BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara maritim dengan kepulauan terbesar di dunia adalah Indonesia
dimana negara Indonesia memiliki jumlah pulau yang mencapai 17.508 pulau
dan luas wilayah lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Dengan luas wilayah lautnya
tersebut menjadikan Indonesia sebagai wilayah dengan kekayaan laut dan
memiliki keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia. Kekayaan yang sangat
mendominasi wilayah laut Indonesia salah satunya adalah ekosistem terumbu
karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan
pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang
yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang
tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur
Indonesia.(Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu dari 33 kabupaten / kota di
Provinsi Sumatera Utara, yang wilayahnya berada di Kawasan Pantai Barat
Provinsi Sumatera Utara. Kondisi geografis Kabupaten Tapanuli Tengah
berada pada posisi koordinat 1°11’00” - 2°22’0” Lintang Utara dan 98°07’ -
98°12’ Bujur Timur dengan luas wilayah 6.194,98 km² meliputi 2.194,98 km²
luas daratan dan 4.000 km² luas laut. Sebagian besar wilayah administrasi
Kabupaten Tapanuli Tengah berada di Pulau Sumatera dan sebagian lagi
merupakan 31 (tiga puluh satu) pulau-pulau kecil, dengan pulau yang terbesar
adalah Pulau Mursala dengan luas ± 8.000 Ha. ( BPS Kabupaten Tapanuli
Tengah, 2014 ).
Kecamatan Andam Dewi merupakan salah satu kecamatan yang terdapat
di Kabupaten Tapanuli Tengah yang terletak pada koordinat antara Lintang
Utara 23 20’ - 34 55’ dan Bujur Timur 65 58’ - 76 36’. Kecamatan Andam
Dewi terletak pada daerah dengan ketinggian 0 – 3 meter diatas permukaan
laut. Dengan luas wilayah 122,42 dan berbatasan dengan sebelah Utara
Suhu Pemukaan Air Laut Meningkat dan Perubahan Iklim dapat mempercepat
terumbu karang secara global. Prof . Ove Hoegk – Gulberg, ahli terumbu
karang dunia dari Queenland University Australia yang menyatakan, bila
manusia tetap menghasilkan gas emisi karbon seperti saat ini (Desember
2009), tanpa ada usaha pengurangan, maka 40 tahun kemudian (± tahun 2040)
dunia akan kehilangan lebih dari 50% terumbu karang (Sodiq.M, 2013) Hal
ini salah satu dari Anthropogenic Causses.
Sebelumnya telah di lakukan penelitian untuk Mengembangkan
Pemanfaatan citra landsat-8 TIRS dalam melakukan Pemetaan Pemantauan
kenaikan suhu termal di suatu daerah. Dengan Data Pengindraan jauh akan
mudah diolah jika kemajuan teknologi & algoritmanya, pengolahan data
spasial yang semakin berkembang secara terus menerus. algoritma split
window digunakan untuk mengambil data SST (sea surface temperature) atau
suhu permukaan laut. Di dalam penelitian sebelumnya SST menjadi salah satu
faktor penting dalam perubahan salinitas air, zonasi penangkapan ikan,
kenaikan suhu permukaan laut, upwelling, pusaran & prediksi topan. Selain
itu, SW (split window) memiliki dua keunggulan utama dibandingkan dengan
metode lain. Pertama, metode ini tidak memerlukan profil atmosfer yang
akurat. Kedua, metode ini memiliki kinerja tinggi untuk semua sensor dengan
setidaknya dua band termal (TIRS). Dalam studi ini, peneliti menyelidiki
metode split window untuk citra Landsat-8 karena merupakan satelit pertama
dari seri Landsat dengan resolusi tinggi yang memiliki dua band termal
(Bayat.F, 2016).
(Bruno, 2007) Kematian karang massal, dan banyak ahli ekologi karang
curiga bahwa suhu lautan yang tinggi secara anomali berkontribusi pada
meningkatnya insiden dan tingkat keparahan wabah penyakit coral bleaching.
Hipotesis ini didukung oleh pengamatan lokal misalnya, bahwa beberapa
penyakit karang menjadi lebih umum di musim panas tetapi belum pernah
diuji pada skala spasial besar atau dalam periode yang relatif lama.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai Pembuktian Analisis pengaruh suhu permukaan air laut terhadap
memutihnya terumbu karang dengan landsat-8 TIRS menggunakan algoritma
split window, data BMKG sebagai data pembanding suhu permukaan air laut
yang sudah ada dengan data landsat-8 TIRS yang di olah menjadi data grafik,
4
Hal ini di karenakan bahwa perubahan suhu permukaan laut bisa saja
membuat terjadinya proses memutihnya terumbu karang akan tetapi terkadang
pengamatan satelite tidak sesuai dengan pengamatan In-situ (hal ini di
karenakan bahwa terumbu karang bisa saja melakukan adaptasi dengan adanya
perubahan iklim). Peneliti Mengambil Parameter Suhu permukaan air laut di
karenakan jika suhu permukaan air laut meningkat secara ekstrim akan
mempengaruhi Arus, Pasang surut, Angin dan bahkan Perubahan Garis Pantai
atau (dst, faktor Perubahan iklim di suatu daerah). Dengan judul :
Pemantauan Suhu Permukaan Air Laut dengan Menggunakan Landsat-8
TIRS Terhadap Stres Termal Terumbu Karang Di Perairan Tapanuli
Tengah Sitiris-Tiris.
1.4 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan peneliti dapat dirumuskan
sebagai :
1. Bagaimana Perbandingan data BMKG dengan data landsat-8 TIRS dalam
3 tahun terakhir (pada tahun 2016, 2017 dan 2018) saat setelah data
Landsat-TIRS di estimasi dengan algoritma split window.
2. Bagaimana Sebaran Terumbu Karang Pada 3 Tahun Sebelumnya dari
tahun 2016 sampai 2018 dan Perbandingan sebaran Terumbu Karang pada
saat Pengamatan dalam Penelitian.
3. Bagaimana anomaly Suhu permukaan air laut pada Tahun 2020.
1.5 Manfaat
Dengan melakukan penelitian ini, maka di harapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bagian dalam membantu lembaga yang bergerak pada ilmu
kelautan di indonesia untuk mengantisipasi daerah Pesisir dari dampak
Natural Causses
2. Sebagai bahan referansi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang relevan
dengan topik penelitian
3. Sebagai Pengujian dan perbandingan data suhu permukaan air laut pada
tahun 2016 sampai 2018 algoritma split window.
4. Sebagai Data Pembanding Tutupan Terumbu Karang Akibat Stress Termal
pada 3 tahun terakhir dan Antisipasi Anomaly suhu Permukaan air laut
terhadap terumbu Karang Pada tahun 2020.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Software
Sebuah software Sistem Informasi Geografis haruslah menyediakan fungsi dan
tool yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan
informasi geografis. Sebagai inti dari sistem SIG adalah software dari SIG itu
sendiri yang menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link,
query dan analisis data geografi.
3. Data
Data dalam SIG dibagi atas dua bentuk, yakni geographical atau data spasial, dan
atribut atau data non spasial.
a. Data spasial adalah data yang terdiri atas lokasi eksplisit suatu geografi yang
diset ke dalam bentuk koordinat. Sumber-sumber data spasial termasuk kertas
peta, diagram, dan scan suatu gambar atau bentuk digitalnya ke dalam sistem.
7
Secara fundamental, cara kerja SIG berdasarkan pada dua tipe model data
geografis, yaitu model data vektor dan model data raster.
1. Dalam model vektor, informasi posisi point, garis dan poligon disimpan
dalam bentuk koordinat x, y. Bentuk garis, seperti jalan dan sungai
dideskripsikan sebagai kumpulan dari koordinat-koordinat point. Bentuk
poligon, seperti daerah penjualan disimpan sebagai pengulangan koordinat
yang tertutup.
2. Data raster terdiri atas sekumpulan pixel, seperti peta hasil scanning
maupun gambar/image. Masing-masing pixel memiliki nilai tertentu yang
bergantung pada bagaimana image tersebut ditangkap atau digambarkan.
Sebagai contoh, pada sebuah image hasil penginderaan jarak jauh dari
sebuah satelit, masing-masing pixel direpresentasikan sebagai energi
cahaya yang dipantulkan dari posisi permukaan bumi.
b. Data atribut adalah gambaran data yang terdiri atas informasi yang relevan
terhadap suatu lokasi, seperti kedalaman, ketinggian, lokasi penjualan, dan
Iain-lain dan bisa dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan maksud untuk
memberikan identifikasi, seperti alamat, kode pin, dan Iain-lain.
4. Metode
SIG didesain dan kembangkan untuk manajemen data yang akan mendukung
proses pengambilan keputusan organisasi. Pada beberapa organisasi penggunaan
SIG dapat dalam bentuk dan standar tersendiri untuk metode analisisnya. Jadi,
metodologi yang digunakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
untuk beberapa proyek SIG.
5. Manusia
Pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu, dari tingkatan spesialis teknis
yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang
menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari.
f. Untuk bidang sosial dan budaya, seperti untuk mengetahui luas dan
persebaran penduduk suatu wilayah, mengetahui luas dan persebaran lahan
pertanian serta kemungkinan pola drainasenya, pendataan dan
pengembangan pusat – pusat pertumbuhan dan pembangunan pada suatu
kawasan, pendataan dan pengembangan pemukiman penduduk, kawasan
industri, sekolah, rumah sakit, sarana hiburan dan perkantoran (Adam,
2008).
Aplikasi SIG mempunyai keunggulan dalam hal pemrosesan data spasial
digital, sehingga output data yang diperoleh dari hasil analisa dapat lebih cepat
dan akurat.
Kondisi
Permukaan Sensor Data Observasi dan Spatial
Bumi Citra Pengukuran database
Jika kita menggambarkan suatu berkas sinar sebagai bentuk gelombang, jarak
antara dua puncak atau jarak antara dua lembah atau dua posisi lain yang identik
dalam gelombang dinamakan panjang gelombang, dapat dilihat pada gamabr 2.7
12
Puncak- puncak gelombang ini bergerak dari kiri ke kanan. Jika dihitung
banyaknya puncak yang lewat tiap detiknya, maka akan didapatkan frekuensi.
Frekuensi sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa gelombang yang terjadi satu kali
per detik. Sebagai alternatif, dapat diukur waktu antara dua buah kejadian/
peristiwa (dan menyebutnya sebagai periode), lalu ditentukan frekuensi (f )
sebagai hasil kebalikan dari periode (T ) (Chandra, 2009), rumus menghitung
frekuensi pada persamaan 2.1 sebagai berikut
(2.1)
gradasi tingkat kecerahan yang dicakupnya tdak terbatas, dimana secara teoritis
tingkatan warna seperti ini sangat mustahil dikantifikasi dengan metode apapun.
Metode kuantifikasi yang ada saat ini adalah mencoba mendekati continues tone
dengan metode kuantifikasi secara diskret dan level tertentu (Mulyanta, 2006).
00 Hitam
15
01 Abu-abu gelap
10 Abu-abu terang
11 Putih
1 bit (21) 2
2 bit (22) 4
3 bit (23) 8
Tabel 2.4. Karakteristik Landsat 8 untuk sensor OLI dan sensor TIRS
Perbandingan perbedaan untuk masing-masing Band dapat dilihat pada Tabel 2.5
Keterangan :
*A = Berguna untuk pemetaan wilayah pesisir
*B = Perbaikan bandwidht dari citra Landsat 7
*C = Beguna untuk mendeteksi awan cirrus
*D = TIR akan menghasilkan data untuk kedua bandwidht band termal.
Misi Landsat 8 OLI yang merupakan kelanjutan dari misi Landsat 7, memberikan
informasi yang hampir sama untuk kegunaan masing-masing yang dikategorikan
serupa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.6
3. Band thermal (kanal 10 dan 11) bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu
permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 m. Pemanfaatan sensor ini dapat
membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih panas
dibandingkan area sekitarnya. Pengujian telah dilakukan untuk melihat
tampilan kawah puncak gunung berapi, dimana kawah yang suhunya lebih
panas, pada citra landsat 8 terlihat lebih terang dari pada area-area sekitarnya.
4. Landsat 8 memiliki nilai (Digital Number-DN) dengan interval yang lebih
panjang, yaitu 0-65536 dari sebelumnya yakni berkisar antara 0-256.
Kelebihan ini merupakan akibat dari peningkatan sensitifitas landsat dari yang
semula tiap piksel memiliki kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan
menjadi 16 bit. Peningkatan ini akan lebih membedakan tampilan obyek-
obyek di permukaan bumi sehingga mengurangi terjadinya kesalahan
interpretasi. Tampilan citra pun menjadi lebih halus, baik pada band
multispektral maupun pankromatik.
5. Terkait resolusi spasial, landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan resolusi tingkat
menengah, setara dengan kanal-kanal pada landsat 5 dan 7. Kanal pada OLI
memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk pankromatik 15 m. Dengan demikian
produk-produk citra yang dihasilkan oleh landsat 5 dan 7 pada beberapa
dekade masih relevan bagi studi data time series terhadap landsat 8.
6. Kelebihan lainnya tentu saja adalah akses data yang terbuka dan gratis.
Resolusi 30 m dan piksel 16 bit akan memberikan begitu banyak informasi
berharga bagi para pengguna, serta produk citra ini bersifat time
series tanpa striping.
1. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan suatu proses yang bertujuan untuk melakukan
transformasi data dari suatu system grid dengan menggunakan suatu transformasi
geometric. Proses tersebut mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan
22
dengan peta atau citra lainnya yang juga mempunyai sistem proyeksi peta
(Budianto, 2010).
Data citra satelit awal yang belum diolah biasanya mengandung noise yang
ditimbulkan olehsistem. Salah satu noise dapat ditimbulkan karena perbedaan
posisi matahari pada saat data diakusisi. Untuk menghilangkan noise tersebut
dapat digunakan koreksi radiometrik Top of Atmosfer (ToA).Koreksi ToA
merupakan perbaikan akibat distorsi radiometrik yang disebabkan oleh posisi
matahari. Koreksi ToA dilakukan dengan cara mengubah nilai digital number
(DN) ke nilai reflektansi. Data Landsat-7 harus dikoreksi radiometrik
menggunakan koreksi ToA yang meliputi ToA Reflektansidan koreksi ToA
Radiasi. Koreksi ToA Reflektansi dilakukan dengan mengkonversi nilai DN ke
nilaireflektansi (USGS, 2014).
Persamaankonversi untuk koreksi ToA reflektansi yaitu:
ρλ' = MρQcal + Aρ (2.3)
Dimana:
ρλ' = ToA reflektansi, tanpa koreksi untuk sudut matahari .
Mρ= konstanta rescalling (REFLECTANCE_MULT_BAND_x , di mana x adalah
nomor Band), harga Mρ untuk semua band adalah sama yakni 0,00002
Aρ = konstanta penambah (REFLECTANCE_ADD_BAND_x , di mana x adalah
nomor Band), harga Aρ untuk semua band adalah sama yakni -0,10000
Qcal = Nilai digital number ( DN )
(2.4)
Dimana:
ρλ = ToA reflektansi
θSE = Sudut elevasi matahari ketika perekaman (sun elevation), yakni
58.12601448
θSZ = sudut zenith matahari , θSZ = 90 ° - θSE
Persamaankonversi untuk koreksi ToA radiasi yaitu
(2.5)
Dimana:
Lλ = radian spektral pada sensor (W/(m2 sr.μm)),
QCAL= nilai piksel (DN),
QCALmin= nilai min piksel yang mengacu pada LMINλ (DN), yakni 65535
QCALmax= nilai maks piksel yang mengacu pada LMAXλ(DN), yakni 1
LMIN = nilai minimal radian spektral (W/(m2.sr.μm)
LMAX = nilai maksimal radian spektral (W/(m2.sr.μm),
23
Nilai konstanta LMINdan LMAXpada Landsat 8 OLI dapat dilihat pada Tabel 2.7
Landsat 8 OLI tidak lagi dilakukan koreksi radiometri untuk reflektansi hanya
koreksi radiometri untuk radiasi dikarenakan citra yang diedarkan sudah
mengalami koreksi radiometri (USGS, 2014).
Gambar 2.15. Tiga tipe terumbu karang dan proses evolusi geologinya
Terumbu karang tepi adalah tipe yang paling banyak terdapat di Indonesia
(Gambar 2.16).
26
anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat tinggi. (Sukmara.A,
2001).
Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai tsunami, gempa
bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan global
yang menyebabkan pemutihan karang.Berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), bahwa terumbu karang di Indonesia
hanya 7 % yang berada dalam kondisi sangat baik, 24 % berada dalam kondisi
baik, 29 % dalam kondisi sedang dan 40 % dalam kondisi buruk. Diperkirakan
terumbu karang akan berkurang sekitar 70 % dalam waktu 40 tahun jika
pengelolaannya tidak segera dilakukan (Sukmara.A, 2001).
Namun penyebab utama pemutihan karang dalam skala luas adalah
kombinasi dari kenaikan temperatur air laut dan intensitas cahaya. Pada saat
terjadi kenaikan suhu, zooxanthellae menghasilkan oksigen radikal yang akan
merusak jaringan hewan yang ditempatinya. Oleh karena itu, mau tidak mau
hewan tersebut harus melepaskan zooxanthellae tersebut untuk mencegah
kerusakan jaringan. Jumlah zooxanthellae yang dilepaskan tergantung dari jumlah
radikal bebas yang dihasilkan; tergantung dari intensitas dan lamanya hewan
terdedah pada kenaikan suhu tersebut. Dengan kecenderungan suhu bumi yang
terus menaik karena pemanasan global, kejadian pemutihan terumbu karang skala
luas diperkirakan akan terjadi semakin sering dengan intensitas yang meningkat.
Apabila kenaikan suhu ini dibandingkan dengan batas toleransi karang terhadap
pemutihan dalam 100 tahun terakhir, maka pada tahun 2020, diprediksikan bahwa
pemutihan terumbu karang akan terjadi setiap tahun (M.J.H van Oppen, 2009).
2.6 Global warming & Dampaknya pada suhu Permukaan air laut
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata di
atmosfer,laut dan daratan bumi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah
terjadi kenaikan suhu rata-rata 0,72 oC pada negara tropis, sedangakan negara
jepang (temperate)terjadi sampai dengan 1 oC. Kejadian tersebut di sebabkan
semakin banyak bertambahnya gas rumah kaca (GRK). Uinted Nations Framwork
Convention Climate Change (UNFCCC) atau konvemsi PBB mengenai perubahan
iklim, menyatakan ada 6 jenis gas rumah kaca, yaitu CO 2 (karbon dioksida), N2O
(dinitro oksida), CH4 (metana), SF6 (sulfurheksa florida),PFC5 (perflorokarbon)
dan HFC5 (hidroflorokarbon). Sedangkan gas yang paling berkontrubusi terhadap
pemanasan global adalah CO2, CH4, N2O NO2, CO, PFC dan SF6 (Sodiq. M, 2013)
Pada dekade 2006–2015, pemanasan mencapai 0,87 ° C (± 0,12 ° C) relatif
terhadap 1850–1900, terutama karena aktivitas manusia meningkatkan jumlah gas
rumah kaca di atmosfer. Mengingat itu global suhu saat ini meningkat sebesar 0,2
° C (± 0,1 ° C) per dekade, pemanasan yang disebabkan manusia mencapai 1 ° C
di atas tingkat pra-industri sekitar 2017 dan, jika laju pemanasan ini berlanjut,
akan mencapai 1,5 ° C sekitar 2040 (IPCC, 2015) .
Perubahan iklim, atau pemanasan global, memang merupakan masalah serius
yang membutuhkan tindakan segera. Penelitian dan penemuan ilmiah telah
berkembang selama beberapa tahun terakhir untuk memungkinkan pemahaman
yang lebih baik dari banyak konsep yang terlibat dalam mendefinisikan,
mengukur, dan menilai pemanasan global. Kemajuan telah dibuat dalam ilmu
kelautan dan oseanografi (inti sedimen laut, pemutihan karang, pengasaman,
29
sirkulasi arus, keseimbangan kimia, dan analisis inti es) dan dalam geologi dan
geomorfologi (bentuk lahan dan analisis sedimen). Para ilmuwan di seluruh dunia
telah terlibat, memungkinkan masalah untuk dilihat sebagai masalah global
daripada masalah regional. Menurut IPCC (intergovernmental panel on climate
cheange), Bumi berabad-abad mengalami peningkatan suhu, pergeseran pola
cuaca, naiknya air laut, kekeringan, kebakaran hutan, dan kepunahan — hasil
yang akan terjadi karena semua gas yang memerangkap panas yang sudah ada di
atmosfer. Ditentukan oleh potensi pemanasan global oleh setiap gas (GWP)
‘global warming potensial, ada rentang kehidupan tertentu di mana ia menjebak
panas. Karbon adalah standar dengan GWP 1; semua gas lainnya diukur
terhadapnya. Beberapa gas mungkin ada dalam jumlah kecil tetapi jika GWP
mereka panjang, mereka dapat menimbulkan masalah serius (Casper.JK, 2010).
Untuk tujuan ini, NOAA akan berfokus pada empat hasil jangka panjang
dalam domain misi utamanya:
• Iklim: Masyarakat yang berpengetahuan mengantisipasi dan
menanggapi iklim dan dampaknya.
• Bangsa yang Siap Cuaca: Masyarakat dipersiapkan untuk dan
menanggapi peristiwa-peristiwa yang terkait dengan cuaca.
• Lautan Sehat: Perikanan laut, habitat, dan keanekaragaman hayati
dapat bertahan hidup dengan sehat dan ekosistem yang produktif.
• Komunitas dan Ekonomi Pesisir yang Tangguh: Masyarakat Pesisir
dan Danau Besar bersifat ramah lingkungan dan secara ekonomi
berkelanjutan (noaa.gov, 2011).
A= ; 2.9.2
B (ε) = α (1 – ε) – β ∆ε ; 2.9.4
β = A τ5 (ϴ)b5 + α /2 ; 2.9.6
31
dengan τi (ϴ) adalah transmisi atmosfer untuk chanel (i =4,5) dan sudut
observasi zenith adalah (ϴ) ; T↑ai (T↓ai) menjadi suhu atosfer yang efektif untuk
chanel i di atas dan (ke bawah) lihat tanda. n4 = 4.667, n5 =4.260 untuk NOAA 11
AVHRR [bisa di lihat sobrino et al., 1991]; dan γi ≈ 1.6 adalah rasio dari belahan
sinar. Persamaan (2.9.2) dan (2.9.3) adalah persamaan klasik untuk permukaan
benda hitam. Jika emisivitas tinggi, seperti itu kebanyakan permukaan natural
menjadi 10-12.5 μm window, sedangkan koefisien A dan ∆ hanya bergantung
pada sifat atmosphere dan tidak pada emisivitas permukaan. mereka akan di sebut
sebagai atmosphere sesudah koefisien split-window. ε ini merupakan persamaan
emisivitas linear dan berbeda dengan spektral emisi ∆ε. Bagaimanapun, hubungan
antara persamaan 2.9.5 dan 2.9.4 bergantung pada sifat atmosfernya T↓ai ,ʹ τi
(disebab kan oleh pantulan cahaya langit), koefisien A, dan temperature
permukaan di lalui oleh Ti,. Koefisien bi untuk pada uap air atmosfer (atau air
yang terukur), Kontrubusi pada formula split-window dari B(ε) yang masih dapat
di evaluasi. Sejak Kecepatan emisivitas positive, maka dapat mengantisipasi
persamaan (2.9.4) dengan konsekuensinya koefisien B(ε) sangat
kecil..menggunakan kecepatan angular dari Masuda et al. [1988] dan satu set
profil atmosfer yang bervariasi penjumlahan B(ε) untuk permukaan laut sebagai
fungsi dari sudut observasi dan kelembabaman atmosfer. Meskipun nilai-nilai
besar diperoleh untuk pengamatan sudut besar, efek emisivitas ditemukan dapat
diabaikan untuk sudut angular ϴ<40o dan untuk rata-rata kecepatan B(ε) = 0.04 ±
0.15 K. Akibatnya, permukaan air laut di anggap sebagai radiasi benda hitam
dalam formulasi split-window. untuk B(ε) ≈ 0 untuk ϴ<40o , dan analisis regresi
dari T - T4 kembali T4 - T5 akan menghasilkan koefisien A dan ∆ menurut
persamaan (2.9.1), (Coll dan Caselless, 1997).
a0 = 1 - τn τ ϴ - εn τn (1- τ ϴ) 2.9.9
a1 = 1 - τ ϴ τf - εf τf (1- τ ϴ) 2.9.10
Di mana i dan j , band 10 dan band 11 ; sedangkan n dan f dapat berupa n↓, f ↑,
(Coll dan Caselless, 1997).
32
Pada penelitian sebelumnya algoritma ini digunakan untuk Coll & Caselles dan
algoritma Non-linear SST memiliki efisiensi yang sangat tinggi dengan RMSE =
0.24 K dengan R2 = 0.95.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara,
berada pada koordinat 1°11’00” - 2°22’00” LU dan 98°07’00” - 98°12’00” BT.
Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pesisir pantai Barat pulau Sumatera
dengan panjang garis pantai 200 kilometer. Secara Klimatologi Tapanuli Tengah
tergolong beriklim tropis karena sebagian besar berbatasan dengan lautan yang
mempengaruhi suhu udara. Tapanuli tengah memiliki beberapa Kecamatan yaitu
Andam Dewi, Badiri, Barus, Kolang, Lumut, Manduamas, Pandan, Pasaribu
Tobing, Pinang Sori, Sarudik, Sorkam, Sosorgadong, Suka Bangun, Tapian Nauli
dan Tukka.Kecamatan Andam Dewi adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Tengah yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis
Kecamatan Andam Dewi terletak pada koordinat 23o20’ – 34o55’ LU dan 65o58’ –
76o36’ BT, dan letaknya diatas permukaan laut 0-3 meter. Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan, sebelah Selatan dengan
Samudera Indonesia/Kecamatan Barus, sebelah Barat dengan Kecamatan
Sirandorung dan disebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Barus/Kecamatan Barus Utara.Desa Sitiri-tiris adalah salah satu desa yang
terdapat di Kecamatan Andam Dewi, memiliki luas ± 13,23 km 2 atau sekitar
10,81% dari luas total Kecamatan Andam Dewi (122,42 Km 2). Berdasarkan hasil
sensus tahun 2011, jumlah penduduk di Desa Sitiris-tiris adalah 1.603 jiwa dengan
kepadatan penduduk sebesar 121,164 jiwa/km2 (BPS Kecamatan Andam Dewi,
2012).
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sekitar ± 3 bulan pada bulan februari sampai bulan
april 2019.
a. Data Spasial
Tabel 3.4 Tabel Bahan Penelitian
No Nama Data Spesifikasi
1. Citra Satelit tahun 2016 s/d 2018 Lintang : 2.0736
Landsat-8 TIRS Bujur : 98.3855
https://earthexplorer.usgs.gov/ Dengan koordinat perairan :
Lintang 2.0203 ;
Busur: 98.3435
Lintang 1.9768 ;
Busur: 98.3358
Lintang 1.9746 ;
Busur: 98.3791
Lintang 2.0101 ;
Busur: 98.3842
b. Data Atribut
Tabel 3.5 Tabel Bahan Penelitian
Koreksi Radiometrik
perbedaan posisi matahari pada saat data diakusisi. Untuk menghilangkan noise
tersebut dapat digunakan koreksi radiometrik Top of Atmosfer (ToA).
Koreksi ToA merupakan perbaikan akibat distorsi radiometrik yang
disebabkan oleh posisi matahari. Koreksi ToA dilakukan dengan cara mengubah
nilai digital number (DN) ke nilai reflektansi.Data Landsat-7 harus dikoreksi
radiometrik menggunakan koreksi ToA yang meliputi ToA Reflektansidan koreksi
ToA Radiasi. Koreksi ToA Reflektansi dilakukan dengan mengkonversi nilai DN
ke nilai reflektansi (USGS, 2014).
Dimana:
(2.2)
Dimana:
ρλ = ToA reflektansi
58.12601448
Lmax Lmin
L x QCAL QCALmin Lmin
QCALmax QCALmin
(2.3)
Dimana:
37
QCALmin = Nilai min piksel yang mengacu pada LMINλ (DN), yakni 65535
= TOA radians
ii. C11 =
iii. D10 =
iv. D11 =
v. E0 = D11*C10 – D10*C11 (merujuk pada citra hasil perhitungan
langkah i – iv)
vi. E1= D11*(1-C10-D10)/E0 (merujuk pada citra hasil perhitungan
langkah i – v)
vii. E2=D10*(1-C11-D11)/E0 (merujuk pada citra hasil perhitungan
langkah i – v)
viii. A= D10/E0 (merujuk pada citra hasil perhitungan langkah iii dan v)
ix. A0= E1*a10+E2*a11 (merujuk pada citra hasil perhitungan langkah vi – vii)
x. A1=1+A+E1*b10 (merujuk pada citra hasil perhitungan langkah vi
dan viii)
xi. A2=A+E2*b11 (merujuk pada citra hasil perhitungan langkah vii
dan viii)
g. Ts = A0+A1*T10-A2*T11
Keterangan:
Ts = suhu permukaan (K)
A0 = hasil perhitungan langkah i
A1 = hasil perhitungan langkah j
A2 = hasil perhitungan langkah k
T10 = suhu kecerahan band 10
T11 = suhu kecerahan band 11
Hasil akhir pengolahan ini berupa suhu permukaan dalam satuan Kelvin,
untuk merubah ke celcius bisa dihitung menggunakan tools bandmath dengan
persamaan:
Tscelcius= Ts-273.
Untuk Penelitian kualitatif maka peneliti akan melakukan penelitian survei cepat
yang bertujuan untuk memberikan umum secara cepat ada tidaknya kejadian
40
pemutihan karang pada lokasi penelitian di perairan desa sititis-tiris survei ini dst
sebagai time swim, berikut Teknis Pelaksanaan :
Peneliti melakukan pengamatan terumbu karang dengan
snorkling/menyelam selama 5-6 menit di setiap lokasi terumbu karang
Peneliti mencatat ada tidaknya pemutihan, jika terjadi pemutihan
persentase kejadian pemutihan karang dengan membandingkan luasan
bentik terumbu karang dalam radius pandangan pengamat selama rentang
waktu real time tsb.
Dalam pengamatan di lakukan dua kedalaman (2-7 m dan 8-12 m).
Data kualitatif dapat berupa dokumentasi foto.
4. Menentukan titik – titik amat ( base ) pada daerah yang akan disurvey
didasarkan penentuan anomali.
5. Melakukan kalibrasi koreksi radiometrik data yang di ambil dari
landsat-8 TIRS.
6. Mengubah data gambar menjadi data grafik dengan menggunakan
algortima split-window.
7. Data yang di peroleh di analisis dan interpretasi.
8. Membandingkan data yang sudah valid dari Suhu setempat dari data
BMKG, dengan data gambar dari landasat-8 TIRS yang peneliti
dapatkan.
9. Membandingkan data Hasil Perubahan Suhu BMKG dengan data
landsat-8 TIRS.
10. Bagaimana kondisi terumbu karang dalam beberapa tahun yang akan
datang.
41
Mulai
Pengumpulan Data
Natural Causes
Interpretasi
Kesimpulan
Selesai
42
Mulai
Pengumpulan Data
Natural Causes
2017
Data Citra Satelit Siap Pakai
2018
Suhu/Thermal
Index
Split window
algoritma
Selesai
Mulai
43
Natural Causes
Terumbu Karang
LIPI Penyelaman
Perubahan Kesimpulan
komunitas
terumbu :
Selesai
2016
2017
2018
DAFTAR PUSTAKA
Azizi, Z., Najavi, A., dan Sorahbi, H., (2010), Forest Canopy Density Estimating,
Using Satellite Images, The International Archives of The
Photogrammetry,Remote Sensing and Spatial Information Science
VXXXVII (88) : 1127 – 1130.
Badan Pusat Statistika (BPS), (2014), Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Angka
2014, BPS Kabupaten Tapanuli Tengah.
Badan Pusat Statistika (BPS), (2012), Kecamatan Andam Dewi Dalam Angka
2012, BPS Kecamatan Andam Dewi.
ESRI, (2001), ArcGIS Spatial Analyst ; Advanced GIS Spatial Analysis Using
Raster and Vector Data, ESRI Press, USA.
GIS Konsorium Aceh Nias, (2007), Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar, Staf
Pemerintahan Kota Banda Aceh, Banda Aceh.
Hoegh-Guldberg O., 1999. Climate change, coral bleaching and the future of the
world's coral reefs. Marine and Freshwater Research 50.
Howard, J. A., (1996), Penginderaan Jauh untuk Sumber Haya Hutan: Teori dan
Aplikasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Julie Kerr Casper., (2010), Climate Management solving The Problem : Facts On
File , USA., New york.
44
45
John F. Bruno., (2007), Thermal Stress and Coral Cover as Drivers of Coral
Disease Outbreaks, marine science, Vol: 5. Marine science hal:1221.
Lillesand, T. M., and Kiefer, R. W., (1999), Remote Sensing and Image
Interpretation, Third Edition, John Wiley & Son Inc., New York.
Peter Castro dan Micheal E. Huber., (2008) Marine Biology : seventh edition,
McGraw-Hill Higher Education, USA.
Raharjo, B., (2010), Tutorial ArcGIS Bagi Pemula Versi ArcGIS 9.3.1,
Yogyakarta, GISTutorial.NET.
Rahmatsyah, Marlianto, E., dan Sitepu, M. (2015). Analysis of the Porites Coral
Reef Growth Based on Natural Causes in Central Tapanuli Sub Region,
North Sumatra Indonesia. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR),22(2) : 121-129.
Salm, R.V. and S.L. Coles (eds). 2001. Coral Bleaching and Marine Protected
Areas. Proceedings of the Workshop on Mitigating Coral Bleaching
Impact Through MPA Design, Bishop Museum, Honolulu, Hawaii, 29-31
May 2001. Asia Pacific Coastal Marine Program Report # 0102, The
Nature Conservancy, Honolulu, Hawaii, U.S.A: 118 pp.
Sutanto, (1986)., Penginderaan Jauh, jilid 1 dan 2, Gadjah mada university press:
yogyakarta. http://landsat.usgs.gov/diakses tanggal 06 Januari 2017.
Thoha, A. S., (2008), Karakteristik Citra Satelit, USU Press, Sumatera Utara.