Anda di halaman 1dari 14

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Berat Badan Lahir Rendah

Pengertian BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR dibedakan menjadi :
1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Etiologi BBLR
Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
1.

2.

3.

Faktor ibu

Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat

Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok

Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum

Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini

Faktor janin

4.

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim


Faktor yang masih belum diketahui

Pengkajian Keperawatan
Prematuritas murni

BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm

Masa gestasi < 37 minggu

Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin

Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan
lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar

Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora,
pada laki-laki testis belum turun.

Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna

Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat

Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik

Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah

Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot
masih hipotonik

Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna

Dismaturitas

Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,

Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis

Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat

Tali pusat berwarna kuning kehijauan

Komplikasi BBLR

Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit


membran hialin

Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu

Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak

Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah

Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)

Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

Penatalaksanaan Medis BBLR

Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen

Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)

Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup

Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan BBLR


1. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
Tujuan : Pola nafas yang efektif
Kriteria :

Kebutuhan oksigen menurun

Nafas spontan, adekuat

Tidak sesak.

Tidak ada retraksi dada

Rencana Tindakan :

Berikan posisi kepala sedikit ekstensi

Berikan oksigen dengan metode yang sesuai

Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan
Tujuan : Pertukaran gas adekuat

Kriteria :

Tidak sianosis.

Analisa gas darah normal

Saturasi oksigen normal.

Rencana Tindakan :

Lakukan isap lendir kalau perlu

Berikan oksigen dengan metode yang sesuai

Observasi warna kulit

Ukur saturasi oksigen

Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan

Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan

Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah

Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan

3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan


elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : Hidrasi baik
Kriteria:

Turgor kulit elastik

Tidak ada edema

Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam

Elektrolit darah dalam batas normal

Rencana Tindakan :

Observasi turgor kulit.

Catat intake dan output

Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit

Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah

4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang
kurang adekuat
Tujuan : Nutrisi adekuat
Kriteria :

Berat badan naik 10-30 gram / hari

Tidak ada edema

Protein dan albumin darah dalam batas normal

Rencana Tindakan :

Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat

Observasi dan catat toleransi minum

Timbang berat badan setiap hari

Catat intake dan output

Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu

5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi
termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Suhu bayi stabil
Kriteria :

Suhu 36,5 0C -37,2 0C

Akral hangat

Rencana Tindakan :

Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai

Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas

Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu

Ganti popok bila basah

6. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas
fungsi kardiovaskuler
Tujuan : Perfusi jaringan baik
Kriteria :

Tekanan darah normal

Pengisian kembali kapiler <2 detik

Akral hangat dan tidak sianosis

Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam

Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

Ukur tekanan darah kalau perlu

Observasi warna dan suhu kulit

Observasi pengisian kembali kapiler

Observasi adanya edema perifer

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium

Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan

7. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia
Tujuan : Tidak ada injuri
Kriteria :

Kesadaran composmentis

Gerakan aktif dan terkoordinasi

Tidak ada kejang ataupun twitching

Tidak ada tangisan melengking

Hasil USG kepala dalam batas normal

Rencana Tindakan :

Cegah terjadinya hipoksia

Ukur saturasi oksigen

Observasi kesadaran dan aktifitas bayi

Observasi tangisan bayi

Observasi adanya kejang

Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi

Ukur lingkar kepala kalau perlu

Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala

8. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik


Tujuan : Bayi tidak terinfeksi
Kriteria :

Suhu 36,5 0C -37,2 0C

Darah rutin normal

Rencana Tindakan :

Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi

Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif

Lakukan perawatan tali pusat

Observasi tanda-tanda vital

Kolaborasi pemeriksaan darah rutin

Kolaborasi pemberian antibiotika

9. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit
Tujuan : Integritas kulit baik
Kriteria :

Tidak ada rash

Tidak ada iritasi

Tidak plebitis

Rencana Tindakan :

Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang
tertekan

Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin

Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor

10. Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran,


penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif
Tujuan : Persepsi dan sensori baik
Kriteria :

Bayi berespon terhadap stimulus

Rencana Tindakan :

Membelai bayi sebelum malakukan tindakan

Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagulagu yang lembut

Memberikan rangsang cahaya pada mata

Kurangi suara monitor jika memungkinkan

Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot

11. Diagnosa Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya,
perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS
Tujuan : Koping keluarga efektif
Kriteria :

Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.

Pengetahuan ortu bertambah

Orang tua dapat merawat bayi di rumah

Rencana Tindakan :

Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter

Rujuk ke ahli psikologi jika perlu

Berikan pendidikan kesehatan cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi,
metode kanguru, cara memandikan

Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua
merawat bayinya

Asuhan keperawatan pada bayi bilirubin


PENDAHULUAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan
ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19%
menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus
mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan
keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
II. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui
sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar
bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi
bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta
dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran
sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan

ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati,
tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk
bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan
melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke
dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut
antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90
hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar
bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada
bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun
sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari
kemudian.
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa
faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat
pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan
albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar
biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan
hepar oleh penyebab lain.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada
streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin
plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan

asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf
pusat yang karena trauma atau infeksi.
E. Tanda dan Gejala
Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
Anemia
Petekie
Perbesaran lien dan hepar
Perdarahan tertutup
Gangguan nafas
Gangguan sirkulasi
Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang
dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping
terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan
minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat
diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak,
penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus
mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia,
selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin
didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya
atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar,
liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.
b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat

- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain
yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis
Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap
Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan
4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8
jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu
5. Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur
pemasangan dan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

Anda mungkin juga menyukai