Anda di halaman 1dari 54

PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Didalam operasi pemboran, terdapat beberapa sistem penunjang agar

pemboran dapat berjalan dengan aman, efesien dan efektif. Pembagian sistem yang

umum digunakan dalam industri perminyakan adalah sebagai berikut :

1. Sistem Pengangkatan ( Hoisting System )

2. Sistem Pemutar ( Rotating System )

3. Sistem Sirkulasi ( Circulating System )

4. Sistem Daya ( Power System )

5. Sistem Pencegah Sembur Liar ( BOP System)

Keseluruhan sistem diatas mempunyai hubungan yang erat antara yang satu

dengan yang lainnya. Sehingga hubungan antar sistem tersebut saling tergantungan

satu dengan yang lain. Dalam tugas akhir ini pembahasan akan dibatasi hanya untuk

system Pengangkat, sistem Daya dan system putar.

3.1 Komponen Pengangkatan

Sistem Pengangkat adalah salah satu komponen utama dari peralatan

pemboran. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat, menurunkan peralatan

pemboran yang akan digunakan pada kegiatan pemboran seperti Drill Pipe, Drill

Collar, Casing dan peralatan lainnya. Komponen – komponen pengangkat dapat di

lihat seperti pada gambar 3.1.

BAB III 17
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.1
Komponen Pengangkat(8)

3.1.1. Derrick atau Portable Mast

Fungsi dari derrick atau portable mast adalah untuk menyediakan ruang

ketinggian vertikal yang diperlukan untuk mengangkat pipa (material sumur) dari

atau menurunkan ke sumur. Semakin tinggi ketinggian, semakin panjang rangkaian

pipa yang dapat dimasukkan atau dikeluarkan dari lubang bor. Panjang pipa yang

umum digunakan adalah berkisar antara 27 dan 30 ft, dapat dilihat pada gambar 3.1.

BAB III 18
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Dalam penambahan ketinggian, kemampuan derrick ditentukan berdasarkan

kemampuan menahan beban komprehensif dan beban angin. Beban angin yang

diijinkan ditentukan dari rangkaian drillstring di lubang bor dan rangkaian drillstring

yang disandarkan pada salah satu sisi dari derrick. Bila drillstring disandarkan pada

salah satu sisi derrick, momen penggulingan (overtuning moment) harus dikenakan

pada titik tersebut. Beban angin harus dihitung dengan asumsi beban angin searah

dengan momen penggulingan. Anchored guy wires ditarik dari masing-masing kaki

derrick untuk meningkatkan ketahanan kaki rig dari beban rig.

Gambar 3.2
Derrick Atau Portable Mast(5)

BAB III 19
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.1.2 Rig

Rig pemboran memegang peranan penting dalam industri eksplorasi dan

eksploitasi minyak, gas bumi dan geothermal. Karena dengan bekerjanya sistem-

sistem bagian dari rig ini, produksi minyak, gas bumi dan geothermal akan berlanjut.

Sistem-sistem dari rig tersebut akan dapat bekerja dengan baik bila ditunjang oleh

kekuatan struktur rig yang mampu menahan beban yang ditimbulkan oleh masing-

masing sistem tersebut, dapat dilihat pada gambar 3.2.

Rig pemboran merupakan gabungan dari derrick dan substructure. Secara

garis besarnya, rig dapat dikategorikan menjadi tipe rig dengan kedudukan yang tetap

(fixed) dan tipe yang dapat bergerak (moveable). Menara bor putar merupakan

menara yang dipakai hampir pada semua pemboran di seluruh dunia.

3.1.2.1 Conventional Rig ( Standard Derrick )

Konstruksi berbentuk menara yang dirakit dari potongan demi potongan di

atas Substructure pada lokasi sunur yang akan dibor. Konstruksi ini berdiri di atas

lantai bor dan berfungsi untuk mengangkat dan menyambung rangkaian pipa bor

secara vertikal, dan memfasilitasi untuk pemasangan peralatan lainnya yang

diperlukan dalam operasi pemboran. Rig jenis ini dapat di gunakan untuk pemboran

di darat, ataupun pada pemboran di lepas pantai . Bentuk Conventional Rig dapat

dilihat pada gambar 3.3

BAB III 20
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.3
Conventional Rig(5)

Keuntungan dari pemakaian derrick ini adalah kapasitas untuk mengangkat

beban lebih besar dari pada jenis rig lainnya yang akan dijelaskan pada sub bab

berikutnya. Pada gambar 3.3 diperlihatkan bagian - bagian dari Conventional Rig .

Gambar 3.4
Bagian dari Conventional Rig(5)

BAB III 21
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Keterangan gambar :

A = Tinggi Menara ( Height )

Tinggi Menara di ukur dari puncak lantai bor sampai dasar water table beams.

B = Base square

Base square di ukur dari titik sudut kaki ke sudut kaki lainnya

C = Window opening

D = Water Table Opening

Water Table Opening di ukur di bagian dalam water table. Hal ini perlu

dikatahui untuk keperluan pemilihan dan pemasangan dari Crown Block.

E = Gin Pole clearance

Gin Pole clearance ( ketinggian Gin Pole ) harus dipasang melintang di tengah

water table, berfungsi untuk tempat memasang block,agar dapat memasang

dan mendudukkan Crown Block pada Water Table.

Pemilihan menara bor yang akan digunakan sangat tergantung oleh kedalaman

akhir dari sumur yang akan dibor. Dari data kedalaman akhir (Total Deep) atau biasa

disingkat dengan TD pada suatu pemboran, maka akan dapat dipilih ukuran dan

dimensi dari Conventional Rig yang akan digunakan . Berikut ini akan diperlihatkan

spesifikasi Conventional Rig dengan standard API pada (table III–1) sebagai berikut:

BAB III 22
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Tabel III - 1
Ukuran dan Dimensi Conventional Rig(1)

Derrick Height Nominal Window Opening Gin Pole


Size No (ft) Base Square Opening (ft) Clearance
(ft) (ft) (ft)
10 80 20 23 5 8
11 87 20 23 5 8
12 94 24 23 5 8
16 122 24 23 5 8
18 136 26 23 5 12
19 140 30 26 7 17
20 147 30 26 6 17
25 189 37 26 7 17

3.1.2.2 Portable Rig ( Portable Mast )

Portable Rig ( Portable Mast ) adalah jenis menara bor yang mudah

dipindahkan. Konstruksinya berbentuk menara ( mast ) yang didirikan di atas

substructure. Konstruksi ini menutup sebagian dari lantai rig. Pada umumnya

digunakan pada pemboran darat karena lebih mudah dan cepat untuk dipindahkan.

Portable Rig dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini

BAB III 23
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.5
Portable Rig

Ada dua macam type Portable Rig yang dikenal yaitu, Skid Mounted Rig dan

Truck Mounted Rig untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

a. Skid Mounted Rig

Skid Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, dimana menara ( mast )

nya berdiri di atas Substructure yang berada pada bantalan landasan ( Skid ).

Pada gambar 3.6 diperlihatkan jenis Skid Mounted Rig.

BAB III 24
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.6
Skid Mounted Rig

b. Truck Mounted Rig

Truck Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, yang menara ( mast )

nya di tempatkan di atas Trailer, menara tersebut biasa disebut dengan istilah

Telescoping Mast. Truck Mounted Rig dapat dilihat pada gambar 3.7.

BAB III 25
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.7
Truck Mounted Rig

3.1.3. Substructure dan Lantai Bor ( Rig Floor )

Substructure adalah konstruksi rangka baja yang dibangun tepat di atas titik

lokasi pengeboran. Substructure berfungsi sebagai tempat duduknya rig. Substructure

mempunyai tinggi sesuai dengan tipe menara dan alat Blow Out Preventrer yang akan

dipakai. Dan substructure mampu menahan beban yang berat, yang diangkat oleh

derrick atau mast ,seperti Drill Pipe, Drill Collar, Casing, dan BOP. Kekuatan

substructure dalam menyokong beban yang tergantung pada:

1. Beban pipa maksimum yang dapat diturunkan dan diangkat oleh rig

2. Berat maksimum pipa yang dapat digantung pada rotary table.

BAB III 26
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3. Beban sudut (corner load), maksimum beban yang dapat didukung

oleh masing-masing sudut dari substructure.

Substructure juga berfungsi untuk menyediakan ruang kerja di bawah lantai

rig untuk pressure control valve yang disebut dengan blowout preventers, dan diatas

dari substructure berfungsi sebagai lantai rig (Rig Floor) biasanya lebih tinggi dari

permukaan tanah. Peralatan lain yang terdapat pada Rig Floor adalah seperti yang

terlihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8
Lantai Rig ( Rig Floor )(8)

3.1.4 Drawworks

Drawworks adalah alat penarik yang diletakkan di salah satu sisi rig di lantai

bor. Drawworks mempunyai kemampuan untuk mengangkat, menurunkan dan

menggantung pipa pada suatu ukuran dan berat tertentu sesuai dengan kedalaman

lubang bor yang telah direncanakan. Berat keseluruhan dari beban yang diangkat

BAB III 27
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

termasuk Travelling Block dan seluruh rangkaian pipa bor dapat mencapai 500 ton

dan kekuatan drawwork dihitung dalam satuan Tenaga Kuda (HP).

Tugas utama dari Drawworks adalah meneruskan tenaga dari penggerak

utama ( Prime Mover ) menuju Travelling Block sewaktu proses pengangkatan dan

penurunan rangkaian pipa pemboran, juga meneruskan tenaga dari penggerak utama

ke rotary drive sprockets, dan meneruskan tenaga dari penggerak utama ke Cathead

pada saat menyambung ( making up ) atau melepas ( breaking out ) bagian pipa bor.

Pada Drawworks terdapat sebuah drum besar yang berputar, rem mekanis atau

hidrolik, gigi, rantai penggerak, dan satu set peralatan Cathead. Seperti terlihat pada

gambar 3.9.

Gambar 3.9
Drawworks(8)

BAB III 28
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.1.4.1 Komponen Drawworks

Drawworks mempunyai komponen – komponen seperti berikut :

a. Revalving Drum

Revalving Drum adalah suatu drum utama ( Main Drum ) yang

permukaannya berlekuk – lekuk pada tempat menggulung tali baja pemboran

( Drilling Line ).

b. Brake System ( Sistem Pengereman)

Pada Drawworks mempunyai dua macam sistem pengereman, seperti

pada gambar 3.10 yaitu :

Gambar 3.10
Sistem Pengereman Drawworks(8)

 Main Mechanical Brake ( Rem Mekanis Utama )

Main Mechanical Brake merupakan alat tunggal yang paling penting

pada komponen pengangkat karena dapat menghentikan secara total semua

peralatan pengangkat pemboran pada saat operasi berlangsung.

BAB III 29
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

 Auxiliary Brake ( Rem Pembantu )

Adalah peralatan rem hidrolis yang membantu pengereman mekanis

pada saat menurunkan rangkaian pipa bor kedalam sumur

c. Rotary Drive ( Penggerak Meja Putar )

Rotary Drive merupakan Gear Box yang berfungsi sebagai alat untuk

meneruskan tenaga, kemeja pemutar (rotary table).

d. Cat Head ( Kepala Kucing )

Cat Head adalah alat berbentuk penggulung yang kecil terdapat pada

Drawworks yang dipakai untuk mengangkat atau menarik beban yang ringan

di lantai bor dengan menggunakan rantai atau tali rami ( Manila Rope ) dan

juga dapat untuk membantu Rotary Tong.

3.1.4.2 Over Head Tools

Over Head Tools merupakan peralatan pemboran yang terletak di atas kepala

crew yang bekerja di lantai bor. Peralatan Over Head menghubungkan supporting

structure ( kerangka penunjang ) dan drawworks untuk bekerja menaikkan dan

menurunkan pipa bor ke dalam lubang bor.

Komponen Over Head Tools dapat dilihat pada gambar 3.11 Komponen –

komponen yang terdapat pada Over Head Tools adalah :

a. Crown Block

Crown Block adalah suatu unit roda katrol ( Shaves / Pulley) yang

terletak pada Water Table yang berada di puncak menara bor. Drilling line

BAB III 30
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

didudukan pada shaves pada Crown Block dan pada Shaves pada Travelling

Block. Jumlah jalur drilling line pada Crown Block dan Travelling Block

tergantung dari beban yang akan diangkat, makin berat bebannya maka

semakin banyak jalur drilling line.

Gambar 3.11
Komponen Over Head Tool(3)

b. Travelling Block dan Hook

Travelling Block adalah suatu susunan roda katrol dimana tali baja

atau drilling line didudukan. Hal ini memungkinkan Travelling Block dapat

bergerak naik dan turun bergantung di bawah crown block sampai di atas

lantai bor.

BAB III 31
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Hook merupakan alat berbentuk kait yang besar terletak di bawah

Travelling Block ,dimana swivel dan pipa bor tergantung selama operasi

pemboran berlangsung. Hook memiliki safety latch untuk swivel dan locking

arm atau link ears disamping sisinya untuk tempat menggantungkan link.

Selain itu ada pula yang memiliki sistim hydraulic untuk mempermudah

penyambungan pipa bor yang disebut Kelly Spinner.

Kombinasi dari Block dan Hook (Combination Hook Block) membuat

peralatan tersebut menjadi kompak dan pendek, sehingga memberi ruang

gerak lebih tinggi di menara. Kombinasi dari Block dan Hook ini umumnya

dipakai pada mast yang luas lantai pemborannya terbatas.

Gambar 3.12
Travelling Block dan Hook(8)

Kelemahan dari type ini adalah kalau salah satu alat rusak maka kedua

fungsi tersebut tidak dapat digunakan lagi.Tampilan conventional dan

combination Hook dan Travelling Block seperti pada gambar 3.12.

BAB III 32
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Pada Travelling Block terdapat label API Working Load Rating atau

Maximum Hook Working Load dari Travelling Block yang menunjukkkan

besarnya beban maksimum yang diizinkan pada Travelling Block saat

dipergunakan pada operasi round trip.

c. Line String

Line String adalah jumlah lilitan drilling line yang dililitkan pada

Travelling Block. Sebagai contoh apabila terdapat 8 line string maka berarti

terdapat 4 kumparan pada Travelling Block yang dililitikan secara bergantian

oleh drilling line ke Crown Block. Jumlah lilitan yang diperlukan Crown

Block adalah satu kali lebih banyak daripada jumlah lilitan pada Travelling

Block. Kelebihan satu kumparan ini adalah untuk tali mati ( dead line ) yang

dijangkarkan ke dasar Substructure. Line string dapat dilihat seperti pada

gambar 3.13

Gambar 3.13
Line String(8)

BAB III 33
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.1.5 Drilling Line

Drilling Line sering disebut Wire Line atau Wire Rope di dalam operasi

pemboran. Drilling Line merupakan peralatan pemboran yang mempunyai harga yang

cukup mahal sehingga untuk menghasilkan biaya yang ekonomis maka semua

Drilling Engineer harus dapat menentukan Drilling Line yang dapat digunakan pada

operasi pemboran dengan hasil yang efisien dan ekonomis.

Beberapa yang harus diperhatikan untuk menentukan Drilling Line tersebut

adalah memilih ukuran type Drilling Line yang cukup memenuhi kebutuhan,

penanganan dan pemeliharaan untuk mencegah kerusakan drillling line,

penghitungan kerja yang diperoleh dari Drilling Line dalam Ton Mile, penentuan

program pemotongan ( cut off program) yang terbaik.

Dalam pemilihan Drilling Line terdapat dua faktor yang sangat penting yang

perlu dipertimbangkan dalam membeli Drilling Line yaitu ukuran dan panjang wire

rope yang akan dibeli. Spesifikasi grade of steel dan jenis core perlu ditentukan untuk

mengetahui kekuatan nominal breaking strength yang diperlukan .

3.1.5.1 Spesifikasi Drilling Line

Terdapat beberapa spesifikasi Drilling Line yang dapat digunakan dengan

melihat beberapa petunjuk sebagai berikut :

a. Ukuran ( Size ) Drilling Line

Ukuran Drilling Line harus sesuai dengan ukuran sheaves groove dari

crown dan travelling block. Tidak boleh lebih besar ataupun lebih kecil.

BAB III 34
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

b. Panjang Drilling Line

Panjang Drilling Line yang harus dibeli harus sepanjang minimum

yang diperlukan ditambah dengan cadangan untuk keperluan penggeseran dan

pemotongan untuk mendapatkan manfaat dari Drilling Line yang optimal.

Yang dimaksud dengan panjang minimum adalah panjang Drilling

Line yang diperlukan agar dapat menarik pipa pada posisi terendah dengan

ditambah pada drum Drawworks masih terisi dengan beberapa lilitan Drilling

Line pada batas aman.

Batas aman Drilling Line di drum Drawworks yang plain adalah satu

layer ditambah 4 sampai 6 gulungan untuk membentuk jalur pada layer kedua

agar mengurangi faktor kerusakan, kalau pada drum yang memiliki groove

cukup sejumlah 6 sampai 9 lilitan.

Apabila membeli Drilling Line dengan panjang minimum berarti

keausan Drilling Line tidak dapat diratakan dan karena hanya untuk sekali

terpasang, akibatnya banyak bagian yang masih baik ikut terbuang. Semakin

panjang perataan keausan dengan penggeseran dan pemotongan dapat

dilakukan, maka pemanfaatan Drilling Line dapat optimal.

3.2 Komponen Putar

Rotary system termasuk semua perlatan yang digunakan untuk

mentransmisikan putaran meja putar ke bit. Diagram dan rangkaian dari rotating

system dapat dilihat pada gambar 3.14. Bagian utama dari rotary system adalah:

BAB III 35
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.14
Komponen Pemutar(8)

3.2.1 Swivel

Swivel berfungsi sebagai penahanan beban drillstring yang berputar dengan

bagian statis (menara). Oleh karena itu, Swivel merupakan titik penghubung antara

circulating system dengan rotating system.

3.2.2 Kelly

Kelly adalah rangkaian pipa yang pertama di bawah swivel. Bentuk potongan

dari Kelly dapat berupa segi empat atau segi enam, sehingga Rotary Table dapat

memutar Kelly dan rangkaian pipa di bawahnya. Torsi ditransmisikan ke Kelly

BAB III 36
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

melalui Kelly Bushing, yang terletak di atas rotary table. Kelly harus dipertahankan

tetap setegak lurus mungkin. Kelly mempunyai ukuran standard yaitu panjang 40 ft

dengan bagian penggeraknya 37 ft. Namun ada pula Kelly dengan panjang 54 ft.

3.2.3 Rotary Drive

Rotary Drive merupakan Gear Box yang berfungsi sebagai alat untuk

meneruskan tenaga, kemeja pemutar (rotary table).

3.2.4 Rotary Table

Rotary Table adalah peralatan yang berfungsi untuk memutar dan

menggantung drillstring (Drill Pipe, Drill Collar dsb) yang memutar bit didasar

sumur. Kelly bushing dan rotary bushing berfungsi untuk memutar Kelly. Rotary

bushing digerakkan oleh prime mover lewat tenaga gabungan atau motor elektrik,

sedangkan Kelly bushing didudukan di Rotary Bushing dan ditahan oleh empat

penjepit. Bentuk dan ukuran Kelly Bushing diasumsikan dengan Kelly yang di pakai.

3.2.5 Drill Pipe (DP)

DP merupakan pipa baja yang disambungkan dengan Kelly. Drill pipe yang

umum digunakan adalah tipe hot-rolled, pierced dan seamless tubing. API telah

mengembangkan spesifikasi drill pipe yang didasarkan atas diameter luar,berat per

foot, grade material dan range panjang.

BAB III 37
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.2.6 Heavy Weight Drill Pipe (HWDP)

HWDP mempunyai dinding yang tebal dengan berat 2-3 kali lebih besar dari

pada Drill Pipe standard. Kegunaan penggunaan HWDP adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi kerusakan pipa pada zona transisi.

2. Mengurangi penggunaan drill collar.

3. Menghemat biaya directional drilling, mengurangi torsi dan

kecendrungan perubahan kemiringan

3.2.7 Drill Collar (DC)

DC merupakan pipa baja penyambung berdinding tebal yang terletak di

bagian bawah drill string di atas bit. Fungsi utamanya untuk memberikan beban yang

terpusat pada bit.

3.2.8 Bit

Bit atau pahat merupakan ujung dari drill string yang menyentuh formasi,

diputar dan diberi beban untuk menghancurkan serta menembus formasi.

3.2.9 Top Drive

Top drive pertama kali dikembangkan oleh Derrick Drilling Mechine (DDM)

pada tahun 1983. Hal ini bertujuan untuk menggantikan sistem putar yang masih

dilakukan dengan cara konvensional yaitu memutar drill string dengan menggunakan

Kelly. DDM 650 DC merupakan model pertama yang diluncurkan pada tahun 1987,

berkemapuan sebesar 650 ton dan didesain untuk offshore drilling.

BAB III 38
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Perkembangan lebih lanjut yaitu diperkenalkan penggunaan top drive yang

digerakkan dengan cara hidraulik, yaitu model 500/600 HY. Seiring dengan

peningkatan permintaan akan kapasitas torsi yang tinggi maka dikembangkanlah 2-

gear versi pada tahun 1989 yaitu DDM 500/650 EL dan DDM 650HY.

Pada tahun 1993 extream 2 – motor DDM 650 EL diluncurkan ke pasar,

dengan kapasitas sebesar 2100 HP dan memiliki torsi sebesar 8800 Nm atau setara

33000 lb-ft. Top drive ini mampu membor directional sampai kedalaman 12,000 m.

Portable Top Drive System (PTD) dikembangkan oleh Maritime Hydraulics

ke seluruh dunia, dan perkembangnnya sangat sukses. Saat ini Maritime Hydarulic

mampu menawarkan teknologi land rig dan compact offshore rig (gambar 3.15).

Gambar 3.15
Typical Portable Top Drive Rig(3)

BAB III 39
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

 Keuntungan penggunaan top drive:

1. Aman dalam operasi pemboran.

2. Waktu yang dibutuhkan dalam operasi pemboran dapat lebih cepat.

3. Sistem yang baik untuk Underbalanced Drilling.

3.3 Komponen Tenaga

Dalam pelaksanaaan operasi pemboran, kebutuhan tenaga yang paling besar

di dalam operasi pemboran adalah untuk mengangkat rangkaian bor dan sistem

sirkulasi fluida . Pada keadaan umum komponen pengangkat dan komponen sirkulasi

mempunyai mesin tenaga tersendiri, tetapi dalam keadaan tertentu dapat

menggunakan mesin tenaga secara bersamaan. Komponen tenaga dapat dilhat pada

gambar 3.16.

Gambar 3.16
Komponen Tenaga(7)

BAB III 40
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.3.1. Mesin Penggerak

Dalam sistem tenaga operasi pemboran, diperlukan suatu mesin yang dapat

menghasilkan daya yang cukup untuk operasi pemboran tersebut. Mesin yang

digunakan pada kegiatan pemboran menggunakan penggerak utama ( Prime Mover )

Internal Combustion Diesel Engine sebagai mesin tenaga , yang diklasifikasikan

sebagai tipe mekanis (mechanical).

Pada tipe elektris ( Electrical ), pembangkit tenaganya adalah generator yang

menghasilkan daya listrik, dan ditransmisikan ke seluruh sistem peralatan di menara,

yang menggunakan motor listrik. Pada tipe langsung (Direct Drive) yang menjadi

pembangkit tenaganya adalah Internal Combustion Engine dan transmisi tenaga

dilakukan dengan menggunakan gear, rantai, belt, clutches. Keuntungan dari sistem

ini adalah lebih murah investasinya tetapi tidak fleksibel penempatannya di menara

bor. Pada gambar 3.17. adalah salah satu jenis mesin yang di gunakan pada

komponen tenaga.

Gambar 3.17
Mesin Penggerak(8)

BAB III 41
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.3.2. Efisiensi Tenaga

Dalam pemilihan komponen tenaga harus disesuaikan dengan perencanaan

kedalaman pemboran sumur, misal untuk pemboran dangkal (5.000 ft) menggunakan

dua mesin untuk membangkitkan tenaga 500 – 1.000 HP . Pada pemboran sumur

dalam (10.000 ft) dapat menggunakan 3 – 4 mesin yang mampu mengahsilkan tenaga

sampai 3.000 HP. Karakteristik kinerja komponen tenaga dinyatakan dalam satuan

Horse Power (HP) atau 1 HP sama dengan 33.000 lbs feet / menit, dapat pula

dinyatakan sebagai tenaga torsi.

Tenaga putar yang dihasilkan oleh mesin adalah hasil kali dari kecepatan

sudut ( Wf ) dan hasil torsi ( T b)

HP = Tb x 2π x Wf ......................................................................(3.1)
33000

Dimana :

HP = Tenaga Putar yang dihasilkan mesin (HP)

Wf = Kecepatan sudut ( RPM)

Tb = Torsi ( lb / ft )

Penentuan daya yang dibutuhkan pada Drawworks, dapat menggunakan

perhitungan Nominal Drilling Depth Rating atau Horse Power Rating. Seperti pada

persamaan (3.2)

Tenaga Drawwork = W x VL ……………………………..(3.2)


EF x 33000

BAB III 42
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Dimana:

W = Berat Drill String termasuk travelling block di udara ( lb )

VL = Kecepatan pipa ,ft / mnt

EF = Efisiensi Mechanical.

Efisiensi total pada sistem pengangkatan dapat ditentukan dengan persamaan (3.3)

E = Ph .................................................................................(3.3)
Pi

Dimana :

E = Efisiensi Total

Ph = Efisiensi block ( percentage )

Pi = Efisiensi Draworks

Efisiensi tenaga keseluruhan menentukan laju konsumsi bahan bakar pada

berbagai kecepatan mesin. Kandungan panas H dari berbagai bahan bakar di berikan

pada (Tabel III-2)

Tabel III - 2
Kandungan Panas Dari Berbagai Bahan Bakar(5)

Tipe Bahan Bakar Densitas ( lb / Cal ) Heating Value (Btu / lbm)


Diesel / Solar 7.2 19000
Bensin 6.6 20000
Butana 4.7 21000
Metana - 24000

BAB III 43
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.4. Kapasitas Menara Bor

Pada perhitungan kapasitas beban yang dapat diangkat oleh menara bor,

dapat dihitung dengan API Gross nominal capacity yaitu besarnya beban maksimum

yang dapat di angkat oleh menara bor. Penentuan beban yang terberat dengan cara

membandingkan berat rangkaian casing yang di pasang dan berat dari BHA termasuk

rangkaian pipa bor yang di gunakan. Conventional derrick mempunyai kapasitas

( Derrick Capacity ) yang terendah 86.000 lbs sampai dengan 1.392.000 lbs.

Bila beban melebihi kapasitas rig ( D ) yang telah ditentukan maka bisa

membahayakan, karena itu perlu diberikan safety factor untuk design adalah :

SF = 1.94 x D ......................................................................(3.4)

Dimana :

SF = Safety Factor Derrick Capacity ( lb )

D = Derrick Capacity ( lb )

Penambahan Safety Factor berguna untuk mengatasi :

- Wind Loads

- Drill pipe setback in Derrick

- Dynamic Load

- Efek dari letak dead line di posisi yang berbeda

Perhitungan kapasitas dengan perhitungan berat rangkaian pipa bor di udara

dan didalam lumpur pada kedalaman TD, dan sisa berat rangkaian dan berat block

yang ditahan oleh drilling line disebut Hook Load ( HL), dengan persamaan (3.5)

BAB III 44
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

HL = WOB + W Travelling Block .................................................(3.5)

Dimana :

WOB = Weight On Bit ( lb )

HL = Berat Hook Load ( lb )

Kehilangan tenaga akibat dari gesekan pada sisi block. Dapat dilihat pada

(Tabel III – 3) mengenai efisiensi aktual dari sistem Block.

Tabel III - 3
Efisiensi Dari Sistem Block(3)

Jumlah String ( n ) Efisiensi ( E )


6 0.874
8 0.841
10 0.811
12 0.770
14 0.740

Dengan mengetahui efisiensi maka dapat diperkirakan beban tegangan pada

Drilling Line , dan pemilihan diameter Drilling Line dapat di tentukan. Pada

persamaan efisiensi dapat ditulis sebagai :

EF = K ( 1 – Kⁿ) .....................................................................(3.6)
n ( 1 – K)

Dimana :

EF = Efisiensi block ( percentage )

K = Konstanta efisiensi perjalur dari block (K = 0.9615 )

n = Jumlah lilitan kawat ( Drilling Line )

BAB III 45
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Tanpa adanya friksi pada block maka beban yang ditarik fast line ( FL ), adalah :

FL = Hook Load = HL .............................................(3.7)


Jumlah Utas Kawat n

Dimana :

FL = Beban yang ditahan oleh fast line ( lb )

HL = Beban Hook Load ( lb )

n = Jumlah lilitan kawat ( Drilling Line )

Dengan adanya friksi ( gesekan ) maka beban yang ditahan oleh fast line , adalah :

FL = HL ____ .......................................................................(3.8)
EF x n

Dimana :

FL = Beban yang ditahan oleh fast line ( lb )

HL = Beban Hook Load ( lb )

n = Jumlah lilitan kawat ( Drilling Line )

Ef = Efisiensi block ( % )

Dengan adanya friksi (gesekan) maka beban yang ditahan oleh Dead Line adalah :

DL = HL x K ⁿ ................................................................................(3.9)
EF x n

Dimana :

DL = Beban yang ditahan Dead Line ( lb )

HL = Beban Hook Load ( lb )

K = Konstanta efisiensi perjalur dari block (K = 0.9615)

BAB III 46
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

n = Jumlah lilitan kawat ( Drilling Line )

EF = Efisiensi block dan Tackle ( % )

Dalam kondisi statik (tanpa adanya friksi) maka beban yang ditahan oleh

Dead Line adalah :

DL = HL ................................................................................(3.10)
n

Dimana :

DL = Beban yang ditahan oleh Dead Line ( lb )

HL = Beban Hook Load ( lb )

n = Jumlah lilitan kawat ( Drilling Line )

Penentuan jumlah kawat drilling line dapat didefinisikan design factor ( DF )

sebagai perbandingan dengan persamaan (3.11)

DF = Kekuatan nominal drilling line ( lb ) .............................(3.11)


Fast Line ( lb )

Dimana :

DF = Design Factor ( percentage )

FL = Beban yang ditahan oleh fast line ( lb )

Beban yang dipikul oleh Derrick ( menara bor ) yang dihitung berdasarkan

beban di udara. Seperti ditunjukan pada persamaan (3.12)

W = HL + DL + FL ................................................................(3.12)

Dimana :

W = Berat Drill String termasuk travelling block diudara ( lb )

BAB III 47
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

FL = Beban yang ditahan oleh fast line ( lb )

DL = Beban yang diatahan Dead Line ( lb )

HL = Berat Hook Load ( lb )

Berat total rangkaian di dalam lumpur yang di pengaruhi oleh gaya apung

Archimedes ( Bouyency Factor , BF ) dapat dihitung dengan persamaan (3.13)

We = ( W ) ( BF ) = ( W ) ( 1 – ρm) .......................................(3.13)
ρs
Dimana :

We = Berat total rangkaian di dalam lumpur ( lb )

W = Berat Drill String termasuk travelling block di udara ( lb )

ρm = Densitas Lumpur ( ppg )

ρs = Densitas Baja ( 65.5 ppg )

3.5 Perhitungan Beban Torsi dan Drag

Dalam pemboran berarah ataupun horizontal harus dipertimbangkan beban-

beban yang bekerja pada rangkaian pemboran. Beban tersebut adalah beban torsi dan

drag. Selama ini, secara teoritis perhitungan terhadap torsi dan drag menggunakan

persamaan yang diturunkan oleh Frank J. Schuh.

3.5.1 Beban Torsi

Dalam pemboran berarah ataupun horizontal beban torsi biasanya merupakan

beban paling cepat menyebabkan kelelahan pada drill pipe, sehingga penentuannya

BAB III 48
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

harus dilakukan dengan cermat. Disamping itu beban torsi yang berlebihan akan

membatasi panjang bagian pertambahan sudut yang dapat ditembus. Torsi yang

mampu memutar bit dalam pemboran metoda rotary dibatasi oleh:

1. Torsi maksimal yang dapat dilakukan oleh rotary tabel.

2. Kekuatan torsi pada sambungan rangkain pipa pemboran.

3. Kekuatan torsi pada bagian pipa yang tipis.

Perhitungan torsi akan semakin kritis apabila pemboran memasuki bagian

pertambahan sudut yang membentuk suatu busur dengan suatu kelengkungan (build

up) tertentu. Hal ini juga berlaku pada saat pemboran membentuk sudut 90º atau pada

bagian horizontal.

Pada bagian pertambahan sudut, harga torsi untuk setiap perubahan arah atau

kemiringan akan menghasilkan torsi yang berbeda untuk setiap satuan panjang pipa.

Dengan mengetahui harga torsi total bagian ini, beserta harga torsi pada bagian

tangent maka kita akan mendapatkan perkiraan kekuatan pipa yang hendak

digunakan, serta besarnya prime mover yang harus disediakan.

Secara sederhana, gaya-gaya torsi yang bekerja pada bagian pertambahan

sudut ini dapat dilihat pada gambar 3.18.

BAB III 49
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.18
Gaya-Gaya Torsi Pada Bagian Build Curve(1)

Beban torsi atau puntiran juga dibatasi oleh kekuatan tool joint serta jenis pipa

yang digunakan dalam proses pemboran. Apabila torsi yang telah diperhitungkan

melebihi kekuatan pipa yang digunakan maka perlu dilakukan perencanaan ulang

lintasan bor dan peralatan sehingga diperoleh beban torsi yang minimum.

Penentuan torsi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

T = μ x OD x Fc ........................................................................(3.14)
24

Dimana Fc adalah gaya kontak lateral.Pada lubang lurus gaya ini dihitung

dengan persamaan berikut:

Fc = Wm x Sin θ ......................................................................(3.15)

BAB III 50
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Persamaan-persamaan berikut di bawah ini adalah persamaan-persamaan

yanag telah diturunkan untuk menghitung besarnya beban torsi yang terjadi untuk

setiap phase pemboran. Torsi pada sumur miring dihitung dengan persamaan:

T = μ x OD x Wm x L x Sin θ ..................................................(3.16)
24

Untuk lubang horizontal digunakan persamaan berikut:

T = Wm x OD x L ......................................................................(3.17)
24

Untuk bagian pertambahan sudut digunakan persamaan-persamaan berikut

yang diturunkan secara numerik dengan batasan-batasan sebagia berikut:

WOB < 0.33 WmR; Tb = Wm x OD x L ......................................................(3.18)


72

WOB > 0.33 WmR; Tb = Wm x OD x L + OD (WOB – 0.33WmR) ……(3.19)


72 46

Dimana:

T = Torsi friksi pada sumur miring (ft-lbf)

Th = Torsi friksi pada sumur horisontal (ft-lbf)

Tb = Torsi friksi pada bagian pertambahan sudut (ft-lbf)

OD = diameter luar tool joint atau collar (inch)

L = Panjang Pipa (ft)

μ = Koefisien gesekan

θ = Sudut kemiringan sumur (derajat)

BAB III 51
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Wm = Berat pipa di dalam lumpur (lb/ft)

R = Jari-jari bagian pertambahan sudut (ft)

WOB = Weight On Bit (lbs)

Fc = Gaya kontak (lb/ft)

3.5.2 Beban Drag

Drag didefinisikan sebagai gaya gesek yang diakibatkan oleh pengaruh naik

turunnya drill string sewaktu pemboran berlangsung. Akibat adanya pergerakan naik

atau turunnya rangkaian ini maka akan menyebabkan terjadinya efek “down drag”

maupun “up drag”. Defenisi dari down drag adalah besarnya efek beban drag yang

dialami oleh rangkaian pipa bor pada waktu rangkaian tersebut diturunkan (tripping

in), sedangkan up drag terjadi pada waktu rangkaian pipa bor tersebut ditarik ke atas.

Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.19

Pada pemboran vertikal, idealnya ragkaian tidak akan mengalami beban drag.

Tetapi dengan adanya daerah pertambahan sudut yang menyebabkan rangkaian rebah

dan menempel pada dinding lubang bor, maka terjadi gaya gesekan yang

menyebabkan tarikan (drag) yang arahnya berlawanan dengan berlawanan dengan

arah gerak drill string. Semakin besar sudut kemiringan, beban drag akan semakin

besar. Beban drag maksimum terjadi pada saat sumur membentuk sudut 90º atau pada

saat pemboran ke arah horisontal. Beban drag yang timbul pada kondisi ini sama

dengan berat benda yang menempel di sepanjang sumur horisontal setelah dikurangi

dengan gaya apung.

BAB III 52
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Gambar 3.19
Drag Menaikkan dan Menurunkan Drill String(1)

Semakin berat rangkaian pipa yang tergeletak pada dinding lubang sumur

semakin besar beban drag yang harus dihadapi. Secara keseluruhan beban drag dapat

diturunkan dengan baiknya perencanaan lumpur sehingga diperoleh kemampuan

pelumasan dan pengangkatan cutting yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan

terjepitnya pipa bor.

Beban aksial drag yang terjadi ketika drill string diturunkan (compressive

drag) atau saat pengarahan dengan menggunakan downhole motor, pada kondisi

lubang horisontal dpat dihitung dengan persamaan:

D = Wm x L x μ x Sin θ .....................................................(3.20)

DH = Wm x L ......................................................................(3.21)
3

BAB III 53
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Drag yang terjadi pada bagian pertambahan sudut, merupakan fungsi dari

beban aksial pipa pada bagian akhir pembentukan kurva (EOC). Gaya ini sama

dengan berat pipa pada bit (WOB) ditambah dengan beban drag pipa pada bagian

lubang yang miring. Dimana persamaan yang digunakan adalah:

FA = D + WOB + BHA .........................................................(3.22)

Perhitungan beban drag pada bagian pertambahan sudut tergantung dari

besarnya gaya aksial pada EOC ini dimana:

FA < 0.25WmR ; Db = 0.40WmR .........................................(3.23)

FA > 0.25WmR ; Db = 0.25WmR + 0.69FA .........................(3.24)

Sedangkan untuk menghitung beban drag pada saat pengangkatan drill string

(tensile drag) dapat dilakukan dengan langkah yang sama. Pada bagian pertambahan

sudut, tensile drag merupakan fungsi dari beban tensile pada pipa di EOC.Besarnya

gaya ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

FA = D + WOB + BHA .........................................................(3.25)

Untuk perhitungan pada fase pertambahan sudut saat penarikan drill string,

besar beban drag yang dapat diperkirakan dengan mengggunakan pesamaan berikut:

FA < 0.85WmR ; Db = WmR ................................................(3.26)


3

FA > 0.85WmR ; Db = 0.69FA – 0.25WmR .........................(3.27)

BAB III 54
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Dimana :

D = Drag pada bagian pertambahan sudut (lbf)

Dh = Drag pada lubang horizontal (lbf)

W = Berat pipa didalam lumpur (lb/ft)

L = Panjang pipa yang bersentuhan dengan dinding sumur (ft)

F = Koefisien friksi

θ = Sudut kemiringan sumur (derajat)

R = Jari-jari kelengkungan kurva (ft)

3.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Sistem Rig

Dalam penentuan kemampuan system angkat, system putar dan sistem

sirkulasi yang akan digunakan pada operasi pemboran, perlu diperhitungkan faktor

yang mempengaruhi kemampuan dari alat (mesin) dan kebutuhan tenaga yang

diperlukan selama proses pemboran. Faktor tersebut adalah:

3.6.1 Tekanan Formasi

Tekanan formasi dapat diketahui dengan melihat data dari sumur yang akan di

bor. Dengan diketahuinya tekanan formasi maka kita dapat menentukan jumlah

densitas lumpur yang diperlukan.

3.6.2 Mud Weight ( Densitas Lumpur )

Mud Weight yang akan digunakan pada sumur yang dibor akan

mempengaruhi Bouyency Effect, yang juga dapat mempengaruhi berat Casing

BAB III 55
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

maupun berat dari Driil String di dalam lumpur. Beban tersebut akan menjadi lebih

ringan akibat dari Bouyency Effect tersebut.

3.6.3 Casing Design

Setelah diketahui mud weight yang akan digunakan maka kita dapat

mendesain casing yang akan kita pasang dan menentukan casing setting depth pada

lubang bor tersebut. Dalam pendesainan casing dapat diketahui jenis grade casing

yang di gunakan.

Pada grade casing yang digunakan dapat diketahui berat casing tersebut, maka

dapat diketahui total berat casing setelah grade casing total dikalikan dengan

kedalaman dari lubang bor.

Berat casing keseluruhan adalah berat yang akan diterima oleh menara bor,

oleh karena itu dapat kita hitung jumlah berat yang ditanggung menara dan kekuatan

tenaga yang dibutuhkan untuk mengangkat beban tersebut.

3.7 Optimasi Hidrolika Pemboran

Konsep hidrolika bit tidak lain mengoptimasikan aliran lumpur pada pahat

pemboran, sedemikian rupa sehingga dapat membantu laju penembusan (penetration

rate) selama proses pemboran.

Bila pada bit konvensional aliran dengan sengaja menyentuh gigi bit,

sehingga gigi bit terbersihkan langsung oleh fluida yang masih bersih dan fluida yang

sudah mengandung cutting. Sedangkan pada jet bit, pancaran fluida diutamakan

langsung menyentuh batuan formasi yang sedang ditembus. Sehingga fungsi fluida

BAB III 56
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

ini sebagai pembantu melepaskan batuan yang masih melekat yang sudah dipecahkan

oleh gigi bit, kemudian fluida yang telah mengandung cutting tersebut menyentuh

gigi bit sebagai fungsi membersihkan dan mendinginkan bit.

Dengan kejadian tersebut, pada jet bit diharapkan tidak akan terjadi

penggilingan atau pemecahan ulang (regrinding) pada cutting oleh gigi bit sehingga

efektivitas bit maupun laju penembusan dapat lebih baik.

Perbedaan pancaran terjadi antara bit konvensional dan jet bit dipasang

nozzle, adalah sebuah lubang yang mempunyai diameter keluaran lebih kecil daripada

masukkan sehingga mempertinggi rate. Biasanya diameter nozzle tersebut diameter

tertentu dengan satuan 1/32 inch.

Faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi hidrolika dan desainnya adalah:

a. Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. Hal ini menyangkiut variasi diameter

sumur maupun diameter peralatan dan kemampuan perlatan pompa.

b. Sifat fisik fluida pemboran.

c. Pola aliran. Pola aliran ini menyangkut pola aliran laminer yang diwajibkan

pada tempat-tempat tertentu serta pola aliran turbulen yang terpaksa

diperbolehkan pada tempat-tempat tertentu pula.

Kerja aliran atau pancara lumpur keluar dari bit menuju batuan batuan formasi

merupakan pokok pembicaraan dalam bit hydraulik, dengan kerja yang optimum

maka diharapkan laju penembusan (Penetration Rate) yang dapat ditingkatkan serta

pengangkatan cutting seefektif mungkin sehingga penggilingan kembali (regrinding)

seperti dijelaskan semula dapat dikurangi sekecil mungkin.

BAB III 57
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Dalam usah mengoptimasikan hidrolika ini, ada 3 (tiga) prinsip yang satu

sama lain saling berbeda dan akan dijelaskan pada sub bab berikutnya, ketiga prinsip

tersebut adalah:

1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)

2. Bit Hydraic Impact (BHI)

3. Jet Velocity (JV)

Dalam sistem sirkulasi juga seperti yang telah dijelaskan, bahwa akan terdapat

dua jenis pola aliran yaitu laminer dan turbulen, dimana masing-masing pola

menempati tempatnya sendiri-sendiri. Didalam pipa mulai dari stand pipe, swivel.

Kelly, drill pipe dan drill collar akan terjadi pola aliran turbulen. Sedangkan pada

anulus antara drill collar dan open hole biasanya dibiarkan turbulen tetapi bila

laminer tidak baik lagi. Anulus drill pipe dengan open hole maupun drill pipe dengan

casing diwajibkan beraliran laminer akan tetapi harus lebih besar dari rate minimum.

3.7.1 Kehilangan Tekanan

Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi dari lumpur pemboran dimaksudkan

sebagai kehilangan tekanan sirkulasi yang diberikan kepada sistem lumpur pemboran,

sebagai akibat timbulnya gesekan untuk menahan aliran selama terjadinya sirkulasi

yang dihasilkan oleh pompa yang mengalirkan lumpur pemboran melalui seluruh

sistem sirkulasi yang dihasilkan oleh pompa yang mengalirkan lumpur pemboran

melalui seluruh sistem sirkulasi

BAB III 58
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Sifat aliran serta jenis lumpur pemboran mempengaruhi besar kecilnya

kehilangan tekanan selama sirkulasi berlangsung. Besarnya kehilangan tekanan pada

sistem sirkulasi lumpur pemboran yang disebabkan oleh gesekan adalah tergantung

pada panjang drillstring dan kecepatan aliran lumpur. Dengan bertambahnya

kedalaman akan menyebabkan bertambahnya kehilangan tekanan, karena jarak dari

sumber tekanan pompa bertambah. Oleh karena itu dibutuhkan daya (horse power)

pompa yang lebih besar dengan bertambahnya kedalaman.

Perhitungan kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi ini dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu secara praktis dan analistis. Secara praktis biasanya lebih

mudah untuk dilakukan, tetapi metode ini jarang digunakan karena faktor

ketelitiannya yang kurang akurat. Secara praktis biasanya dilakukan melalui

pembacaan nomogram.

Secara analistis biasanya dilakukan dengan menghitung kehilangan tekanan

pada setiap komponen sistem sirkulasi. Metode ini relatif memiliki ketelitian yang

lebih baik dari metode pembacaan nomogram. Secara garis besar terdapat 4 bagian

utama yang harus diperhitungkan , yaitu:

a. Kehilangan tekanan pada surface connection

b. Kehilangan tekanan dalam pipa

BAB III 59
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

c. Kehilangan tekanan dalam annulus

d. Kehilangan tekanan pada pahat

Kehilangan tekanan ini diperhitungkan, karena berkaitan dengan besarnya

tekanan pemompaan minimum yang harus diinjeksikan dari permukaan. Selain

merupakan fungsi dari pertambahan panjang rangkaian, kehilangan tekanan juga

merupakan fungsi dari kecepatan fluida yang dihasilkan oleh laju alir. Sehingga

sangat penting untuk menggunakan tekanan pemompaan diatas besarnya kehilangan

tekanan agar besarnya kecepatan fluida disetiap sistem dapat dipertahankan.

Besarnya kehilangan tekanan dari pada sistem sirkulasi lumpur dapat

diketahui dari beberapa sebab :

- Kehilangan tekanan yang besar akan merugikan daya yang diperlukan pahat

dan mengurangi kecepatan pemboran.

- Kehilangan tekanan yang besar mempengaruhi hilang lumpur, keguguran dan

blow out.

- Kehilangan tekanan yang besar langsung mempengaruhi daya pompa yang

diperlukan untuk sirkulasi.

Di dalam pemboran umumnya digunakan fluida non newtonian jenis Bingham

plastik. Dengan demikian, besarnya kehilangan tekanan di dalam sistem sirkulasi

lumpur pemboran dapat kita hitung dengan persamaan:

BAB III 60
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.7.1.1 Kehilangan Tekanan pada Surface Equipment

Total kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi biasanya dinyatakan dalam

panjang ekivalen dari discharge line yang terdiri dari 4 kategori, meliputi flow line,

stand pipe, swivel, kelly.

Tabel III - 4
Kombinasi Surface Connection dan Ekivalen Panjang(3)

Dengan mengunakan salah satu dari empat group pada(Tabel III-4), maka

dapat diketahui nilai E yang akan di gunakan didalam perhitungan kehilangan

tekanan di peralatan permukaan dengan persamaan;

ΔP surface = E x MW0,8 x Q1,8 x PV0,2 …………………….(3.28)

dimana :

E = Coefisien, (missal: 4,2 x 10-5)

MW = Berat jenis lumpur, ppg

Q = Pump Rate, GPM

PV = Plastic Viscosity, cp

BAB III 61
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.7.1.2 Kehilangan Tekanan pada Pipa

Kecepatan rata-rata aliran lumpur bor di dalam pipa dengan persamaan:

Q
V  2
…………………………………………………(3.29)
2.448 di

Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran di dalam pipa dengan persamaan:

1.078 PV  1.078 PV  12.34 di YP  m


2 2

Vc  ……………...(3.30)
 m di

Bila V > Vc maka aliran turbulen

Bila aliran laminer, maka kehilangan tekanan dapat dicari dengan persamaan:

PV L V YP L
Pds  2
 ……………………………………..(3.31)
1500 di 225 di

Dan bila aliran turbulen

 m 0,75 V 1,75 PV 0, 25 L
Pds  1, 25
..…..………………………………..(3.32)
1800 di

Dimana :

V = kecepatan aliran lumpur, ft/sec

Vc = kecepatan kritis, ft/sec

PV = viscositas plastic, cp

YP = yield point, lb/100 ft2

m = densitas lumpur bor, ppg

dI = diameter dalam pipa (DP atau DC), inch

L = satuan panjang (DP atau DC), ft

BAB III 62
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.7.1.3 Kehilangan Tekanan di Annulus

Kecepatan rata-rata aliran lumpur bor di dalam anulus dengan persamaan:

Q
V ………………………………….……(3.33)
2.448 (d h  do )
2 2

Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran di dalam anulus dengan persamaan:

1078 PV  1.078 PV  9.256 d h  d o  YP  m


2 2

Vc  ……...(3-34)
 m (d h  d o )

Bila V > Vc maka aliran turbulen

Bila aliran laminer, maka kehilangan tekanan dapat dicari dengan persamaan:

PV L V YP L
Pds   ……………………...(3.35)
1000 (d h  d o ) 2
200 (d h  d o )

Dan bila aliran turbulen

 m 0,75 V 1,75 PV 0, 25 L
Pds  ……………………………………(3.36)
1396 (d h  d o )1, 25

dimana :

V = kecepatan aliran lumpur, ft/sec

Vc = kecepatan kritis, ft/sec

PV = viscositas plastic, cp

YP = yield point, lb/100 ft2

m = densitas lumpur bor, ppg

dh = diameter dalam casing atau lubang, inch

BAB III 63
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

do = diameter luar pipa (DP atau DC), inch

L = satuan panjang (DP atau DC), ft

3.7.1.4 Kehilangan Tekanan di BIT

N  N2  N3
2 2 2

Nozzle area = 1 ……………………………(3.37)


1303,8

Q 2  MW
Bit nozzle pressure loss = ……………(3.38)
10858  Nozzle  area 2

Dimana :

N = diamaeter nozzel ( contoh ; 18/32” )

3.7.2 Hidrolika pada Pahat

Konsep hidrolika pada bit yaitu mengoptimasikan aliran lumpur pada bit,

sehingga dapat membantu laju penembusan (rate of penetration). Bila pada bit

konvensional aliran fluida dengan sengaja menyentuh gigi bit, sehingga gigi bit

terbersihkan langsung oleh fluida yang masih bersih dan fluida yang sudah

mengandung cutting. Sedangkan pada jet bit, pancaran fluida diutamakan langsung

menyentuh batuan formasi yang ditembus, sehingga fungsi fluida ini sebagai

pembantu melepaskan batuan yang masih melekat yang sudah dipecahkan oleh gigi

bit, kemudian fluida yang telah mengandung cutting tersebut menyentuh gigi bit

sebagai fungsi membersihkan dan mendinginkan bit. Dengan kejadian tersebut, pada

jet bit diharapkan tidak akan terjadi penggilingan kembali (regrinding) pada cutting

oleh gigi bit sehingga efektifitas bit maupun laju penembusan dapat lebih baik.

BAB III 64
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Perbedaan pancaran yang terjadi antara bit konvensional dan jet bit di pasang

nozzle ialah sebuah lubang yang mempunyai diameter keluaran lebih kecil sehingga

mempertinggi rate. Biasanya diameter nozzle tersebut diameternya tertentu dengan

satuan 1/32 inch. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan hidrolika dan

desainnya adalah :

- Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. Hal ini menyangkut variasi diameter

sumur maupun diameter peralatan dan kemampuan peralatan pompa.

- Sifat fisik fluida pemboran.

- Pola aliran. Pola aliran ini menyangkut pola aliran laminer dan pola aliran

turbulen.

Kerja aliran atau pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi merupakan

pokok pembicaraan dalam bit hidrolik, dengan kerja yang optimum maka diharapkan

laju penembusan (rate penetration) dapat ditingkatkan serta pengangkatan cutting

seefektif mungkin sehingga penggilingan kembali (regrinding) dapat dikurangi

sekecil mungkin.

Dalam mengoptimasikan hidrolika pada pahat, yang perlu diperhatikan adalah

profil sumur dan lithologi batuan yang ditembus. Ada tiga konsep hidrolika pada

pahat yaitu : Bit Hydraulic Horse Power (BHHP), Bit Hydraulic Impact (BHI), dan

Jet Velocity. Dari ketiga konsep tersebut dipilih yang paling cocok sesuai dengan

profil sumur dan lithologi batuan.

BAB III 65
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.7.2.1 Konsep Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)

Prinsip dasar dari metoda ini menganggap bahwa semakin besar daya yang

disampaikan fluida terhadap batuan akan semakin besar pula efek pembersihannya,

sehingga metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan Horse Power (daya) yang

dipakai dari Horse Power pompa yang tersedia dipermukaan. Konsep BHHP

menganggap bahwa optimasi hidrolika tercapai apabila horse power pompa yang

hilang pada pahat sebesar 65% daya pompanya. Konsep BHHP cocok digunakan

untuk pemboran pada sumur vertikal dan jenis batuannya keras dengan pertimbangan

gaya gravitasi. Rumus yang digunakan yaitu :

Pb Q
Hp  ……………………………………………………(3.39)
1714

Evaluasi dapat dilakukan melalui Horse Power per Squae Inches (HSI) di bit

Hb

1.2732 Hb …………………………………………..(3.40)
2 2
in Dh

3.7.2. Konsep Bit Hydraulic Impact (BHI)

Untuk konsep BHI sesuai digunakan pada pemboran sumur berarah dan jenis

batuan yang kekerasannya menengah. Prinsip dasar dari metoda ini, menganggap

bahwa semakin besar impact (tumbukan sesaat) yang diterima batuan formasi dari

lumpur yang dipancarkan dari bit semakin besar pula efek pembersihannya, sehingga

BAB III 66
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

metoda ini berusaha mengoptimumkan impact pada bit dan gaya yang bekerja akan

mengikuti arah pahat dan inklinasi lubang. BHI akan optimum apabila horse power

pompa yang hilang pada pahat sebesar 48% daya pompanya. Rumus yang digunakan

untuk menghitung BHI yaitu :

BHI  0.0173Q Pb MW ……………………………………..(3.41)

3.7.2.3 Konsep Jet Velocity (JV)

Sedangkan konsep JV digunakan pada pemboran horisontal dan jenis batuan

lunak. Metoda ini berprinsip, semakin besar rate yang terjadi di bit akan semakin

besar efektifitas pembersihan lubang bor. Maka metoda ini berusaha untuk

mengotimumkan rate pompa supaya rate di bit maksimum. Konsep JV dianggap

optimum horse power pompa yang hilang pada pahat sebesar 48% daya pompanya.

Rumus yang digunakan yaitu :

Q
Vn  0.321 ..………………………………………………....(3.42)
An

Untuk menghitung optimasi pada pahat dengan melakukan coba-coba sampai

didapatkan perbandingan horse power pompa yang hilang pada pahat dengan horse

power pompa dipermukaan sebesar 48% daya pompanya, dengan rumus :

BAB III 67
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Pb x Qopt
BHHP
x100%  1714 x100% ...…………………………...(3.43)
HHP Pp x Qopt
1714

Bit yang digunakan dalam pengeboran ini menggunakan Polycrystalline

diamond compact (PDC) bit yang merupakan pahat generasi terbaru dan masih terus

dikembangkan. Pahat ini sangat baik digunakan pada formasi yang lunak, sedang, dan

keras, non abrasif dan tidak liat. Cutter pada PDC bit harus disesuaikan dengan

hardness dari formasi yang di bor. Pada formasi yang lunak dan non abrasif, dimana

penggunaan cutter sangat lambat, dapat digunakan untuk menekan gerakan cutting.

Temperatur yang tinggi dan cepatnya usang pada bit ini disebabkan oleh lapisan

formasi yang besar.

Beberapa keuntungan dari penggunaan PDC adalah :

1. Cepatnya rate penetrasi yang dihasilkan

2. Umur pahat yang lebih panjang

3. Sedikitnya tripping

4. Kontrol kemiringan yang lebih baik

5. Memperkecil beban WOB, karena sistem penggerusannya dengan

sistem shear (menyayat) berbeda dengan pahat lain, seperti drag bit

dan milling cutter yang memaksimalkan WOB.

BAB III 68
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

3.7.3 Evaluasi Hasil Optimasi

Untuk mengetahui apakah hasil optimasi yang dilakukan baik atau tidak,

ditentukan dengan melihat parameter yang bisa dievaluasi untuk masing-masing

konsep, yaitu sebagai berikut:

a. Konsep BHHP

Evaluasi dapat dilakukan melalui Horse Power per Square Inches (HSI) di bit.

HSI = Pb x Qopt ....................................................................(3.44)


1714 x An

HSI = Pb x Qopt ....................................................................(3.45)


1346x d2

b. Konsep BHI

Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan

menghitung Bit Impact (BIF).

BIF = Ki x Q x Pb0.5 ....................................................................(3.46)

Dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi:

BIF = 1.73 x 10-2 x Q (Pm x Pp)0.5 ............................................(3.47)

c. Konsep JV

Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepata aliran di bit (Vb).

Vb = Kv x Pb0.5 ....................................................................(3.48)

BAB III 69
PEMILIHAN RIG SUMUR X LAPANGAN Y

Dikonversiak dengan kondisi lapangan, menjadi:

Vb = 0.321 Qopt ....................................................................(3.49)


An

Hasil evaluasi yang didapat hanya dapat dipakai untuk membandingkan satu

kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda atau konsep yang sama antara

kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang didapat,

sedangakan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya tidak dapat

dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya mempunyai

kelebihan masing-masing pada konsep.

BAB III 70

Anda mungkin juga menyukai