Lapkas-KET 2017
Lapkas-KET 2017
PENDAHULUAN
berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan kehamilan yang
terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba
menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat
menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang
tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.
ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.
panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
Prevention, insiden rate kehamilan ektopik di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992
diperkirakan 19,7/1000 kehamilan dan pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi
menjadi 20,7/1000 kehamilan. Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25-35 tahun.
Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 25-35 tahun dengan sosio-ekonomi
rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang
tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu.Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang
mengalami infeksi tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba
terganggu sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan
berimplantasi ke tuba.
Penelitian Cunninghamdi Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan ektopik
terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena
prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Selain itu,
Cunninghamdalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling
banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada
daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal (0,5%).
Menurut penelitian Abdullah dan kawan-kawan (1995-1997) ternyata paritas 0-3
ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >3-6 terdapat penurunan
kasus kehamilan ektopik terganggu.
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa
faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
1. Faktor mekanis: hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
ke dalam cavum uteri, antara lain:
a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa
tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu.
Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil
zigot pada tuba fallopi
2. Isthmus (25%)
Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.
3. Ampulla (55%)
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
4. Infundibulum
5. Fimbriae (17%)
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
d. Intraligamenter (jarang)
a) Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi
secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak
sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada
satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri
menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum
uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka
bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran
(abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian
janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar
ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum.
2.8 PENATALAKSANAAN
PEMBEDAHAN
beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomi
organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti
penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut. Operasi yang dilakukan
Pada ruptur tuba, segera dilakukan transfusi darah dan laparotomi. Pada laparotomi
itu, perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Sesudah itu dilakukan salpingektomi atau
salpingo-oofektomi. Adneksa yang lain sebaiknya diperiksa, tetapi jangan membuang
waktu dengan mengambil tindakan
padatubanya.Konservasiovariumdanuteruspadawanitayangbelumpernahpunya anak perlu
dipikirkan sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan dapat anak melalui fertilisasi
invitro.Pada ruptur pars interstisialis tuba sering kali terpaksa dilakukan histerektomi
subtotal untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti.
Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
pemberian cairan NaCl 0,9% (garam fisiologis) yang cukup, Plasma Expander (plasmanat
Hes) dan transfusi darah. Setelah diagnosis jelas atau sangat disangka KET dan keadaan
umum baik atau lumayan, segera lakukan laparotomi explorasi untuk menghilangkan sumber
perdarahan, dicari, diklem dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat
penyembuhan lebih cepat. Kemudian berikan antibiotik yang cukup dan obat anti inflamasi.
MEDIKAMENTOSA
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini
akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan
USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis
yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan
hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,
disfungsi hepar, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam
folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding adalah: infeksi pelvik, abortus iminens
atau abortus inkompletus, tumor ovarium, apendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum
dan torsi kista ovarii.
Kehamila Ruptur
n Ektopik Apendisitis Salpingitis kista Abortus
korpus
luteum
Rasa Kram&ny Nyeridiepigas Biasanya Unilateral, Kram
sakit eri trik, pada kedua menjadi digaris
tekanunilat periumbilikali kuadranba menyeluruh tengah
eral s kemudian wah, dengan tubuh
sebelum kuadran denganatau terjadinya
rupture kanan tanpanyeri perdarahan
bawah,nyeri tekanlepas hebat
tekan
setempat pada
titik Mc
burney,nyeri
Muald Kadangseb Biasanya Tidak Jarang Hampir
an elum mendahului sering tidak
munta rupturedan pergeseran pernah
h seringkalis rasa sakit ke
etelah kuadran
rupture kanan bawah
2.10 PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan
dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik
terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisituba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk
terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan
ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan
ektopik terganggu berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam
kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari
sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.
Riwayat Menstruasi :
Menarche usia 12 tahun, siklus 28 hari, lamanya 7 -8 hari, darah banyak, Disminore (+)
Riwayat Perkawinan : I x menikah, lamanya 6 tahun
Riwayat Persalinan :
- Anak pertama lahir spontan di tolong bidan, dengan jenis kelaminperempuan.
- Hamil ini
Riwayat KB :(-)
B. STATUS GENERALISATA
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva palpebraanemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
- Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
- Telinga : Normotia
- Bibir : Pucat (+), sianosis (-)
- Leher : Trakea midline (+), pembesaran KGB (-)
- Thoraks
o Inspeksi : Simetris (+/+), jaringan parut (+)
o Palpasi : SF : ka=ki
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi: Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Abdomen
o Inspeksi : Simetris (+), distensi (-), bekas luka operasi (-), lineaalba (+),
linea gravidarum (-)
o Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan perut kanan bawah (+)
o Perkusi :Timpani
o Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Ekstremitas Atas : Oedem (-/-)
- Ekstremitas Bawah : Oedem (-/-)
C. STATUS GINEKOLOGI
a. Pemeriksaan Luar : Perdarahan Pervaginam (-)
D. STATUS OBSTETRI
Inspeksi : Datar
Palpasi
Leopold I : TFU sulit dievaluasi
Leopold II : Tidak teraba
Leopold III : Tidak teraba
Leopold IV : Tidak teraba
DJJ : (-)
3.6 DIAGNOSA
Kehamilan Ektopik Terganggu
3.7 PENATALAKSANAAN
- Infus Ringer Laktat 20 gtt/i
3.8FOLLOW UP
(17Juni 2017)
S: Nyeri didaerah bekas operasi(+)
O: KU : Baik
Tensi : 100/72mmHg
Nadi : 89x/i
Nafas : 24x/i
Suhu : 36,60C
A :Post op Laparotomi Sinistra hari ke-1
P : Infus Ringer Laktat s/s Dekstrose 5% 20 gtt/i
Diet MB
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 8 jam
Infus Paracetamol/ 8 jam
Inj Tramadol
Pemeriksaan Darah (tanggal 17Juni2017)
Hemoglobin : 7,4 g/dL
(19Juni2017)
S: Nyeri didaerah bekas operasi(+) keterbatasan bergerak. Sakit kepala.
O: KU : Baik
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 76 x/i
Nafas : 22x/i
Suhu : 37,40C
A :Post op Laparotomi Sinistra hari ke-3
P: - Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Meloxicam 2 x 15 mg
- Sulfas Ferosus1 x 1 tab
- Antasida syr 3 x 1C
- Transfusi darah 1 bag PRC
TEORI KASUS
Epidemiologi Pada kasus ini
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur dijumpai pasien
antara 25-35 tahun. Menurut penelitian Abdullah dan kawan-kawan berumur
(1995-1997) ternyata paritas 0-3 ditemukan peningkatan kehamilan 29tahun.
ektopik terganggu. Pada paritas >3-6 terdapat penurunan kasus
kehamilan ektopik terganggu.