Anda di halaman 1dari 11

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas

38oC atau suhu aksila diatas 37,8 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium yaitu tidak
disertai infeksi ekstrakranial ataupun kelainan lain di otak.1,2 Definisi ini menyingkirkan kejang
yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Pendapat para ahli
tentang umur penderita saat terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Kebanyakan para ahli
mengemukakan bahwa kejang demam terjadi waktu anak berumur 3 bulan sampai dengan 5 tahun.
Sedangkan menurut Nelsson dikatakan bahwa kejang yang dicetuskan oleh demam sering
didapatkan pada anak berusia 6 bulan hingga 6 tahun.3 Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 %
anak berumur 1 tahun hingga 2 tahun dengan rerata yaitu 22 bulan.3 Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.4 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam.5

Pada pasien didapatkan demam dengan suhu 38,7 º C, dan dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda dan gejala infeksi SSP (rangsang
meningeal (-)). Dan usia pasien saat kejang demam pertama adalah 5 tahun 5 bulan.

I. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 5 % pernah dialami oleh anak di bawah 5
tahun. Sebagian besar (63%) kejang demam berupa kejang demam sederhana, dan sisanya adalah
kejang demam kompleks. 2

II. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
kemih, pneumonia, infeksi saluran napas atas dan gastroenteritits.7

III. Faktor Resiko


Kejang demam terkait dengan tiga unsur yaitu umur, demam dan predisposisi. Umur terkait
dengan fase perkembangan otak yaitu developmental window; kurang dari 2 tahun. Anak di bawah
umur 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang (threshold) rendah sehingga mudah terjadi kejang
demam. Selain itu infeksi yang menyebabkan demam merupakan salah satu pencetus kejang
demam. Yang terakhir adalah faktor predisposisi yang berhubungan dengan 1) riwayat keluarga,
pada first degree relative yaitu keluarga ayah, ibu dan saudara kandung memiliki riwayat kejang
demam maka anak memiliki risiko 6 kali lebih besar (30%) atau pada second degree relative yaitu
anak memiliki keluarga yang pernah menderita kejang demam maka risikonya ada 3 kali lebih
besar, 2) riwayat kehamilan dan persalinan, 3) gangguan tumbuh kembang anak dan 4) seringnya
menderita infeksi.2

Pada pasien ini didapatkan bahwa pasien sedang mengalami infeksi dengan hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin terdapat leukositosis dan LED yang meningkat.
Selain itu pasien juga memiliki sepupu yang mempunyai riwayat kejang demam pada usia
± 2 tahun.

IV. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena
adanya; perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak
seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran
sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran
tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini
demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada
didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.8

Demam
(Kenaikan suhu tubuh
1oC)

Metabolisme basal Kebutuhan O2 meningkat


meningkat (10-15%) (± 20%)

Perubahan Keseimbagan
(membran sel neuron)

Difusi melalui membran


(ion K+ ---- ion Na+)

Lepas muatan listrik

Kejang

Skema 2.1 Patofisiologi Kejang Demam


V. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam. Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang
timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di
tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Pada kejang demam
yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga
seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu
yang tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang. Kejang pada kejang
demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand
mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.6,9
Terdapat modifikasi kriteria Livingston untuk kejang demam sederhana:9
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.9

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.9
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari
2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,
atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih
dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara
anak yang mengalami kejang demam.5

Karakteristik Kejang Demam Kompleks Kejang Demam Sederhana


Durasi ≥15 menit <15 menit
Bentuk Bangkitan Fokal/kejang umum didahului Umum
fokal
Rekurensi dalam 24 jam Ada Tidak Ada
Gejala Fokal Pascaiktal Ada Tidak Ada

Tabel 2.1 Perbedaan Kejang Demam Kompleks dengan Sederhana

Kejang yang dialami pasien berlangsung ± 10 menit, dimana sebelum terjadi kejang pasien
sedang bermain dengan saudara pasien. Saat kejang badan pasien bergetar, mata mendelik
ke atas dan tidak sadar. Kesadaran kembali setelah kejang berhenti. Tidak ada rekurensi
dalam 24 jam.

VI. Diagnostik
1. Anamnesa
 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaram lama kejang
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang,
penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejalan infeksi saluran napas atas
akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dikeluarga
 Singkirkan penyebab kejang lainnya.7

2. Pemeriksaan Fisik
 .Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh: apakah terdapat demam
 Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, bruzinski I dan II, kernique dan laseque
 Tanda peningkatan tekanan intracranial: ubun-ubun besar (UUB) membonjol, papil edema
 Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA
 Pemeriksaan neurologis.7

Gambar 2.1 Kejang tonik-klonik

3. Pemeriksaan Penunjang11
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit (Na, K, Chlorida) dan gula darah.

 Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
Indikasi pungsi lumbal:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik.
 Elektroensefalografi
Indikasi pemeriksaan EEG:
o Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan
bersifat fokal.

 Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau magnetic
resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti;
kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

VII. Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak*medscape

VIII. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3
– 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
caradan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Skema 2.2 Algoritma Tatalaksana Kejang Demam


b. Pemberian Obat Pada Saat Demam
1. Antipiretik
 Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali.
 Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.

2. Antikonvulsan
 Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus,
 Diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.

3. Pemberian Obat Rumat


a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu):
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
 Kejang demam > 4 kali per tahun.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Obat pilihan saat ini adalah asam valproate; 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan
fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.
IX. Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya:
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.11

 Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang


a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.11

X. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar4,10
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.11

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang
demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10
% - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.11

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah:


a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %,
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang
demam.7

Anda mungkin juga menyukai