Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

Disusun guna memenuhi alah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Risma Julia Lismaya NIM C. 0105. 17. 105

Hendro Adi Wibowo NIM C. 0105. 17. 088

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER

2018
KAD ( Ketoasidosis Diabetikum )

A. Pengertian
KAD adalah keadaan kegawatan atau akut dari diabetes mellitus tipe I,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin. KAD dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia, asidosis, dan keton sebagai akibat kurangnya insulin.

B. Etiologi
KAD terjadi akibat dari kurang adekuatnya kadar insulin dan ditandai oleh
dehidrasi yang berat, kehilangan elektrolit, ketonuria, dan asidosis. Ketika
insulin tidak tersedia untuk mengangkut glikosa kedalam sel, hati
memetabolisme asam lemak menjadi keton. Akumulasi dari keton menghasilkan
asidosis metabolic. Temuan klasik meliputi :
a. Glukosa darah > 250 mg/dL
b. pH < 7,3 (asidosis metabolic)
c. Serum HCO3 < 15-20 mmol/L
d. Ketonemia, keton serum > 3 mOsm/L, keton urine positif kuat
e. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya < 330 mOsm/L
KAD biasanya hanya terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe I, namun
dibawah kondisi stress yang ekstri, hal ini bisa terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe II. Penyebabnya :
a. Diabetes onset baru
b. Dosis insulin tidak memadai atau terdapat kesalahan dosis insulin
c. Penyakit atau infeksi pada pasien yang diketahui diabetes (penyebab paling
umum dari KAD)
d. Alkohol atau penyalahgunaan narkoba
e. Infark miokard
f. Pankreatitis dan kelainan abdomen
C. Tanda dan Gejala
a. Takikardi, hipotensi
b. Berkurngnya volume : kulit kering dan turgor kulit buruk, membrane
mukosa kering
c. Kelelahan
d. Perubahan status mental akut dari rasa kantuk menjadi koma
e. Nafas berbau aseton (nafas berbau buah)
f. Pernafasan kussmaul (cepat, dalam) : tubuh mencoba untuk
mengkompensasi asidosis metabolic dengan mengeluarkan karbon dioksida
g. Nyeri perut tanpa kekakuan, bising usus berkurang

D. Prosedur Diagnostik
a. Mengukur kadar serum glukosa. Tes glukosa darah dengan glikometer cukup
untuk memulai perawatan
b. Uji glukosa dan keton dalam urine
c. Melakukan pemeriksaan arinalisis (infeksi adalah faktor yang seringkali
menjadi pencetus KAD)
d. Melakukan pemeriksaan darah lengkap dengan diferensial, elektrolit, blood
urea nitrogen (BUN), kreatinin, fosfat, dan amylase
e. Melakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri
f. Melakukan pemeriksaan rontgen dada, EKG 12-lead, dan kultur darah
seperti yang diindikasikan

E. Manajemen Kegawatdarutan
Masalah utama manajemen KAD adalah dehidrasi dan asidosis. Selaki
jalan nafas dan oksigenasi adekuat telah dipertahankan, tetapi cairan adalah
prioritas berikutnya, maak pertimbangan awal adalah membuat jalur interavena.
Pemasangan kateter folley terkadang diperlukan untuk memonitor ketat
pengeluaran urine, tetapi harus dilepas segera untuk mencegah infeksi
iatrogenic.
Dilatasi akut lambung adalah komplikasi yang umum pada KAD kerena
atonia lambung yang mengikuti kondisi KAD. Predisposisi pasien ini untuk
mengaspirasi isi lambung. Aliran NGT dapat mengurangi komplikasi dan
membuat pasien lebih nyaman.
a. Resusitasi cairan
Saline normal adalah pilihan cairan untuk resusitasi awal pasien KAD.
Satu liter akan diberikan dalam satu jam pertama, diikuti dengan satu liter
berikutnya sampai 2 jam berikutnya. Penggantian cairan sangat penting
untuk mengurangi hiperglikemia dan asidosis. Sejalan dengan peningkatan
aliran sirkulasi, ginjal akan dapat membersihkanlebih banyak glukosa dan
ion hydrogen dari aliran darah, Melancarkan perfusi ginjal. Terlebih lagi
peningkatn sirkulasi ini akan mengkoreksi hipoksia jaringan dan
menurunkan produksi laktat. Bikarbonat jarang diindikasikan untuk
mengkoreksi asidosis, karena bikarbonat mengganggu disosiasi oksigen,
membuat barrier darah-otak lebih permeable terhadap karbon dioksida,
menyebabkan asidosis cerebral, meningkatkan kebutuhan pemberian
potassium dan mencetuskan disritmia, menyebabkan gangguan elektrolit.
b. Insulin
Penggunaan dosis rendah regular insulin (RI) melalui intravena (5-10
unit/jam IV) telah diteliti dan keuntungan telah dikonfirmasikan. Karena
singkatnya waktu paruh insulin dalam plasma (contoh 3-10 menit),
pemberian harus melalui infuse tidak bolus. Insulin dimasukkan ke tube
intravena dan akan mempengaruhi pemberian dosis melalui aliran darah,
karenanya perawat gawat darurat harus mengisi tube dengan sekitar 50 mL
cairan insulin pada tahap awal, sehingga dosis terapi berjam-jam tidak akan
terganggu kemudian.
Keuntungan dari metode baru pemberian insulin dosis rendah untuk
menangani KAD secara signifikan adalah menurunkan resiko hipoglikemia
dan kemungkinan edema serebral. Beberapa dokter memberiken insulin
melalui suntikan intramuscular (10-20 unit/jam) jika pefusi pasien baik,
tetapi jika terdapat perubahan sirkulasi atau dehidrasi berat, insulin akan
terakumulasi dalam jaringan, menyebabkan hipoglikemia pada pasien paska
terapi. Ketika gula darah mencapai 300 mg/dL, dektrose harus ditambahkan
pada cairan intravena untuk mencegah hipoglikemia iatrogenic dan edema
serebral.
c. Penggantian potasium
Kekurangan potassium berkisar antara 300-1000mEq/L, disebabkan
perpindahan cairan intraseluler ke ekstraseluler dan ginjal kehilangan
potassium disebabkan karena dieresis osmotic. Penggantian potasium
dimulai hanya setelah perbaikan volume membaik dam setelah terapi insulin
awal telah dilakukan. Infus insulin serial tanpa penggantian potasium, akan
tetapi lebih lanjut akan memperberat hipokalemi. Meskipun jika nilai
laboratorium awal menyatakan keadaan kadar kalium darah adalah normal,
keadaan ini secara dramatis akan menurun dengan pemberian penggantian
cairan dan koreksi asidosis. Potasium fosfat, alternative dari potasium
klorida, direkomendasikan oleh beberapa ahli. Selama terapi penggantian
potasium perawat gawat darurat harus secara hati-hati memonitor EKG
terhadap munculnya tanda disritmia.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Airway
Perkenalkan dirimu dan jelaskan pemeriksaan apa yang akan kamu
lakukan. Respon verbal yang baik dari pasien menunjukkan airway
bebas. Jika pasien kesulitan memberikan respon verbal, lakukan
pemeriksaan atau upaya membuka airway (head tilt, chin lift). Kaji
kepatenan jalan nafas, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menhalangi jalan nafas. Jika airway tidak ada gangguan namun pasien
masuk mengalami kesulitan memberikan respon verbal, maka evaluasi
breathing.
b. Breathing
1). Hitung frekuensi nafas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
2). Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan.
3). Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan
frekuensi nafas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit.
4). Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thorax atau analisa gas darah
c. Circulation
1). Periksa denyut nadi, tekanan darah dan CRT. Pasang EKG jika perlu
dan pulse oximetry untuk monitoring.
2). Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok
(takikardi, hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
3). Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan urea
(BUN), kreatinin, elektrolit, darah lengkap, test fungsi hati, amylase,
keton, laktat dan kultur darah jika pasien demam. Pertimbangkan
pemasangan kateter urine untuk memantau produksi urine 24 jam.
Jika pasien demam dan penyebabnya tidak diketahui, mulailah
memberikan antibiotic spectrum luas. Bila memungkinkan usulkan
pemeriksaan keton urine. Jika hasilnya positif akan sangat
menunjang diagnosis ketoasidosis diabetes.
d. Disability
Lakukan penilaian APVU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan
memberikan respon terhadap penyinaran.
e. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, pendarhan, atau edema. Lakuikan
inspeksi dan palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
EKG adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang penting dalam
tatalaksana pasien ketoasidosis, dapat terjadi kelainan kadar serum
kalium yang dapat berakibat pada aritmia hingga henti jantung.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan  Observasi pemasukan dan
dan elektrolit kurang dari pengeluaran cairan setiap jam
kebutuhan tubuh berhubungan  Observasi kepatenan atau
dengan pengeluaran yang kelancaran infuse
berlebihan. Dengan kriteria :  Monitor tansda-tanda vital dan
 Tanda vital dalam batas normal tingkat kesadaran tiap 15 menit,
TD sistolik : 90-140 mmHg bila stabil lanjutkan untuk setiap
Nadi : 60-90 x/menit jam
Pernafasan : 16-24 x/menit  Observasi turgor kulit, selaput
Suhu : 36-37,5 °C mukosa, akral, pengisian kapiler
 Urine output 0,5 – 1  Monitor hasil pemeriksaan
cc/kgBB/jam laboratorium gula darah elektrolit
 Turgor kulit elastic terutama kadar kalium
 Kulit tidak kering  Monitor hasil pemeriksaan Hb,
 Akral hangat Ht dan kadar urea darah
 Tidak pucat dan sianosis  Monitor pemeriksaan EKG
 Nadi perifer teraba  Monitor CVP (bila digunakan)
 Selaput mukosa lembab  Bekerjasama dengan tim
 Pengisian kapiler < 2 detik kesehatan :

 Kadar elektrolit normal dengan :  Pemberian cairan parenteral


Na : 135 – 147 mEq/L  Pemberian terapi insulin
K : 3,5 – 5,5 mEq/L  Pemasangan kateter urine
Cl : 197 – 108 mEq/L  Pemeriksaan kadar gula darah,
 EKG tidak aritmia elektrolit, hematokrit, ureum dan
 GDS < 400 mg/dL BUN
 Pemasangan CVP jika
memungkinkan
2. Kerusakan ventilasi spontan  Kaji respon pergantian status
berhubungan dengan faktor pernafasan klien (ekspirasi –
metabolic, dengan kriteria : inspirasi)
 Jalan nafas efektif  Monitor dipsneu dan penurunan
 Pengeluaran secret efektif RR
 Bebas dari dipsneu  Kaji riwayat pasien penyakit
kronik pernafasan
 Suction bila diperlukan
 Kolaborasi dengan pasien dan
keluarga untuk pemasangan
intubasi dan ventilator
 Kolaborasi pemberian analgesic
dan sedative jika diperlukan
 Lakukan analisa gas darah dan
tidal volume
 Gunakan komunikasi efektif pada
pasien
 Jelaskan pada keluarga tentang
keadaan pasien yang mengalami
dipsneu atau gangguan paru.
3. Pola nafas tidak efektif  Kaji status pernafasan dengan
berhubungan dengan kelemahan mendeteksi pulmonal
otot pernafasan, dengan kriteria :  Berikan terapi fisik dada
 Pola nafas teratur termasuk drainase postural
 RR normal  Suction
 Pasien mudah bernafas  Identifikasi kemampian dan
berikan keyakinan dalam
bernafas
 Kolaborasi dalam pemberian
farmakologi
4. Resiko tinggi terjadinya gangguan  Berikan posisi fowler atau semi
pertukaran gas berhubungan (sesuai dengan keadaan klien)
dengan peningkatan keasaman  Observasi irama pernafasan
darah (pH menurun) akibat frekuensi dan kedalaman
hiperglikemia, glukoneogenesis, pernafasan
lipolisis. Dengan kriteria :  Auskultasi bunyi paru setiap jam
 Pernafasan kussmaul  Bekerjasama dengan tim
 Frekuensi 16-24 x/menit kesehatan lain dalam :
 AGD dalam batas normal :  Pemeriksaan AGD
- pH : 7,35 – 7,45  Pemberian oksigen
- PO2 : 80 – 100 mmHg  Pemberian koreksi bicnat (jika
- PCO2 : 30 - 40 mmHg terjadi asidosis metebolik)
- HCO3 : 22 – 26
- BE : -2 sampai +2
HIPOGLIKEMIA

A. Pengertian
Hipoglikemia adalah komplikasi akut yang paling sering terjadi pada
diabetes. Kadar glukosa darah normal berkisar 80 – 120 mg/dL (4,4 – 6,6
mmol/L). Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah < 60 – 70
mg/dL dan hipokglikemia berat didefinisikan sebagai kadar glukosa darah
kurang dari 40 mg/dL.

B. Etologi
a. Asupan makanan tidak mencukupi termasuk asupan kalori yang tidak
memadai atau makanan yang terlewat (penyebab paling umum)
b. Terlalu banyak insulin (termasuk overdosis insulin yang disengaja maupun
tidak disengaja atau agen hipoglikemik oral)
c. Potensiasi sulfonylurea aksi insulin di hati
d. Peningkatan latihan atau aktivitas
e. Kosumsi alcohol

C. Tanda dan Gejala


a. Ringan (gejala adregenik)
Gemetar, berkeringat, takikardi, kelaparan, pucat, kesemutan di bibir,
kecemasan, palpitasi dan gelisah.
b. Sedang (gejala neuroglycopenic = kurangnya glukosa untuk otak)
Perubahan perilaku, mudah marah, kebingungan, sakit kepala, mengantuk,
berbicara cadel, kelemahan, gaya berjalan sempoyongan dan penglihatan
kabur.
c. Berat
Merupakan keadaan darurat medis. Jika tidak diobati dapat menyebabkan
kejang, koma, atau kerusakan syaraf permanen.
D. Penanganan Hipoglikemi
a. Pada pasien sadar
1. Mengukur kadar serum glukosa dengan fingerstick sudah cukup untuk
memulai penatalaksanaan
2. Lakukan analisis laboratorium serum glukosa untuk mengkonfirmasi
pembacaan hasil. Namun jangan menunda pengobatan ketika harus
menunggu hasil laboratorium jika pasien menunjukan gejala
3. Berikan 15 sampai 20g rapid acting glucose
4. Jika serum glukosa tidak membaik dalam 15 menit berikan karbohidrat
dosis keduan secara oral
5. Setelah serum glukosa mengalami peningkatan lanjutkan dengan
pemberian karbohidrat kompleks secara oral (biasanya kurang dari 2
jam)
b. Pasien setengah sadar atau tidak sadar
1. Memeriksa kadar glikosa darah
2. Berikan 50% dekstrosa, 25-50 mL intravena untuk pasien dewasa. Pada
anak-anak berikan 25% dekstrose dan berikan 10% - 12,5% dekstrose
untuk neonates dan bayi
3. Pertimbangkan pemberian infuse dekstrose 5% dalam air (D5W) atau
dekstrose 10% dalam air (D10W) secara kontinyu untuk
mempertahankan serum glukosa dalam kisaran normal seperti yang
ditentukan. Edema serebral merupakan komplikasi yang jarang namun
mungkin terjadi terutama pada anak-anak
4. Lakukan pencegahan kejang

Ketika akses intravena tidak tersedia

1. Berikan glikagon 1 mg intramuscular (0,5 mg pada anak-anak usia 3-5


tahun dan 0,25 mg pada anak-anak < 3 tahun)
2. Glukagon harus diresepkan untuk semua orang yang memiliki resiko
hipoglikemi berat yang signifikan dan caregivers atau anggota keluarga
harus diberitahukan bagaimana pemberiannya. Pemberian glucagon tidak
terbatas pada tenaga kesehatan professional
3. Jika tidak ada perbaikan dalam 20 menit ulangi dosis glucagon yang
sama
4. Setelah pasien bisa menelan berikan 20 g karbohidrat melalui mulut
untuk menambah kembali penyimpanan glikogen yang habis dan untuk
mencegah terulangnya hipoglikemi
5. Glukagon mungkin tidak efektif jika penyimpanan glikogen di hati telah
habis, misalnya hipoglikemia yang disebabkan oleh alcohol

E. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


1. Pengkajian
a. Airway
Perkenalkan dirimu dan jelaskan pemeriksaan apa yang akan kamu
lakukan. Respon verbal yang baik dari pasien menunjukkan airway
bebas. Jika pasien kesulitan memberikan respon verbal, lakukan
pemeriksaan atau upaya membuka airway (head tilt, chin lift). Kaji
kepatenan jalan nafas, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menhalangi jalan nafas. Jika airway tidak ada gangguan namun pasien
masuk mengalami kesulitan memberikan respon verbal, maka evaluasi
breathing.
b. Breathing
Merasa kekurangan oksigen dan nafas tersengal-sengal
c. Circulation
Kebas, kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi dan
penurunan kesadaran
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan  Tentukan faktor yang berhubungan
berhubungan dengan hipoksia dengan keadaan tertentu, yang
jaringan, di tandai dengan dapat menyebebkan penurunan
peningkatan TIK, Nekrosis perfusi dan potensial peningkatan
jaringan otak, depresi SSP dan TIK
edema. Dengan kriteria :  Catat ststus neurologi secara
 Tidak ada tanda-tanda teratur, bandingkan dengan nilai
peningkatan TIK standar
 Tanda-tanda vital dalam batas  Kaji respon motorik terhadap
normal perintah sederhana
 Tidak ada penurunan  Pantau tekanan darah
kesadaran  Evaluasi : pupil, keadaan pupil,
catat ukuran pupil, ketajaman
penglihatan dan penglihatan kabur
 Pantau intake, output dan turgor
 Beritahu pasien untuk menghindari
batuk, muntah
 Perhatikan adanya gelisah
meningkat, tingkah laku yang tidak
sesuai
 Tinggikan kepala 15-45 derajat
 Berikan oksigen sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi
2. Pola nafas tidak efektif  Kaji frekuensi, irama, kedalaman
berhubungan dengan adanya pernafasan
depresan pusat pernafasan.  Auskultasi bunyi nafas
Dengan kriteria hasil :  Pantau penurunan bunyi nafas
 RR 16-24 x/menit  Berikan posisi yang nyaman, semi
 Ekspirasi dada normal fowler
 Sesak nafas hilang/ berkurang  Berikan instruksi untuk latihan
 Tidak ada suara nafas nafas dalam
abnormal  Catat kemajuan yang ada pada
pasien tentang pernafasan
 Berikan oksigen sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi
HHNC (Hiperglikemia Hiperosmolar Non-Ketotik Coma) / HHS
( Hiperosmolar Hiperglikemia Syndrome)

A. Pengertian
HHS atau HHNK merupakan peningkatan glukosa serum yang sangat
tinggi dan tidak adanya ketoasidosis.
HHNK adalah komplikasi akut dari diabetes mellitus dimana penderita
akan mengalami dehidrasi berat yang bisa menyebabkan kebingungan
mental, pusing, kejang dan koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe 2.
(www,Wikipedia.com)
HHNK merupakan komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap
diabetes mellitus tipe 2, Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan
drastic penyakit (Elizabeth, 2009)
Menurut Hudak dan Gallo (sedisi VI) koma hiperosmolar adalah
komplikasi dari diabetes yang ditandai dengan hiperosmolaritas dan
kehilangan cairan yang hebat, asidosis ringan, sering terjadi koma dan
kejang lokal, kejadian terutama kepada lansia dan angka kamtian yang
tinggi.

B. Etiologi
a. Kondisi medis atau pembedahan seperti, infeksi, infark miokard akut,
stroke
b. Obat-obatan ( diuretic thiazide, steroid, fenitoin, propanolol, cimetidine)
c. Parenteral nutrition (TPN), tube feeding tanpa aliran air bebas yang
cukup
d. Kelainan ginjal
e. Faktor resiko HANK yaitu kelompok dewasa tua ( >45 tahun),
kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat kelurga DM, riawayat
kehamilan dengan BB bayi lebih > 4000 gram, riwayat DM kehamlan
dislipedemia (HDL <35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
C. Tanda dan Gejala
a. Kelemahan
b. Poliuria dan polidipsi
c. Penurunan volume yang signifikan dengan mukosa kering, kulit kering,
hipotensi ortostatik dan takikardia pada kasus yang berat
d. Anoreksia (mual dan muntah)
e. Perubahan status mental akut, lesu atau koma. Status mental berkolerasi
dengan osmolaritas serum
f. Kejang
g. Haus
h. Nafsu makan menurun (penurunan BB)
i. Nyeri abdomen
j. Pusing
k. Pandangan kabur
l. Penurunan kesadaran
m. Hipernatremi
n. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl – 2400 mg/dl
o. Asidosis ringan
p. Tidak ada ketonimia
q. Kerusakan fungsi ginjal
r. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/l

D. Penanganan
1. Penggantian cairan
a. Rata-rata kekurangan cairan yaitu 9 – 12 liter, mulai resusitasi cairan
dengan 1 L normal salin selama 1 jam pertama untuk mengembalikan
tekanan darah dan urine, Ubah menjadi 0,45% saline pada 5 – 15
ml/kg per jam jika kadar natrium serum normal atau tinggi.
b. Pasang kateter urine untuk memonitor masukkan dan keluaran.
Gabungkan kehilangan urine kedalam perhitungan penggantian
cairan.
Hidrasi dengan IV normal saline merupakan terapi dasar untuk
HHS/HHNK
2. Penggunaan serum glukosa
a. Berikan insulin, untuk mengurangi kadar serum glukosa sekitar 50 -
70 mg/dL per jam
b. Ketika glukosa darah turun menjadi 300 mg/dL ubah menjadi larutan
IV yang mengandung dekstrosa seperti D5% / 0,45% saline.
Menambahkan dekstrosa kedalam cairan IV dapat mengurangi resiko
edema serebral terkait dengan penurunan cepat dalam kadar glukosa
serum
c. Monitor kadar serum glukosa per jam
3. Penggantian elektrolit
a. Periksa kimia darah setiap 2 – 4 jam sampai pasien stabil
b. Ganti kalium 20 – 30 mEq/L dalam cairan IV jika keluaran urine
memadai. Jiak kalium kurang dari 3,3 mEq/L tunda terapi insulin
sampai hipokalemi telah diperbaiki

E. Prodedur Dignostik
Perbedaan HHS/HHNK dengan KAD adalah HHS ditunjukkan dengan
peningkatan glukosa serum yang sangat tinggi dan tidak adanya ketoasidosis.
HHS didefinisikan melalui hasil laboratorium berikut :
a. Hiperglikemi > 600 mg/dL
b. Peningkatan osmolaritas plasma > 315 mOsm/kg. Penentuan osmolaritas
plasma ditentukan dengan rumus :
2 (serum natrium) + (glukosa serum/ 18 + BUN/ 2,8)
c. Serum bikarbonat > 15 mEq/L
d. pH arteri dalam batas normal
e. Keton serum negatif
f. Glukosa positif dalam urine namun tidak ada keton
F. Komplikasi
1. Koma
2. Gagal jantung
3. Gagal ginjal
4. Gangguan hati

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary survey
a) Airway
Kemungkinan ada sumbata jalan nafas, terjadi karena adanya
pernurunan kesadaran/koma sebagi akibat dari ganggua transport
oksigen ke otak.
b) Breathing
Thacypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c) Circulation
Sebagai akibat dieresis osmitik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas
darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada
resiko terbentuknya thrombus, yang berdampak pada resiko
terbentuknya thrombus. Sehingga akan meyebabkan tidak
adekuatnyaperfusi organ.
d) Disibility
Kesadaran compos mentis GCS 15
b. Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu
pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai
koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda
kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak
ada bau aseton yang tercium dari pernafasan, dan tidak ada
pernafasan kussmaul.
c. Tersier Survey
a) Riwayat Keperawatan
Persepsi managemen kesehatan
1) Riwayat DM tipe II
2) Riwayat kelurga DM
3) Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b) Nutrisi – mertabolik
1) Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus
2) Anorexia
3) BB menurun
c) Eliminasi
1) Poliuria, nocturia
2) Diare atau kontipasi
d) Aktivitas – exercise
Lelah, lemah
e) Kognitif
1) Kepala pusing, hipotensi orthotastik
2) Penglihatan kabur
3) Gangguan sensorik.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Volume cairan kurang dari o Dapatkan riwayat pasien orang
kebutuhan tubuh berhubungan terdekat sehubungan lamnya
dengan deurisis osmotik atau intesitas dari gejala seperti
pengeluaran urine yang
berlebihan.
o Pantau TTV, catat adanya
perubahan TD ortostatik
o Pantau pola nafas seperti
adanya pernafasan kussmaul
atau pernafasan yang berbau
keton.
o Pantau frekuensi dan kualitas
pernapasan, penggunaan otot
bantu nafas, dan adanya apnea
dan munculnya sianosis.
o Pantau suhu, warna kulit, atau
kelembabannya.
o Pantau masukan dan
pengeluaran, catat berat jenis
urin.
o Berikan cairan sesuai dengan
indikasi : normal salin atau
setengah normal salin dengan
atau tanpa dektrosa.
o Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti natrium.
2. Gangguan perfusi jaringan  Pertahankan tirah baring dengan
berhubungan dengan adanya posisi kepaa datar dan pantau
gangguan transport O2 tanda vital sesuai indikasi
 Pantau frekuensi atau irama
jantung
 Berikan tindakan yang
menimbulkan rasa nyaman,
seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara
yang halus dan sentuhan yang
lembut.
 Pantau status neurologis secara
terartu dan bandingkan dengan
nilai standar (misalnya skala
koma Glascow)
 Catat ada atau tidaknya reflex-
refleks tertentu seperti reflex
menelan, batuk dan babinski
 Tinggikan kepala tempat tidur
sekitar 15-45 derajat sesuai
toleransi atau indikasi. Jaga
kepala pasien tetap berada pada
posisi netral.
 Berikan cairan IV dengan alat
kontrol khusus. Batasi
pemasukan cairan dan berikan
larutan hipertonik atau elektrolit
sesuai indikasi.
 Berika O2 tambahan sesuai
indikasi.
3. Jalan nafas tidak efektif  Kaji frekuensi, kedalaman
berhubungan dengan penurunan pernafasan
kesadaran.  Kaji atau awasi secara rutin
kulit dan warna membrane
mukosa.
 Auskultasi bunyi nafas, catat
area penurunan aliran udara dan
atau bunyi tambahan.
 Palpasi fremitus
 Awasi tingkat kesadaran atau
status mental. Selidiki adanya
perubahan.
 Awasi tanda vital dan irama
jantung.
 Berikan O2 tambahan melaui
nasal kanul, masker parsial atau
masker dengan humidifikasi
tinggi sesuai indikasi.
 Awasi atau buat gambaran
GDA, nasi oksimetri. Catat
kadar Hb

4. Intolerasi aktivitas berhubungan  Kaji atau diskusikan tingkat


dengan kelelahan keleahan pasien dan identifikasi
aktivitas yang dapat dilakukan
pasien.
 Diskusikan dengan pasien
kebuthan akan aktivitas. Buat
jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
 Berikan aktrivitas alternative
dengan periode istirahat yang
cukup atau tanpa diganggu.
 Pantau nadi, frekuensi
pernafasan dan tekanan darah
sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
 Diskusikan cara penghematan
kalori selama mandi, berpindah
tempat dan dsb.
 Tingkatkan partisipasi pasien
dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan yang
dapat ditoleransi.
TIROID STROM ( KRISIS TIROTOKSIK)

A. Pengertian
Tiroid strom dikenal juga dengan krisis tiroktoksikian. adalah keadaan
klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya
kejadian ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit graves atau struma
multiodular toxic. Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau
terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah
pelepasan HT dalam jum;ah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia, dan apabila tidak diobati akan terjadi kemat

B. Etiologi
a. Sepsis
b. Pengaruh anastesi
c. Pengaruh radioaktif terapi
d. Operasi / pembedahan
e. Obat-obatan jenis adrenergic dan anticolinergic seperti pseudoefedrine,
NSAID, golongan salisilat dan obat kemoterapi
f. Mengkonsumsi makanan yang mengandung yodium yang berlebihan
g. Kegagalan dalam pengobatan antitiroid
h. KAD
i. Trauma pada kelenjar tiroid
j. Toxemia pada kehamilan
k. Penyakit graves (gangguan autoimun yang menyebabkan stimulasi terus
menerus dari kelenjar tiroid) untuk tirotoksitosis

C. Tanda dan Gejala


a. Peningkatan suhu dari 38,7 - 41°C
b. Disfungsi sistem syaraf pusat (gelisah, cemas, emosi labil, tremor, keringat
berlebihan, perubahan perilaku, penurunan kesadaran sampai koma)
c. Disfungsi kardiovaskular (sinus takikardia, fibrilasi atrium, angina, aritmia)
d. Disfungsi gastrointestinal (mual, muntah, diare lebih dari 3 hari sehari, BB
turun, jaundice)

D. Penanganan
Jika tidk segera diidentifikasi dan diobati dapat berkembang menjadi
kelelahan, gagal jantung, dan kematian dalam waktu 2 jam. Manajemen yang
cepat terhadap manifestasi sistemik yang muncul seperti hipertermia dan
disritmia jantung.
1. Berikan paracetamol untuk mengurangi hipertermia (dapat meningkatkan
serum T4 bebas dan konsentrasi T3 dengan menghambat pengikatan protein.
2. Berikan agen betabloking untuk melawan hiperstimulasi simpatik. Gunakan
hati-hati pada pasien asma atau gagal jantung. Propanolol intravena diikuti
dengan pemberian oral sering digunakan, tetapi esmolol dapat digunakan.
Propanolol menghambat takikardia dan T4 berubah menjadi T3.
3. Obat anti tiroid
a. Propylthiouracil (PTU) atau 6-n-Propylthiourical (PROP), untuk
mencegah sintesis hormone tiroid
b. Methimazole untuk menghambat sintesis T3 dan T4
c. Yodium untuk menghambat pelepasan hormone tiroid. Yodium
diberikan setelah 1 jam pemberian PTU dam methimazole karena
yodium dapat meningkatkan produksi tiroid
d. Reserpin
e. Guanethidine
f. Glukokortikoid (dexamethasone) untuk menghambat koversi perifer T4
ke T3 dan dapat membantu menggantikan penggunaan kortisol dalam
situasi stres
4. Pastikan bahwa cairan dan asupan kalori memadai untuk peningkatan
kebutuhan metabolism
E. Prosedur Diagnostik
Serum panel tiroid harus diperiksa. Diperkirakan pasien mengalami peningkatan
kadar triiodothyronine (T3), tiroksi (T4), dan tiroksin bebas (T4 bebas) dengan
penurunan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH).

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Airway
Kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/ tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda tanda pendarahan di jalan nafas, muntahan, ederma laring.
b. Breathing
Kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang di keluarkan dari jalan nafas.
c. Circulation
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda tanda pendarahan ekternal dan internal
d. Disibility
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A),
Respon Verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak
berespon/unresponsip (U).
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Exposure
Kaji : Tanda- tanda trauma yang ada
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Defisit volume cairan  Kaji status volume cairan (TD,
berhubungan dengan status suhu, bunyi jantung) tiap 1 jam
hipermetabolik, dengan kriteria:  Kaji turgor kulit dan membrane
 Tanda-tanda vital tetap stabil mukosa mulut setiap 8 jam
(TD 100-120/60-90 mmHg,  Ukur asupan dan haluaran setiap 1
N: 60-100x/menit, R” 16- sampai 4 jam. Catat dan laporkan
22x/menit, S: 36-37,5 OC) perubahan yang signifikan
 Warna kulit dan suhu dalam termasuk urine.
batas normal  Berikan cairan IV sesuai instruksi.
 Balance cairan seimbang  Kaji semua data laboratorium,
 Turgor kulit elastis dan laporkan nilai elektrolit abnormal
 membrane mukosa lembab  Berikan beta adrenergik sesuai
 instruksi
2. Hipertermia berhubungan dengan  Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1
status hipermetabolik, dengan jam
kriteria:  Anjurkan banyak minum bila tidak
 Suhu dalam batas normal 36- ada kontraindikasi
37,5OC  Beri kompres hangat
 Tidak ada konvulsi  Gunakan pakaian tipis dan
 kulit tidak memerah menyerap keringat
 tidak ada takikardi  Pertahankan cairan intravena
sesuai progam
 Berikan antipiretik sesuai program
3. Perubahan perfusi jaringan  Kaji status neurologi tiap jam
serebral berhubungan dengan  Lakukan tindakan pencegahan
hipertiroidisme, dengan kriteria: terhadap kejang
 Tingkat kesadaran meningkat  Kaji adanya kelemahan, patensi
(GCS: E:4, M:6, V:5) jalan napas, keamanan, jika tingkat
 Klien tidak mengalami cedera kesadaran pasien menurun
 Jalan napas paten  Lakukan tindakan pengamanan
untuk mencegah cedera
4. Penurunan curah jantung  Pantau tekanan darah tiap jam
berhubungan dengan gagal  Periksa kemungkinan adanya nyeri
jantung, status hipermetabolik, dada atau angina yang dikeluhkan
dengan kriteria: pasien.
 Nadi perifer dapat teraba  Auskultasi suara nafas. Perhatikan
normal (60-100x/menit, kuat) adanya suara yang tidak normal
 TD:100-120/80-90x.menit, (seperti krekels)
RR: 16-20x/menit, S:36-  Observasi tanda dan gejala haus
37,50C yang hebat, mukosa membran
 Capilary reffil <2 detik kering, nadi lemah, penurunan
 Status mental baik produksi urine dan
 Palpitasi berkurang hipotensi,pengisian kapiler lambat
 Kolaborasi : berikan obat sesuai
dengan indikasi : Penyekat beta
 seperti: propranolol
KRISIS ADRENAL (Insufisiensi Adrenal Akut)

A. Pengertian
Insufisiensi adrenal akut (krisis adrenal dan krisis Addison) terjadi
sebagai akibat dari penurunan kadar kortisol dan aldosteron secara tiba-tiba.
Insufisiensi adrenal primer terjadi pada seseorang yang sudah memiliki
insufisiensi adrenal kronis (penyakit adison) sebelumnya. Pemicu umumnya
yait penyakit akut atau stressor.
Insufisiensi adrenal sekunder (penekanan pelepasan hormon adrenal)
jauh lebih umum. Penggunaan glukokortikoid jangka panjang (hidrokortison,
prednisone) menyebabkan penekanan kelenjar adrenal, te rutama
mengurangi produksi kortisol. Akibatnya, penghentian suplemen steroid
secara mendadak akan memicu krisis adrenal akut.

B. Etiologi
b. Stres, infeksi, luka bakar atau trauma pada individu yang sudah memiliki
insufisiensi adrenal kronis atau pada pasien yang memiliki fungsi adrenal
yang memadai tanpa adanya stress
c. Kerusakan dari adrenal atau hipofisis kelenjar
d. Penghentian secara tiba-tiba terapi glukokortikoid
e. Cedera kepala dengan cedera hipofisis atau hypothalamus

C. Tanda dan Gejala


a. Kelemahan dan kelelahan
b. Hipotensi
c. Anoreksia, penurunan berat badan jika kronis
d. Mual dan muntah, sakit perut, diare atau sembelit
e. Hiperfigmentasi terutama buku-buku jari, aksila, gusi dan lipatan tangan
pada insufisiensi adrenal primer kronis
D. Penanganan
1. Stabilisasi berhubungan dengan cairan dan elektrolit
2. Hidrokortison intravena. Pasien yang menerima pengobatan steroid
kronis dan penyakit akut atau luka dapat diobati dengan steroid tambahan
untuk stress fisiologis saat ini selain terapi untuk kondisi medis utama
3. Dexamethasone

E. Prosedur Diagnostik
1. Memeriksakan panel metabolikm lengkap, Temuan khasnya :
a. Hiponatremi, hipokloremi dan hiperkalemi (pada pasien insufisiensi
adrenal primer)
b. Hipoglikemi
2. Memeriksa kadar kreatinin
3. Menggambarkan kadar hormone kortisol dan drenokortikotropik

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Airway
Kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/ tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda tanda pendarahan di jalan nafas, muntahan, ederma laring.
 Breathing
Kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang di keluarkan dari jalan nafas.
 Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembaban kulit
 Tanda tanda pendarahan ekternal dan internal
 Disibility
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A),
Respon Verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak
berespon/unresponsip (U).
 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
 Exposure
Kaji : Tanda- tanda trauma yang ada
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Kekurangan volume cairan dan  Monitor tanda-tanda vital
elektrolit berhubungan dengan  Ukur berat badan pasien setiap hari
ketidak seimbangan input dan  Pantau kecepatan pemberian cairan
output. IV secara cermat
 Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
 Timbang BB pasien pada waktu
yang sama setiap hari
 Periksa berat jenis urin setiap 8
jam.
 Intruksikan pasien untuk tidak
duduk atau berdiri jika sirkulasi
terganggu
 Jelaskan alasan kehilangan cairan
dan ajarkan kepada pasien dan
keuarga cara memantau volume
cairan.
 Kolaborasi pemberian cairan NaCl
0,9%
2. Gangguan perfusi jaringan  Kaji kesadaran klien
berhubungan dengan kolaps  Lakukan pengkajian secara
sikulasi komprehensif terhadap sirkulasi
perifer
 Pantau pembedaan ketajaman atau
ketumpulan atau panas atau dingin.
 Selidiki perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental kontinu seperti
cemas, bingung, letargi.
 Kaji warna kulit, suhu, sianosis,
nadi perife, deforesis secara teratur
 Catat adanya keluhan pusing
 Pantau laju pernafasan dan suara
nafas pasien
 Letak ekstremitas pada posisi
menggantung jika perlu
 Pantau pernapasan, auskultasi
bunyi paru
 Dorong pasien untuk sering
beristirahat
 Berikan obat antitrombosit atau
antikoagulan, jika diperlukan
 Anjurkan pasien atau keluarga
untuk memeriksa kulit setiap hari
untuk mengetahui perubahan kulit
 Pantau data laboratorium : GDA,
BUN, Kreatinin, Elektrolit
3. Resiko syok berhubungan dengan  Monitor status sirkulasi BP, warna
kekurangan vaolue cairan dan kulit, sushu kulit, denyut jantung,
elektrolit, hipotensi, kadar gula HR, dan ritme, nadi perifer,dan
darah rendah. kapiler.
 Monitor tanda inadekuat
oksigenasi jaringan
 Pantau adanya hipovolemia
hipotensi, kulit dingin, nadi yang
lemah, kekacauan mental, dan
gelisah
 Pantau adannya tanda dan gejala
syok
 Dorong pasien untuk sering
beristirahat
 Monitor input dan output
 Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala datangnya
syok.
4. Resiko penurunan curah jantung  Ukur tekanan darah dan
berhubungan dengan hipotensi bandingkan tekanan darah kedua
lengan. Ukur dalam keadaan
duduk, berbaring dan berdiri bila
memungkinkan
 Catat adnaya tanda dan gejala
penurunan cardiac output
 Selama periode akut pertahankan
tiranh baring total dan minimalkan
semua stressor yang dapat
dikendalikan
 Bantu pasien dengan tindakan
untuk mengurangi kekuatan,
seperti istirahat sebelum dan
sesudah aktivitas
 Auskultasi dan catat adanya
murmur
 Evaluasi kualitas dan kesamaan
nadi sesuai indikasi
 Catat terjadinya S3,S4.
 Monitor adanya murmur/gesekan
 Auskultasi bunyi nafas
 Berikan oksigen sesuai intruksi
 Intruksikan pasien untuk
menghindai straining selama
defekasi
 Identifiaksi penyebab dan
perubahan vital sign
 Berikan Catat respon terhadap
aktivitas dan peningkatan istirahat
dengan tepat
 Pantau frekuensi dan irama jantung
 Kaji ulang EKG
 Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering dan mudah
dikunyah dan batasi asupan kafein.
 Berika agen intropik dan vasoaktif
(seperti digoskin, dopamine, dan
dobutamin)
 Patau data laboratorium : seperti
enzim jantung, GDA, elektrolit
5. Resiko perubahan nutrisi kurang  Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan tubuh  Berikan air an jus bila diperlukan
berhubungan dengan anorexia  Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
 Monitor adanya penurunan BB
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
6. Ansietas berhubungan dengan  Bantu klien mengekspresikan
ancaman kematian perasaan marah, kehilangan dan
takut
 Kaji dan dokumentasi tingkat
kecemasan pasien, termasuk reaksi
fisik
 Hindari konfrontasi
 Damping pasien pada saat ansietas
berat, bicara dengan tenang dan
berikan ketenangan serta rasa
nyaman
 Berikan dorongan terhadap pasien
untuk mengungkapkan secara
verbal pikiran dan perasaan untuk
mengekternalisasikan perasaan.
 Bantu pasien untuk memfokuskan
pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme
koping yang dibuthkan untuk
mengurangi ansietas
 Berikan penguatan positif ketika
pasien mampu meneruskan
aktivitas sehari-hari dan aktivitas
lainnya meskipun mengalami
ansietas.
 Yakinkan kembali melalui
sentuhan dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara
bergantian
 Dorong pasien untuk
mengekspresikan kemarahan dan
iritasi, serta izinkan pasien untuk
menangis.
 Kurangi rangsangan yang
berlebihan dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Nyhataka dengan jelas tentang
harapan terhadap perilaku pasien
 Sediakan informasi factual
menyangkut diagnosis, terapi dan
prognosis
 Intruksikan pasien tentang
penggunaan tehnik relaksasi
 Jelaskan semua prosedur termasuk
sensasi yang dialami selama
prosedur
 Kolaborasi pemberian obat untuk
menurunkan ansietas bila perlu.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan  Observasi adanya pembatasan
dengan kelemahan fisik pasien dalam melakukan aktivitas
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
 Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh : bangun dari kursi bila
tidak ada nyeri dan istirahat selama
1 jam setelah makan
 Lakukan modifikasi lingkungan
 Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
 Diskusikan dengan pasien tentang
perlunya beraktivitas
 Instruksikan dan bantu pasien
untuk beraktivitas diselingi
istirahat
 Beri dukungan dan dorongan pada
aktivitas pasien yang dapat
ditoleransi
 Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda
 Bantu untuk mengidentifikasikan
aktivitas yang disukai
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
8. Defisiensi pengetahuan  Kaji tingkat pengetahuan pasien /
berhubungan dengan kurang orang terdekat dan kemampuan /
terpajan / kurang informasi keinginan untuk belajar
mengenai prognosis penyakit,  Jelaskan penyebab dan tindakan
perawatan dan pengobatan mandiri yang dapat dilakukan
terhadap penyakit
 Tumbuhkan sikap saling percaya
dan pelatihan
 Diskusikan dengan pasien tentang
usaha mengembangkan tujuan
pembelajaran
 Pilih strategi pengajaran
 Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang
akan datang atau pengontrolan
penyakit
 Diskusikan pilihan terapi dan
penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion
 Instruksikan pasien mengenali
tanda dan gelaja untuk melaporkan
pada pemneri perawatan kesehatan
dengan cara yang tepat
 Kaji ulang program meningkatkan
tingkat aktivitas
 Tekankan pentingnya mengikuti
perawatan
 Evaluasi pemberian pengetahuan
terhadap pasien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Amelia Kurniati, Yanny Trisyani, Siwi Ikaristi. (2018). Keperawatan Gawat


Darurat dan Bencana Sheehy Edisi Indonesia I.
Doengoes Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta
: EGC
Hall, Jase B, Schmitt, Gregor A. (2007). Critical Care : Just The Facts. USA
: Mc Graw-Hill Companies inc
Musliha, S.kep Ners. ( 2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Waspadji S. (2000). Kegawatan Pada Diabetes Melitus, Dalam : Prosiding
Simposium : Penatalaksanaan Kedaruratan Dibidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI
. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid III. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai