Materi Deiksis Klp6
Materi Deiksis Klp6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
diucapkan (Purwo,1984).Dengan kata lain,deiksis adalah kata atau satuan
unit linguistik yang rujukan atau maknanya tergantung kepada konteks
(sosial atau linguistik).Berarti deiksis dibatasi sebagai unit linguistik
(bunyi, kata, frase, klausa) dengan rujukan atau maknanya ditentukan oleh
konteks baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks sosial.
Deiksis merupakan gejala semantis yang terdapat pada kata atau
konstruksi kalimat yang maknanya hanya dapat ditafsirkan acuannya
dengan mempertimbangkan situasi pembicara.Fillmore(dalam Purwo,
1984) merupakan salah seorang diantara beberapa ahli bahasa yang
mencoba menyusun sebuah teori tentang deiksis dengan mempergunakan
hasil penelitian tentang deiksis dalam berbagai bahasa.
Deiksis Penelitian pragmatik diarahkan pada pengaruh pragmatik
terhadap struktur kalimat atau sebaliknya, dibidang pragmatik, kadang-
kadang kaidah sintaksis juga masih harus diperhatikan.Dengan demikian
nyatalah bahwa pragmatik merupakan kajian yang mengarah pada
pemakaian bahasa, baik secara semantik maupun secara kontekstual dan
keduanya sejalan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.Begitu kompleksnya
masalah kajian deiksis tersebut, maka perlu dilakukan penelitian secara
lebih mendalam terhadap masalah deiksis agar dapat mengetahui seluk
beluk deiksis dalam konteks wacana tulis bahasa Jerman serta
memperhatikan mekanisme apa yang terkandung dala deiksis tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Deiksis?
2. Jelaskan Jenis- jenis Deiksis?
3. Apa saja Bentuk dari Deiksis?
4. Bagaiamana Pembalikan Deiksis?
5. Bagaimana Penjenisan lain dari Deiksis?
6. Jelaskan hubungan Deiksis dan Tata Bahasa?
2
C. Tujuan Pembahasan
1. Mampu memahami makna yang terkandung dalam deiksis.
2. Mampu memahami jenis-jenis dari deiksis.
3. Mampu memahami Bentuk dari Deiksis.
4. Mampu memahami Pembalikan Deiksis.
5. Mampu memahami Penjenisan lain dari Deiksis.
6. Mampu memahami hubungan Deiksis dan Tata Bahasa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DEIKSIS
Salah satu dari sejumlah definisi yang diajukan oleh Levinson (1983)
mengenai pragmatik adalah: Pragmatics is the study of deixis (at least in part),
implicature, presupposition, speech act and aspect of discourse structure.
Artinya, pragmatik adalah kajian mengenai deiksis (setidaknya sebagian dari
deiksis), implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana.
Sementara Yule (2014: 3), mengungkapkan bahwa pragmatik tidak hanya
mengkaji makna tuturan tetapi juga maksud dari penuturnya. Dari definisi tersebut
dapat diketahui bahwa seorang lawan tutur akan lebih mudah memahami makna
tuturan yang diajukan kepadanya karena adanya konteks pertuturan. Pemahaman
konteks dan penafsiran makna tuturan akan dibantu dengan pemahaman mengenai
deiksis. (Nadar, 2000: 54).
Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal
penunjukkan secara langsung. Saragih (2006) mengatakan bahwa deiksis adalah
sebagai unit linguistik (bunyi, kata, frase, klausa) dengan rujukan atau maknanya
ditentukan oleh konteks dengan rujukan ke pemakai bahasa. Menurut Yule
(1996:9) mengatakan deixis is a technical term (from Greek) for one or the most
basic things we do with utterances. Kaswanti Purwo (1984:1) mengatakan bahwa
sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-
ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan lawan bicara,
tergantung pada saat dituturkan kata itu.
Suyono 1990 (dalam Andriani 2005) mengatakan bahwa sebuah kata
dikatakan bersifat deiksis apabila acuannya atau rujukannya berpindah-pindah
atau berganti-ganti tergantung kepada siapa yang menjadi pembicara dan
tergantung kepada saat atau tempat dituturkannya kata itu. Selanjutnya Alwi
(1993) menjelaskan deiksis adalah gejala semantic yang hanya dapat ditafsirkan
acuannya atau rujukannya dengan memperhitungkan situasi pembicara.
4
Selanjutnya Bühler (dalam Tetjana, 2006) mengatakan deixis ist als Referenz auf
die Sprechsituation. Artinya deiksis adalah sebagai rujukan dari situasi berbicara.
B. JENIS-JENIS DEIKSIS
5
1. Deiksis Personal (Persondeixis)
Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21) bahwa deiksis
persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu.
Deiksis orang memakai istilah kata ganti diri; dinamakan demikian karena
fungsinya yang menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia hanya mengenal
pembagian kata ganti persona menjadi tiga. Diantara ketiga kata ganti persona itu
hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti
persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang).
Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada
peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran.
Deiksis personal merujuk atau menunjuk orang atau dengan kata lain
deiksis personal adalah kata atau kelompok kata yang merujuk kepada pronominal
sebagai peran atau peserta dalam peristiwa berbahasa. Dalam bahasa Jerman,
sistem gramatikalisasi deiksis lainnya adalah peran partisipan: pembaca,
pendengar, dan lainnya. Yang digramatikalisasi dengan pronomina atau kata ganti
seperti ich ’saya’, du ’kamu’, er ’dia laki-laki’, sie ’dia perempuan’, sie ’mereka’,
es ’kata ganti benda’, wir ’kami/kita’, Sie ’anda’, dan ihr ’kalian’. Ada tiga
kategori peran yang biasa terlibat dalam peristiwa bahasa yaitu:
Contoh:
6
2. Kategori persona kedua
Contoh:
a. Sind Sie Frau Bayer? ‘Apakah anda nyonya/ nona Bayer?’
b. Du bist schön. ‘ Kamu cantik. ‘
Contoh:
a. Sie möchte ein Buch kaufen. ‘ dia (perempuan) ingin membeli sebuah buku.’
b. Er hat eine neue Tasche. ‘ dia (laki-laki) memiliki sebuah tas baru.’.
Deiksis ruang atau tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang
dari lokasi pembicara dalam peristiwa bahasa. Cahyono (1995) mengatakan
bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam
peristiwa bahasa. Pembicara menempati titik referensi, sesuatu yang dekat
dengannya dideskripsikan dengan hier ’di sini’, dan sesuatu yang jauh dari
pembicara dideskripsikan dengan da ’di situ’, dort ’di sana’. Disamping
pembagian lokalisasi, penggunaannya harus dikalkulasi oleh partisipan pada
konteks yang tepat tergantung pada konteks pembicara/penulis. Deiksis yang
7
terkait dengan kata kerja yang menunjuk suatu tempat seperti: kommen ’datang’,
gehen ’pergi’ bringen ’membawa’ dan sebagainya.
Contoh:
Deiksis waktu adalah pemberian bentuk terhadap titi atau jarak waktu
dipandang dari waktu suatu ungkapan dalam peristiwa bahasa. Deiksis waktu,
tuturan-tuturan mengacu pada si pembicara, apakah pada saat ia berbicara,
sebelum atau sesudah tuturan tersebut contoh: gestern ‘kemarin’, morgen ‘besok’,
jetzt ‘sekarang’, heute ‘hari ini’, nächste Woche ‘minggu depan’, letzte Woche
‘minggu lalu’. Menurut Lavinson 2006 (dalam Abd. Wahab 2007). Deiksis waktu
dapat berwujud dalam bentuk leksikal ataupun melalui penggramatikalisasi. Sama
seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman juga menyatakan waktu kejadian melalui
pembentukan tensis.
Contoh:
2. Gestern gibt es einen Unfall auf der Strasse. ’ kemarin di jalan raya
terjadi kecelakaan.’
8
walaupun demikian...., meskipun..., dan lain-lain. Beberapa aspek yang mencakup
atau berkaitan dengan deiksis tekstual seperti: uraiannya ditampilkan berikut ini,
seperti disebutkan di atas..., seperti dikatakan tadi..., seperti diuraikan di depan...,
terdahulu..., uraiannya ditampilkan berikut ini..., dan lain sebagainya.
Contoh anafora:
Film November 1828 bisa dibuat terutama berkat kerjasama dua orang,
Nyohansiang dan Teguh Karya. Yang pertama memiliki model dan ingin
membuat film lain dari yang lain, sedangkan yang satunya sutradara yang selalu
tampil dengan film-film terkenal.
Contoh Katafora:
9
dengan status sosial yang disandang seseorang, yang pertama kita bisa melihat
penggunaan persona pertama, kedua dan ketiga, disamping sapaan seperti
‘Bapak”, “Ibu”, “Tuan”, “Nyonya”, dan sebagainya. Yang kedua adalah dilihat
dari peranana seseorang dalam masyarakat seperti: ‘ Bapak RT”, “Pak Presiden”,
“Dokter Amin”, “Ketua Fraksi”, dan sebagainya. Contoh: 1. Sind Sie Frau Rita? ‘
apakah anda nyonya Rita? 2. Der President will eine Schüle eröffnen ‘ Bapak
Presiden akan meresmikan sebuah sekolah’.
C. BENTUK DEIKSIS
1. Deiksis Morfem, yakni deiksis yang tidak berbentuk kata sebagai morfem
bebas, melainkan berbentuk morfem terikat, seperti awalan atau akhiran.
Misalnya, ku- (diikuti verba), -ku, -mu,-nya (seperti dalam miliku,
memandangmu, di depannya).
2. Deiksis kata, yakni deiksis yang hanya terdiri dari satu kata, seperti : ini, sana,
aku, begitu,ia, sekarang, kelak, Tuan, hamba.
3. Deiksis frase, yakni deiksis yang terdiri dari dua kata atau lebih, misalnya : di
sini, esok pagi, tuan hamba, paduka tuan, pada waktu itu, di kelak kemudian
hari.
1. Deiksis Luar-tuturan
Deiksis ini mencakupi empat deiksis yang sudah disebut di atas, yakni
deiksis persona, penunjuk, tempat, dan waktu. Yang dimaksud dengan deiksis
luar-tuturan adalah deiksis yang acuannya di luar teks verbal, di luar apa yang
diujarkan atau dituturkan, berada pada konteks situasi. Teks adalah sepotong atau
10
sepenggal bahasa lisan atau tertulis ( Richards dkk,..1985 ). Teks dapat dilihat dari
segi strukturnya ( misalnya, berupa kalimat atau cakapan ) dan atau fungsinya
(misalnya untuk memperingatkan, menyuruh, bertanya, dsb. ) suatu pemahaman
tuntas terhadap sebuah teks sering tidak dimungkinkan tanpa melihat konteks
tempat terjadinya teks itu. sebuah teks dapat terdiri dari dari satu kata misalnya, “
masuk “ dan “ keluar “ pada pelataran parker; “BERBAHAYA “ sebagai
peringatan yang tertempel pada gardu listrik, atau teriakan “ Api!” ketika
kebakaran; atau dapat sangat panjang.
Contoh anaphora :
Kita lihat bahwa deiksis- nya yang ada dalam ujaran ( tuturan ) mengacu
kepada dia ( pak Karta ) yang juga berada di dalam ujaran atau teks yang sama.
Deiksis waktu, lusa, juga mengacu kepada Rabu, yang ada dalam teks ujaran.
Deiksis ini acuannya berada dalam teks atau tuturan. Menurut Nababan
mengenai deiksis wacana, yaitu yang mencakupi anaphora dan katafora. Berbeda
dengan Nababan, Kaswanti Purwo mengatakan bahwa deiksis dalam tuturan
dibagi dua yaitu anaphora dan katafora. Jadi, deiksis dalam tuturan serupa dengan
deiksis wacana. Deiksis anaphora mengacu kepada sesuatu yang disebut; didalam
teks tertulis deiksis ini tampak mengacu kesebelah kiri atau kebagian atas.
Sebaliknya, deiksis katafora mengacu ke acuan ke sebelah kanan atau di
bawahnya.
11
Contoh :
Deiksis begitu dan begini tidak mengacu kepada satu kata yang mewakili
benda atau peristiwa, melainkan kepada “seluruh ujaran” sebelum atau
sesudahnya. Deiksis ini bukan deiksis persona, tempat, waktu, karena itu perlu
dicarikan istilah sendiri : deiksis petunjuk.
Pada contoh (3) kita berhadapan dengan apa yang di dalam gramatika
disebut aposisi, yaitu dua unsur kalimat (biasanya nomina) yang sederajat dan
mempunyai acuan yang sama atau setidak-tidaknya , salah satu unsur mancakupi
acuan unsur yang lain. Dalam contoh di atas saya dan Paijo kedudukannya dalam
kalimat tersebut sederajat dan mengacu kepada orang yang sama, dalam hal ini
adalah penutur. Dalam hal ini kita dapat mengatakan hal seperti ini: saya Paijo,
tetapi Paijo belum tentu saya, karena masih banyak Paijo-paijo yang lainnya.
Padanannya : mawar itu pasti bunga tetapi bunga belum tentu mawar.
D. PEMBALIKAN DEIKSIS
Saat ini kita ketahui bahwa deiksis itu bersifat egosentris, berpusat kepada
“saya” yaitu penutur. Semua pengacuan atau penunjukan bertitik labuh kepada
penutur. Deiksis penunjuk ini mengacu kepada sesuatu yang dekat dengan
penutur, itu untuk sesuatu yang jauh dari penutur; sekarang mengacu kepada
waktu ketika penutur berbicara; sini mengacu kepada tempat yang dekat dengan
penutur ketika berbicara.
12
pada percakapan lewat telepon dan dalam surat (khususnya surat pribadi).
Perhatikan percakapan telepon berikut:
Ade : “Baik juga. Cuma hujan terus. Di sini hujan juga ya?”
Dalam wacana telepon di atas kata di sini yang diujarkan Ani mengacu
kepada tempat Ade, petutur atau pendengar, dan bukan tempat Ani, penutur.
Sebaliknya, di sini yang diujarkan Ade mengacu kepada tempat Ani, yang bukan
penutur, melainkan petutur atau pendengar. Jadi, titik labuh itu dibalik dari
penutur ke petutur.
Ade,
Surat Ade udah Ani terima. Trims. Gimana kabarmu di sini? Udah ujan? Kalo
udah, anget dong; nggak kepanesan. Ade nanya pacar Ani? Wah, Ani udah di–
PHK lama sekali.
Surat kedua karib ini memakai ragam santai dan akrab. Dalam surat tadi,
“di sini“mengacu kepada tempat penerima surat, pembaca yang sepadan dengan
petutur, bukan kepada penulis,yang sepadan dengan penutur.
13
B : “ Apa katamu? “Saya tak bisa?”Saya tak bisa? Harus bisa!”
Kita lihat deiksis saya pada (A) mengacu kepada dirinya sendiri. Juga pada
bagian ujaran yang berbunyi, “Saya tak bisa.” Namun, pada (B), ujaran si (A) tadi
diulang atau “dikutip” oleh (B) (dan di dalam tulisan pun ujarantersebut diberi
tanda kutip ‘----‘), sehingga deiksis saya yang diujarkan oleh (B) (penutur)
sebenarnya mengacu kepada (A) yang pada saat ujaran itu dikutip, bertindak
sebagai pendengar, bukan penutur. Jadi, ujaran (B) itu berbalik kepada. (A) dalam
wujud pengguna “kutipan” bagian ujaran yang utuh dan asli, dan deiksis persona
ke-1 (saya) dipakai untuk “pengganti” persona ke-2 (kamu, kau).
Deiksis sejati adalah kata atau frase yang maknanya dapat diterangkan
seluruhnya dengan konsep deiksis tanpa mengaitkannya, misalnya dengan kondisi
social. Deiksis sejati termasuk ke dalam kata-kata yang tergolong deiksis persona,
waktu, penunjuk, dan tempat: saya, dia, di sini, itu, sekarang, dsb. Kata-kata
tersebutlah yang selalu dipakai sebagai kata pengacu.
Deiksis tak sejati adalah kata atau frase yang maknanya hanya sebagian
berupa deiksis dan sebagian fungsinya adalah nondeiksis. Dapat pula dikatakan,
deiksis ini di samping mempunyai fungsi sebagai deiksis (sebagai pengacu acuan
yang berubah-ubah) juga sebagai nondeiksis (mempunyai makna lain yang tidak
bersifat mengacu).
14
acungan jari telunjuk, lambaian tangan, anggukan kepala, dalam peristiwa
berbahasa melalui pendengaran, penglihatan, dan rabaan.
Misalnya,
a) “Bukan dia guru saya, tetapi dia. Dia adalah Bapak saya.”
6. “ Kau boleh pergi, tetapi kau harus tinggal di sini.”
Dalam kalimat (a) kita akan tahu siapa yang dimaksud dengan dia jika kita
melihat langsung siapa yang ditunjuk oleh penutur. Demikian juga kau dalam
kalimat (b).
15
untuk dieksis simbolik pun dapat dipakai untuk contoh deiksis luar-tuturan karena
yang diacu oleh kota ini dan tahun ini sebenarnya tidak ada di dalam teks
melainkan di luarnya. Kita memang bisa mengetahui apa yang diacu kota ini kalau
kita berada di kota ketika ujaran itu terucapkan; dan tahun ini jelas mengacu
kepada tahun ketika ujaran itu terucapkan.
Pembelajaran bahasa tentu tidak akan terlepas dari tata bahasa, yang
merupakan patokan serta aturan dalam bahasa. Tata bahasa sangat penting dan
harus dikuasai oleh seorang penutur untuk bisa berkomunikasi dengan baik agar
maksud yang tuturannya tersampaikan dan dapat dipahami oleh mitra tutur. Pada
dasarnya tujuan komunikasi adalah untuk mendapatkan pemahaman bersama
mengenai suatu hal.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, deiksis adalah kata,
frasa, atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah tergantung siapa yang
menjadi pembicara dan waktu, dan tempat dituturkannya satuan bahasa tersebut.
Pada tatanan bahasa Inggris, terutama, perbedaan pokok mengenai deiksis orang,
waktu, dan tempat dapat dilihat pada struktur bahasa, misalnya dalam penggunaan
kalimat langsung dan tidak langsung.
16
(Apakah Anda berencana untuk berada di sini mala mini?)
Jika kalimat tersebut dirubah menjadi kalimat tidak langsung, maka akan menjadi:
Pada kalimat a) kata you digunakan penutur untuk menunjuk pada mitra
tuturnya. Namun jika penutur menyampaikan ujarannya dalam bentuk kalimat
tidak langsung seperti b) maka kata ganti untuk mitra tuturnya akan berganti
menjadi her. Walaupun kata you dan her menunjuk pada orang yang sama, namun
berubahnya bentuk kalimat akan memberikan kesan berbeda. Bentuk deiksis
proksimal (dekat) pada contoh a) menyampaikan makna dari keberadaan konteks
yang sama seperti tuturan itu. Sedangkan bentuk deiksis distal (jauh) pada kalimat
tidak langsung menjadikan kalimat asli tampak lebih jauh. Hal ini berlaku pula
pada kata here – there dan this – that.
a) There is a man on Mars. (Present tense – sedang terjadi, fakta, atau kebiasaan)
b) There was a man on Mars. (Past tense – sudah terjadi)
Kalimat a) akan berarti benar jika memang ada seseorang di Mars pada saat
ujaran tersebut diucapkan, dan kalimat b) akan berarti benar jika peristiwa terjadi
beberapa saat sebelum ujaran tersebut diucapkan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Deiksis Personal
2. Deiksis Tempat
3. Deiksis Waktu
4. Deiksis Tekstual
5. Deiksis Social.
a. Deiksis Morfem
b. Deiksis kata
c. Deiksis frase
18
berbicara. Namun, ada kenyataan bahwa pengacuan atau penunjukan tersebut
tidak bertitik labuh pada penutur, tidak bersifat egosentris. Kaswanti Purwo
mengatakan hal itu sebagai pembalikan deiksis. Pembalikan seperti ini dapat
terjadi pada deiksis luar-tuturan atau dalam tuturan. Pembalikan deiksis luar-
tuturan tampak pada percakapan lewat telepon dan dalam surat (khususnya surat
pribadi).
B. Saran
Akhirnya selesai ulasan penulis dalam membahas tentang
“Deiksis”. Penulis hanya bisa menyarankan agar para pembaca dapat
memahami makna dari kata Deiksis itu sendiri dikarenakan tidak menentu
selalu berpindah-pindah tergantung kepada siapa dituturkan kata itu dan
sesuai situasi saat itu. Agar nantinya jika kita bertutur harus sesuai dengan
kondisi yang ada.
19