Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu maupun anak. United
Nation Children Funds (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak,
sebaiknya anak diberikan ASI hingga berusia enam bulan (Infodatin, 2016 ).
Proses pemberian ASI tersebut dapat dilakukan seorang ibu dengan
menyusui langsung. Menyusui adalah salah satu proses alamiah yang dapat
dilakukan seorang ibu setelah melahirkan bayinya. Ketika proses menyusui
tidak berjalan dengan baik maka akan timbul beberapa masalah kesehatan
pada ibu salah satunya adalah mastitis.
Mastitis adalah proses peradangan yang dapat terjadi pada satu atau lebih
segmen payudara disertai dengan infeksi atau tanpa infeksi. Mastitis dapat
terjadi pada 3-20% ibu menyusui (Alasiry,2012 dalam Anasari & Sumarni,
2015). Mastitis tanpa infeksi terjadi apabila ASI yang stasis di payudara tidak
dikeluarkan, dan apabila telah terjadi infeksi bakteri maka disebut mastitis
dengan infeksi (Alasiry, 2008).
WHO memperkirakan angka kejadian mastitis pada ibu menyusui sekitar
2,6%-33% dan prevalensi global sekitar 10%. Sekitar 9,5% dari 1000 ibu
menyusui di Amerika Serikat melaporkan mengalami tanda dan gejala mastitis
(Lawrence,2002 dalam Hasanah et al, 2017). Di Indonesia, data dari April
hingga Juni 2012 menunjukkan 22,5% ibu menyusui mengalami puting lecet,
42% mengalami stasis ASI, 18% mengalami ASI tersumbat, 11% mengalami
mastitis, dan 6,5% mengalami abses payudara (Ardyan dalam Hasanah et al,
2017).
Secara umum tanda dan gejala mastitis dapat berupa payudara menjadi
kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri, peningkatan
kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI
terasa asin, menggigil, timbul garis-garis merah ke arah ketiak, nyeri atau
ngilu di seluruh tubuh. Nyeri payudara yang dirasakan oleh ibu akan
mengakibatkan proses menyusui menjadi kurang nyaman dan dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang lain. (IDAI,2013).
Tata laksana dalam penanganan mastitis sendiri terdiri dari tata laksana
non farmakologis dan juga farmakologis. Salah satu tata laksana non
farmakologis yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian kompres hangat
pada payudara yang bermasalah. Kompres hangat yang digunakan pada saat
menyusui akan membantu dalam melancarkan aliran ASI. Tetapi, pada kondisi
payudara yang sangat bengkak pemberian kompres hangat akan dapat
membuat rasa nyeri bertambah. Kondisi tersebut memunculkan peluang untuk
mencari tata laksana non – farmakologis lainnya dalam penanganan mastitis.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh Kataria at al pada tahun 2011
merekomendasikan penggunaan kompres daun kubis dalam penanganan
mastitis terutama untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri payudara yang
dialami oleh pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Arora et al pada tahun
2008 dengan membandingkan penggunaan daun kubis dan kompres air hangat
dan dingin dalam penanganan pembengkakan payudara karena adanya stasis
ASI di payudara. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah penggunaan
daun kubis sama baiknya dengan penggunaan kompres air hangat dan dingin.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Arora, Vatsa, dan Dadhwal (2008)
mendapatkan hasil yaitu penggunaan kompres air hangat lebih efektif
dibandingkan dengan penggunaan kompres daun kubis dingin dalam
mengurangi pembengkakan dan nyeri pada payudara. Hasil penelitian yang
saling bertentangan ini menjadikan diperlukan adanya penelitian lanjutan
untuk menambah data mengenai keefektifan penggunaan kompres daun kubis
dingin terhadap nyeri yang dialami ibu. Selain itu, penelitian terdahulu
sebagian besar lebih berfokus terhadap pembengkakan payudara dibandingkan
dengan nyeri yang dialami oleh pasien.
Kota Denpasar merupakan salah satu kota dengan tingkat kepadatan
penduduk yang cukup tinggi dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah
baik. Berdasarkan data Depkes RI pada tahun 2014, data kunjungan dan
pelayanan ibu nifas berupa pemeriksaan tekanan darah, fundus uteri,
pemeriksaan lokhia, pemeriksaan payudara, dan pelayanan KB mencapai
99,8%. Tetapi, terdapat beberapa wilayah yang pencapaian penanganan
komplikasi masa nifas yang mencakup mastitis dan infeksi nifas lainnya masih
cukup rendah. Salah satu dari beberapa wilayah tersebut adalah wilayah
Puskesmas IV Denpasar Selatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya data angka
pencapaian penanganan komplikasi masa nifas di Puskesmas IV Denpasar
Selatan menempati peringkat terakhir dari 11 puskesmas yang berada di Kota
Denpasar.
Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk
meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan kompres daun kubis
dingin dalam mengurangi nyeri menyusui pada ibu dengan mastitis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Pengunaan Kompres Daun Kubis
Dingin dalam Penurunan Nyeri Menyusui pada Ibu dengan Mastitis di
Puskesmas IV Denpasar Selatan?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas penggunaan kompres daun
kubis dengan kompres air hangat dalam tata laksana mastitis pada ibu
menyusui di Denpasar
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi skala nyeri menyusui pada ibu dengan mastitis sebelum
diberikan kompres daun kubis dingin
1.3.2.2 Mengidentifikasi skala nyeri menyusui pada ibu dengan mastitis setelah
diberikan kompres daun kubis dingin
1.3.2.3 Menganalisa perubahan skala nyeri menyusui pada ibu dengan mastitis
sebelum dan sesusah diberikan kompres daun kubis dingin
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa/i mengenai
tata laksana mastitis dan juga menambah informasi bagi bidang
keilmuan keperawatan maternitas
b. Bidang Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ide untuk
penelitian selanjutnya, dan dapat melengkapi kekurangan yang ada di
dalam penelitian ini.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi
pasien dengan mastitis, dimana intervensi ini dapat menjadi intervensi
pengobatan yang dapat dilakukan pasien secara mandiri.
b. Bagi Perawat di Tempat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber interensi
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat terutama dalam
menangani pasien dengan mastitis.
c. Bagi Keluarga Pasien
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan
bagi keluarga pasien dalam memberikan perawatan pada pasien
dengan mastitis.
d. Jajaran Pimpinan Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan di tempat dilakukannya
penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Mastitis
2.1.1 Pengertian Mastitis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih
segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam
proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan
mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara,
karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut
stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan
jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah
terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi (IDAI, 2013).
2.1.2 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri
ini seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air
susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada putting susu.Mastitis
biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi
dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3 % wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) dalam Mardiani., D (2018) menyebutkan
bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:

a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya


tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi
payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa terjadi
mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan
mempermudah terkena infeksi.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mastitis
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko mastitis menurut Prasetyo,
2010 adalah sebagai berikut:
a. Umur
Usia ibu yang dianggap berisiko terkena mastitis adalah pada usia
21-35 tahun, dimana diketahui bahwa rentang usia tersebut
merupakan usia reproduksi sehat Hal tersebut terjadi karena salah
satu faktor penyebab mastitis adalah melahirkan yang merupakan
salah satu unsur bereproduksi dan kegiatan bereproduksi seringkali
terjadi pada usia 21-35 tahun, sehingga mastitis sering terjadi pada
usia tersebut.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan
akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis,
walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko
d. Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor
predisposisi terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia
akan beresiko mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam
tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan
selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme
pertahanan dalam payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu
dalam pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu
terjadinya statis ASI
g. Trauma-trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat
merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal tersebut dapat
menyebabkan mastitis.
2.1.4 Epidemiologi Mastitis
Tahun 2005 Word Health Organisation (WHO) dalam Anasari,
2014 menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada
wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustik terus
meningkat dimana 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa
mastitis pada wanita pasca post partum. Sedangkan di Indonesia hanya
0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis. Menurut
Organisasi kesehatan dunia (2008) dalam Anasari, 2014, memperkirakan
lebih dari 1,4 juta orang terdiagnosis menderita mastitis. The American
Society memperkirakan 241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis
mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis mastitis
sebanyak 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah
876.665 orang dan di Sumatra Utara berkisar 40-60% wanita terdiagnosis
mastitis. Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 12-
35% pada ibu yang puting susunya pecah-pecah dan tidak diobati dengan
antibiotik. Namun, bila minum obat antibiotik pada saat puting susunya
bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis hanya sekitar 5%
(Setyaningrum, 2008).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang
terasa nyeri.

b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi


rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut
untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam,
rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena (Mardiani D, 2018)
2.1.6 Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam
duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan
maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel
epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI
dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun.
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe
sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh
darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus,
Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula
mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa
tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis
mencapai 1% (Nia, 2018).
2.1.7 Pencegahan Mastitis
Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup banyak
istirahat dan bisa secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak
menjadi bengkak. Gunakan bra yang sesuai ukuran payudara serta
usahakan untuk selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara
membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah
menyusui. Hampir semua kasus mastitis akut dapat dihindari melalui
upaya menyusui dengan benar. Kebersihan harus dipraktikkan oleh semua
yang berkontak dengan bayi baru lahir dan ibu baru, juga mengurangi
insiden mastitis. Tindakan pencegahan termasuk usaha yang cermat untuk
menghindari kontaminasi tersebut dengan menyingkirkan individual yang
diketahui atau dicuigai sebagai carrier dari tempat perawatan. Mencuci
tangan dengan baik adalah penting untuk mencegh terjadinya infeksi
(Fnedman,1998 dalam Nia, 2018).
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut IDAI (2013) penatalaksanaan dari mastitis dibagia menjadi dua
yaitu tata laksana suportif dan juga tata laksana farmakologi.
a. Tata laksana suportif
Tata laksana suportif yang dapat dilakukan adalah dimulai dengan
memperbaiki teknik menyusui pada ibu. Teknik menyusui yang baik
akan mengurangi terjadinya stasis ASI sehingga menurunkan peluang
terjadinya mastitis dengan infeksi. Untuk mengurangi stasis ASI dapat
dilakukan kompres dengan air hangat. Kompres hangat akan
membantu melancarkan aliran ASI. Selain itu, tata laksana suportif
yang perlu adalah dengan istirahat yang cukup dan juga mengonsumsi
makanan yang sehat.
b. Tata laksana farmakologi
Tata laksana farmakalogi adalah tata laksana dengan menggunakan
obat-obatan. Pada umumnya, tata laksana ini diberikan pada ibu
mastitis dengan infeksi. Obat-obatan yang diberikan berupa:
1. Pemberian analgesik yaitu sebagai terapi simtomatik yang
diberikan yaitu Ibuprofen sebagai obat yang paling efektif, dan
dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri (Juanda., M,
2018)
2. Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati infeksi mastitis dan
antibiotik akan membantu menyembuhkan infeksi atau
mengurangi risiko komplikasi yang lebih serius. Antibiiotik yang
dapat diberikan yaitu seperti sefaleksin atau amoksisilin,
Eritromisin, Flukloksasilin, dikloksasilin (IDAI,2013).
2.1.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis menurut
Mardiani, 2018 :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi,
maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang
lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan
USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus
yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial atau berlanjut.
b. Mastitis berulang / kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanandengan gizi berimbang, serta mengatasi stress.
Pada kasus mastitis berulang karenainfeksi bakteri biasanya diberikan
antibiotik dosis rendah (eritromisin 900 mg sekalisehari! selama masa
menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu
mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI.

2.1.10 Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan segera dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau dilakukan
tindakan yang adekuat
2.2 Nyeri pada Ibu Menyusui
2.2.1 Pengertian
Menyusui merupakan suatu proses alami, tetapi juga merupakan
suatu keterampilan yang perlu dipelajari ibu dan bayi, serta perlu waktu
dan kesabaran. Pada minggu pertama banyak ibu mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan saat awal menyusui. Nyeri terjadi 15-20 detik pertama
saat bayi menarik puting ibu masuk ke dalam mulut bayi. Biasanya ringan
dan membaik dengan cepat. Nyeri pada puting atau payudara disebabkan
karena banyak hal tetapi penyebab tersering adalah karena posisi dan
pelekatan bayi pada payudara yang kurang tepat. Posisi dan pelekatan ini
merupakan hal yang mendasar dalam menentukan keberhasilan menyusui
selanjutnya. Tidak sedikit ibu memutuskan menghentikan menyusui
karena rasa nyeri atau tidak nyaman tersebut (IDAI, 2017). Masalah
menyusui yang sering terjadi diantaranya: bengkak payudara, kelainan
puting susu, puting nyeri dan lecet, puting datar atau terbenam, saluran
susu tersumbat, mastitis, dan abses pada payudara. Nyeri pada payudara
menyebabkan terjadinya bendungan asi (Nurul,2015).
2.2.2 Penyebab Nyeri Menyusui
Nyeri payudara tanpa luka biasanya sembuh dalam 10 hari setelah
lahir setelah ibu dan bayi belajar posisi dan pelekatan yang tepat dan juga
dilakukan perawatan payudara yang tepat.. Penyebab dari nyeri puting atau
payudara menurut IDAI (2017), antara lain:
a. Infeksi pada payudara seperti infeksi karena jamur ditandai dengan
puting berwarna merah, nyeri, gatal, terasa panas, nyeri dirasakan
selama atau setelah menyusui. Mulut bayi terdapat bercak putih.
Infeksi bakteri pada puting atau payudara: mastitis, abses
b. Masalah pada bayi: Mekanisme menghisap abnormal, Ankiloglosia
(tongue tie)
c. Sumbatan pada saluran laktiferus
d. Trauma pada puting/payudara karena penggunaan pompa payudara
e. Dermatosis pada payudara : kelainan pada kulit payudara atau pada
puting karena iritan kulit dan biasanya ada faktor alergi (atopi)
2.3 Kompres Daun Kubis
2.3.1 Pengertian
Kubis mempunyai nama ilmiah Brassica Oleracea var Capitata dengan
nama daerah kol, kobis, kobis telur, kobis krop. Kubis yaitu jenis sayuran
yang banyak dikonsumsi dengan berbagai olahan yang mempunyai banyak
kandungan penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Bagian yang digunakan
adalah daun (Halifah,2011).
2.3.2 Manfaat Daun Kubis
a. Kandungan zat aktifnya, sulforafan dan histidine dapat menghambat
pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon dan rektun, detoksikasi
senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan tembaga yang
berlebihan di dalam tubuh, serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan kanker.
b. Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan
kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf dan membangkitkan
semangat.
c. Kandungan senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan dan iberin
yang merangsang pembentukan glutation, suatu enzim yang bekerja
dengan cara menguraikan dan membuang zat-zat beracun yang beredar
di dalam tubuh.
d. Untuk pemakaian luar, daun kubis dapat digunakan untuk mengompres
bagian tubuh yang memar, membengkak atau nyeri sendi
e. Kubis baik untuk kesehatan tulang karena kubis mengandung beberapa
mineral penting bagi tubuh seperti magnesium, kalsium, dan potasium
yang sangat baik untuk kesehatan tulang sehingga tulang sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit seperti osteoporosis (Sartika, 2017)
2.3.3 Kandungan Daun Kubis
Daun kubis segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat,
kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin A, C, E, tiamin, riblovavin,
nicotinamide, kalsium dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung
senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan dan iberin yang
merangsang pembentukan glutation, suatu enzim yang bekerja dengan cara
menguraikan dan membuang zat-zat beracun yang beredar di dalam tubuh.
Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis dapat mencegah timbulnya
skorbut (scury). Adanya zat anthocyanin menyebabkan warna kubis dapat
berubah menjadi merah. Kandungan zat aktifnya, sulforafan dan histidine
dapat menghambat pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon dan
rektun, detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan
tembaga yang berlebihan di dalam tubuh, serta meningkatkan daya tahan
tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya
juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf
dan membangkitkan semangat. Daun kubis dingin mengandung bahan
obat yang dapat mengurangi pembengkakan payudara. Biasanya kompres
daun kubis menunjukkan khasiatnya dalam waktu yang cukup cepat yaitu
dalam beberapa jam. Untuk pemakaian luar, daun kubis dapat digunakan
untuk mengompres bagian tubuh yang memar, membengkak atau nyeri.
Kubis dapat digunakan untuk terapi pembengkakan (Halifah,2011).
2.4 Hubungan Kompres Daun Kubis Dingin dengan Penurunan Nyeri pada
Ibu dengan Mastitis
Daun kubis mengandung enzim sinigrin dan rapine yang telah terbukti
menjadi sumber anti-oksidan yang baik bagi tubuh. Selain itu, senyawa
belerang yang terdapat pada daun kubis juga berfungsi sebagai
desinfektan,anti-bakteri, dan anti-inflamasi yang kemudian mempengaruhi
skala nyeri dan juga pembengkakan pada payudara ibu menyusui. Penelitian
oleh Wong,et al (2017) melakukan perbandingan penggunaan kompres daun
kubis dengan dengan gel dingin untuk mengurangi nyeri pada ibu menyusui.
Hasil yang didapatkan yaitu penggunaan kompres daun kubis efektif dalam
menurunkan nyeri. Efek dari kompres kubis dingin ini juga tidak hanya pada
saat dilakukan intervensi tetapi juga setelah pasca intervensi.

BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Penyangga

Faktor yang mempengaruhiPenanganan Farmakologi

Mastitis Nyeri
Puting lecet
Penyangga payudara terlalu ketat
Ibu memiliki diet jelek, kurang istirahat dan anemia
Penanganan Non - Farmakologi

Kompres HangatKompres Kubis

Adanya
Dilatasi
kandungan
suhu yangsulfur
membantu
pada daun
pelebaran
kubis saluran
yang akan
ASImemvasolidasi
yang tersumbatcairan yang terbendung pada payu

Penurunan Skala Nyeri

3.2 Variabel Penelitian


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra, &
Haryanto,2000 dalam Nursalam, 2017). Variabel penelitian yang terdapat pada
penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
3.2.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam,2017). Variabel independen pada
penelitian ini adalah penggunaan kompres daun kubis dingin.
3.2.2 Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain. Variabel dependen adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam,2017). Variabel dependen pada penelitian ini adalah nyeri
menyusui dengan ibu pada mastitis.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian adalah unsur penjelasan semua variabel
secara operasional sehingga akhirnya dapat mempermudah peneliti dalam
mengartikan makna penelitian (Setiadi,2007).
Variabel Definisi Instrumen Skala Ukur
1 2 3 4
Penggunaan Penggunan kompres Menggunakan -
kompres daun kubis dingin di instrumen penelitian
daun kubis payudara ibu selama berupa lembar
dingin 20-30 menit. observasi wawancara
Kompres dilakukan yang terdiri dari
tiga kali dalam sehari beberapa pertanyaan
selama dua hari
berturut-turut
Nyeri Nyeri menyusui pada Menggunakan Ratio
menyusui ibu dengan mastitis instrumen penelitian
pada ibu adalah nyeri yang berupa Numeric Rating
dengan terjadi pada ibu ketika Scale dimana rentang

Variabel Definisi Instrumen Skala Ukur


1 2 3 4
mastitis menyusui karena ibu nyeri diukur dengan
mengalami mastitis angka 0-10
pada satu atau kedua
payudara

3.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penggunaan kompres daun
kubis dingin terhadap penurunan nyeri menyusui pada ibu dengan mastitis.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian komparatif. Penelitian
komparatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui dan atau
menguji perbedaan dan dilakukan untuk membandingkan suatu variabel
(objek penelitian), antara subjek yang berbeda atau waktu yang berbeda dan
menemukan hubungan sebab-akibatnya. (Sugiyono, 2017). Rancangan
penelitian ini adalah quasi - eksperimental menggunakan control group
dengan pre – post test design. Dalam desain penelitian ini, sampel pada
penelitian diobservasi tingkat intensitas nyeri selama kejadian mastitis
berlangsung, kemudian setelah diberi perlakuan sampel tersebut diobservasi
kembali. Kelompok sample akan diwawancara dan diobservasi terkait
intensitas nyeri yang dialami. Responden pada kelompok adalah ibu menyusui
yang mengalami keluhan mastitis. Metode dalam penelitian ini yaitu metode
kuantitatif karena data yang ditampilkan dalam hasil penelitian adalah berupa
angka-angka serta analisis dengan menggunakan statistik.
4.2 Kerangka Kerja
Populasi
Ibu menyusui yang mengalami mastitis

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampling
Non – probability sampling dengan teknik purposive sampling

Sample
Jumlah 30 orang; 15 kelompok kontrol dan 15 kelompok intervensi

Pre-test Pre-test
Kelompok kontrol Kelompok perlakuan
(Sebelum dilakukan perlakuan) (Sebelum dilakukan perlakuan)

Perlakuan : Pemberian terapi standar Perlakuan : Pemberian terapi kompres kubis dingin

Perlakuan : Pemberian terapi standar Perlakuan : Pemberian terapi kompres kubis


dingin

Post- test Post- test


Kelompok kontrol Kelompok kontrol
Setelah dilakukan perlakuan Setelah dilakukan perlakuan

Analisa Data
Uji statistik untuk melihat perbedaan metode pendekatan terapi standar dengan terapi
kompres kubis dingin berdasarkan Hasil Pre-test dan Post-test

Penyajian Hasil Penelitian


4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Polikilinik KIA
Puskesmas IV Denpasar Selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan sejak
Maret - Mei 2018. Pada sampel penelitian akan dilakukan pendekatan
terapi standar dan terapi kompres kubis dingin sebanyak 2 kali pertemuan
dalam sehari yaitu ketika sebelum dan sesudah intervensi dengan durasi
tiap pertemuan selama 20 - 30 menit.
4.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.4.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri dari objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2017). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang mengalami
keluhan mastitis di Poliklinik KIA Puskesmas IV Denpasar Selatan .
4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini yang menjadi
sampel adalah ibu menyusui yang mengalami keluhan mastitis di
Poliklinik KIA Puskesmas IV Denpasar Selatan yang sesuai dengan inklusi
yang diinginkan.
4.4.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Ibu postpartum menyusui yang mengalami mastitis tanpa infeksi
b. Ibu postpartum yang menyusui dengan pembengkakan payudara
c. Ibu postpartum yang menyusui dengan nyeri payudara
d. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
4.4.2.2 Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Ibu yang mengalami infeksi pada payudara
b. Terdapat luka di payudara, mengalami abses payudara, mastitis dengan
infeksi, luka di puting
c. Ibu yang mengalami alergi terhadap daun kubis
4.4.3 Teknik Sampling
Sampling merupakan teknik sampel agar memperoleh sampel yang benar-
benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. (Sugiyono, 2017)
Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling jenis
purposive sampling.
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah data
kuantitatif. Data kuantitatif merupakan jenis data yang dapat diukur atau
dihitung secara langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang
dinyatakan dalam bilangan atau berbentuk angka maupun dalam bentuk
statistik (Setiadi, 2012). Dalam hal ini data kuantitatif yang diperlukan
adalah hasil penilaian intensitas nyeri ibu menyusui yang mengalami
keluhan mastitis.
4.5.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan
data (Hidayat, 2011). Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan.wawancara dan observasi. Wawancara merupakan
proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka secara
fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, dan motivasi seseorang
terhadap suatu obyek (Sugiyono, 2017). Sedangkan, observasi merupakan
teknik pengumpulan data atau keterangan yang harus dijalankan dengan
melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan
diselidiki (Sugiyono, 2017).
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan dan pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Sugiyono, 2011).
Ada beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data
yaitu:
a. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke bagian akademik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

b. Setelah didapatkan surat izin penelitian dari akademik, peneliti


mengajukan surat ijin penelitian ke Badan Penanaman Modal dan
Perijinan Provinsi Bali. Surat balasan selanjutnya diserahkan kepada
Badan Kesbangpol Kota Denpasar.

c. Mengajukan surat rekomendasi dari Badan Kesbangpol Kota Denpasar


ke pihak Puskesmas IV Denpasar Selatan.

d. Setelah memperoleh ijin penelitian dari pihak Puskesmas IV Denpasar


Selatan, peneliti melakukan pendekatan pada pasien ibu mastitis di
ruang Poliklinik KIA Puskesmas IV Denpasar Selatan.

e. Sebelum peneliti mengawali pengambilan data, dilakukan teknik


sampling berupa purposive sampling terhadap calon responden sesuai
dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.

f. Selanjutnya, setelah mendapatkan responden yang telah dipilih yang


akan mengikuti penelitian, dilanjutkan dengan tahapan pengumpulan
data kepada responden dengan menjelaskan prosedur penelitian, tujuan,
manfaat serta hak-hak responden sebelum kuesioner diisi.

g. Selanjutnya peneliti memberikan informed consent penelitian,


kemudian jika calon responden bersedia menjadi responden, maka
calon responden diminta menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.

h. Setelah menandatangani lembar persetujuan menjadi responden,


kemudian responden akan diwawancara dan diobservasi intensitas nyeri
mastitis yang dirasakan.
i. Setelah selesai melakukan pengumpulan data, peneliti akan
memberitahukan terkait intervensi terapi kompres kubis dingin dengan
cara menjelaskan manfaat, tujuan, frekuensi pelaksanaan dan tindakan
apa saja yang perlu dilakukan.

j. Setelah selesai, peneliti selanjutnya menginformasikan kepada


responden untuk melaporkan dengan menyertakan bukti foto ketika
responden melakukan intervensi kompres kubis dingin secara mandiri.

k. Peneliti akan melakukan kunjungan ke responden saat sebelum


intervensi pertama dan setelah intervensi ketiga kompres kubis
dilakukan dalam sehari.

l. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara dan observasi kembali yang


hasilnya kemudian akan menjadi acuan dalam proses pengolahan dan
analisis data.

4.5.3 Instrumen Pengumpulan data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa
lembar observasi wawancara dan Numeric Rating Scale (NRS). Lembar
observasi wawancara dalam penelitian ini terdiri dari tiga pertanyaan
sebelum intervensi dan tiga pertanyaan sesudah intervensi. Item
pertanyaan yang ditanyakan berupa ada tidaknya nyeri, skala nyeri
menggunakan NRS, intervensi yang sudah dilakukan serta ada tidaknya
perubahan tingkat nyeri pasca dilakukan intervensi. Dalam lembar
observasi wawancara tersebut juga dicatat jawaban serta kesimpulan dan
hasil wawancara.
4.5.4 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Validitas instrumen merupakan tingkat keakuratan alat ukur untuk
mengukur suatu hal yang dalam penelitian ini menunjukkan tingkat
kevalidan suatu instrumen penelitian. Instrumen dikatakan valid apabila
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti dengan tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan data yang terkumpul tidak
menyimpang dan benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak
diukur. Sebuah instrumen dianggap valid jika instrumen itu benar-benar
dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur apa yang akan diukur dan
perlu diperhatikan dalam memilih alat ukur yang valid itu tidak
menyulitkan peneliti sendiri atau orang lain. Instrumen yang valid harus
memiliki validitas internal dan eksternal (Sugiyono, 2017).
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup diukur dan diamati berkali – kali dalam waktu yang
berlainan. Alat dan cara mengukur mempunyai peranan penting dalam
waktu yang bersamaan, perlu diperhatikan bahwa reliabel belum tentu
akurat. Dalam penelitian keperawatan walaupun sudah terdapat beberapa
pertanyaan atau kuisioner yang sudah distandarisasi secara nasional
maupun internasional, peneliti perlu menyeleksi instrumen yang dipilih
dengan mempertimbangkan keadaan sosial budaya dari lokasi penelitian
(Nursalam, 2017)
Namun, dalam penelitian ini tidak diperlukan uji validitas dan realibilitas.
Hal ini dikarenakan alat ukur yang digunakan (Numeric Rating Scale)
memiliki nilai angka yang mutlak dan hasil interpretasinya selalu konstan
(Sugiyono, 2017)
4.6 Etika Penelitian
Etika penelitian penting untuk dipertimbangkan karena pelaksanaan penelitian
ini berhubungan langsung dengan manusia, sehingga dari sisi etika penelitian
harus tetap diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan
penelitian. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan peneliti yang terlebih
dahulu mengunjungi responden untuk menanyakan persetujuan dan kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah mendapat persetujuan
barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dalam
melakukan penelitian yaitu:
1. Informed Consent
Merupakan bentuk persetujuan tertulis antara peneliti dengan responden,
dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) sebelum
dilaksanakannya penelitian. Tujuannya agar responden mengerti maksud
dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, ataupun jika
tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden tersebut.
2. Anonimity
Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode berupa inisial nama pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua
responden yang telah berpartisipasi akan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil
penelitian.
4.7 Pengolahan dan Analisis Data
4.7.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu upaya untuk memprediksi data dan
menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisis lebih lanjut dan
mendapatkan data siap untuk disajikan. Menurut Setiadi (2012). Teknik
yang akan digunakan yaitu ; Editing, Entry, Scoring dan coding, Tabulasi
data.
a. Editing Data
Editing adalah kegiatan yang dilakukan setelah peneliti selesai
menghimpun data pada tempat penelitian. Editing merupakan proses
pengecekan isian formulir atau kuisioner dengan kelengkapan jawaban
responden pada kuisioner, memperjelas apabila ditemukan kejanggalan
dan responden diminta untuk mengerjakan ulang (Setiadi, 2007).
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012), hasil dari pengambilan data
dari wawancara atau kuisioner akan dilakukan penyuntingan (editing).
Apabila terdapat jawaban-jawaban yang belum terpenuhi, jika
memungkinkan akan dilakukan pengambilan data ulang untuk
melengkapi jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan
dilakukan pengambilan data ulang, maka data tersebut tidak diolah
atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.
b. Coding
Apabila semua data sudah terkumpul dan selesai dilakukan
penyuntingan (editing), tahap berikutnya adalah melakukan
pengkodean data. Pengkodean data (coding) merupakan proses
mengklarifikasi data dengan cara memberikan kode tertentu.
Klarifikasi data dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan
data (Nursalam, 2011). Menurut Notoatmodjo (2012), proses
peng”kodean” atau “coding” dilakukan untuk mengubah data dari
bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c. Entry
Setelah dilakukan tahap pengkodean (coding) tahap berikutnya yaitu
tahap memasukan data atau entry. Data dari masing-masing responden
dalam bentuk kode (angka atau huruf) akan dimasukkan dalam
program/ software komputer (Notoatmodjo, 2012). Menurut Sugiyono
(2011) data yang telah tervalidasi dimasukkan kedalam komputer
kemudian diolah dengan sistem komputerisasi dan disimpan untuk
memudahkan dalam pengambilan data apabila diperlukan.
d. Tabulasi
Data yang telah di masukan kedalam komputer akan dilakukan
pengecekan ulang guna melihat kesalahan-kesalahan yang
menghubungkan jawaban satu dengan yang lain untuk mengetahui
konsistensi jawaban dan disajikan dalam bentu tabel distribusi
(Riwidikdo, 2009). Menurut Gunawan (2017) tabulasi merupakan
tahap memasukkan data ke dalam tabel, dan mengatur angka-angka.
Hal ini dilakukan agar mempermudah untuk membaca data yang telah
diberikan kode dan skor.
4.7.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
bivariate. Analisis bivariat adalah jenis analisa data yang dilakukan untuk
menguji hubungan variable independen dengan variable dependen
(Sugiyono, 2011). Penelitian ini menggunakan analisis data berupa uji t –
test tidak berpasangan. Uji t sampel tidak berpasangan digunakan pada
saat analisis dilakukan terhadap 2 sampel dengan subjek yang berbeda dan
mengalami perlakuan yang berbeda, gunanya untuk mengetahui apakah
ada perbedaan secara signifikan kelompok A dengan kelompok B
(Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini, uji t – test tidak berpasangan
digunakan untuk mengetahui efektivitas perbedaan antara kelompok
kontrol yang menggunakan terapi standar dengan kelompok intervensi
yang menggunakan tambahan terapi kompres kubis dingin dalam
penurunan skala intensitas nyeri ibu mastitis.

Anda mungkin juga menyukai