Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS (Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrom) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981
pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam
tahun kemudian (1989), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam
anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih
dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat
satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan
Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS
pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di
Amerika dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13
tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah
ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di
Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS.
Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak
tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta
orang, lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya
karena AIDS. Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena
AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun
pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang atau
berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang
pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak
dibawah 15 tahun(WHO 1999).
dapat

1
B. Tujuan
1. Umum
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui HIV/AIDS pada anak dan
remaja.
2. Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS
b. Menjelaskan etiologi HIV/AIDS
c. Mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
d. Mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS
e. Mengetahui komplikasi HIV/AIDS
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
g. Mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
h. Mengetahui penularan HIV/AIDS pada anak dan remaja

C. Batasan Karakteristik
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : TINJAUAN TEORI
BAB III : KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS
PADA ANAK DAN REMAJA
BAB IV : PENUTUP

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian HIV/AIDS
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau
kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. AIDS adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh
HIV (Anwar Hafis, 2014).

2
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala
penyakit infeksi tertentu atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat
menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) oleh virus yang disebut dengan
HIV. Sedang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan
AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan
T4 atau sel T penolong. (T helper), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam
kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus, juga dapat dikatakan
mempunyai kemampuan mengopi cetak materi genetika sendiri didalam
materi genetik sel-sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat
mematikan sel-sel T4 (DEPKES: 1997).
Jadi, dapat disimpulkan HIV/AIDS adalah suatu penyakit yang
menyerang kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus HIV atau
Human Immunodeficiency Virus.

B. Etiologi HIV/AIDS
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-
III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik
dari famili lentivirus. Retrivirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA)
menjadi asam deoksirilbonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.
HIV -1 dan HIV -2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia (Anwar Hafis,2014).
Genom HIV mengkode sembilan protein yang esensial untuk setiap
aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki
perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus,
tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain,
Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama
kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (Warga
Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya
kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Anwar Hafis,2014).

3
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi
menjadi 4 stadium :
1. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan
serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi
positif. Waktu masuknya HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-
3 bulan atau bisa sampai 6 bulan (window period)
2. Stadium Asimptomatis (tanpa gejala)
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan
gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
(persistent generalized lymphadenophaty) dan berlangsung kurang lebih 1
bulan
4. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV, keadaan ini disertai bermacam -
macam penyakit infeksi sekunder

C. Patofisiologis HIV/AIDS
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV, masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50%
orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

4
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel
CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan
dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan tubuh (misalnya limfosit
B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh
dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat
memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa
bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%,
selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. setelah
sekitar 6 bulan, jumlah partikal virus di dalam darah mencapai kadar yang
stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit pada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang
tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika keduanya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B
(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan Produksi
antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan
HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak
membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada
saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan

5
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6
bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode
jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang
selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya
terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten). Beberapa tahun
kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan
sindrom atau kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai
menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang
lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif (Anwar Hafis, 2014).

D. Manifestasi Klinis HIV/AIDS


Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderitaan AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan.
2. Batuk-batuk.
3. Sariawan dan nyeri menelan.
4. Badan menjadi kurus sekali.
5. Diare.
6. Sesak napas.
7. Pembesaran kelenjar getah bening.
8. Kesadaran menurun.
9. Penurunan ketajaman penglihatan
10. Bercak ungu kehitaman di kulit (Anwar Hafis,2014).
Gejala Mayor :
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
2. Diare kronis lebih dan 1 bulan berulang maupun terus menerus.
3. Penurunan berat badan lebih dan 10% dalam 3 bulan (2 dan 3 gejala
utama).
Gejala Minor :
1. Batuk kronis selama 1 bulan.
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican.
3. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap.
4. Munculnya herpes zosters berulang.
5. Bercak-bercak dan gatal-gatal diseluruh tubuh (DEPKES, 1997).

6
E. Komplikasi HIV/AIDS
Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS (Anwar Hafis,2014) antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP).
2. Tuberculosis(TBC).
3. Esofagitis.
4. Diare.
5. Toksoplasmositis.
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif.
7. Sarcoma Kaposi.
8. Kanker getah bening.

9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV) (Anwar Hafis,2014).

F. Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS


Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS (Anwar Hafis,2014) adalah :

1. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait


dengan AIDS.

2. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.

3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker


terkait : perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.

4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV,


dan pemeriksaan rontgen (Anwar Hafis,2014).

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan


jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,
serologi sitomegalovirus, serologi PMS,hepatitis.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.Bila >500


maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500
maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia

7
pneumocystis carinii. pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah
CD4 (Anwar Hafis,2014).

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal


pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan (Anwar Hafis,
2014). Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop
fluoresensis atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus
CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8 (Anwar Hafis, 2014).

G. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi
HIV maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim
pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi
virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-
obatan ini adalah: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant
CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi hidup sehat.
7. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan
yang sehat, hindari stess, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien

8
bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan
kemungkinan isolasi dari masyarakat.

H. Penularan HIV/AID pada Anak dan Remaja


Cara penularan AIDS antara lain sebagai berikut (Anwar Hafis,2014) :
1. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
2. Melalui darah,yaitu :
a. Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%.
b. Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,003%
c. Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%
d. Transmisi dari ibu ke anak :
 Selama kehamilan
 Saat persalinan,risiko penularan 50%
 Melalui air susu ibu (ASI) 14% (Anwar Hafis,2014).
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu :
 Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
 Pemakaian obat oleh ibunya
 Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
 Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi (DEPKES, 1997).
Salah satu faktor risko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus)
adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan,
persalinan maupun selama menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari
ibu ke anak sudah mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV-AIDS yang
dilaporkan di Indonesia. Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada
penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi atau anak, dan tindakan
obstetrik.
1. Faktor Ibu
 Jumlah virus (viral load) Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat
menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu
ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV
dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika
kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika
kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.

9
 Jumlah sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko
penularan HIV semakin besar.
 Status gizi selama hamil berat badan rendah serta kekurangan vitamin
dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita
penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko
penularan HIV ke bayi.
 Penyakit infeksi selama hamil penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi
menular seksual, infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria, dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan
HIV ke bayi.
 Gangguan pada payudara, gangguan pada payudara ibu dan penyakit
lain, seperti mastitis, abses, dan luka di putting payudara dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
2. Faktor Bayi
 Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir Bayi lahir prematur
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV
karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
 Periode pemberian ASI semakin lama ibu menyusui, risiko penularan
HIV ke bayi akan semakin besar.
 Adanya luka di mulut bayi, bayi dengan luka di mulutnya lebih
berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu
ke anak selama persalinan adalah :
 Jenis persalinan, risiko penularan persalinan pervaginam lebih besar
daripada persalinan melalui bedah sesar (sectio caesaria).
 Lama persalinan, semakin lama proses persalinan berlangsung risiko
penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama
terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.

10
 Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan
risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban
pecah kurang dari 4 jam.
 Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan
risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.

Penyebaran HIV pada usia muda makin memprihatinkan. Fakta ini


menunjukkan bahwa penderita AIDS paling banyak menyerang para remaja
yang masih berusia produktif. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari
13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir usia remaja bermula dari usia 16 tahun
sampai 18 tahun. Artinya, pada usia-usia tersebut, remaja sangat rentan
terkena pengaruh-pengaruh dari luar, seperti penyalahnarkoba, salah memilih
teman dalam pergaulan yang berujung pada pergaulan bebas. Masih banyak
remaja zaman sekarang yang belum mengetahui bahaya-bahaya yang
ditimbulkan akibat melakukan seks diluar nikah atau melakukan seks secara
tidak sehat. HIV/AIDS dapat menular kepada siapa saja. Maka dari itu,
banyak orang yang salah persepsi atau menganggap bahwa seseorang yang
terkena penyakit HIV/AIDS sangat berbahaya. Bahkan mereka tidak segan-
segan untuk mencaci maki, mengolok-olok, menghina bahkan mengusir
penderita HIV/AIDS dari tempat tinggalnya. Dampak HIV pada Anak dan
Remaja
1. Menurunnya fungsi kekebalan tubuh manusia.
2. Mudah terkena tumor.
3. Pemberlakuan hukum sosial bagi penderita HIV/AIDS, seperti tindakan
penghindaran, pengasingan, penolakan, dan diskriminasi.
4. Banyak penderita HIV/AIDS pada usia produktif yang meninggal pada
usia muda.
5. Kehilangan teman.

Diagnosis dini Infeksi pada Anak dan Remaja :


1. Memungkinkan ditentukan secara dini mereka yang terinfeksi HIV,
sebagai langkah pertama dalam menyediakan pengobatan dan perawatan
untuk mereka.

11
2. Memungkinkan ditentukan mereka yang terpajan HIV tetapi tidak
terinfeksi, untuk memudahkan tindak lanjut dengan perawatan dan
langkah pencegahan untuk membantu memastikan mereka tetap tidak
tertular.
3. Membantu penggunaan sumber daya esensial secara efektif dengan
mengutamakan ketersediaan ART pada anak yang membutuhkannya.

4. Memperbaiki kesejahteraan psiko-sosial keluarga dan anak, mengurangi


kemungkinan timbulnya stigma, diskriminasi dan kesukaran psikologis
untuk anak yang tidak terinfeksi HIV dan meningkatan kemungkinan
mereka diasuh sebagai anak yatim-piatu.
5. Memudahkan perencanaan kehidupan untuk orang tua dan anak yang
terinfeksi HIV.

BAB III

12
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIV AIDS PADA
ANAK DAN REMAJA

A. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa
perinatal sekitar usia 9 –17 tahun.
Keluhan utama dapat berupa :
 Demam dan diare yang berkepanjangan
 Tachipnae
 Batuk
 Sesak nafas
 Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
 Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
 Diare lebih dan satu bulan
 Demam lebih dan satu bulan
 Mulut dan faring dijumpai bercak putih
 Limfadenopati yang menyeluruh
 Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis)
 Batuk yang menetap (> 1 bulan)
 Dermatitis yang menyeluruh
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah (Dari orang yang
terinfeksi HIV/AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual, kemudian pada
riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
 Adanya orang tua yang terinfeksi HIV/AIDS atau penyalahgunaan obat
 Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV (50 % tertular)
 Adanya penularan terjadi pada minggu ke-9 hingga minggu ke-20 dari
kehamilan
 Adanya penularan pada proses melahirkan
 Terjadinya kontak darah dan bayi
 Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI

13
 Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife)
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
 Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
 Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang
berulang
 Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang
tidak steril
 Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :
 Gagal tumbuh
 Berat badan menurun
 Anemia
 Panas berulang
 Limpadenopati
 Hepatosplenomegali
 Adanya infeksi opportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit,
jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi imun pada immunitas selular
seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus,
adanya keradangan paru, encelofati dll
 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
 Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina
 Retinitis sitomegalovirus
 Khoroiditis toksoplasma
 Perivaskulitis pada retina
 Infeksi pada tepi kelopak mata
 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak atau eksudat kekuningan,
tunggal atau multiple
2. Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis ganggrenosa

14
 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi biru dan sering pada platum (Bates Barbara,
1998)
3. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri
 Kehilangan pendengaran
4. Sistem Pernafasan
 Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
 Sesak nafas
 Tachipnea
 Hipoksia
 Nyeri dada
 Nafas pendek waktu istirahat
 Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Nyeri pada saat menelan
 Kesulitan menelan
 Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
 Faringitis
 Kandidiasis esofagus
 Kandidiasis mulut
 Selaput lendir kering
 Hepatomegali
 Mual dan muntah
 Kolitis akibat dan diare kronis
 Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi cepat, tekanan darah meningkat
 Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopati karena
HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
 Adanya varicela (lesi yang sangat luas vesikel yang besar)
 Haemorargie
 Herpes zoster
 Nyeri panas serta malaise
 Aczematoid gingrenosum
 Skabies

15
8. Pemeriksaan Sistem Perkemihan
 Didapatkan air seni yang berkurang
 Anuria
 Proteinuria
 Adanya pembesaran kelenjar parotis
 Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
 Adanya sakit kepala
 Somnolen
 Sukar berkonsentrasi
 Perubahan perilaku
 Nyeri otot
 Kejang-kejang
 Encelopati
 Gangguan psikomotor
 Penurunan kesadaran
 Delirium
 Meningitis
 Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
 Nyeri persendian
 Letih, gangguan gerak
 Nyeri otot (Bates Barbara, 1998)
 Pemeriksaan Laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan
adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun
bila T4 dibawah 200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer, tes anti
body anti-HIV (tes Ellisa) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau
dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes Ellisa, Lateks,
Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan
orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan
dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24
(dengan polymerase chain reaction-PCR). Kulit dideteksi dengan tes
antibody (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan
HIV/AIDS antara lain :
1. Resiko infeksi

16
2. Kurang nutrisi
3. Kurangnya volume cairan
4. Gangguan intregitas kulit
5. Perubahan atau gangguan membran mukosa
6. Ketidakefektifan koping keluarga
7. Kurangnya pengetahuan keluarga
C. Perencanaan Keperawatan
1. Resiko Infeksi
Resiko terjadinya infeksi pada anak dengan HIV/AIDS berhubungan
dengan adanya penurunan daya tahan tubuh sekunder AIDS.
 Tujuan :
Meminimalkan resiko terhadap infeksi pada anak.
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Kaji perubahan tanda-tanda infeksi (demam, peningkatan nadi,
peningkatan kecepatan nafas, kelemahan tubuh atau letargi)
b. Kaji faktor yang memperburuk terjadinya infeksi seperti usia, status
nutrisi, penyakit kronis lain
c. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali, tanda vital merupakan
indikator terjadinya infeksi
d. Monitor sel darah putih dan hitung jenis setiap hari untuk monitor
terjadinya neutropenia
e. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang
pencegahan secara umum (universal), untuk menyiapkan keluarga
dan pengunjung memutus rantai penularan
f. Instruksikan ke semua pengunjung dan keluarga untuk cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien
g. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik, antiviral,
antijamur
h. Lindungi individu dan resiko infeksi dengan universal precaution
2. Kurang Nutrisi (kurang dari kebutuhan)
Nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, diare,
nyeri.
 Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dan pasien terpenuhi.
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Kaji status perubahan nutrisi dengan menimbang berat badan setiap
hari
b. Monitor asupan dan keluaran setiap 8 jam sekali dan turgor kulit
c. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
d. Rencanakan makanan enternal dan parenteral
3. Kurangnya Volume Cairan

17
Kurangnya volume cairan tubuh pada anak berhubungan dengan adanya
infeksi opportunitis saluran pencernaan (diare).
 Tujuan :
Volume cairan tubuh dapat terpenuhi.
 Kriteria hasil :
a. Asupan dan keluaran seimbang
b. Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal
c. Nadi perifer teraba
d. Penekanan darah perifer kembali dalam waktu kurang dan 3 detik
e. Keluaran urin minimal 1-3 cc/kg BB per jam
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Berikan cairan sesuai indikasi dan toleransi
b. Ukur masukan dan keluaran termasuk urin dan tinja
c. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh
d. Kaji tanda vital turgor kulit, mukosa membran dan ubun-ubun
tiap 4 jam
e. Monitor urin tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan
f. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan
4. Gangguan Integritas Kulit
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare yang berkelanjutan
(kontak yang berulang dengan feces yang bersifat asam)
 Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit.
 Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda kulit terganggu serta kulit utuh, bersih.
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Ganti popok dan celana anak apabila basah
b. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali buang air besar
c. Gunakan salep atau lotion
5. Perubahan atau Gangguan Mukosa Membran Mulut
Gangguan mukosa membran mulut berhubungan dengan lesi mukosa
membran dampak dari jamur dan infeksi herpes.
 Tujuan :
Tidak terjadi gangguan mukosa mulut.
 Kriteria hasil :
a. Mukosa mulut lembab
b. Tidak ada lesi
c. Kebersihan mulut cukup
d. Anak dan orang tua mampu mendemonstrasikan tekhnik
kebersihan mulut
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Kaji membran mukosa
b. Berikan pengobatan sesuai dengan saran dan dokter
c. Lakukan perawatan mulut tiap 2 jam

18
d. Gunakan sikat gigi yang lembut
e. Oleskan garam fisiologis tiap 4 jam dan sesudah membersihkan
mulut
f. Kolaborasi pemberian obat profilaksis (ketokonazol, flukonazol)
selama pengobatan
g. Gunakan antiseptik oral
h. Check up gigi secara teratur
6. Ketidakefektifan Koping Keluarga
Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan penyakit
menahun dan progresif.
 Tujuan :
Koping keluarga efektif.

 Kriteria hasil :
a. Orang tua mampu mengekspresikan secara verbal tentang rasa
takut
b. Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat
c. Orang tua tau cara memecahkan masalah serta menganalisis
kekuatan diri dan dukungan sosial
 Rencana tindakan keperawatan :
a. Konseling keluarga
b. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah, dan
kehilangan
c. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan
mekanisme koping dengan mengidentifikasi dukungan sosial
d. Libatkan orang tua dalam perawatan anak
e. Monitor interaksi orang tua dan anak
f. Monitor tingkah laku orang tua dan anak
7. Kurang Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan pada keluarga berhubungan dengan perawatan
anak yang kompleks dirumah.
 Tujuan :
Keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses penyakit,
penularan, pencegahan dan perawatan.
 Kriteria hasil :
C. Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosis,
proses penyakit dan kebutuhan home care
D. Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping, dan dosis
obat

19
E. Orang tua memahami tentang kebutuhan perawatan yang khusus
bagi anak dan mengetahui bagaimana HIV menular

 Rencana tindakan keperawatan :


a. Kaji pemahaman tentang diagnosis, proses penyakit dan
kebutuhan home care
b. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis
c. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus
d. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya
e. Anjurkan cara hidup normal pada anak

D. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sesuai dengan asuhan keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi dibuat sesuai dengan kondisi pasien, bisa dalam bentuk evaluasi
sumatif dan evaluasi formatif.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

20
Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981
pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam
tahun kemudian (1989), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam
anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih
dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat
satu jenis agen infeksius.
AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrom) merupakan kumpulan
gejala akibat melemahnya daya tahan tubuh sebagai akibat dari infeksi virus
HIV. Virus ini mempunyai sistem kerja menyerang jenis sel darah putih yang
menangkal infeksi. Sehingga pada ornag yang mengidap HIV/AIDS akan
mudah terserang infeksi atau virus dari luar.
Cara paling efektif dan efisien untuk menanggulangi infeksi HIV pada
anak secara universal adalah dengan mengurangi penularan dan ibu ke
anaknya {mother-to-child-transmision (MTCT )}. Upaya pencegahan
transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukan melalui 4 strategi, yaitu :
1. Mencegah penularan HIV pada wanita usia subur
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV
3. Mencegah penularan HIV dan ibu HIV hamil ke anak yang akan
dilahirkannya dan memberikan dukungan.
4. Layanan dan perawatan berkesinambungan bagi pengidap HIV

B. Saran
Diharapkan mahasiswa/i dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan
HIV/AIDS pada anak dan remaja di lahan praktik.

21

Anda mungkin juga menyukai