Bab Iii
Bab Iii
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Osteoporosis merupakan kelainan dengan penurunan massa tulang total. Pada kondisi
ini terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar daripada kecepatan pembentukan tulang, yang mengakibatkan penurunan
massa tulang total (Brunner & Suddart, 2000).Kondisi ini menyebabkan terjadinya
pelebaran sumsum tulang dan saluran havers. Trabekula berkurang dan menjadi tipis.
Akibatnya, tulang mudah retak. Tulang yang mudah terkena osteoporosis adalah
vertebrata, pelipis, dan tengkorak.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi
mudah fraktur dnegan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
B. Etiologi
Perkembangan osteoporosis sangat kompleks, meliputi faktor-faktor nutrisi, fisik,
hormone, dan genetic. Tiga faktor utama yang memengaruhi osteoporosis adalah:
1. Defisiensi kalsium. Defisiensi kalsium dapat disebabkan oleh asupan kalsium dalam
makanan yang tidak adekuat sehingga mempercepat penurunan massa tulang.
Menurunnya kalsium ada hubungannya dengan bertambahnya usia karena
berkurangnya absorpsi kalsium, tidak adekuatnya asupan vitamin D, atau
penggunaan obat-obatan lain tertentu (kortikosteroid dalam waktu yang lama).
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibandingkan osteoporosis sekunder (Ode, 2012).
Pada wanita biasanya disebabkan oleh pengaruh hormonal yang tidak seefektif
biasanya. Osteoporosis ini terjadi karena kekurangan kalsiumakibat penuaan usia
(Syam dkk, 2014). Menurut Zaviera (2007) osteoporosis primer ini terdiri dari 2
bagian yaitu:
a. Tipe I (Post-menopausal)
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur
tulang belakang dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya
jaringan trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih
responsif terhadap defisiensi esterogen.
b. Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun keatas. Ditandai oleh fraktur panggul
dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya masa tulang kortikal terbesar terjadi
pada usia tersebut.
2. Osteoporosis Sekunder
D. Patofisiologi
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup.
Jika masa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan antara
formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini di laksanakan oleh osteoblas dan
osteoklas pada unit remodelling tulang. Remodelling di butuhkan untuk menjaga
kekuatan tulang. Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang kompleks
menahun antara factor genetic dan factor lingkungan. Berbagai factor terlibat dalam
interaksi ini dengan menghasilkan suatu kondisi penyerapan tulang lebih banyak di
bandingkan dengan pembentukan yang baru. Kondisi ini memberikan manifestasi
penurunan massa tulang total. Kondisi osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi
akan memberikan dua manifestasi penting, di mana tulang menjadi rapuh dan terjadinya
kolaps tulang (terutama area vertebra yang mendapat tekanan tinggi pada saat berdiri).
Hal ini akan berlanjut pada berbagai kondisi dan masalah pada pasien dengan
osteoporosis (Helmi, 2014).
E. Gejala Osteoporosis
Osteoporosis dapat muncul tanpa sengaja selama beberapa dekade karena osteoporis
tidak menyebabkan gejala sampai terjadi patah tulang. Selain itu, beberapa fraktur
osteoporosis dapat lolos deteksi selama bertahun-tahun karena tidak memperlihatkan
gejala. Gejala yang yang berhubungan dengan patah tulang osteoporosis biasanya adalah
nyeri. Lokasi nyeri tergantung pada lokasi fraktur. Sedangkan gejala osteoporosis pada
pria mirip dengn gejala osteoporis pada wanita. Kepadatan tulang berkurang secara
perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Biasanya
gejala akan timbul pada wanita berusia 51-75 tahun, meskipun bisa lebih cepat ataupun
lambat. Jika kepadatan tulang berkurang, tulang dapat menjadi kolaps atau hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk (Syam, dkk).
Sedangkan menurut (Zaviera, 2007) penyakit osteoporosis ini sering disebut penyakit
silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan lahan dan
berlangsung secara proggresif dan bertahun-tahun tanpa kita sadari maka dari itu hampir
semua osteoporosis ini tidak menimbulkan gejala sehingga banyak orang yang tidak
menimbulkan gejala sehingga banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya terkena
osteoporosis, tetapi ada juga penderita osteoporosis mempunyai tanda dan gejala seperti
ini yaitu :
1. Nyeri tulang dan sendi terutama jika nyeri dipunggung saat dibuat berdiri, berjalan
beraktivitas dan disentuh. Sifat nyerinya tersebut tajam atau seperti terbakar bisa
karena adanya fraktur.
2. Deformitas atau perubahan bentuk tulang seperti kifosis dan jari jari tangan dan kaki
terlihat membengkok atau adanya berubahan abnormal.
6. Sesak nafas karena organ tubuh semakin berdekatan karena tulang tidak mampu
menyangga lagi.
F. Pencegahan Osteoporosis
1. Pencegahan Primer
b. Melakukan latihan fisik atau biasa disebut dengan senam osteoporosis. Senam
osteoporosis merupakan Olahraga atau aktivitas fisik yang dapat meningkatkan
kepadatan mineral pada tulang atau mengurangi hilangnya jaringan tulang
terutama pada wanita premenopause dan postmenopause. Tujuan dilakukanya
senam osteoporosis adalah untuk memelihara kondisi punggung, mencegah dan
mengobati osteoporosis. Latihan ini dilakukan 15-20 menit, 3 sampai 5 kali
dalam seminggu minimal 2x 17 seminggu, latihan ini dilakukan dengan berdiri
dan telentang. Menurut mangoenprasodjo (2005) penelitian lain yang dilakukan
pada wanita-wanita setengah baya, menyatakan bahwa latihan olahraga seperti
senam osteoporosis membantu mencegah terkikisnya tulang tulang yang
biasanya terjadi pada usia baya.
2. Pencegahan Sekunder
c. Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya sama dengan
latihan beban dan tarikan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tidak dapat
dilakukan secara missal karena perlu mendapat supervise dari tenaga medis.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang
yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan
sekitar 5-12 menit.
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat
perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra,
2009)
Menurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score >-1 SD yang
menunjukan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score <1 sampai -2,5
dikategorikan osteopenia, dan , -2,5 termasuk dalam kategori osteoporosis berat
(WHO, 1994 dalam http://lib.ui.ac.id/)
2. Densitometry US (ultrasound)
Kelebihan yang didapat jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan tulang
belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat. Akan
tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki
tidak baik serta tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009).
BAB III
A. Wawancara
Wawancara merupakan pola komunikasi yang dilakukan untuk tujuan spesifik dan
difokuskan pada area dengan isi yang spesifik. Ada dua tipe wawancara, yaitu
wawancara langsung dan tidak langsung. Wawancara langsung adalah wawancara yang
dilakukan langsung kepada klien sedangkan wawancara tidak langsung adalah
wawancara yang dilakukan kepada keluarga klien, perawat, atau sumber lainnya untuk
mendapatkan data (Haryanto, 2008). Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin
hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk
membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan
tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut
selama tahap pengkajian (Nursalam, 2004).
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi
keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill
komunikasi serta interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunakan untuk
memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik
yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran serta perasaan
(Nursalam, 2009).
Teknik tersebut mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati,
dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup,
menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi :
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan konta mata. Mendengarkan secara aktif
merupakan suatu hal yang penting dalam Universitas Sumatera Utara pengumpulan data,
tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari (Nursalam, 2009).
Wawancara pada lansia dengan osteoporosis dapat dilakukan bersama tanaga
kesehatan baik dipuskesmas maupun di lingkungan masyarakat seperti kader. Berikut
adalah contoh wawancara yang dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai lansia
dengan osteoporosis:
1. Berapa banyak lansia yang menderita osteoporosis didaerah ini?
2. Apakah lansia yang mengalami osteoporosis cukup banyak?
3. Berapa banyak data kunjungan puskesmas mengenai lansia yang menderita
osteoporosis?
4. Gejala apa yang sering dikeluhkan lansia ketika mendatangi puskesmas?
5. Apakah lansia rutin mendatangi puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya?
6. Apakah sudah ada program khusus untuk mengatasi lansia dengan osteoporosis?
7. Jika ia, apakah program tersebut berjalan dengan lancar?
8. Bagaimana hasil dari program tersebut?
9. Apakah lansia diberikan pendidikan kesehatan sebelumnya untuk mengetahui
mengenai penyakit osteoporosis yang dideritanya?
10. Apakah ada makanan yang terbiasa dimakan lansia yang bisa mengakibatkan
osteoporosis?
B. Observasi Partisipan
1. Definisi
Metode pengumpulan data untuk membantu perawat mengetahui informasi
tentang komunitas, pengaturan sosial, sekelompok orang, atau menilaistatus
kesehatan individu. Aspek unik dari observasi partisipan adalah bahwa pengamat
sengaja memahami pengaturan dan kondisi sosial tanpa memanipulasi mereka
dengan cara apapun. Pengamat mengumpulkan informasi melalui indera tentang
peristiwa alamiah yang terjadi, yaitu secara visual, pendengaran, sentuhan, bau,
ataupun rasa. Aspek penting dariobservasi partisipan adalah pengamat belajar dari
lingkungan, dan menahan diri untuk mempengaruhi partisipan dengan tidak
mengajukan pertanyaan pada partisipan.
2. Tujuan
a. Dapat digunakan untuk penilaian masyarakat, seperti: karakteristik
masyarakat, status ekonomi masyarakat, rekreasi yang biasa dilakukan
masyarakat, kebiasaan berkumpul masyarakat, kebanggaan dan spirit
masyarakat, kebiasaan berjalan-jalan masyarakat atau kecenderungan
mengisolasi diri di rumah, bahaya kesehatan yang terdapat di masyarakat,
kekuatan masyarakat, dan area masalah di lingkungan.
b. Dapat membantu perawat dalam mempelajari informasi yang mendalam
tentang suatu komunitas atau sekelompok orang.
c. Dapat digunakan saat perawat tidak mengenal budaya masyarakat, misalnya
keyakinan, nilai, dan praktik budaya masyarakat.
d. Dapat digunakan untuk proyek-proyek penelitian formal.
e. Dapat digunakan untuk mengeksplorasi hubungan antara pemberi perawatan
kesehatan dengan klien (masyarakat).
3. Persiapan
a. Perencanaan manajemen tim, meliputi: penetapan jangka waktu, lokasi
pengamatan, fokus pengamatan, pedoman tertulis tentang apa yang diamati,
waktu peninjauan hasil pengamatan bersama-sama tim untuk validitas data.
b. Untuk penelitian, dipersiapkan kerangka teoritis, lembar observasi,
penggunaan metode lain jika diperlukan untuk melengkapi metode observasi
partisipan, strategi pengamatan, penggunaan teknik purposive
sampling.Perizinan, baik izin dari partisipan ataupun lembaga tertentu.
4. Teknik perekaman data
a. Instrument observasi (lembar checklist)
b. Field notes
c. Journal
d. Audio/ visual recordings
e. Analisis data
5. Hasil pengamatan (field notes dan journal) dibuat transkrip.
a. Membaca ulang transkrip dan memahami data.
b. Pengelolaan dan analisis data dapat menggunakan bantuan software computer.
6. Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Pengamat harus terlibat dalam kelompok social.
b. Pengamat menahan diri dari interaksi yang sering dengan orang lain.
c. Pengamat subjektif dalam observasi sehingga data bias.
d. Kemungkinan adanya reaktivitas dari partisipan.
7. Contoh pengkajian :
a. Melihat bahwa teryata rumah lansia sangat minim pencahayaan
b. Melihat bahwa rumah lansia tidak terdapat ventilasi
c. Melihat bahwa rumah lansia tidak terdapat jendela
d. Melihat bahwa lansia di lingkungan tersebut jarang berolahraga
e. Melihat bahwa banyak lansia yang sedang merokok
f. Melihat bahwa sangat kurangnya antusiasme lansia terhadap program
posbindu yang ada di lingkungan tersebut
g. Melihat bahwa makanan lansia yang sembarangan dan tidak teratur
C. Survey (Question)
1. Definisi
Menurut Masri Singarimbun dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian
Survai, pengertian survei pada umumnya dibatasi pada penelitian yang datanya
dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dengan
demikian, penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun, 2006)
Untuk perawat kesehatan komunitas, survey dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi demografi suatu komunitas, opini, pengetahuan, atau
pengalaman anggota masyarakat.
2. Tujuan
a. Survey dapat digunakan untuk mengumpulkan data untuk perencanaan
program, menambah data pengkajian komunitas, dan kontribusi untuk program
evaluasi.
b. Survey dapat digunakan untuk memperbarui atau melengkapi informasi yang
dibutuhkan untuk mengkaji kesehatan komunitas secara lebih baik dan
perencanaan program langsung.
c. Survey berguna dalam mendokumentasikan pola paparan bahaya lingkungan.
d. Survey dapat dilakukan dengan caradoor to door, paper and pencil
questionnaire
3. Persiapan
a. Menentukan tujuan dilakukan survey, tipe data yang diinginkan, sumber-
sumber yang tersedia.
b. Menentukan metoda survey: door to door, kuesioner via mail, atau telepon.
c. Menentukan tim survey, dan melatih anggota tim yang terlibat, serta
membuat rancangan biaya dan waktu yang dibutuhkan.
d. Menentukan sampel dan populasi survey.
4. Teknik perekaman data
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA