Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Geologi Dalam
Pembentukan Batubara (Formasi Berau dengan Formasi Ombilin)” sebagai
salah satu tugas mata kuliah Batubara.

Dan harapan kami semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
tulisan agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam tugas ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini.

Padang, 9 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang………………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1

C. Tujuan………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………… 3

A. Pengertian Geologi Batubara……..…………………………………. 3

B. Proses Pembentukan Batubara………………………………………... 4

BAB III PENUTUP……………………………………………………….…. 12

A. Simpulan..………………………………………………………..….. 12

B. Saran…………………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan
sumber daya geologi, pada setiap pulau yang ada di Indonesia selalu memiliki
kekayaan sumber daya geologi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat Indonesia. Salah satu sumber daya geologi yang ada di Indonesia yaitu
sumber daya batubara. Saat ini batubara telah menjadi komoditas ekonomis yang
telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan batubara juga merupakan salah
satu komoditas sumber daya energi yang cadangannya termasuk salah satu terbesar
di dunia. Namun, dengan berjalannya waktu sumber daya energi ini jumlahnya
semakin berkurang. Oleh karena itulah batubara saat ini merupakan sumber daya
energi alternatif yang memiliki nilai ekonomis cukup baik pada saat ini dan prospek
yang baik pula untuk dikembangkan lagi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka perumusan masalah yang dapat diambil
adalah
1. Bagaimanakah proses geologi batubara?
2. Apakah perbedaan proses geologi batubara di daerah Sumatera dan
Kalimantan?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang


geologi batubara di daerah Sumatera dan Kalimantan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Geologi Batubara

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil.
Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk
dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen.
Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000).
Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal
dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya
terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan
kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi
sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang
berumur tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di
Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan
cara terbentuknya. Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang
terbentuk pada cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah,
Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua,
batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada
cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga,
batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur
(Anggayana 1999).

B. Formasi Berau
Formasi Berau merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan Berau
selama Miosen Tengah diendapkan melalui proses progradasi delta, berupa sliding
gravity membentuk struktur slumping, perlipatan (growth fold) berupa antiklin-sinklin,
dan growth fault (thrust fault, reverse fault). Rezim tegasan yang bekerja adalah
ekstensional, produk rifting, membentuk halfgraben berupa sesar-sesar normal.

Akibat sliding gravity menyebabkan penimbunan akumulasi sedimen


yang tebal menghasilkan struktur pembebanan slumping berupa growth fold
kemudian diikuti dengan pembentukan growth fault. Perkembangan growth
fault dimulai dengan pembentukan thrust fault (sudut kecil), dimana sudut
bidang sesar < 45° pergerakannya relatif mengikuti bidang lapisan,
kemudian berkembang menjadi reverse fault (sudut besar) dimana sudut
bidang sesarnya > 45° dan pergerakannya akan memotong bidang lapisan
batuan.
Dampak lain akibat struktur pembebanan saat diagenesa berlangsung
adalah reaktivasi kembali sesar-sesar basement, menyebabkan splitting lapisan
batubara dan injeksi fluida sedimen menerobos batuan sekitarnya dan
pembentukan zona milonit di litologi shale.

Peta Tektonik Pulau Kalimantan dan posisi Cekungan Sedimen

Struktur pembebanan sangat berperan penting menghasilkan tegasan


gravitasi membentuk shear-shear fracture dan shear tersebut memotong bidang
perlapisan batuan dan relatif searah dengan bidang bidang perlapisan batuan,
dengan demikian shear tersebut merupakan bidang shear flexure dan sangat
berpotensi terjadi longsoran. Perkembangan shear-shear tersebut akan
membentuk sesar normal, secara umum throw pergeseran sesar normal hanya
beberapa meter. kasus ini bisa dilihat di high wall Binungan 7 PIT K.

Asumsi penulis, bentuk geometri slumping terdiri dari kepala dan ekor.
Bagian kepala mempunyai kedudukan dip besar (> 45°), Sambarata PIT
Gaharu kemiringan dip lapisan antara 50° – 55°, sedangkan bentuk ekor
mempunyai dip rendah (landai), Sinklin Lati merupakan sinklin sudut kecil
(landai), terbentuknya sinklin tersebut karena pengaruh tegasan deformasi
hasil pergerakan sesar-sesar antara thrust fault dan reverse fault dengan
dimensi relatif sempit, sedangkan pembentukan antiklin – sinklin dimensi
jarak antara thrust fault dan reverse fault adalah lebih lebar. Ketebalan
batubara di bagian kepala dari struktur slump dengan dip curam lebih tebal
dan rank batubaranya lebih tinggi dibanding lapisan batubara di bagian ekor
slump dengan dip landai.

Siklus perulangan sistem progradasi delta akan diikuti dengan siklus


pembentukan rawa gambut sehingga jumlah lapisan batubara yang dihasilkan
menjadi multiple seam, seperti yang ada di Sub-Cekungan Berau. Bentuk dan
pola pengendapan delta memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola
sesar-sesar yang ada di wilayah Sub-Cekungan Berau.
1. Faktor-faktor pembentukan struktur geologi di Sub-Cekungan Berau.
a. Syn-depositional, bersamaan dengan proses diagenesa sedimen
berlangsung.
b. Mikro-Struktur
Deformasi struktur akibat pembebanan seperti injeksi fluida sedimen
menerobos batuan sekitarnya, pelengkungan sedimen (lipatan mikro),
zona milonite (shale) dan sesar-sesar minor di bagian bottom lapisan
batubara.
c. Makro-Struktur
Pembentukan struktur slump – lipatan growth fold – sesar growth fault
d. Post-depositional : kekar, sesar normal, lipatan.

2. Sedimen-Sedimen Pembawa Lapisan Batubara adalah :


Endapan Overbank (coal swamp), Endapan Splay, Endapan Levee
dan Endapan Channel diendapkan di lingkungan delta plain. Singkapan
endapan tersebut di lapangan tertutup oleh endapan batupasir Sand Bar.

3. Gangguan sedimentasi batubara terutama aktifitas pergerakan channel


bisa menyebabkan terjadi washout, parting dan splitting batubara.

4. Variasi jenis tumbuhan pembentuk, bentuk morfologi dasar cekungan


rawa dan perubahan muka air, sangat berpengaruh terhadap penebalan
dan penipisan lapisan batubara. Adanya penebalan-penipisan dari setiap
lapisan batubara, hal ini harus menjadi pertimbangan bagi evaluation
geologist dalam menentukan interval seam ketika akan berpindah dari
pilot hole ke target hole.

Kualitas batubara

Kualitas batubara pada setiap daerah prospek berbeda. Nilai kalor batubara yang
paling rendah terletak di Tambang Lati. Karena kualitas terkait dengan jumlah
cadangan dan permintaan konsumen, maka PT Berau Coal melakukan kontrol
kualitas batubara secara terus menerus. Sejak rusaknya beberapa tungku bakar
batubara PLTU yang disebabkan tingginya kadar sodium, maka kadar sodium
menjadi persyaratan kualitas mutlak yakni nilai kadar sodium maksimal 2%.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh PT. Berau Coal dan PT. Sucofindo, kadar
rata-rata sodium dalam batubara di Sambarata 2,87%, di Binungan 1,70% dan di Lati
3,02%. Untuk memperoleh kualitas batubara sesuai dengan permintaan konsumen,
maka diperlukan percampuran. Proses percampuran ini sangat rumit, namun pihak
perusahaan mampu menghasilkan batubara dengan kualitas < 2%. Kontrol kualitas
yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan kulitas yang digunakan dalam
model dan kualitas batubara yang telah ditambang. Tabel 3 menunjukkan
perbandingan antara kualitas batubara dalam model dan kualitas batubara yang
ditambang pada tahun 2003.
Nilai kalor perlu dilakukan pengontrolan ketat oleh pemerintah, karena harga
batubara tergantung pada nilai kalor, kadar abu, kadar organik dan
sebagainya. Berdasarkan hasil analisis perusahaan dan surveyor pemerintah, nilai
kalor rata-rata batubara di Lati mencapai 5.458 kal/gr. Sedangkan nilai kalor
batubara yang diambil dan dianalisis pada Seam Q di Lati 6.050 kal/gr (hanya 1
conto) dan di Sambarata 6.470 kal/gr sedangkan harga rata-rata di Sambarata 6.137
kal.gr. Perbedaan ini tidak signifikan, apalagi mutunya masih pada kelas/rank yang
sama sehingga penetapan tarif iuran produksi tidak berubah.

Tambang terbuka (Open Pi)t Dengan Metode Truck and Shovel


(Sumber : PT. Berau Coal)

kemiringan lapisan batubara di Samabarata


(Sumber : PT. Berau Coal)
Stockpile Batubara ditepi sungai Segah, tampak kapal tongkang sedang dimuat batubara
(Sumber : PT Berau Coal)

C. Formasi Cekungan Ombilin

Cekungan Ombilin merupakan salah satu cekungan di Pulau Sumatera yang


keterdapatan batubara dengan kualitas baik dan memiliki prospektivitas yang tinggi
hal ini didasarkan atas letaknya cekungan yang berada pada jalur pegunungan
(intramontane basin). Menurut Koesomadinata (1978), semua cekungan batubara
Tersier di Indonesia digolongkan dalam jenis cekungan paparan (shefal basin)
karena berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya. Tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk mengetahui kondisi lingkungan pengendapan dan karakteristik
batubara Formasi Sawahlunto.
Lapisan batubara pada daerah penelitian dijumpai pada Formasi Sawahlunto
berumur Eosen, yang teramati di Desa Prambahan, Desa Batutanjung, dan Desa
Rantih. Secara umum lingkungan pengendapan Formasi Sawahlunto pada daerah
penelitian berada pada lingkungan fluvial dengan tipe sungai berkelok (meander).
Fasies pengendapan pada Formasi Sawahlunto ini terdiri dari channel, flood plain,
point bar, overbank, dan crevasse splay. Lapisan batubara secara megaskopis terlihat
pada lapangan berwarna hitam pekat, kilap cemerlang (bright), kekerasan mudah
pecah, pecahan kubus, dengan berat yang ringan dan terdapat pengotor pirit.
Ketebalan lapisan batubara dijumpai pada daerah penelitian berkisar antara 0,5
sampai 3 meter. Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) batubara pada daerah penilititan
berkisar antara 0,36 – 0,58 %, sehingga dari nilai RV menunjukkan peringkat
batubara yaitu Sub-Bituminous – High Volatile Bituminous B. Berdasarkan hasil
perhitungan Tissue Preservation (TPI) dan nilai Gelification Index (GI)
menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan batubara daerah telitian yaitu limnic

Peta lokasi daerah penelitian yang berada pada Desa Rantih dan Sekitarnya, Sawahlunto,
Provinsi Sumatera Barat.
Tektonofisiografi Cekungan Ombilin (Noeradi dkk., 2005).

Model morfologi tipe sungai berkelok (meander) (Nichols, 2009).


Singkapan batubara yang terletak pada desa Rantih dengan warna yang hitam pekat dan
kilap cemerlang yang dilihat secara megaskopis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah diatas dalam dapat disimpulkan bahwa,

B. Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan para pembaca dapat

memahami dan mengerti akan isi dan maksud dari judul tersebut diatas. Para

pembaca bisa mendapatkkan pelajaran serta dapat menambah wawasan

mengenai batubara dan proses pembentukannya.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai