Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS KELOLAAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

DISUSUN OLEH

DINA DANIYATI

NIK: 0989.12.14

(RUANG NEONATOLOGI)

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KENAIKAN JENJANG


PERAWAT KLINIS

2019
BAB I

LATAR BELAKANG

Bayi berat lahir rendah(BBLR) adalah berat badan kurang dari 2500 gram (WHO,
2018). Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak, secara statistik, angka
kesakitan dan kematian neonatus di negara berkembang adalah tinggi, dengan penyebab
utama yaitu bayi berat lahir rendah(BBLR).

Bayi Berat lahir rendah(BBLR) memberikan kontribusi sebesar 60-80% dari semua
kematian neonatal. Berdasarkan data dari World Health Organitatoin (WHO) tahun 2015 dari
172 negara didunia 15.5% yang berjumlah sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah(BBLR)
setiap tahunya, (WHO,2017). Laporan nasional Riskesdas tahun 2018 kejadian BBLR di
Indonesia sebesar 6.2%, sedangkan di kota Tangerang mengalami kejadian BBLR yaitu
sebesar 0.08% (Profil RS se Kota Tangerang, 2015). Dan angka kejadian BBLR di Rs.
Annisa Tangerang sebesar 28.81% diruang neonatologi dan 4% di Ruang NICU tahun 2019.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 2013).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan
kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Nursalam dkk, 2014).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Maryanti dkk,
2015 ).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau
dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.

2. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya, yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
1) Multipel gestation
2) Incompetence
3) Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
4) Pregnancy induce hypertention ( PIH )
5) Plasenta previa
6) Ada riwayat kelahiran premature
b. Komplikasi medis
1) Diabetes maternal
2) Hipertensi kronis
c. Faktor ibu
1) Penyakit: hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi
akut, serta kelainan kardiovaskular.
2) Usia ibu: angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
3) Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap
timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial
ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
4) Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat badan yang tidak adekuat dan
ibu yang perokok. (Mitayani, 2015)

3. PATOFISIOLOGI
Menurunnya simpanan zat gizi hampir semua lemak, glikogen, dan mineral,
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi
terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh.
BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar
108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara
isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada
bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase
pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan
karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34
minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu
makanan secara oral.
4. PHATWAY
BAB III

PEMBAHASAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BBLR

DI RUANG NEONATOLOGI

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. M
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin: Laki-laki
Agama: Islam
No. Rekam Medis: 1389980
Tanggal pengkajian : 15-12-2019
Diagnosa Medis : BBLR+ Asfikisa Neonatorum

2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama:
Bayi lahir Spontan a/i Oligohidramnion. Bayi lahit tidak mengis. HR <100A/S:
1/5/6. BB: 2280gr. Usia kehamilan: 34 minggu.
3. Pemeriksaan Umum:
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran: compos mentis
Respirasi :72x/menit
HR : 104x/menit
Suhu : 35.7
Tekanan darah: -
Skala nyeri: 0
Spo2:
a. Pemeriksaan Fisik
Kepala : mesosepal, rambut sedikit
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, reflek menelan kurang
Mata : simetris, pupil isokor, skelera unikterik, konjungtiva ananemis
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Mulut : mukosa lembab, tidak ada stomatitis
Paru-paru
Inspeksi : simetris, terdapat Retraksi dinding dada
Dada
Palpasi : ekspansi dinding dada seimbang
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung
Inspeksi : sianosis perifer, CRT >2 detik. Edema tidak ada
Palpasi : tidak ditemukan pembengkakan daerah anatomi jantung
Auskultasi : S1 dan S2 murni, tidak ada suara jantung tambahan
Abdomen
Inspeksi : supel, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus 6x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
Genitalia : tidak ada fimosis
Anus : tidak ada atresiaan

4. Hasil Pemeriksaan Penunjang


GDS : 13
GDS :26
GDS :69
Hb: 15.7
Leukosit : 26120
Eosinofil : 1
Basofil : 0
Netrofil Batang : 0
Netrofil segment : 39
Limfosit : 59
Monosit : 1
Erytrosit : 4.17
Hematrokit : 47
Trombosit 68
GDS : 137
Hasil Pemeriksaan Ro thorax: Jantung dalam batas normal. Susp MAS

5. Terapi
Nama terapi Dosis
Cefotaxime 2x115mg
Gentamycin 11.4mg/36 jam
Ranitidine 2x2mg
Aminophiline 15mg loading dose selanjutnya 2x5mg
Dexamethasone 3x0.3mg

6. Analisa Data

No Tanggal/jam Analisa data Etiologi Problem


1 15/12/2019 jam Ds :- Pola nafas Sindrom
11.00 Do: Ku lemah, letragis, tidak efektif hipoventilasi
tangis metintih, sesak (+),
retraksi dada(+).
Cyanosis perifer. Sh:
35,7. HR: 104x/menit.
RR:72x/menit. Spo2:85-
90%. TD-. Skala nyeri :
0
2 15/12/2019 jam Ds :- Hipotermia Keterbatasan
11.00 Do : Sh: 35.7. kulit teraba jaringan lemak
dingin. Menggil. CRT subkutan
>detik. Cyanosis perifer.

7. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
2. Hipotermia b/d keterbatasan jaringan lemak subkutan

8. NCP

Tanggal/Waktu Dx. Keperawatan Luaran dan Kriteria Intervensi


Hasil
15-12-2019 Pola nafas tidak Luaran utama Manajemen jalan
efektif Pola Napas napas

Berhubungan: 1. Ekspektasi:
Sindrom membaik
Hipoventilasi 2. Kriteria Hasil:
 Dispnoe :
Pembuktian: Menurun
 Dispnoe  Penggunaan otot
 Penggunaaan otot bantu nafas:
bantu pernafasan Menurun
 Hiperventilasi  Frekuensi napas:
Membaik
Hipotermia Luaran utama - Manajemen
Termoregulasi Hioptermi
Berhubungan: - Perawatan
Kekurangan lemak 1. Ekspektasi: kanguru
subkutan membaik
2. Kriteria Hasil:
Pembuktian:  Suhu kulit:
 Kulit teraba dingin Membaik
 Suhu tubuh  Suhu tubuh:
dibawah normal Membaik
 Menggigil  Menggigil:
 Kadar glukosa Menurun
darah dibawah  Kadar glukosa
normal darah: Membaik
9. Implementasi Keperawatan

No. Tgl/jam Respon pasien/Hasil


1 15/12/2019 S:
Jam 11.00 O: Ku: lemah. Kesadaran: cm. GCS:15. Letragis tangis
merintih. Sesak(+). Retraksi dada(+) cyanosis perifer . sh:
35.7. HR: 104x/menit. RR:72x/menit. Spo2:85-90%.
TD:- skala nyeri: 0. Terpasang CPAP Fio2:50%. PEEP 8
Desaturasi(+). Akral dingin. CRT > 2 detik. Terpasang
OGT decompresi warna kecoklatan
A : 1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
2. Hipotermia b/d keterbatasan jaringan lemak
subkutan
P: Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 jam diharapakan pola nafas dan termoregulasi
membaik dengan KH:1. -Dispnoe: menurun –
penggunaan otit bantu nafas: menurun –Frekuensi nafas:
membaik 2. Menggiil: menurun –suhu tubuh: membaik –
suhu kulit: membaik –pengisian kapiler :mebaik
Tindakan : 1. Manajemen jalan nafas 2. Manajemen
hipotermi –perawatan metode kanguru 3. Observasi ku
dan TTV

11.00 Melakuan pemasangan CPAP Fio2 mulai dari 21-45%


tidak respon spo2 <85%. Fio2 naik jadi 50% Spo2:85-
90%
11.05 Memonitor pola nafas
11.10 Mengidentifikasi penyeb hipotermi
11.11 Memonitor sp02
11.12 Melakukan penghangatan pasif
11.13 Melakukan kepatenan jalan nafas
11.14 Melakukan perawatan inkubator
13.00 Melakukan loading Nacl 0.9% 22cc selanjutnya infus N5
6.4cc/jam
Melakukukan kolaborasi pemberian therapi inj.
Cefotaxime 115mg, aminophiline loading dose 15mg,
ranitidine 2mg dan dexamethasone 0.3mg iv.
13.30 Melakukan cek DR dan GDS:13
Lapor dr jaga terkait hasil GDS. Advice loading D10%
4.5cc selanjutnya cek GDS ulang 30 menit kemudian
Melakukan bolus D10% 4.5cc
14.00 Melakukan cek GDS ulang GDS:26
Melaporkan hasil GDS Advice bolus D10% 4,5cc
selanjutnya infus ganti D10%,10cc/jam – lapor DPJP
Melakukuan bolus D10% 4.5 cc. Dan mengganti infus
menjadi D10% 10cc/jam
14.30 Evaluasi: Ku: lemah. Kesadaran: cm. GCS:15. Letragis
tangis merintih. Sesak(+). Retraksi dada(+) cyanosis
perifer . sh: 36.3. HR: 108x/menit. RR:75x/menit.
Spo2:85-91%. TD:- skala nyeri: 0. Terpasang CPAP
Fio2:50%. PEEP 8 Desaturasi(+). Akral mulai hangat.
CRT <2 detik. Terpasang OGT decompresi warna
kecoklatan

2. 16/12/19 jam S:
23.20 O: Ku: sedang. Kesadaran: cm. GCS:15. tangis kuat,
gerak aktif. Sesak(+). Retraksi dada(+) cyanosis (-) . sh:
36.8. HR: 130x/menit. RR:70x/menit. Spo2:93%. TD:-
skala nyeri: 0. Terpasang CPAP Fio2:40%. PEEP 8
Desaturasi(+). Akral hangat. CRT < 2 detik. Terpasang
OGT decompresi warna kecoklatan
A : 1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3. Hipotermia b/d keterbatasan jaringan lemak
subkutan
P: Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 jam diharapakan pola nafas dan termoregulasi
membaik dengan KH:1. -Dispnoe: menurun –
penggunaan otot bantu nafas: menurun –Frekuensi nafas:
membaik 2. Menggiil: menurun –suhu tubuh: membaik –
suhu kulit: membaik –pengisian kapiler :mebaik
Tindakan : 1. Manajemen jalan nafas 2. Manajemen
hipotermi –perawatan metode kanguru 3. Observasi ku
dan TTV

23.22 Memonitor pola nafas


Mempertahankan jalan nafas yang paten
17/12/19 Memberi terapi kolaborasi (Aminophiline 5mg,
j. 01.00 cefotaxime 115mg dan ranitidine 2mg iv. Plebitis(-))
j.03.00 TTV NEWS (suhu:36.7. HR:126x/menit. RR:68x/menit.
TD:- skala nyeri:0. Spo2:95%. Desaturasi:-)
j.05.00 Memberi terapi kolaborasi (inj. Dexamethasone 0.3mg iv.
Plebitis- )
06.37 Evaluasi: Ku: sedang. Kesadaran: cm. GCS:15. Gerak
aktif. Tangis kuat. Sesak(+). Retraksi dada(+) cyanosis
(-). sh: 36.6. HR: 134x/menit. RR:68x/menit. Spo2:92-
96%. TD:- skala nyeri: 0. Terpasang CPAP Fio2:40%.
PEEP 8 Desaturasi(-). Akral hangat. CRT <2 detik.
Terpasang OGT decompresi warna mulai jernih

17/12/19 S:
Jam 22.00 O: Ku: sedang. Kesadaran: cm. GCS:15. tangis kuat,
gerak aktif. Sesak(+). Retraksi minimal. cyanosis (-) .
sh: 36.8. HR: 136x/menit. RR:69x/menit. Spo2:95%.
TD:- skala nyeri: 0. Terpasang CPAP Fio2:30%. PEEP 7
Desaturasi(-).Minum p.OGT 5cc. Residu(-).
Muntah(-).Akral hangat. CRT < 2 detik.
A: 1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
2.Hipotermia b/d keterbatasan jaringan lemak
subkutan
P: Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 jam diharapakan pola nafas dan termoregulasi
membaik dengan KH:1. -Dispnoe: menurun –
penggunaan otot bantu nafas: menurun –Frekuensi nafas:
membaik 2. Menggiil: menurun –suhu tubuh: membaik –
suhu kulit: membaik –pengisian kapiler :membaik
Tindakan : 1. Manajemen jalan nafas 2. Manajemen
hipotermi –perawatan metode kanguru 3. Observasi ku
dan TTV

j. 22.20 Memonitor pola nafas


Memposisikan kepala semi ekstensi
23.01 Memberikan minum hangat (minum pasi 5cc p.OGT
residu -. Muntah -
24.30 Memonitor Spo2 (93%-96%. Desaturasi:- )
18/12/19 Memberi terapi kolaborasi (Aminophiline 5mg,
j. 01.00 cefotaxime 115mg dan ranitidine 2mg iv. Plebitis(-))
j. 02.09 Memasang CPAP (menurunkan Fio2 dari 30% menjadi
25%. Spo2:95-97%)
j. 02.10 TTV NEWS (suhu:36.6. HR:131x/menit. RR:63x/menit.
TD:- skala nyeri:0. Spo2:97%. Desaturasi:-)
j. 05.00 Memberi terapi kolaborasi (inj. Dexamethasone 0.3mg iv.
Plebitis- )
j. 06.36 Memasang CPAP (menurunkan Fio2 dari 25% menjadi
21%. Spo2:95-97%)
j. 06.40 Evaluasi: Ku: sedang. Kesadaran: cm. GCS:15. Gerak
aktif. Tangis kuat. Sesak(+). Retraksi dada(+) cyanosis
(-). sh: 36.6. HR: 125x/menit. RR:65x/menit. Spo2:95-
97%. TD:- skala nyeri: 0. Terpasang CPAP Fio2:21%.
PEEP 6 Desaturasi(-). Akral hangat. CRT <2 detik.
Minum p.OGT 5cc. Residu- muntah-
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa genetasi apakah prematur atau dismatur
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan
(maturitas) organ serta menimbulkan kematian. Ada beberapa hal yang dapat terjadi
apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut Mitayani, 2012 yaitu : Sindrom
aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi), Hipoglikemia
simptomatik, Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak
tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang
tinggi untuk yang berikutnya, Asfiksia neonatorum dan Hiperbilirubinemia: bayi
dismatur sering mengalami hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena
gangguan pertumbuhan hati.

B. SARAN
1. RS. An-Nisa Tangerang
a. Asuhan keperawatan bblr ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang di rawat di Rs. An-Nisa
Tangerang
b. Pemasangan poster tentang Perawatan metode kanguru diruang laktasi
diharapkan keluarga dapat memahami tentang perawatan metode kanguru baik
dari segi penatalaksanaan dan manfaat perawatan metode kanguru
2. Perawat
Diharapkan dapat memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada pasien
dengan BBLR, karena setiap perubahan dapat mempengaruhi kondisi bayi
menjadi memburuk.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Kota Tangerang. 2015. Profil kesehatan Kota Tangerang Tahun 2015. Tangerang:
Dinas kesehatan kota Tangerang

Dwi Maryanti S, Tri Budiarti,. Buku AjarNeonatus, Bayi dan Balita. DKI Jakarta: CV. Trans
Info Media; 2015

Nursalam dkk. 2014. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Indikator Diagnostik) edisi 1 Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Pusat

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan) edisi 1 cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Pusat

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2019. Standr Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan ). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Pusat

Mitayani.2015. Mengenal Bayi Baru lahir dan Penatalaksanaannya. Semarang: Boduose


media

Riskesdas. (2018). Persentase Berat Badan Bayi Baru Lahir Anak Balita Menurut Provinsi.
Diakses 28 Desember 2019, < http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id

World Health Organization_UNICEF. (2015). Home visits for the newborn child: A strategy
to improve survival.

Anda mungkin juga menyukai