Anda di halaman 1dari 13

Daftar isi

BAB I......................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................3
2.3 Etiopatogenesis.........................................................................................................3
2.4 Manifestasi Klinis.....................................................................................................5
2.5 Diagnosis...................................................................................................................6
2.6 Diagnosis Banding....................................................................................................9
2.7 Tatalaksana............................................................................................................10
2.8 Prognosis.................................................................................................................11
BAB III.................................................................................................................................12
KESIMPULAN................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pityriasis versicolor atau dikenal sebagai panu, merupakan penyakit infeksi


pada kulit disebabkan oleh jamur spesies Malassezia. Pityriasis versicolor
menginfeksi 20-25% penduduk dunia, lebih sering di area dengan kelembapan dan
temperatur cukup tinggi. Malassezia furfur. Pityrosporum orbiculare dan
Pityrosporum ovale dapat menyebabkan penyakit jika bertransformasi menjadi fase
miselium sebagai Malassezia furfur.

Dari semua jenis Malassezia, hanya M. pachydermatis yang membutuhkan


lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia atau media kultur yang diperkaya lipid,
karena tidak mampu mensintesis asam lemak jenuh rantai menengah-panjang.
Malassezia menghasilkan berbagai senyawa yang mengganggu melanisasi
menyebabkan perubahan pigmentasi kulit.

Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul folikular dalam
berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai eritematosa, berskuama
halus di atasnya, dikelilingi kulit normal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pityriasis versikorol merupakan infeksi kulit superfisial kronik oleh
Malassezia sp., ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi hipopigmentasi,
hiperpigmentasi atau kadang eritematosa, disertai skuama halus. Pitiriasis versikolor
(PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai
perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi stratum korneum oleh jamur lipofiik
dimorfik dari flora normal kulit, Malassezia furfur (Menaldi et.al, 2015).

2.2 Epidemiologi
Pityriasis versicolor dapat ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama
di daerah tropis yang beriklim panas dan lembap, termasuk Indonesia. Prevalensinya
mencapai 50% di negara tropis. Penyakit ini menyerang semua ras, angka kejadian
pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan mungkin terkait pekerjaan dan
aktivitas yang lebih tinggi. Pitiriasis versikolor lebih sering menginfeksi dewasa
muda usia 15-24 tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi (Wolff et.al, 2013),
Prevalensi pityriasis versikolor di Amerika Serikat diperkirakan 2% -8% dari
populasi. Infeksi terjadi lebih sering di daerah dengan suhu yang lebih tinggi.
Pityriasis versicolor memiliki prevalensi di seluruh dunia hingga 50% di lingkungan
yang panas dan lembab dan serendah 1,1% di iklim dingin (Goldsmith et.al, 2012).

2.3 Etiopatogenesis
Adanya faktor predisposisi menyebabkan ragi saprofit Pityrosporum
orbiculare dan Pityrosporum ovale berubah menjadi bentuk miselium parasitik yang
dapat menimbulkan gejala klinis. Sebelumnya, hanya terdapat tiga spesies berasal
dari genus Malassezia, yaitu M. furfur, M. pachydermatis, dan M. sympodialis. Pada

3
tahun 1996, klasifikasi taksonomi menambah empat spesies berdasarkan morfologi,
ultrastruktur, dan biologi molekuler, terdiri dari M. globosa, M. obtusa, M. restrica,
dan M. slooffi ae. Pada tahun 2004, spesies baru M. dermatis dan M. japonica
berhasil diidentifikasi, diikuti dengan M. yamatoensis, M. nana, M. caprae, M.
equina, dan M. cuniculi, sehingga seluruh nya berjumlah 14 spesies. M.
pachydermatis bersifat nonlipid-dependent, sedangkan 13 spesies lainnya lipid-
dependent. M. furfur, M. sympodialis, dan M. globosa merupakan penyebab tersering
infeksi pitiriasis versikolor.
Malassezia furfur dapat dikultur dari kulit yang terinfeksi maupun yang
normal dan dianggap bagian dari flora normal, terutama di daerah tubuh manusia
yang kaya dengan sebum. Hasil peningkatan kelembaban, suhu dan ketegangan CO2
tampaknya menjadi faktor penting yang berkontribusi terhadap infeksi. Malassezia
furfur adalah dimorfik, organisme lipofilik yang tumbuh secara in vitro hanya
dengan tambahan asam lemak C12-C14 seperti minyak zaitun dan lanolin. Dalam
kondisi yang tepat, ia berubah dari jamur saprofit menjadi bentuk miselium, yang
menyebabkan penyakit klinis. Faktor pendukung perubahan atau transisi pada
miselium yaitu, lingkungan yang lembab, hiperhidrosis, kontrasepsi oral, penggunaan
kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, imunosupresi, serta keadaan malnutrisi
(Goldsmith, 2012).
Malassezia memproduksi berbagai metabolit yang dapat menyebabkan
perubahan warna pada lesi. Hipopigmentasi terjadi akibat:
(1) Pitiriasitrin dan pitirialakton yang mampu menyerap sinar UV
(2) Asam azaleat, asam dekarboksilat yang menurunkan produksi melanosit
dengan menghambat enzim tirosinase
(3) Malassezin yang menginduksi apoptosis melanosit
(4) Malassezindole A, aktivitasnya menghambat kerja tirosinase dan
mengganggu sintesis tyrosinase

4
(5) Keto-malassezin sebagai inhibitor tirosinase dengan menghambat reaksi
DOPA (3,4-di hidroksifenilalanin) melanosit
(6) Metabolit lain seperti indirubin, ICZ, pitiriarubin, dan triptanthrin.
Lesi hiperpigmentasi mungkin berhubungan dengan variasi respons inflamasi
terhadap infeksi. Tampak peningkatan ukuran melanosom (makromelanosom) dan
penebalan pada stratum korneum. Walaupun in vitro membuktikan bahwa L-3,4-
dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) pada Malassezia mampu menginduksi sintesis
melanin, namun secara in vivo belum dapat dibuktikan (Tan et.al ,2015).

2.4 Manifestasi Klinis


Pityriasis versicolor memiliki lesi yang dijumpai dibagian dada, punggung,
perut, lengan, dan tungkai atas. Kadang dijumpai lesi diwajah, kulit kepala, dan
genitalia. Lesi berupa perubahan warna berbatas tegas yang bervariasi , dari
hipopegmentasi, hiperpegmentasi atau kemerahan, dengan skuama halus diatasnya.
Ukuran lesi bervariasi dari miliar sampai plakat, dengan bentuk yang juga bervariasi.
Pada beberapa kasus tampak lesi miliar difolikel rambut (Menaldi et.al, 2015).

Gambar 1 pityriasis versicolor hipopigmentasi

5
Gambar 2 pityriasis versicolor hiperpigmentasi

Gambar 3 pityriasis versicolor eritematosa

2.5 Diagnosis
Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran lesi yang sesuai
dengan karakteristik pitiriasis versikolor, pemeriksaan fluoresensi kulit dengan lampu
Wood, dan sediaan langsung kerokan kulit. Pasien pitiriasis versikolor umumnya
hanya mengeluh bercak-bercak putih, kecokelatan, atau merah muda, tidak gatal atau
sedikit gatal saat berkeringat. Pada orang kulit putih atau terang, lesi berwarna lebih
gelap dibandingkan kulit normal, sedangkan pada orang berkulit hitam atau gelap,
lesi cenderung putih. Hal ini sesuai dengan pitiriasis yang berarti penyakit dengan

6
skuama halus seperti tepung dan versicolor yang berarti bermacam warna. Bentuk
dan ukuran lesi bervariasi, dapat berupa makula hingga patch atau papul hingga plak
hipo/ hiperpigmentasi, berbatas tegas atau difus, tertutup skuama halus di sekitarnya.
Bentuk folikular juga dapat ditemukan. Lesi dapat meluas, berkonfluens, atau
tersebar. Anamnesis
Penderita biasanya mengeluhkan tampak bercak putih pada kulitnya. Keluhan
gatal ringan muncul terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pasien
asimptomatik.
1. Pemeriksaan fisik
Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni, berskuama halus,
berbentuk bulat atau tidak beraturan dengan batas tegas atau tidak tegas. Skuama
biasanya tipis seperti sisik dan kadangkala hanya dapat tampak dengan
menggores kulit (finger nail sign). Predileksi di bagian atas dada, lengan, leher,
perut, kaki, ketiak, lipat paha, muka dan kepala.
2. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan KOH 20%
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat berdinding tebal
dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih
mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta parker blue-black atau biru
laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “meat
ball and spageti” .
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alcohol 70%, lalu
dikerok dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung dalam lempeng-lempeng
steril. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 20% yang di
beri tinta parker biru hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka akan
terlihat garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak

7
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung
seperti kalung. Pada pityriasis versicolor hifa tampak pendek-pendek, bercabang,
terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan spora yang berkelompok.

Gambar 4Gambaran ragi dan miselium sering disebut


“spaggeti and meatball”

 Pemeriksaan dengan sinar wood


Pemeriksaan dengan sinar wood, dapat memberikan perubahan warna seluruh
daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi
akan memperlihatkan flouresensi warna kuning keemasan sampai orange.

8
Gambar 5 Pemeriksaan dengan wood Lamp

2.6 Diagnosis Banding


1. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%).
Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat oval. Pada mulanya lesi berwarna
merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema
menghilang lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada
stadium ini penderita datang berobat terutama pda orang dengan kulit berwarna.
Bercak biasanya multiple 4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka
(50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi daat dijumpai
pada ekstremitas dan badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal
dan panas. Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan
pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultra violet oleh epidermis yang
mengalami hiperkeratosis dan parakeratosis (Goldsmith et.al, 2012).

9
2. Pityriasis Rosea
Pityriasis Rosea merupakan erupsi kulit akut yang dapat sembuh sendiri,
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil dibadan, lengan dan tungkai atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
Berdasarkan bukti ilmiah, diduga pityriasis rosea merupakan eksantema virus yang
berhubungan dengan reaktivasi human herpes virus (HHV 7 dan HHV 6).

3. Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa, dengan
predileksi didaerah yang kaya akan kelenjar sebase, scalp, wajah dan badan.
Dermatitis Seboroik dikaitkan dengan Malassezia, terjadi gangguan imunologis
mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan
penyebaran lesi dimulai dengan derajat ringan, dapat dijumpai kemerahan
perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi sampai
dengan bentuk eritroderma (Menaldi et.al, 2015).

2.7 Tatalaksana
Beberapa agen topikal berguna dalam mengobati panu, dan ini termasuk
selenium sulfida, seng pyrithione, natrium sulfacetamide, ciclopiroxolamine, serta
azole dan antijamur allylamine. Pemakaian secara luas biasanya menggunakan lotion
selenium sulfida 2,5%, yang diterapkan secara bebas ke daerah yang terkena selama
7-10 menit sebelum dibilas. Meskipun penggunaan sehari-hari dapat dipertimbangkan
untuk kasus yang luas, aplikasi cukup 3-4 kali seminggu, dan frekuensi ini dapat
dikurangi lebih lanjut hingga sekali atau dua kali setiap bulan dan digunakan sebagai
rejimen pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan. Sebagai alternatif, sampo
ketokonazol 2% digunakan ke daerah yang terkena dan dibiarkan selama 5 menit
sebelum dibilas; perawatan ini diulang selama tiga hari berturut-turut.

10
Meskipun terapi topikal sangat ideal untuk infeksi lokal atau ringan,
pengobatan sistemik mungkin diperlukan untuk pasien dengan lesi yang luas, sering
kambuh, atau kegagalan dengan agen topikal. Ketoconazole, flukonazol, dan
itrakonazol adalah agen oral yang disukai. Ketoconazole oral 200 mg setiap hari
selama 7 atau 10 hari, atau itraconazole oral 200–400 mg setiap hari selama 3-7 hari
hampir efektif secara universal (Goldsmith et.al, 2012).

2.8 Prognosis
Perjalanan penyakit berlangsung kronik, namun umumnya memiliki prognosis
baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati dengan benar dan faktor predisposisi tidak
dieliminasi. Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi, diperlukan waktu yang
cukup lama untuk repigmentasi kembali seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan
terapi, sehingga penting untuk memberikan edukasi pada pasien bahwa bercak putih
tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan menghilang secara
perlahan (Gaitanis, 2012).

11
BAB III
KESIMPULAN

Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh
Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Penyakit jamur kulit ini adalah
penyakit kronis yang ditandai oleh makula putih sampai coklat yang bersisik, skuama
halus disertai rasa gatal. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas,
lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, dan genitalia. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan bercak-bercak hipopigmentasi, hiperpegmentasi atau eritema, bentuk
tidak teratur -teratur, batas jelas-difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau
lebih besar, atau bentuk plakat.
Periksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit ini adalah
pemeriksaan dengan KOH 20% dan lampu wood. Pengobatan pada penyakit ini dapat
menggunakan pengobatan topical lotion selenium sulfida 2,5%, selama 7-10 menit
sebelum dibilas dan sistemik yaitu itraconazole oral 200–400 mg setiap hari selama
3-7 hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

Gaitanis G, Magiatis P, Hantschke M, Bassukas ID, Valegraki A 2012, The


Malassezia genus in skin and systemic disease, Clin Microbiol Rev
25(1):106-41.

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K 2012,
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Eighth Edition, p:2308-
2310.

Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W 2015, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi ke Tujuh, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p:228-404.

Menaldi SL, Novianto E, Sampurna AT 2015, Atlas Berwarna dan Sinopsis


Penyakit Kulit dan Kelamin, p:68-70.

Tan ST & Reginata G 2015, Uji Provokasi Skuama pada Pitiriasis Versikolor,
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia, 42(6): 471-473.

Wolff K, Johnson RA, Savendra AP 2013, Fitzpatrick’s Color Atlas And


Synopsis Of Clinical Dermatology Seventh Edition, p:297.

13

Anda mungkin juga menyukai