memberantas nyamuk
dengan cara membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk, menimbun, mengeringkan tempat perindukan nyamuk, membersihkan semak-semak
disekitar rumah.
Peranan petugas kesehatan dalam pencengahan penyakit filariasis yaitu dengan
menemukan kasus filariasis secara dini melalui kunjungan lapangan, melakukan
penatalaksanaan kasus dan konseling, melaksanakan penyuluhan langsung ke masyarakat,
menggalang kemitraan dengan kelompok-kelompok potensial (organisasi wanita, PKK,
agama, dan pemuda).
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Penularan dapat terjadi
melalui 2 cara yaitu : 1) infeksi langsung atau 2) larva yang menembus kulit. Penularan
langsung terjadi bila telur cacing dari tepi anak masuk ke dalam mulut tanpa pernah
berkembang di tanah seperti pada cacing kremi (Oxyuris vermucularis). Gelaja atau ciri-ciri
penyakit cacingan adalah badan kurus, tidak nafsu makan, lemas, mual muntah, nyeri perut,
diare atau tinja berdarah, batuk kering, terlihat pucat, mendah mengantuk. Setiap cacing
memiliki gejala yang berbeda.
Filariasis ( penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,Anopheles, Culex,
Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kalenjer getah bening. Apabila seseorang
mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. Gejala-
gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut
(kronik). Pengobatan menggunakan kombinasi Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dosis
tunggal 6mg/kg berat badan, Albendazol 400 mg (1 tablet) danParacetamol (sesuai takaran).
Upaya pencengahan filariasis oleh masyarakat dengan menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk seperti : menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan
kawat kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar.
3.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam
menciptakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat agar terhindar dari penyakit, tidak
hanya penyakit kecacingan dan filariasis tetapi penyakit-penyakit berbasis lingkungan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aria Gusti, Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang
Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kab. Sawahlunto Sijunjung, UGM, 2004.
BPS, 2009, Laporan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia tahun 2000-
2008. Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Jakarta, 2009.
Elmi, Sembiring T, Dewiyani B.S, Hamid E.D, Pasaribu S, Lubis C.P,Status Gizi Dan
Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara, 2004.
Ginting S. A, Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada
Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera
Utara, Digitized by USU digital library, 2003.
Kemenkes RI, 2009, Laporan Kasus Klinis Filariasis di Indonesia tahun 2000 2009, Subdit
Filariasis, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jakarta,2009.
Kemenkes RI, 2009, Laporan Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP) Filariasis di
Indonesia tahun 2000- 2009, Subdit Filariasis, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI,
Jakarta,2009 .
Notoatmodho, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rhineka Cipta ;
2007.
Onggowaluyo, J. S, Cacing tambang, dalam Parasitologi Medik 1 Helmintologi, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001, p. 16 – 24.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2010. Filariasis di Indonesia. Buletin
Jendela Epidemiologi, Volume 1, Juli 2010.
Restila, Ridha. Perbedaan Faktor Resiko Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Puskesmas Padang Pasir Kota Padang Tahun 2011. (Skripsi). Padang : FK Unand
2007.
Sudomo, M, Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia, Orasi Pengukuhan
Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska, Jakarta, 2008.
WHO, 2004, Regional Strategic Plan for Elimination of Lymphatic Filariasis (2004-
2007), World Health Organization (WHO), Genewa, 2004.
WHO, G.M, Reaching the People LeftBehind : a Neglected Success, 2007 Manalu SM, Biran
S.I, Infeksi Cacing Tambang, Cermin Dunia Kedokteran Vol. 19 No.4, Oktober- Desember
2006.

Anda mungkin juga menyukai