Anda di halaman 1dari 25

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

SPONDILOLITHESIS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :

Hasan Adi Sang Ara R 12106175


Shinta Dwi Hayu N 30101307079
Pembimbing :
dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

RS ISLAM SULTAN AGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG

2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama :
Hasan Adi Sang Ara R 12106175
Shinta Dwi Hayu N 30101307079

Judul : Spondilolithesis

Bagian : Ilmu Radiologi

Fakultas : Kedokteran Unissula

Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, Januari 2018
Pembimbing,

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................2

2.1 Definisi Spondilolisthesis...............................................................................2

2.2 Etiopatofisiologi Spondilolisthesis.................................................................2

2.3 Epidemiologi...................................................................................................3

2.4 Gejala klinis....................................................................................................3

2.5 Diagnosis.........................................................................................................5

2.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................7

BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................25

3.1 Identitas Penderita ........................................................................................25

3.2 Anamnesis (Alloanamnesis) ........................................................................25

3.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................26

3.4 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................26

3.5 Pembacaan Hasil CT-Scan ...........................................................................30

3.6 Kesan ............................................................................................................31

3.7 Diagnosis ......................................................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................................21

BAB V KESIMPULAN .............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................34

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Spondilolistesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra dalam

hubungannya dengan sacrum, atau kadang dihubungan dengan vertebra lain.

Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinuitas-pars intervertebralis sehingga

menjadi kurang kuat untuk menahan pergeseran tulang berakang. Dikenali

beberapa tipe yaitu; Spondilolistesis spondilolitik. Degenerative, congenital,

traumatic dan patologik. Biasanya juga ditemukan tanda spondilisis (Eastman

W.G, et.all, 2013).

Gejalanya berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri,

berjalan, atau berlari, dan berkurang bila beristirahat. Biasanya otot biceps femur,

semitrendinosus, semimembranosis dan grasilis tegang sehingga ekstensi tungkai

terbatas. Foto rontgen memberikan gambaran yang jelas menunjukkan kelainan

vertebra. Kelainan ini mngkin tidak bergejala sehingga perlu pemeriksaan klinis

dan radiologis berkala. Adanya pergeseran yang progresif. Adanya pergeseran

yang progresif merupakan indikasi untuk melakukan stabilisasi. Nyeri pinggang

yang ringan biasanya dapat dilatusi dengan pemakaian alat penguat lumbosacral

(Sjamsuhidajat R,Jong. 2005).

Pada spondilolistesis tipe kongenital, pergeseran mungkin demikian berat

sehingga mempersempit panggul dan tidak memungkinkan persalinan pervaginam

(Sjamsuhidajat R,Jong. 2005).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Spondilolisthesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya

(Eastman W.G, et.all, 2013).

3.2 Epidemiologi

Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi

otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara

umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level

L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini

(Sjamsuhidajat R,Jong. 2005).

3.3 Etiopatofisiologi Spondilolisthesis

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral

(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak

kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai

spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena

patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang dari kegiatan

olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang

2
3

menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic (Medical Disability

Guidelines, 2009).

Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem

klasifikasi Wiltse ( Syaarin, Syaiful, 2010):

1. Displatik.
- Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.
2. Isthmic.
- Lesi terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur

pars akut.
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan

keausan tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut

sebagai spondilolisthesis degenerative.


4. Trauma.
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali

menghasilkan kondisi yang disebut spondilolisthesis trauma.


5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka,

disebut spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi

karena kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel

yang menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau

penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus

penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah

Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya

menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit

menular mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat


4

menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis

tumor.

Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori

Spondilolisthesis adalah penting untuk memahami serta keparahan dari

pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat

untuk kondisi tersebut dapat disarankan.

3.4 Gejala klinis

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis

pergeseran dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi

klinis dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan

pada panggul dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang

berkorelasi dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan

ketidakstabilan segmental. Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan

tingkat selip dan melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang

sesuai untuk pelampiasan akar saraf (biasanya S1) ( Syaarin, Syaiful, 2010).

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah (Gunzburg, 2006):

1. Nyeri punggung bawah.


Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi

tulang belakang lumbal.


2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf
5

dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung

kemih.
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari

punggung bawah.

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang

dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi

dari gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan

kurang umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis

recessus lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar

saraf L5 dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor

halusis longus. Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan

mungkin atau mungkin tidak ada (Nicrovic, Peter. A, 2009).

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa

sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan

duduk atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan

ligamentum flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan

pembesaran foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf

keluar dan, dengan demikian, mengurangi rasa sakit (Nicrovic, Peter. A,

2009).

3.5 Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik

pasien spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang

disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering

menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.


6

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang

bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis

dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra

dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:

1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%


2. Derajat II diantara 26-50%

3. Derajat III diantara 51-75%

4. Derajat IV diantara 76-100%

5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari

tempatnya

Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis


7

Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I

Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,

pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat

disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.

CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang

berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat

membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami

kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk

spondilolistesis ( Serena S, 2008).


8

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis

spondilolisthesis (Gunzburg, 2006):

a. X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral,

dan spot view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto

oblik dapat memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin

dilakukan. Foto lumbal dapat memberikan gambaran dan derajat

spondilolistesis tetapi tidak selalu membuktikan adanya isolated

spondilolistesis.
b. SPECT
SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT positif

maka lesi tersebut aktif secra metabolik.


c. Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat

memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan

juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang

lebih serius.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut.

MRI juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat

stenosis dadri kanalis sentralis.


e. EMG
EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau

poliradikulopati (stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.

3.7 Penatalaksanaan

3.7.1 Nonoperatif
9

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan

non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau

defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,

stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting

dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasie (Serena,

2008).

3.7.2 Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,

yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila

radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan

untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip

50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade

spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi

tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.

Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus

dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan

operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih

besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral

x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas

rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka

kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non

union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan (Syamsuhidajat, 2005):


10

1. anterior approach

2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

3. posterior lateral approach

3.8 Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun

penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien

yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan

spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),

kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang

perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah

(>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi

serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui

perkembangan pasien ini (Syaanin, 2010).

3.9 Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal

kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien

dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan

mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya

spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan

pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran

vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan
11

penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan

membutuhkan pembedahan dekompresi (Serena, 2008).


BAB III

LAPORAN KASUS

 Identitas Penderita

Nama : Ny. T
Usia : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kebonharjo Rt 05 Rw 06, Tanjung Mas, Semarang

Utara
Agama : Islam
No.Rekam Medis : 01263020
Kelas : Rawat Jalan
Tgl. Pemeriksaan : 24/01/2019 11:52:47
Tgl. Hasil : 24/01/2019 12:45:14
Status Care : JKN PBI

 Anamnesis (Alloanamnesis)

Seorang pasien perempuan usia 62 tahun diantar oleh keluarga ke

Poli Penyakit Dalam RSISA dengan keluhan nyeri punggung bawah. Hal ini

dialami pasien sejak 6 bulan yang lalu, nyeri menjalar (-). Nyeri terutama

muncul jika pasien berubah posisi. Riwayat mengangkat beban berat

sebelumnya (-). Riwayat trauma (-), riwayat batuk lama (-), batuk darah dan

keringat malam (-). Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak ada faktor

memperberat dan memeperingan. Pasien tidak ada keluhan penyerta

lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat Maag :-
Riwaya Alergi obat :-

12
13

Riwayat CHF :-
Riwayat Stroke :-
Riwayat Trauma :-
Riwayat imobilitas yang lama : -
Riwayat tindakan bedah :-

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan Serupa :-
Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwaya Alergi obat :-
Riwayat CHF :-
Riwayat Stroke :-

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki

Riwayat konsumsi obat-obatan hiertensi dan DM (-). Riwayat

mengkonsumsi jamu (-) Riwayat mengkonsumsi alkohol (-) Riwayat

merokok (-) Pasien tinggal bersama suaminya di rumah. Pasien berobat

menggunakan JKN PBI.

 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Pasien tampak lemah


Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Vital Sign
Tekanan darah : 130/ 90 mmHg
Frekuensi Nadi : 80x / menit
Frekuensi Napas : 20x / menit
Suhu : 36,5o C
Saturasi : 97%

Satuts Gizi
BB : 60 kg
TB : 165 cm
14

BMI : 60 : (1,65 x 1,65) = 22,03 kg/m2 (normal)


Kepala
Bentuk : Mesocephal, simetris
Rambut : Warna hitam, perseberan merata dan tidak mudah dicabut
Wajah : Pucat (-), sianosis (-), simetris
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), eksoftalmus (-

), edema palpebra (-/-), pupil isokor diameter 3 mm/ 3mm, ,

reflek cahaya (+/+)


Telinga :Normotia, simetris, ottorhae (-/-) nyeri tekan tragus (-/-)

serumen (-/-)
Hidung :Deformitas (-), deviasi septum (-) secret (-), napas cuping hidung

(-)
Mulut : Simetris, stomatitis angularis (-), bibir kering (-), bibir sianosis

(-), caries dentis (-), ukuran lidah normal, lidah tremor

(-),
Tenggorokan : faring hiperemis (+) tonsil T1/T1
Leher
Trakea berada di tengah dan tidak deviasi, tidak terdapat pembesaran kelenjar

tiroid dan kelenjar getah bening.


Thoraks
Pulmo

Inspeksi Anterior Posterior


Statis RR: 18x/min, Hiperpigmentasi
Hiperpigmentasi (-/-), (-), massa (-),
massa (-/-), inflamasi (-/-), inflamasi (-),
scar (-/-) pectus excavatus skloliosis (-),
(-/-), pectus carinatum (-/-) lordosis (-), kifosis
Hemithorax D=S, Diameter (-)
AP<LL Hemithorax D=S
Dinamik Pergerakan Hemithorax Pergerakan
D=S, retraksi suprasternal hemithorax D=S
(-)
Palpasi Nyeri tekan (-/-), Nyeri tekan (-),
15

krepitasi(-), massa (-), ICS tumor (-), ICS


normal, Pergerakan dinding normal, Pergerakan
thorak simetris, Stem dinding thorak
fremitus meningkat (-/-), simteris, Sterm
fremitus meningkat
(-/-), expansi
dinding dada D=S
Perkusi Sonor semua lapang paru Sonor semua
lapang paru
Auskultasi SDV (+), Ronchi (-/-) , SDV (+), Ronchi
Wheezing (-/-) (-/-) , Wheezing
(-/-)

Cor

Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis kuat angkat (+) teraba di ICS V 2 cm lateral linea mid
clavicula sinistra, melebar, pulsus epigastrium (+), pulsus parasternal
(+), sternal lift (+)
Perkusi
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kanan jantung : ICS V linea parasternalis dextra
Kiri jantung : ICS V Ilinea midclavicularis sinistra
Auskultasi
katup aorta : SD I-II murni, suara tambahan (-)
katup trikuspidal : SD I-II murni,suara tambahan (-)
katup pulmonal : SD I-II murni, suara tambahan (-)
katup mitral : SD I-II murni, suara tambahan (-)
bising :-
BJ I-II irreguler
Gallop S3 -
Kesan Kardiomegali

Abdomen

Pemeriksaan Hasil
16

Inspeksi Cembung (-), hiperpigmentasi (-), pelebaran


vena (-), hernia umbilicus (-), sikatrik (-), striae
(-)

Auskultasi Peristaltik (+) 11x/ menit, Aorta abdominal bruit


(-), a. lienalis dan a. femoralis (-)

Perkusi Timpani seluruh lapang abdomen,


Perkusi Hepar Pekak, liver span dextra 12 cm, liver span
Perkusi Lien
sinistra 6 cm,
Perkusi Ginjal
troub space (-)
Pemeriksaan khusus
nyeri ketok costovertebra (-)
pekak sisi (-), pekak alih (-), undulation test (-)

Palpasi Supel (+) nyeri tekan (-) massa (-) defense


Palpasi Hepar
muscular (-)
Nyeri tekan (-) konsistensi kenyal, permukaan
Palpasi Lien
Palpasi Ginjal rata, tepi tumpul.
Lien tidak teraba
Tidak teraba

Ekstremitas

Pemeriksaan Superior Inferior


Oedem -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

CRT < 2 detik < 2 detik


 ikterik -/- -/- P

Clubbing finger -/- -/- e

meriksaan Penunjang
17

Gambar X foto lumbosacral

 Pembacaan Hasil X Foto lumbosacral

Vert. Lumbal Sacral (Non Kontras)


X FOTO VERTEBRA LUMBOSAKAL AP-LAT

 Struktur tulang parotik.

 Tampak Corpus L4 lebih ke anterior dari L5, pergeseran <25%.

 Tampak corpus L4 dan L5 lebih pipih dengan sklerotik endplate.

 Tampak penyempitan discus dan foramen intervertebralis L4-5 dan L5-S1


dengan lusensi intradiscus

 Tampak Osteofit pada vertebra lumbalis

 Tampak skoliosis lumbalis dengan konveksitas ke kiri.


18

 Pedikel dan prosesus spinosus

 Kesan

- Spondilolisthesis L4-5 Grade 1

- Corpus L4,5 taampak lebih pipih dengan sklerotik endplate cenderung

proses degeneratif.

- Spondilosis lumbalis

- Penyempitan discus dan froramen intervertebralis L4-5 dan L5-S1, curiga

HNP disertai degeneratif discus

- Skoliosis lumbalis dengan konvensis ke kiri

- Struktur tulang porotik

 Diagnosis

Spondilosis lumbalis, Spondilolisthesis dan Skoliosis konveksitas ke kiri.


BAB IV

PEMBAHASAN

Di dalam kasus ini didapatkan pasien dengan keluhan nyeri pinggang

bawah. Setelah dilakukan autoanamnesis kepada pasien, pemeriksaan fisik,

dan untuk mengetahui penanganan lebih lanjut perlu diketahui penyebabnya,

maka pasien perlu menjalani pemeriksaan X-foto vertebra lumbosacral

terlebih dahulu. Hasil pemeriksaan X-foto vertebra lumbosacral menunjukan

gambaran
 Struktur tulang parotik.
 Tampak Corpus L4 lebih ke anterior dari L5, pergeseran <25%.
 Tampak corpus L4 dan L5 lebih pipih dengan sklerotik endplate.
 Tampak penyempitan discus dan foramen intervertebralis L4-5 dan

L5-S1 dengan lusensi intradiscus


 Tampak Osteofit pada vertebra lumbalis
 Tampak skoliosis lumbalis dengan konveksitas ke kiri.
 Pedikel dan prosesus spinosus

19
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil X foto lumbosacral, pasien dengan keluhan nyeri

punggung bawah, didapatkan corpus vertebra L5 bergeser ke posterior terhadap

L4 dan tampak osteofit, sehingga mengarah pada diagnosis spondilolithesis

vertebra L4, spondilosis lumbalis dan Skoliosis konveksitas ke kiri.

20
DAFTAR PUSTAKA

Chris tanto. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 4. Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius.
Eastman W.G, et.all. 2013. Radiologi Klinis. Jakarta: EGC. 143.
Medical Disability Guidelines, 2009. Spondylolisthesis.
Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview

of causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3


Gunzburg, Robert. 2006. Spondylolysis, Spndylolisthesis, and

Degenerative Spondylolisthesis. Philadelphia : Lippincott Williams

& Wilkins
Serena S. Hu, dkk. 2008. Spondylolisthesis andSpondylolisis, The Journal

Of Bone & Joint Surgery Vol. 90-A D Number 3 D March 2008:

The American Academy of Orthopaedic Surgeons.


Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835


Syaanin, Syaiful. 2010. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang:

RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

21

Anda mungkin juga menyukai