Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“WANITA HAMIL DENGAN HIV/AIDS”

DOSEN : YULIANI BUDIYARTI.Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh:

MASDIANA
KELAS A
NPM : 1814201210050

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENIS
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Wanita hamil


Sub Pokok bahasan : Wanita Hamil dengan HIV
Sasaran : Pasien Pengunjung Poli Kandungan
Waktu : 09.00 – 09.30 WITA
Hari/Tanggal Tempat : Senin, 11 Februari 2019 di Poli Kandungan

I. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, diharapkan klien di
Poli Kandungan mampu memahami tentang penyakit  HIV.

II. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, klien dapat
mengetahui & memahami :
a. Pengertian HIV/AIDS
b.    Etiologi / Penyebab
c. Gejala-gejala Penyakit HIV/AIDS
d. Penularan Penyakit HIV/AIDS
e.  Penanganan Penyakit HIV/AIDS

III. Materi Penyuluhan


a. Pengertian HIV/AIDS
b.    Etiologi / Penyebab
c. Gejala-gejala Penyakit HIV/AIDS
d. Penularan Penyakit HIV/AIDS
e.  Penanganan Penyakit HIV/AIDS

IV. Metode
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
V. Media
a. Leaflet/Lembar balik
b. LCD

VI. Pelaksanaan kegiatan

Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Pelaksana


No
1. 5 menit Pembukaan 1. Menjawab salam Moderator
1. Mengucapkan salam 2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri 3. Memperhatikan
3. Menyampaikan kontrak
waktu
4. Menyebutkan judul materi
penyuluhan
Menjelaskan tujuan dari
Penyuluhan
2 10 menit Pelaksanan 1. Mendengarkan Penyaji
1. Appersepsi materi dan
2. Menjelaskan tentang: memperhatikan
Definisi penyakit HIV. penjelasan
Penyebab HIV. penyuluh
Tanda dan gejala penyakit 2. Mengajukan
HIV pertanyaan
Penangan penyakit HIV
pada ibu hamil
Pencegahan penyakit HIV
3. Memberikan kesempatan
kepada peserta untuk
bertanya
3. 10 menit Evaluasi 1. Menjawab Moderator
1. Menanyakan kembali Pertanyaan
mengenai semua materi 2. Mendengarkan
yang telah di berikan
kepada klien (feed Back)
2. Memberikan reward kepada
klien atas jawaban
rA5 menit Terminasi 1. Mendengarkan Moderator
1. Mengucapkan terima kasih dan
atas peran serta klien & mendengarkan
keluarga 2. Menjawab salam
2. Mengucapkan Salam
penutup

Setting Tempat
 

MODER PEMAT NOTUL


ATOR ERI EN

LAYAR

PESERTA
PESERTA PESERTA PESERTA

VII. EVALUASI
a. Kegiatan : jadwal, tempat, alat Bantu / media, pengorganisasian, proses
penyuluhan
b. Hasil penyuluhan, memberi pertanyaan pada warga tentang :
      Pengertian HIV
      Tanda bahaya HIV pada wanita Hamil
      Keluhan atau masalah dan cara mengatasinya

VIII. PENGORGANISASIAN
1.      Moderator dan Operator
2.      Penyaji
3.      Notulen dan Observer

Materi Penyuluhan
Penyakit HIV pada ibu hamil

1. Pengertian HIV/AIDS
  

Menurut Andy (2011), Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired


Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Virus penyebab adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih, sehingga melemahkan kekebalan
manusia dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Orang yang
terinfeksi virus ini menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor/kanker. Meskipun penanganan yang ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum bisa disembuhkan.
Virus HIV menyerang sel putih dan menjadikannya tempat berkembang biaknya
Virus. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan
tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak mampu
melawan penyakit yang datang dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena
influenza atau pilek biasa (Andy, 2011).
Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan
atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan
bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang
mematikan (Andy 2011).
Menurut Ayu (2012), HIV, virus penyebab AIDS, juga dapat menular dari ibu yang
terinfeksi HIV ke bayinya. Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi dari ibu
yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga. Ibu dengan viral load tinggi lebih mungkin
menularkan HIV kepada bayinya. Namun tidak ada jumlah viral load yang cukup rendah
untuk dianggap "aman". Infeksi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun
biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama persalinan. Bayi lebih mungkin
terinfeksi bila proses persalinan berlangsung lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir
terpajan darah ibunya. Meminum air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga
mengakibatkan infeksi pada si bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI
kepada bayinya. Untuk mengurangi risiko infeksi ketika sang ayah yang HIV-positif,
banyak pasangan yang menggunakan pencucian sperma dan inseminasi buatan.
AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab itu dapat menulari siapa saja.Virusnya
sendiri bernama HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor . Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyakit
ini kadang disebut “infeksi oportunistik”, karena penyakit ini menyerang dengan cara
memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun sehingga kanker dan infeksi
oportunistik inilah yang dapat menyebabkan kematian.
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS
pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah
terinfeksi HIV (Ayu, 2012). Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur
kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan
ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan
lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Virus HIV dikenal secara terpisah oleh para peneliti di Institut Pasteur Perancis 
pada tahun 1983 dan NIH yaitu sebuah institut kesehatan nasional di Amerika Serikat pada
tahun 1984. Meskipun tim dari Institute Pasteur Perancis yang dipimpin oleh Dr. Luc
Montagnie, yang pertama kali mengumumkan penemuan ini di awal tahun 1983 namun
penghargaan untuk penemuan virus ini tetap diberikan kepada para peneliti baik yang
berasal dari Perancis maupun Amerika. Peneliti Perancis memberi nama virus ini LAV
atau Lymphadenopathy Associated Virus. Tim dari Amerika yang dipimpin Dr. Robert
Gallo menyebut virus ini HTLV-3 atau Human T-cell Lymphotropic Virustype-3 (Ayu,
2012).
Kemudian Komite Internasional untuk Taksonomi Virus memutuskan untuk
menetapkan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai nama yang dikenal
sampai sekarang. Maka para peneliti tersebut juga sepakat untuk menggunakan istilah HIV
sesuai dengan namanya, virus ini “memakan” imunitas tubuh (Ayu, 2012).
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease
Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan
oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual diLos Angeles (Ayu, 2012).

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.


HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk ke dalam tubuh. HIV-1 adalah sumber
dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal
dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerunselatan. HIV-2
berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon,
dan Kamerun (Ayu, 2012).
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak
dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang
lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa
epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an diKongo Belgia sebagai akibat dari
penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian, komunitas ilmiah
umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada
(Ayu, 2012).
Menurut Ayu (2012), berdasarkan hal tersebut diatas  maka penderita AIDS
dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu :
1.    Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS
positif).

2.    Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis (penderita
AIDS negatif).
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat
terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara. Dikatakan
pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS ), virus (HIV)
tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi,
politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi
baik oleh negara maju maupun negara berkembang (Ayu, 2012).
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu memecahkan
masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu alternatif dalam upaya
menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya
pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV (Ayu, 2012).
   2. Etiologi / Penyebab
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier
dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi
HIV.
Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai
sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus
dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel
dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu
dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan
seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten
terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1.       Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).
2.       Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3.       Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
4.       Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin
dengan orang yang terinfeksi HIV.
5.      Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti
setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik
yang terkontaminasi.

3. Gejala-gejala Penyakit HIV/AIDS


  

Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak
memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3
sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa
tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan
menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan
aktivitas yang berisiko terkena virus HIV (Andy, 2011).

Menurut Andy (2011), adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita
penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
      Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk,
nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak
jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
 Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala
seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur
pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
      Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome,
yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan
pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai
Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada
sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah
kurang bertenaga.
      System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung
(Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki,
reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
      System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air
(herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah
mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak
(kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
      Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami
penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka
pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka
wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah
penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic
dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa
haid yang tidak teratur (abnormal).
4. Penularan Penyakit HIV/AIDS

Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan
pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan,
misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit (Andy, 2011).
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya
melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para
pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi
darah yang tercemar (Andy, 2011).
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif
(15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat
(Andy, 2011).
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar
25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui
infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI
(Andy, 2011).
Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, resiko penularan
dapat dikurangi menjadi 8%(Andy, 2011).
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak
menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak
mempengaruhi kesehatan perempuan HIV-positif(Andy, 2011).
Menurut Yopan (2012), peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV selama
kehamilan adalah mereka yang berperilaku seks bebas dan mungkin karena penyebab
biologis yang tidak diketahui.
Ada beberapa cara penularan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :

a.    Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat
ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko
penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan
jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan
pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti
pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Yopan, 2012).
b.   Transmisi Non Seksual

      Transmisi Parenral

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping
dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan
tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini
kurang dari 1%.
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di
negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari
90% (Yopan, 2012).
      Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan
resiko rendah (Yopan, 2012).
c.    Penularan Masa Prenatal

HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam
uterus (lewat plasenta), sewaktu persalinan dan melalui air susu ibu. Pada bayi yang
menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan,
sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi
terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi
sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus (Ayu, 2012).

 Kehamilan

Menurut Ayu (2012), kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV
atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami
masalah-masalah sebagai berikut :

1)   Keguguran

2)   Demam, infeksi dan kesehatan menurun.

3)   Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin
mengancam jiwa ibu.
 Melahirkan

Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan
air bersih sehingga terlindungi dari infeksi (Yopan, 2012).

 Menyusui

Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. Infeksi HIV


kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum
diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi
pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat
lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu
yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS. Setelah 6 bulan,
sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi
lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan
tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko
lebih kecil untuk terkena HIV (Yopan, 2012).

5. Stadium HIV / AIDS


HIV/AIDS dapat dibagi 4 stadium, yaitu :
a. Stadium pertama : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif.
Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV
menjadi positif disebut window periode. Lama window periode ini antara 1-3 bulan,
bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan.
b. Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdpat HIV tetapi tubuh
tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5-10 tahun.
Cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada
orang lain.
c. Stadium ketiga : pembesaran kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata (persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu
tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
d. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai barmacam – macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder (Pusdiknakes, 1997 : 42).
Gejala klinis
5. Penanganan Penyakit HIV/AIDS
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-
satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan
virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan
virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal
empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping
yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah (Yopan,
2012).
Berbagai upaya telah dilakukan dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia
antara lain: KIE, promosi perilaku seksual aman, penyediaan darah transfusi yang aman
dari HIV, pemasaran kondom, pemeriksaan dan pengobatan IMS, surveilans HIV/STS,
surveilans AIDS, layanan VCT yang masih terbatas pada RS tertentu dan LSM, pelatihan
bagi petugas kesehatan serta lintas sektor (universal precaution, VCT), pengobatan dan
perawatan ODHA yang masih terbatas, dan penelitian perilaku pada kelompok risiko
tinggi (Yopan, 2012).
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi
HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk
membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka
yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan
kematian (Yopan, 2012).
Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan seksual juga harus
diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk
pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2
bulan ini tidak ada aktivitas seksual. Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk
mengobati gonorrhea, membasmi N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan,
mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa (Yopan, 2012).

Ada beberapa cara untuk mengobati atau menangani HIV/AIDS, yaitu:


      Terapi Anti Virus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah
sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu
setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan
terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat
( disebut koktail ) yang terdiri dari paling sedikit dua macam ( atau kelas )
bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue
reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau
dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit
HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa,
maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk
orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan
HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan
berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai
perawatan awal (Yopan, 2012).
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya
jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV
ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten
terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula,
dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi
HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV
mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka,
sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan
tingkat kematian (mortalitas) karena HIV (Yopan, 2012).
Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi
dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan
selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan
HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun.
Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh
persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena
adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus
sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat (Yopan,
2012).
Ketidaktaatan dan ketidak teraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus
adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan
tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama
ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit
kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena
adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-
lain yang harus dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang juga
menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara
lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan (Yopan, 2012).
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia
tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS
tersebut (Yopan, 2012).
      Penanganan eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan
lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien
tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian,
HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin (Yopan, 2012).
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha
mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk
memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk
menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika
menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B
disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko
terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang
akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut (Yopan,
2012).
      Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau
mengubah arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk
mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy)
seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak
terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada
perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius (Yopan, 2012).
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral
kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa,
meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas)
akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik.
Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat.
Pemakaian seleniumdengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan
virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat
digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang
standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas (Yopan, 2012).
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alternatif memiliki
hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat
meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat
psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat
paling penting dari pemakaiannya (Yopan, 2012).
Daftar Pustaka

Andy. 2011. HIV/AIDS Pada Ibu Hamil. http://ilmu-pasti-pengungkap-


kebenaran.blogspot.com/2011/11/hivaids-pada-ibu-hamil.html.

Ayu. 2012. Pengaruh HIV/AIDS Terhadap Sistem Kekebalan


Tubuh. http://ayups87.wordpress.com/2012/06/16/makalah-pengaruh-
hivaids-terhadap-sistem-kekebalan-tubuh-manusia/.

Yopan. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan


HIV/AIDS. http://yopangumilar.blogspot.com/2012/03/makalah-askep-pada-
ibu-hamil-dengan.html.

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Ictious Diseases, Mosby Year
Book, Toronto. Nfe

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St.


Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai