Anda di halaman 1dari 44

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 13 Desember 1993
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
Alamat : AKMIL Magelang
Tanggal masuk RS : 8 Januari 2017

II.2 DATA DASAR


A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis yang dilakukan pada tanggal 9
Januari 2017, jam 08.00 WIB.

Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan bawah sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan bawah sejak 1 hari
SMRS. Nyeri pinggang dirasakan menjalar ke bokong hingga ke kaki.
Nyeri dirasakan tajam seperti tersetrum dan berlangsung sepanjang hari.
Nyeri bertambah jika pasien dalam posisi duduk. Pasien merasa lebih ny
aman jika tidur terlentang. Pasien juga mengeluh kaki kanan sulit
digerakkan karena sangat nyeri, sehingga membuat pasien tidak dapat

1
berjalan. Kaki kanan juga terasa baal. Pasien juga mengeluh nyeri pada
dada bagian kanan hingga terasa ke punggung kanan. Demam (-), pusing (-
), BAB dan BAK normal. Awalnya pasien mengaku telah dipukul
menggunakan balok kayu oleh dua orang seniornya pada 1 hari SMRS,
pasien dipukul dibagian pinggang kanan, punggung dan dada kanan.
Pasien mengaku juga ditendang hingga pasien terjatuh. Pada saat dipukul
berkali-kali pasien tidak melakukan perlawanan sama sekali. Pasien tidak
mengeluh mual, muntah, benturan di kepala, dan tidak pingsan saat
kejadian.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat HNP ec trauma 1 tahun lalu
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat serupa disangkal
• Riwayat keluarga alergi disangkal.

Riwayat Pribadi, Sosial Ekonomi dan Budaya


 Pasien tidak berolahraga rutin
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat minum alkohol dan obat-obatan terlarang (-).

Riwayat Pengobatan
 Tidak ada

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Vital Sign
 Tekanan darah : 120/70 mmHg

2
 Frekuensi Nadi : 55x/menit, reguler, kuat angkat dan isi cukup
 Frekuensi nafas : 20x/menit
 Suhu : 37 °C
Status Generalisata
Kepala : Bentuk normochepal
Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
Wajah : Simetris, pigmentasi (-), tanda-tanda radang (-).
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor,
reflek cahaya langsung dan tak langsung positif
Mulut : Bibir tampak pucat (-), mukosa kering (-)
Telinga : Discharge (-), pendengaran normal
Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang, uvula
ditengah.
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba
Thoraks
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, gerakan dinding dada simetris
pada saat statis dan dinamis.
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas kanan jantung: ICS IV linea sternalis dekstra
Batas kiri jantung:ICS V linea midclavicula sinistra

3
Batas pinggang jantung: ICS III linea sternalis
sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat dilatasi vena.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Supel, tidak teraba pembesaran hepar dan lien
Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen
Urogenital : Tidak diperiksa.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kaki (-/-), CRT <2”

STATUS NEUROLOGI

GCS : E4V5M6
MENINGEAL SIGN :
 Kaku Kuduk : -
 Kernig : -
 Brudzinski I-IV : -

NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I) : DBN
2. N. Optikus (N. II)
a. Tajam Penglihatan : DBN
b. Lapang pandang (visual field) : DBN
c. Warna : tidak dilakukan
d. Funduskopi : tidak dilakukan
3. N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)
a. Kedudukan bola mata saat diam :DBN
b. Gerakan bola mata : DBN
c. Pupil:
 Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
 Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
 Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN

4
4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik
 Merapatkan gigi : DBN
 Buka mulut : DBN
 Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan
 Menggerakkan rahang : DBN
c. Refleks :
 Maseter /mandibular : (-)
 Kornea : DBN
5. N. Facialis (N. VII)
a. Sensorik : Sensorik raba DBN
b. Motorik
 Kondisi diam : Simetris
 Kondisi bergerak
 Musculus frontalis : DBN
 Musculus korugator supersili : DBN
 Musculus nasalis : DBN
 Musculus orbicularis oculi : DBN
 Musculus orbicularis oris : DBN
 Musculus zigomaticus : DBN
 Musculus risorius : DBN
 Musculus bucinator : DBN
 Musculus mentalis : DBN
 Musculus plysma : DBN
c. Sensorik khusus
 Lakrimasi : tidak dilakukan
 Refleks stapedius : tidak dilakukan
 Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan
6. N. Statoakustikus (N. VIII)
a. Suara bisik : DBN
b. Arloji : DBN

5
c. Garpu tala : tidak dilakukan
d. Nistagmus : tidak dilakukan
e. Tes Kalori : tidak dilakukan
7. N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)
a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat : uvula simetris
b. Inspeksi oropharing saat berfonasi :uvula simetris
c. Refleks : muntah (+), batuk (+)
d. Sensorik khusus :
 Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan
e. Suara serak atau parau : (-)
f. Menelan :
 Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)
8. N. Acesorius (N.XI)
a. Kekuatan m. trapezius : DBN
b. Kekuatan m. sternokleidomastoideus : DBN
9. N. Hipoglosus (N. XII)
a. Kondisi diam : DBN
b. Kondisi bergerak : DBN

MOTORIK :
a. Observasi : DBN
b. Palpasi : konsistensi otot kenyal
c. Perkusi : DBN
d. Tonus : DBN
e. Kekuatan otot :
f. Extremitas atas :
 M. deltoid : +5 / +5
 M. biceps brakii : +5 / +5
 M. triceps : +5 / +5
 M. brakioradialis : +5 / +5
 M. pronator teres : +5 / +5
 Genggaman tangan :+/+

6
i. Extremitas bawah :
 M. iliopsoas : sulit dievaluasi
 M. kwadricep femoris : sulit dievaluasi
 M. hamstring : sulit dievaluasi
 M. tibialis anterior : sulit dievaluasi
 M. gastrocnemius : sulit dievaluasi
 M. soleus : sulit dievaluasi

SENSORIK
a. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : Hemihipestesia
ekstremitas kanan bawah
b. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN
c. Kombinasi :
 Stereognosis : DBN
 Barognosis : DBN
 Graphestesia : DBN
 Two point tactile discrimination : DBN
 Sensory extinction : DBN
 Loss of body image : (-)

REFLEKS FISIOLOGIS
a. Refleks Superficial
 Dinding perut /BHR :+/+
 Cremaster : Tidak dilakukan
b. Refleks tendon / periostenum :
 BPR / Biceps :+2/ +2
 TPR / Triceps :+2/ +2
 KPR / Patella : sulit dievaluasi
 APR / Achilles : sulit dievaluasi
 Klonus :
 Lutut / patella : -/-

7
 Kaki / ankle : -/-

REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : -/-
c. Oppenheim : -/-
d. Gordon : -/-
e. Schaeffer : -/-
f. Gonda : -/-
g. Stransky : -/-
h. Rossolimo : -/-
i. Mendel-Bechtrew : -/-
j. Hoffman : -/-
k. Tromner : -/-

REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : -/-
b. Palmo-mental refleks : -/-

PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi:
 Asinergia /disinergia : (-)
 Diadokinesia : (-)
 Metria : (-)
 Tes memelihara sikap
 Rebound phenomenon : sulit dievaluasi
 Tes lengan lurus : DBN
b. Keseimbangan
 Sikap duduk : sulit dievaluasi
 Sikap berdiri
 Wide base / broad base stance : sulit dievaluasi
 Modifikasi Romberg : sulit dievaluasi

8
 Dekomposisi sikap : sulit dievaluasi
 Berjalan / gait :
 Tendem walking : sulit dievaluasi
 Berjalan memutari kursi / meja : sulit dievaluasi
 Berjalan maju-mundur : sulit dievaluasi
 Lari ditempat : sulit dievaluasi
c. Tonus : DBN
d. Tremor : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR


1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Right-left disorientation : (-)
7. Fingeragnosia : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA


a. Patrick’s : -/-
b. Contra patrick’s : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS


a. Laseque : +/-
b. Reverse laseque : +/-
c. Sicard’s : +/-
d. Bragard’s : +/-
e. Door bell sign : -/-
f. Valsava sign : sulit dievaluasi
g. Nafziger sign : -/-
h. Minor’s : sulit dievaluasi
i. Neri’s : sulit dievaluasi

9
j. Kemp test : sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN DISARTRIA

a. Labial : (-)
b. Palata : (-)
c. Lingual : (-)

RESUME
Pasien laki-laki 23 tahun datang ke IGD RST dengan keluhan nyeri pada
pinggang kanan bawah menjalar ke bokong hingga kaki kanan sejak 1 hari SMRS
post trauma benda tumpul. Selain itu kaki kanan sulit digerakkan, terdapat
hipoalgesia dan hipoestesia pada kaki kanan hingga tungkai atas kanan. Terdapat
riwayat trauma sebelumnya dan HNP lumbalis dextra 1 tahun lalu. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15, hemodinamik stabil, nyeri saat
membungkuk, laseque <60o (+), kontra laseque (+), Reverse laseque (+), Sicard’s
(+), Bragad’s (+), Cobra sign (+), kekuatan motorik kaki kanan sulit dievaluasi.

II.5. Assessment
Klinis : Nyeri radikuler pinggang kanan bawah hingga ke kaki, nyeri saat
membungkuk, nyeri saat ndegeg, Laseque (+/-), Kontra laseque
(+/-), Reverse laseque (+/-), Sicard’s (+/-), Bragard’s (+/), Cobra
sign (+), hipoestesia dan hipoalgesia, kekuatan motorik ekstremitas
bawah sulit dievaluasi.
Topis : Nervus ischiadicus
Etiologi : Suspek hernia nucleus pulposus dextra dan facet joint disease
dextra

II.6. Planning Diagnostik


– Rontgen vertebrae lumbo-sacral AP/Lateral
– MRI lumbo-sacral
– Electromyography (EMG)

10
II.7. Monitoring
Vital sign, keadaan umum

II.8. Planning terapi


 IVFD NS + Resfar 1 fl per hari 21-24 tpm habis dalam 4 jam, setelahnya
kosongan 7-8 tpm
 Inj. Lapibal 2x1 amp i.v dalam 8 cc aquades
 Inj. Norages 3x1 amp i.v (jika nyeri)
 Q 10 DS 3x1 p.o
 Natto-10 2x1 p.o
 Fibrozol 2x1 p.o
 Myores 2x1 p.o

II.9 Edukasi

 Tidak boleh gerakan loncat


 Tidak boleh berlari
 Duduk harus dalam posisi punggung yang lurus dan bokong disandarkan
 Tidak boleh membungkuk, mebusungkan pinggang, miring kanan-kiri secara
tiba-tiba
 Olahraga berenang
 Fisioterapi

II.10 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bahasa kedokteran Inggris, pinggang dikenal sebagai “low back”.


Secara anatomik pinggang adalah daerah tulang belakang L-1 sampai seluruh
tulang sakrum dan otot-otot sekitarnya. Tulang belakang lumbal sebagai unit
struktural dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan ditinjau dari sudut mekanika. 1
Daerah pinggang mempunyai fungsi yang sangat penting pada tubuh
manusia. Fungsi penting tersebut antara lain, membuat tubuh berdiri tegak,
pergerakan, dan melindungi beberapa organ penting.
Peranan otot-otot erektor trunksi adalah memberikan tenaga imbangan
ketika mengangkat benda. Dengan menggunakan alat petunjuk tekanan yang
ditempatkan di dalam nukleus pulposus manusia, tekanan intradiskal dapat
diselidiki pada berbagai sikap tubuh dan keadaan. Sebagai standar dipakai tekanan
intradiskal ketika berdiri tegak.
Tekanan intradiskal yang meningkat pada berbagai sikap dan keadaan itu
diimbangi oleh tenaga otot abdominal dan torakal. Hal ini dapat diungkapkan oleh
penyelidikan yang menggunakan korset toraks atau abdomen yang bisa
dikembungkempiskan yang dikombinasi dengan penempatan alat penunjuk
tekanan di dalam lambung. Hasil penyelidikan tersebut mengungkapkan bahwa
30% sampai 50% dari tekanan intradiskal torakal dan lumbal dapat dikurangi
dengan mengencangkan otot-otot torakal dan abdominal sewaktu melakukan
pekerjaan dan dalam berbagai posisi. 1
Kontraksi otot-otot torakal dan abdominal yang sesuai dan tepat dapat
meringankan beban tulang belakang sehingga tenaga otot yang relevan merupakan
mekanisme yang melindungi tulang belakang. Secara sederhana, kolumna
vertebralis torakolumbal dapat dianggap sebagai tong dan otot-otot torakal serta
lumbal sebagai simpai tongnya.
Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak “Low
Back Pain” akibat proses degeneratif. Penyakit ini banyak ditemukan di
masyarakat, dan biasanya dikenal sebagai ‘loro boyok’. Biasanya mereka
mengobatinya dengan pijat urat dan obat-obatan gosok, karena anggapan yang

12
salah bahwa penyakit ini hanya sakit otot biasa atau karena capek bekerja.
Penderita penyakit ini sering mengeluh sakit pinggang yang menjalar ke tungkai
bawah terutama pada saat aktifitas membungkuk (sholat, mencangkul). Penderita
mayoritas melakukan suatu aktifitas mengangkat beban yang berat dan sering
membungkuk. 1,2

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS


II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRAE 1,2
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen
yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna
vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk
oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

13
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale
anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae
yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.
Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak
terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock
absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.

14
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari
nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat
mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan
ekstensi columna vertebralis.

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya


adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka
nyeri adalah:
 Lig. Longitudinale anterior
 Lig. Longitudinale posterior
 Corpus vertebra dan periosteumnya

15
 Articulatio zygoapophyseal
 Lig. Supraspinosum
 Fasia dan otot

Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus


intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan
otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini
stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan
refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan
diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang
lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di
bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

II.2 DEFINISI2
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari
discus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal
menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis
sehingga menimbulkan gangguan.

16
II.3 EPIDEMIOLOGI 3
HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada
dekade ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan
yang banyak membungkuk dan mengangkat.
Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat
pada bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung terjadi ke arah postero
lateral, dengan kompresi radiks saraf.

II.4 PATOFISIOLOGI 1,2,3


Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan
nukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang
berada di canalis vertebralis menekan radiks.

17
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini
akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan
lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat
menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput
pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan
nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan
peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,
penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan
biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya.
Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka
terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan
Laseque.

18
19
II.5 ETIOLOGI 4,5
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
 Degenerasi diskus intervertebralis
 Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
 Trauma berat atau terjatuh
 Mengangkat atau menarik benda berat

20
II.6 GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena.
HNP dapat terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2
arah, yang pertama ke arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang,
sciatica, dan gejala dan tanda-tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang
terkena. Berikutnya ke arah postero-sentral menyebabkan nyeri pinggang dan
sindroma kauda equina. 2,3,5

Kedua saraf sciatic (N. Ischiadicus) adalah saraf terbesar dan terpanjang
pada tubuh. masing-masing hampir sebesar jari. Pada setiap sisi tubuh, saraf
sciatic menjalar dari tulang punggung bawah ,di belakang persendian pinggul,
turun ke bokong dan dibelakang lutut. Di sana saraf sciatic terbagi dalam
beberapa cabang dan terus menuju kaki. 5
Ketika saraf sciatic terjepit, meradang, atau rusak, nyeri sciatica bisa
menyebar sepanjang panjang saraf sciatic menuju kaki. Sciatica terjadi sekitar 5%
pada orang Ischialgia, yaitu suatu kondisi dimana saraf Ischiadikus yang
mempersarafi daerah bokong sampai kaki terjepit. Penyebab terjepitnya saraf ini
ada beberapa faktor, yaitu antara lain kontraksi atau radang otot-otot daerah
bokong, adanya perkapuran tulang belakang atau adanya Herniasi Nukleus
Pulposus (HNP), dan lain sebagainya. 6
Sciatica merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus
ischiadicus sampai ke tungkai, biasanya mengenai hanya salah satu sisi. Nyeri

21
dirasakan seperti ditusuk jarum, sakit nagging, atau nyeri seperti ditembak.
Kekakuan kemungkinan dirasakan pada kaki. Berjalan, berlari, menaiki tangga,
dan meluruskan kaki memperburuk nyeri tersebut, yang diringankan dengan
menekuk.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah : 2,3,5,7
 Nyeri punggung bawah.
 Nyeri daerah bokong.
 Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
 Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai
kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit.
 Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang
berlebihan, terutama banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri
dan berjalan.
 Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat,
batuk, bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
 Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan
anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya
otot-otot tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan
achilles (APR).
 Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
 Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.

22
II.7 DIAGNOSA
 Anamnesa 1,2,7,8
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai
dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Hal ini
dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi tungkai bagian
belakang.
 Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke
tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
 Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang
berat.
 Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara
dua krista iliaka).
 Nyeri Spontan
 Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri
bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
 Pemeriksaan Motoris 6
 Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri
dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
 Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.

23
 Pemeriksaan Sensoris
 Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
 Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

 Tes-tes Khusus 5,6


1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tungkai penderita diangkat perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut
90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian
medial dari ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari
kaki (L5), atau plantarfleksi (S1).
 Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
 Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
4. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine,
merupakan indikasi untuk segera operasi.
5. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi
untuk operasi.
6. Tes provokasi : tes valsava dan naffziger untuk menaikkan tekanan
intratekal.
7. Tes kernique

24
 Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5
– S1 terkena.

 Penunjang 7,8,9
 Darah rutin : tidak spesifik
 Urine rutin : tidak spesifik
 Liquor cerebrospinalis : biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan
peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil
manfaatnya untuk diagnosis.
 Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
 MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula
spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan
dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf.
 Foto : foto rontgen tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela
invertebrata dan pembentukan osteofit.

 EMG : untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer


 Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP

25
II. 8 PENATALAKSANAAN 2,4,5.6,9
Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan
istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi
fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan sembuh dan kembali pada
aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.
Terapi konservatif meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan
menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke
aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan
punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari
vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot

26
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan
4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
3. Terapi fisik
a. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
b. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila
terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun
dingin.
c. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai
penyangga korset dapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
d. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan
penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan
otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi
pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
e. Proper body mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik
untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam
menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
 Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak
dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.

27
 Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada
paha untuk membantu posisi berdiri.
 Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisi panggul.
 Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
 Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan dada.
 Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
 Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat bangkit.

Terapi Operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf
sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
 Defisit neurologik memburuk.
 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
 Paresis otot tungkai bawah.

 Laminectomy
Laminectomy, yaitu tindakan operatif membuang lamina vertebralis, dapat
dilakukan sebagai dekompresi terhadap radix spinalis yang tertekan atau terjepit
oleh protrusi nukleus pulposus.

28
 Discectomy
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk
mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan
bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3 hari tinggal
di rumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi
untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan
waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani jika ada
masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin
diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(recovery).
 Mikrodiskectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan
fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan
– ray dan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang
menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-
kasus tertentu.

29
Hal-hal yang dilarang:
Peregangan yang mendadak pada punggung. Jangan sekali-kali mengangkat
benda atau sesuatu dengan tubuh dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan
membungkuk. Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi
kambuhnya gejala setelah episode awal.

30
31
Saran
Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat. Diantara kasur dan
tempat tidur harus dipasang papan atau “plywood” agar kasur jangan melengkung.
Sikap berbaring terlentang tidak membantu lordosis lumbal yang lazim, maka
bantal sebaiknya ditaruh di bawah pinggang. Penderita diperbolehkan untuk tidur
miring dengan kedua tungkai sedikit ditekuk pada sendi lutut.
Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa penderita tidak boleh bangun
untuk mandi dan makan. Namun untuk keperluan buang air kecil dan besar orang
sakit diperbolehkan meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang air besar dan
kecil di pot sambil berbaring terlentang justru membebani tulang belakang lumbal
lebih berat lagi.
Analgetika yang non adiktif perlu diberikan untuk menghilangkan nyeri.
Selama nyeri belum hilang fisioterapi untuk mencegah atrofi otot dan
dekalsifikasi sebaiknya jangan dimulai, setelah nyeri sudah hilang latihan gerakan
sambil berbaring terlentang atau miring harus diajurkan.
Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai dapat
dilakukan “pelvic traction”, alat-alat untuk itu sudah automatik. Cara “pelvic
traction”, sederhana kedua tungkai bebas untuk bergerak dan karena itu tidak
menjemukan penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan dalam masa yang
cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan bisa dengan melakukan flexion
excersise dan abdominal excersise.

32
Masa istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai dengan tercapainya perbaikan.
Bila iskhilagia sudah banyak hilang tanpa menggunakan analgetika, maka orang
sakit diperbolehkan untuk makan dan mandi seperti biasa. Korset pinggang atau
griddle support sebaiknya dipakai untuk masa peralihan ke mobilisasi penuh.
Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika serta nasehat untuk
jangan sekali-kali mengangkat benda berat, terutama dalam sikap membungkuk.
Anjuran untuk segera kembali ke dokter bilamana terasa nyeri radikuler penting
artinya. Dengan demikian ia datang kembali dan “sakit pinggang” yang lebih jelas
mengarah ke lesi diskogenik.

II.9 PROGNOSIS
 Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif
 Sebagian kecil  berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
 Pada pasien yang dioperasi : 90%  membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%

33
FACET JOINT SYNDROME

ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI 12, 13, 15, 17, 19


Istilah sendi faset merupakan istilah yang kurang tepat dipakai karena
persendian terjadi antara kedua processus zygoapophysial atau disebut juga
processus articularis superior dan inferior tulang vertebrae yang kemudian
membentuk articulatio synovialis. Sedangkan faset merupakan kartilago sendi
pada sendi-sendi kecil yang terdapat di seluruh tubuh (misalnya sendi antar
falang, sendi costotransversus dan sendi costovertebrae).

Gambar 1: Sendi Faset

Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan tulang belakang


bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang belakang mampu
bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda-beda. Lebar kartilago sendi
adalah antara 2,5 hingga 4 mm, dan kartilagonya semakin menebal ke arah titik
tengah sendi. Permukaan sendi faset agak melengkung, di mana bagian atas
berbentuk cekung sedangkan bagian bawah berbentuk cembung.
Unit fungsional dari kolumna vertebralis terdiri dari dua korpus vertebrae
yang berdekatan, sebuah diskus intervertebralis dan dua buah sendi faset. Unit
fungsional ini merupakan gabungan dari tiga sendi yang kemudian membentuk
sendi universal. Sendi ini membenarkan terjadinya enam macam gerakan, yaitu
gerakan rotasi dan dan translasi dalam tiga aksis koordinat (x,y,z). (Gambar 2)

34
Gambar. Arah gerakan sendi tulang belakang.

Sendi faset memiliki serat saraf nosiseptor dari ganglia simpatik dan
parasimpatik yang dapat dirangsang oleh tekanan lokal atau regangan pada
kapsul. Reseptor nosiseptif tipe IV ditemukan pada kapsul fibrosus. Reseptor ini
merupakan pleksus serabut saraf yang tidak bermielin dan mekanoreseptor
korpuskular tipe I dan II. Ujung serabut saraf tidak bermielin tipe I dan II bersifat
mekanosensitif dan berfungsi memberikan informasi propioseptif dan protektif ke
sistem saraf pusat. Sendi faset juga dapat menyebabkan perangsangan neuron
akibat pelepasan mediator inflamasi secara alami seperti substance P dan
fosfolipase A2. Ujung saraf perifer kemudiannya melepaskan mediator kimia
seperti bradikinin, serotonin, histamin dan prostaglandin yang bersifat racun dan
menyebabkan timbulnya nyeri. Substance P juga terlibat karena dapat bereaksi
langsung dengan ujung serabut saraf atau secara tidak langsung melalui
vasodilatasi, ekstravasasi plasma dan pelepasan histamin. Fosfolipase A2
menghidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan asam arakidonat yang
menyebabkan reaksi inflamasi, edema dan eksitasi nosiseptif yang
berkepanjangan.
Nyeri pada sendi faset dihubungkan dengan proses degeneratif di mana sifat
elastisitas kolagen sendi semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Selain
proses degenerasi, hal lain yang bisa menimbulkan nyeri sendi faset adalah:
1. Cedera tulang belakang
2. Fraktur
3. Robekan pada ligamentum

35
4. Gangguan diskus
Penyebab tersering nyeri sendi faset adalah karena proses mekanik.
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan
otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thoracal dan lumbal,
sehingga pada saat sendi faset lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi
gesekan pada kedua permukaan faset. Gesekan pada sendi faset yang terjadi
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
struktur sendi. Menurut Eisenstein et al. (1987) perubahan yang paling sering
terjadi adalah nekrosis fokal pada seluruh ketebalan kartilago.

DIAGNOSA 10,14,15,18
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosa sindrom faset diperlukan pemeriksaan yang
sangat teliti dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa yang lain hal yang
pertama harus ditanyakan dalam anamnesis adalah bagaimanakah sifat nyeri yang
timbul. nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi, tulang
dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot. Kemudian harus
ditanyakan juga lokasi nyeri. Nyeri biasanya dirasakan pada leher atau pinggang.
Nyeri sendi faset biasanya bersifat pseudoradikuler atau kurang menjalar karena
nyeri faset jarang melibatkan penekanan pada radiks saraf spinal kecuali jika telah
terjadi hipertrofi sendi faset.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi faset harus
dilakukan dengan benar. Seperti yang telah disebutkan di atas, nyeri belakang
terutama pada leher dan pinggang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada
pasien dengan keluhan nyeri pada leher, untuk mengetahui apakah nyeri berasal
dari sendi faset atau tidak dapat dilakukan Tes Spurling. Pasien diminta duduk
dengan kepala sedikit diangkat sambil melihat ke satu sisi. Pemeriksa berdiri di
belakang pasien dengan satu tangan diletakkan di atas kepala pasien. Dengan
tangan yang lain pemeriksa mengetuk (memberi kompresi) dengan pelan pada
tangan yang diletakkan di atas kepala pasien. Jika pasien dapat menahan prosedur

36
yang dilakukan tadi, prosedur diulang dengan leher sedikit diangkat. Pemeriksaan
ini memberikan bukti klinis adanya sindrom faset atau kompresi radiks saraf
spinalis. Jika terjadi iritasi pada sendi faset, maka pasien akan merasakan nyeri.
Untuk mengetahui adanya iritasi pada bagian lumbal akibat proses
degenerasi dapat dilakukan tes ketuk prosesus spinosus (Spinosus Process Tap
Test). Tes ini dapat mengidentifikasi adanya sindrom lumbalis. Pasien diperiksa
dalam posisi duduk dengan tulang belakang sedikit fleksi. Pemeriksa kemudian
mengetuk prosesus spinosus tulang lumbal dan otot-otot disekitarnya dengan
menggunakan palu refleks. Nyeri lokal mengindikasikan adanya iritasi pada
segmen spinal akibat proses degeneratif sedangkan nyeri radikuler
mengindikasikan adanya perubahan patologis pada diskus vertebralis.
Menurut Wilde et al.(2007), terdapat dua belas indikator yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi faset yaitu hasil positif pada
tes injeksi sendi faset, nyeri belakang unilateral terlokalisasi, positif tes blok
cabang medial, nyeri tekan pada sendi faset atau prosesus tranversus, nyeri
dirasakan kurang menjalar, nyeri berkurang dengan gerakan fleksi, dan jika ada
nyeri alih terasa di atas dari lutut.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosa sindrom faset. Pemeriksaan radiologi yang sering
dilakukan adalah foto polos servikal atau lumbosakral dengan posisi
anteroposterior, lateral dan oblik. Pemeriksaan radiologi lainnya seperti CT scan
atau MRI tidak begitu bermanfaat kecuali telah terjadi perubahan patologi pada
struktur sendi atau untuk mennyingkirkan diagnosa diferensial lain seperti tumor,
fraktur, atau kelainan metabolisme.

DIAGNOSA BANDING 6, 12
1. Kelainan perkembangan
 Spondilolisis
 Spondilolistesis
 Skoliosis
 Kifosis juvenilis
 Penyakit Schuermann

37
2. Proses inflamasi
 Diskitis
 Osteomielitis vertebralis
 Infeksi sendi sakroiliaka
 Kelainan rheumatologi
 Rheumatoid arthritis juvenilis
 Sindrom Reiter
 Arthritis psoriatik
 Arthritis enteropatik
 Arthritis reaktif
3. Tumor medula spinalis
 Tumor intra medula
 Astrositoma
 Ependimoma
 Tumor metastase
 Tumor kongenital
 Hemangioblastoma
 Tumor ekstra medula
 Granuloma eosinofilik
 Osteoblastoma
 Aneurysmal bone cyst
 Hemangioma
 Ewing sarkoma
 Neuroblastoma
 Ganglioneuroma
 Osteogenik sarkoma
4. Trauma dan kelainan mekanik
 Cedera jaringan lunak
 Kompresi vertebra
 Fraktur atau dislokasi faset
 Fraktur prosesus transversus atau prosesus spinosus
 Kelainan degeneratif mekanik kronik

38
 Protrusi atau herniasi diskus
 Postural imbalans
 Sindrom overuse

TERAPI 9, 15, 18
Terapi untuk nyeri sendi faset terdiri dari terapi medikamentosa, operatif
dan rehabilitatif. Terapi medikamentosa bertujuan terutama menghilangkan rasa
nyeri akibat proses inflamasi. Golongan obat yang sering digunakan termasuk
golongan OAINS seperti ibuprofen, golongan muscle relaxan seperti
siklobenzaprin, golongan analgesik opioid seperti oksikodon, dan golongan
antidepresan seperti amitriptilin.
Terapi operatif bukanlah terapi lini pertama untuk mengatasi nyeri sendi
faset atau nyeri pinggang bawah. Namun tindakan operasi bisa menjadi indikasi
sekiranya timbulnya tanda dan gejala keganasan. Tindakan radiofrequency medial
branch neurotomy dikatakan mampu mengurangkan nyeri sehingga 80% pada
60% pasien dengan nyeri sendi faset.

Gambar : Radiografi anteroposterior menunjukkan jarum yang disuntikkan untuk


medial branch block L5 kiri

Terapi rehabilitatif bertujuan untuk mengurangi keterbatasan gerakan yang


menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari. Yang termasuk terapi rehabilitatif
adalah terapi edukatif dan fisioterapi. Terapi edukatif bertujuan untuk memberi
informasi kepada pasien tentang postur yang baik sehingga dapat mencegah

39
proses mekanik yang dapat menimbulkan nyeri pada sendi faset. Fisioterapi
umumnya untuk nyeri belakang terdiri dari:
a. High frequency current ( HFC CFM)
Arus kontinu elektromagnetik (CEM) berfrekuensi 27MHz dan panjang
gelombang 11,06 m, dapat memberikan efek lokal antara lain :
o Mempercepat resolusi inflamasi kronik
o Mengurangi nyeri
o Mengurangi spasme
o Meningkatkan ekstensibilitas jaringan fibrous
b. Traksi Mekanik
Traksi merupakan proses mekanik menarik tulang sehingga sendi saling
menjauh. Efek mekanis traksi pada tulang belakang adalah :
o Mengulur otot-otot paravertebralis, ligamen dan kapsul sendi
o Peregangan terhadap diskus intervertebralis
o Peregangan dan penambahan gerakan sendi apofisial pada prosesus
artikularis.
o Mengurangi nyeri sehingga efek relaksasi akan lebih mudah diperoleh
c. Bugnet Exercises
Bugnet exercises (terapi tahanan sikap) adalah metode pengobatan berdasarkan
kesanggupan dan kecenderungan manusia untuk mempertahankan sikap badan
melawan kekuatan dari luar. Kemampuan mempertahankan sikap tubuh
melibatkan aktivitas sensomotorik dan mekanisme refleks sikap. Aktivitas
motorik terapi ini bersifat umum yang diikuti oleh fungsi sensorik untuk
bereaksi mempertahankan sikap tubuh.

PROGNOSIS 15,18
Pasien dengan nyeri sendi faset yang mengikutu program rehabilitatif secara
aktif – termasuk pengobatan dengan anti inflamasi, terapi fisik dan modifikasi
aktifitas – mampu untuk mengatasi perasaan nyeri yang timbul. Hampir 80% yang
menjalani blok saraf pada sendi faset mengalami perbaikan terhadap nyeri yang
dapat bertahan untuk beberapa bulan.

40
KESIMPULAN

Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)


adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke
dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vetebra yang
diakibatkan oleh menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus
yang menyebabkan kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah
lumbal dan servikal sehingga menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri
punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif pada proses penuaan.
HNP dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu hernia lumbosacralis, hernia
thoracalis, dan hernia cervicalis. Masing-masing hernia tersebut memiliki gejala
yang berbeda-beda, tergantung dari radix syaraf yang lesi. Namun, gejala yang
paling sering adalah ischialgia, nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar,
berdenyut, dan menjalar sampai bawah lutut.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan neurologik, dan pemeriksaan penunjang.
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah
pemeriksaan radiologi, MRI, CT Scan, mielogram, elektromiografi.
Nyeri sendi faset merupakan salah satu penyebab utama dari nyeri daerah
leher dan pinggang bagian bawah. Sendi faset bersama diskus intervertebralis
berperan dalam pergerakan tulang belakang ke beberapa arah dalam batas yang
wajar. Namun, karena proses degeneratif, sendi faset sering mengalami kelainan
struktural sehingga pergerakan tulang belakang menjadi terbatas dan
menimbulkan sensasi nyeri yang juga disebut Sindrom Faset.
Sindrom faset atau nyeri sendi faset dapat ditegakkan diagnosanya melalui
anamnesa yang terperinci, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Nyeri sendi faset dapat dibedakan dengan nyeri akibat stenosis nervus spinalis
melalui sifat nyerinya yang pseudoradikuler. Melalui pemeriksaan radiologi, dapat
diketahui apakah nyeri yang dirasakan berasal dari proses patologis pada sendi
faset atau dari perubahan struktural tulang belakang yang lain misalnya
spondilolisis atau akibat proses autoimun seperti pada rheumatoid artritis.

41
Terapi nyeri sendi faset bertujuan terutama untuk menghilangkan rasa nyeri
dan memperbaiki kualitas hidup yang terganggu akibat proses yang terjadi pada
sendi faset. Terapi terdiri dari terapi medikamentosa, fisioterapi dan terapi operasi.
Terapi medikamentosa biasanya menggunakan obat-obat dari golongan NSAID
dan golongan barbiturat atau opioid. Fisioterapi pada nyeri sendi faset terdiri dari
High frequency current ( HFC CFM), traksi mekanik dan Bugnet excercises.
Nyeri sendi facet memiliki prognosis yang baik. Dengan terapi yang sesuai
diharapkan pasien dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan mampu bekerja
seperti sediakala.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima.


Jakarta : PT Dian Rakyat. 87-95. 1999
2. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum.
Jakarta : PT Dian Rakyat. 182-212.
3. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi
III, jilid kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59. 2004
5. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III,
cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205
6. Partono M. Mengenal Nyeri pinggang. http://mukipartono.com/mengenal-
nyeri-pinggang-hnp/ [diakses 7 Desember 2010]
7. Anonim. Hernia Nukleus Pulposus (HNP).
http://kliniksehat.wordpress.com/2008/10/02/hernia-nukleus-pulposus-
hnp/ [diakses 9 Desember 2010]
8. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. In :
http://www.kalbe.co.id Sidharta, Priguna., 2004.
9. http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=130
Mansjoer, Arif, et all., 2007.
10. Bogduk N. Management of chronic low back pain. Med J Aust. Jan 19
2004;180(2):79-83.

11. Buckup, Klause, 2004. Clinical Tests for the Musculoskeletal System:
Examinations—Signs—Phenomena. Thieme: Stuggart.

12. Dunlop RB, Adams MA, Hutton WC. Disc space narrowing and the
lumbar facet joints. J Bone Joint Surg Br. Nov 1984;66(5):706-10.

13. Eisenstein, S.M., 1987. The Lumbar Facet Arthrosis Syndrome: Clinical
Presentation and Articular Surface Changes. British Editorial Society of
Bone and Joint Surgery 0301-620X/87/lOl 1. Available at:
http://www.jbjs.org.uk/cgi/reprint/69-B/1/3.pdf

14. Lilius G, Laasonen EM, Myllynen P, Harilainen A, Grönlund G. Lumbar


facet joint syndrome. A randomised clinical trial. J Bone Joint Surg Br.
Aug 1989;71(4):681-4.

43
15. Malanga, Gerard A. et al. 2008. Lumbosacral Facet Syndrome. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/94871-overview. Last Updated:
Jul 15, 2008.

16. Manchikanti, Laxmaiah et. al. 2004. Prevalence of Facet Joint Pain in
Chronic Spinal Pain of Cervical, Thoracic, and Lumbar Regions. BMC
Musculoskeletal Disorders 2004, 5:15. Available at:
http://www.biomedcentral.com/1471-2474/5/15.

17. Schellinger D, Wener L, Ragsdale BD, Patronas NJ. Facet joint disorders
and their role in the production of back pain and sciatica. Radiographics.
September 1987;7(5):923-44.

18. Wilde VE, Ford JJ, McMeeken JM. Indicators of lumbar zygapophyseal
joint pain survey of an expert panel with the Delphi technique. Phys Ther.
2007;871348–1361.

44

Anda mungkin juga menyukai