Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Geologi Dalam
Pembentukan Batubara (Formasi Berau dengan Formasi Ombilin)” sebagai
salah satu tugas mata kuliah Batubara.
Dan harapan kami semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
tulisan agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………… 3
A. Simpulan..………………………………………………………..….. 12
B. Saran…………………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan
sumber daya geologi, pada setiap pulau yang ada di Indonesia selalu memiliki
kekayaan sumber daya geologi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat Indonesia. Salah satu sumber daya geologi yang ada di Indonesia yaitu
sumber daya batubara. Saat ini batubara telah menjadi komoditas ekonomis yang
telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan batubara juga merupakan salah
satu komoditas sumber daya energi yang cadangannya termasuk salah satu terbesar
di dunia. Namun, dengan berjalannya waktu sumber daya energi ini jumlahnya
semakin berkurang. Oleh karena itulah batubara saat ini merupakan sumber daya
energi alternatif yang memiliki nilai ekonomis cukup baik pada saat ini dan prospek
yang baik pula untuk dikembangkan lagi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka perumusan masalah yang dapat diambil
adalah
1. Bagaimanakah proses geologi batubara?
2. Apakah perbedaan proses geologi batubara di daerah Sumatera dan
Kalimantan?
C. Tujuan
Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil.
Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk
dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen.
Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000).
Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal
dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya
terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan
kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi
sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang
berumur tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di
Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan
cara terbentuknya. Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang
terbentuk pada cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah,
Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua,
batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada
cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga,
batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur
(Anggayana 1999).
B. Formasi Berau
Formasi Berau merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan Berau
selama Miosen Tengah diendapkan melalui proses progradasi delta, berupa sliding
gravity membentuk struktur slumping, perlipatan (growth fold) berupa antiklin-sinklin,
dan growth fault (thrust fault, reverse fault). Rezim tegasan yang bekerja adalah
ekstensional, produk rifting, membentuk halfgraben berupa sesar-sesar normal.
Asumsi penulis, bentuk geometri slumping terdiri dari kepala dan ekor.
Bagian kepala mempunyai kedudukan dip besar (> 45°), Sambarata PIT
Gaharu kemiringan dip lapisan antara 50° – 55°, sedangkan bentuk ekor
mempunyai dip rendah (landai), Sinklin Lati merupakan sinklin sudut kecil
(landai), terbentuknya sinklin tersebut karena pengaruh tegasan deformasi
hasil pergerakan sesar-sesar antara thrust fault dan reverse fault dengan
dimensi relatif sempit, sedangkan pembentukan antiklin – sinklin dimensi
jarak antara thrust fault dan reverse fault adalah lebih lebar. Ketebalan
batubara di bagian kepala dari struktur slump dengan dip curam lebih tebal
dan rank batubaranya lebih tinggi dibanding lapisan batubara di bagian ekor
slump dengan dip landai.
Kualitas batubara
Kualitas batubara pada setiap daerah prospek berbeda. Nilai kalor batubara yang
paling rendah terletak di Tambang Lati. Karena kualitas terkait dengan jumlah
cadangan dan permintaan konsumen, maka PT Berau Coal melakukan kontrol
kualitas batubara secara terus menerus. Sejak rusaknya beberapa tungku bakar
batubara PLTU yang disebabkan tingginya kadar sodium, maka kadar sodium
menjadi persyaratan kualitas mutlak yakni nilai kadar sodium maksimal 2%.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh PT. Berau Coal dan PT. Sucofindo, kadar
rata-rata sodium dalam batubara di Sambarata 2,87%, di Binungan 1,70% dan di Lati
3,02%. Untuk memperoleh kualitas batubara sesuai dengan permintaan konsumen,
maka diperlukan percampuran. Proses percampuran ini sangat rumit, namun pihak
perusahaan mampu menghasilkan batubara dengan kualitas < 2%. Kontrol kualitas
yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan kulitas yang digunakan dalam
model dan kualitas batubara yang telah ditambang. Tabel 3 menunjukkan
perbandingan antara kualitas batubara dalam model dan kualitas batubara yang
ditambang pada tahun 2003.
Nilai kalor perlu dilakukan pengontrolan ketat oleh pemerintah, karena harga
batubara tergantung pada nilai kalor, kadar abu, kadar organik dan
sebagainya. Berdasarkan hasil analisis perusahaan dan surveyor pemerintah, nilai
kalor rata-rata batubara di Lati mencapai 5.458 kal/gr. Sedangkan nilai kalor
batubara yang diambil dan dianalisis pada Seam Q di Lati 6.050 kal/gr (hanya 1
conto) dan di Sambarata 6.470 kal/gr sedangkan harga rata-rata di Sambarata 6.137
kal.gr. Perbedaan ini tidak signifikan, apalagi mutunya masih pada kelas/rank yang
sama sehingga penetapan tarif iuran produksi tidak berubah.
Peta lokasi daerah penelitian yang berada pada Desa Rantih dan Sekitarnya, Sawahlunto,
Provinsi Sumatera Barat.
Tektonofisiografi Cekungan Ombilin (Noeradi dkk., 2005).
A. Kesimpulan
B. Saran
memahami dan mengerti akan isi dan maksud dari judul tersebut diatas. Para