Penyaji:
Reina Romauli Tarihoran
140100015
Pembimbing:
dr. Lily Rahmawati, Sp.A., IBCLC
Supervisor:
dr. Hj. Sri Sofyani, M.Ked(Ped)., Sp.A(K)
dr. Lily Rahmawati, Sp.A., IBCLC
dr. Monalisa Elisabeth, M.Ked(Ped)., Sp.A
dr. Ika Citra Dewi Tanjung, M.Ked(Ped)., Sp.A
Puji dan syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah penyuluhan ini dengan judul
“Tanda dan Gejala Kecacingan”.
Penulisan makalah penyuluhan ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah penyuluhan ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah penyuluhan
selanjutnya.Semoga makalah penyuluhan ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi kecacingan dan filariasis merupakan salah satu penyakit yang masih
banyak terjadi di masyarakat. Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil
Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya
kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan
protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya
manusia.
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang
masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necatoramericanus dan Ancylostoma sp).
Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena
menyebabkan anemia defisiensi besi danhipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang
banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus. Kejadian infeksi kecacingan pada anak
menurut Aria Gusti (2004), berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat. Kejadian
infeksi cacing tambang pada suatu wilayah biasanya saling menyertai antara 3 spesies cacing
usus penyebabnya, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang.
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah
Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 di
laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota.
Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan
survey endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota
endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit kecacingan dan filariasis?
2. Bagaimana cara penularan penyakit kecacingan dan filariasis?
3. Apa gejala dan tanda penyakit kecacingan dan filariasis?
4. Bagaimana cara pengobatan dan pencengahan dari penyakit kecacingan dan
filariasis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang penyakit kecacingan dan filariasis.
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit kecancingan dan fiariasis
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan dari penyakit kecacingan dan filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit kecacingan dan filariasis
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan dari kecacingan dan filariasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2.1 Epidemiologi
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah
provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah
mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Perkembangan jumlah penderita kasus
filariasis dari tahun 2000 – 2009.
Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak
filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730
orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang),
Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2.
Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan
merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia.
2.1.2.2 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga
spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,Brugia timori.
2.2 Cara Penularan Penyakit
2.2.1 Penularan Penyakit Kecacingan
Penularan kecacingan secara umum melalui dua cara
1. Anak buang air besar sembarangan – Tinja yang mengandung telur cacing mencemari
tanah – telur menempel di tangan atau kuku ketika mereka sedang bermain – ketika makan
atau minum, telur cacing masuk ke dalam mulut – tertelan – kemudian orang akan cacingan
dan seterusnya terjadilah infestasi cacing.
2. Anak buang air besar sembarangan – tinja yang mengandung telur cacing mencemari
tanah- dikerumuni lalat – lalat hinggap di makanan atau minuman – makanan atau minuman
yang mengandung telur cacing masuk melalui mulut – tertelan – dan selanjutnya orang akan
kecacingan – infestasi cacingpun terjadi.
Siklus masuknya penyakit kecacingan pada tubuh manusia melalui dua cara yaitu
pertama : telur yang infektif masuk melalui mulut, tertelan kemudian masuk usus besar,
beberapa lama/hari kemudian menetas jadi larva lalu menjadi dewasa dan berkembang biak.
Kedua : telur menetas di tanah lalu menjadi larva infektif kemudian masuk melalui kulit kaki
atau tangan menerobos masuk ke pembuluh darah terus ke jantung berpindah paru-paru, lalu
tenggorokan masuk kerongkongan lalu usus halus kemudian menjadi deasa dan berkembang
biak.
2.2.2 Penularan Filariasis
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung mikrofilaria,
mikrofilaria akan terbawa masuk ke dalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya
kemudian menembus dinding lambung nyamuk bergerak menuju otot atau jaringan lemak di
bagian dada. Mikrofilaria akan mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium I (L1),
bentuknya seperti sosis berukuran 125-250μm x 10-17μm dengan ekor runcing seperti
cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2) disebut larva preinfektif
yang berukuran 200-300μm x 15-30μm dengan ekor tumpul atau memendek setelah 6 hari.
Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudian larva tumbuh menjadi larva
stadiumIII (L3) yang berukuran 1400μm x 20μm. Larva stadium L3 tampak panjang dan
ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan 10-14
hari pada spesiesWuchereria. Larva stadium III (L3) disebut sebagai larva infektif.
Apabila seseorang mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko
tertular filariasis. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar
dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk kemudian menuju sistem
limfe. Larva L3 Brugia malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun
waktu 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes
RI, 2005).
2.4.1.2 Pencengahan
Cara pencengahan dari penyakit kecacingan adalah menjaga kebersihan lingkungan
dan diri. Melakukan upaya pencengahan dengan jaga kebersihan dengan baik, jangan buang
air besar di sembarang tempat, cuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, cuci
sayuran dengan bersih sebelum di masak, cuci tangan dengan bersih setelah buang air besar,
mengunting kuku untuk mencengah infeksi telur cacing, masak daging dan ikan hingga
benar-benar matang, simpan makanan di tempat yang terlindung dari kontaminasi pencemar
seperti lalat, menggunakan alas kaki ketika berada di luar rumah, cuci tangan dan kaki usai
bermain, maupun usai bepergian.
3.1 Kesimpulan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Penularan dapat terjadi
melalui 2 cara yaitu : 1) infeksi langsung atau 2) larva yang menembus kulit. Penularan
langsung terjadi bila telur cacing dari tepi anak masuk ke dalam mulut tanpa pernah
berkembang di tanah seperti pada cacing kremi (Oxyuris vermucularis). Gelaja atau ciri-ciri
penyakit cacingan adalah badan kurus, tidak nafsu makan, lemas, mual muntah, nyeri perut,
diare atau tinja berdarah, batuk kering, terlihat pucat, mendah mengantuk. Setiap cacing
memiliki gejala yang berbeda.
Filariasis ( penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,Anopheles, Culex,
Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kalenjer getah bening. Apabila seseorang
mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. Gejala-
gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut
(kronik). Pengobatan menggunakan kombinasi Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dosis
tunggal 6mg/kg berat badan, Albendazol 400 mg (1 tablet) danParacetamol (sesuai takaran).
Upaya pencengahan filariasis oleh masyarakat dengan menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk seperti : menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan
kawat kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar.
3.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam
menciptakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat agar terhindar dari penyakit, tidak
hanya penyakit kecacingan dan filariasis tetapi penyakit-penyakit berbasis lingkungan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aria Gusti, Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang
Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kab. Sawahlunto Sijunjung, UGM, 2004.
BPS, 2009, Laporan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia tahun 2000-
2008. Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Jakarta, 2009.
Elmi, Sembiring T, Dewiyani B.S, Hamid E.D, Pasaribu S, Lubis C.P,Status Gizi Dan
Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara, 2004.
Ginting S. A, Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada
Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera
Utara, Digitized by USU digital library, 2003.
Kemenkes RI, 2009, Laporan Kasus Klinis Filariasis di Indonesia tahun 2000 2009, Subdit
Filariasis, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jakarta,2009.
Kemenkes RI, 2009, Laporan Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP) Filariasis di
Indonesia tahun 2000- 2009, Subdit Filariasis, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI,
Jakarta,2009 .
Notoatmodho, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rhineka Cipta ;
2007.
Onggowaluyo, J. S, Cacing tambang, dalam Parasitologi Medik 1 Helmintologi, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001, p. 16 – 24.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2010. Filariasis di Indonesia. Buletin
Jendela Epidemiologi, Volume 1, Juli 2010.
Restila, Ridha. Perbedaan Faktor Resiko Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Puskesmas Padang Pasir Kota Padang Tahun 2011. (Skripsi). Padang : FK Unand
2007.
Sudomo, M, Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia, Orasi Pengukuhan
Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska, Jakarta, 2008.
WHO, 2004, Regional Strategic Plan for Elimination of Lymphatic Filariasis (2004-
2007), World Health Organization (WHO), Genewa, 2004.
WHO, G.M, Reaching the People LeftBehind : a Neglected Success, 2007 Manalu SM, Biran
S.I, Infeksi Cacing Tambang, Cermin Dunia Kedokteran Vol. 19 No.4, Oktober- Desember
2006.