Mini Referat
Mini Referat
PERDARAHAN ANTEPARTUM
g. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
b) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat, terdapat darah segar
dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
c) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
d) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
e) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2) Inspeksi
a) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
b) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
c) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3) Palpasi
a) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
b) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
c) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
d) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4) Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari 1/3 bagian.
5) Pemeriksaan dalam
a) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
b) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
c) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta
6) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi
cepat dan kecil
7) Pemeriksaan laboratorium
a) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder
dan leukosit.
b) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test
karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia
8) Pemeriksaan plasenta
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas
(kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9) Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain: terlihat daerah
terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih ibu, darah, tepian plasenta.
h. Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan
di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu
yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan
juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.
2. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum. ( Sarwono Prawirohardjo, 2013 ).
b. Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa dibagi kedalam tiga bagian yaitu:
1) Plasenta previa totalis: seluruh osteum uteri internum tertutup oleh
plasenta.
2) Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tetutup oleh plasenta.
3) Plaseta previa marginalis: hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan
plasenta. (Obsterti Patologi, Edisi 1984).
Selain itu ada juga Low-lying placenta (plasenta letak rendah, lateralis placenta
atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau
cm dari tepi jalan lahir. Dari klasifiskasi tersebut yang sama sekali tidak dapat
melahirkan pervaginam yaitu plasenta previa totalis seperti terdapat dalam gambar
berikut :
Diagnosa ini mulai dipastikan sejak kira-kira umur kehamilan 26-28 minggu,
dimana mulai terbentuk SBR (Segmen Bawah Rahim).
c. Etiologi
Plasenta previa mungkin terjadi bila keadaan endometrium kurang baik,
misalnya seperti yang terdapat pada:
1) multipara/multigravida, terutama bila jarak antarkehamilan pendek
2) myoma uteri
3) kuretase berulang
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
lebih luas untuk mencukupi kebutuhan janin sehingga mendekati atau menutupi
ostium uteri internum. Plasenta previa mungkin juga disebabkan oleh implantasi
telur yang rendah.
d. Faktor Risiko Plasenta-Previa
1) Wanita lebih dari 35 tahun, 3 kali lebih berisiko.
2) Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru
berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
3) Kehamilan kembar.
4) Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
5) Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
6) Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan
seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.
7) Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8) Adanya trauma selama kehamilan.
9) Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.
e. Gambran Klinis
Gejala yang paling menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus
yang keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri. Selain itu darah yang keluar
melalui vagina umumnya berwarna merah segar. Perdarahan biasanya baru terjadi
pada akhir trisemester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak
dan berhenti sendiri, perdarahan akan kembali berulang tanpa sesuatu yang jelas
dan bertambah lebih banyak dari yang pertama. Pada plasenta letak rendah
perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan.
Berhubung plasenta letak rendah pada bagian bawah uterus, maka palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin yang masih tinggi di atas simfisis.
Bagian terendah janin yang tinggi disebabkan oleh tidak dapatnya bagian janin
masuk ke pintu atas panggul karena plasenta yang menutupi ostium uteri internum.
Pada perempuan dengan plasenta previa, sering dapat ditemukan kelainan letak
janin. Pada pemeriksaan leopold, umumnya ditemukan letak janin tidak dalam letak
memanjang dikarenakan janin yang tidak dapat berotasi leluasa karena adanya
hambatan oleh plasenta yang terletak di bagian bawah uterus. Selain itu pada
plasenta previa, palpasi abdomen tidak akan membuat ibu terasa nyeri dan tegang
yang membedakan antara plasenta previa dan solusio plasenta (Cunningham G, et.
all., 2009).
f. Penyulit
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan postpartum karena:
1) Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta
akreta).
2) Daerah perlekatan luas
3) Daya kontraksi segmen bawah rahim kurang
Bahaya plasenta previa untuk ibu adalah:
1) Perdarahan hebat
2) Infeksi – sepsis
3) Emboli udara (jarang)
Bahaya plasenta previa untuk anak adalah:
1) Hipoksia
2) Perdarahan atau syok
g. Komplikasi
1) Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia
karena perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan.
2) Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti
asfiksi berat (Mansjoer, 2002).
h. Pemeriksaan diagnostic
1) Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul (presentasi kepala), biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul.
3) Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara
tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi.
Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat
tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
5) Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
cm disebut plasenta letak rendah.
6) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PDMO
(Periksa Dalam di atas Meja Operasi) yaitu melakukan perabaan secara
langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak
dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO
sebagai upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)
i. Penatalaksanaan
1) Terapi ekopektif
a) Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis
servikalis.
Syarat-syarat terapi ekopektif:
a. Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda inpartu.
c. Keadaan umum ibu cukp baik.
d. Janin masih hidup.
b) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
c) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
d) Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
a. MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
b. Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
e) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok (bubble tes) dan hasil
amniosentesis.
f) Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
2) Terapi aktif
a) Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang
maturnitas janin.
b) Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika:
a. Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
c. Janin telah meniggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal:
anensefali).
d. Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
3) Seksio sesarea
a. Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tidak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanankan.
b. Tujuan seksio sesarea adalah :
a) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
b) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam.
c. Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud pemantauan
perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk, keluar.
Tabel 1.1 Perbedaan Plasenta Previa dan Solusio Plasenta
No. Ciri-ciri plasenta previa Ciri-ciri solusio plasenta
1. Perdarahan tanpa nyeri Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan berulang Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah segar Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang Adanya anemia dan renjatan yang tidak
sesuai dengan keluarnya darah sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His biasanya tidak ada His ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat Rasa tegang saat palpasi
palpasi
9. Denyut jantung janin ada Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba jaringan plasenta pada Teraba ketuban yang tegang pada periksa
periksa dalam vagina dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu Penurunan kepala dapat masuk pintu atas
atas panggul panggul
12. Presentasi mungkin abnormal. Tidak berhubungan dengan presentasi
3. Ruptura Uteri
a. Definisi
Ruptura uteri adalah robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
(Mochtar, 2011).
b. Klasifikasi Ruptur Uteri
Menurut waktu terjadinya :
a) Ruptura uteri gravidarum. Terjadinya pada waktu hamil, sering
berlokasi pada korpus
b) Ruptura uteri durante partu. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
sering pada segmen bawah rahim, jenis inilah yang sering terjadi.
Menurut lokasinya :
a) Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau
miomektomi.
b) Segmen bawah rahim (SBR). Biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama (tidak maju). SBR semakin lama semakin regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptura uteri
c) Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep
atau versi, sedang pembukaan belum lengkap (Mochtar, 2011).
c. Etiologi
Menurut etiologinya ruptura uteri dapat dibagi 2:
Ruptura uteri spontanea. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat dan
dikarenakan peregangan yang luar biasa dari rahim
Ruptura uteri violent. Trauma karena tindakan dan trauma lain seperti
ekstraksi forsep. Versi dan ekstraksi forsep. Versi dan ekstraksi,
embriotomi, manual plasenta, kuretase (Mochtar, 2011).
d. Patofisiologi
Pada umumnya rahim dibagi atas dua bagian besar yaitu korpus uteri dan
serviks uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3) pada rahim yang tidak hamil.
Bila kehamilan sudah kira-kira 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar
dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk segmen bawah rahim (SBR)
ismus ini.
Batas antara partus yang kontraktil dan segmen bawah rahim yang pasif disebut
lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat tanda 2–
3 jari di atas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap
kemungkinan adanya ruptura uteri mengancam (RUM).
Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetapi
pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu
sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus
dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas, menjadi
bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu
terjadilah robekan pada SBR.
e. Tanda dan Gejala
Pada ibu hamil yang mengalami rupture uteri karena perdarahan yang hebat
biasa ditemukan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, pucat anemis,
tanda-tanda hipovolemi. Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan
pervaginam. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut hebat yang
dapat berkurang setelah rupture terjadi. Pada palpasi juga ditemukan bentuk uterus
yang abnormal dengan kontur yang tidak jelas, selain itu terdapat nyeri tekan
dinding perut. Pada pemeriksaan leopold, bagian-bagian janin mudah dipalpasi.
Selain itu, tanda khas seperti lingkaran konstriksi patologis (Bandl’s Ring) sering
ditemukan (Cunningham G, et all, 2009).
4. Vasa previa
a. Definisi
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh darah
tersebut berada didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat atau
jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
b. Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang
berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari
insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus
aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan
pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
c. Maninfestasi klinik.
1) Dapat timbul perdarahan pada kehamilan 20 minggu
2) Darah berwarna merah segar
3) Tidak disertai atau dapat disertai nyeri perut (kontraksi uterus)
4) Perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal
dari anak maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
d. Diagnosa
Pada kasus vasa previa jarang terdiagnosa sebelum persalianan namun dapat
diduga jika pada saat antenatal dilakukan USG dengan Color Doppler yang dapat
memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban di depan osteum
uteri internum. Selain itu dapat dilakukan tes APT (Kleihauter-Betke) yang adalah
uji pelarutan basa haemoglobin. Karena darah janin yang tahan terhadap suasana
alkali maka jika darah tersebut berasal dari janin maka eritrosit tersebut tidak akan
pecah dan campuran akan tetap berwarna merah. Namun jika darah tersebut berasal
dari ibu maka eritrosit akan pecah dan campuran berubah warna menjadi cokelat.
Pemeriksaan terbaik adalah dengan elektroforesis. Diagnosis dapat dipastikan
pasca persalinan dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta namun
seringkali janin sudah meninggal saat didiagnosa ditegakkan.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) USG : biometri janin, plasenta (letak, derajat maturasi, dan kelainan), ICA.
2) Kardiotokografi: kehamilan > 28 minggu.
3) Laboratorium : darah perifer lengkap.
f. Penatalaksanaan Vasa Previa
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin,
tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan
pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup
dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah
meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.
BAB II
VAGINAL TOUCHE
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of
America : The McGraw Hill Companies.
FKUP. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Eleman.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Antepartum Haemorrhage.
Green-top Guidline No 63.2011.
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP.
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP.