Anda di halaman 1dari 5

Tugas Evaluasi 1 Ekologi Lahan Basah

Daniel Mandiri / 1507100048

Dalam menanggapi permintaan dari badan independen dalam meneliti akibat tumpahan
minyak terhadap biota yang ada di pantai, data yang harus dikumpulkan di lapangan yaitu data
distribusi spasial oil spill, data bukti-bukti ilmiah di pantai akibat dari pencemaran, data kecepatan
angin, data pantauan dari pencitraan sistem satelit, serta studi literatur tentang dampak tumpahan
minyak. Data distribusi spasial diperlukan sebagai dasar dalam penanganan dampak negatif dan
penghitungan besar kerugian yang ditimbulkan. Data bukti-bukti ilmiah digunakan sebagai penguat
adanya pencemaran dan diperoleh dengan survei langsung ke lokasi-lokasi pantai yang terkena
dampak dari tumpahan minyak. Selain itu data dari pencitraan satelit digunakan untuk memantau
distribusi pergerakan tumpahan minyak di permukaan laut yang dipengaruhi oleh kecepatan angin
dan arus sehingga dapat diketahui sejauh mana penyebaran areal dari tumpahan minyak.

Cara mengoleksi dan menganalisis data dapat diperoleh dengan bantuan literatur maupun
terjun ke lapangan. Bukti ilmiah dari survei lapangan yang dianalisis diantaranya mencakup
kerusakan yang ditimbulkan terhadap ekosistem pantai, baik luas kerusakan hutan mangrove
maupun terumbu karang. Dari kerusakan yang terjadi dapat dianalisis seberapa besar tingkat
kerusakan ekosistem di laut. Sebab jika hanya daerah laut saja yang terkena maka
penanggulangannya tidak serumit daerah ekosistem terumbu karang ataupun mangrove. Hal ini
disebabkan karena kawasan ekosistem tersebut memilki peranan yang sangat penting bagi
kelangsungan biota pantai dan laut. Data lain diperoleh melalui analisis dari literatur jurnal maupun
bantuan dari lembaga khusus seperti Skytruth yang bekerja sama dengan CSTARS Universitas Miami
untuk verifikasi citra oil spill. Sedangkan data kecepatan angin dalam mempelajari pola distribusi
spasial oil spill diperoleh dari NOAA-OceanWatch Central Pasific. Dari data yang diperoleh
menunjukkan pergerakan angin maka dapat diketahui pada areal yang terkena dampak tingkat
pencemaran tumpahan minyak selain melalui analisis gambar dari satelit. Kemudian daerah yang
terkena dampaknya akan dikaji terhadap kerusakan yang diperoleh secara ekologis.

Data analisis menunjukkan hasil yang valid bahwa terjadi pencemaran lingkungan yang telah
memasuki wilayah perairan Indonesia. Pada analisis pencitraan satelit dengan citra MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) pada tanggal 30 Agustus 2009 menunjukkan
perkiraan luas perairan yang tertutup oil lebih dari 1800 mil persegi dimana tumpahan minyak
menyebar kearah Timur Laut menjauhi anjungan Montara. Selain itu dengan posisi oil spill yang
berada diatas permukaan air memudahkan persebaran oil spill akibat perubahan arah pergerakan

1
angin pada bulan September dimana di celah Timor angin bergerak dari Timur Laut dan dibelokkan
ke barat sehingga oil spill bergerak mendekati pulau Rote. Sehingga sangat dimungkinkan terjadi
kematian pada fauna pada lokasi yang tercemar sebab dari survei yang dilakukan tim Departemen
Lingkungan Australia yang dipimpin oleh Dr.Watson pada tanggal 25 September 2009 menunjukkan
di sekitar oil slick ditemukan jenis ular laut (Acalyptophis peronii) yang sudah mati mengambang,
Anous stolidus dalam keadaan sekarat, 17 ekor unggas mati di pulau karang Ashmore dan ditemukan
residu minyak pada 4 ekor unggas yang mati.

Cara menghitung kerugian akibat kerusakan ekosistem yang harus diganti oleh perusahaan
minyak memang tidak bisa dihitung secara kasat mata. Sebagai contoh kerusakan terumbu karang,
nilai kerugian yang ditaksir tidak dapat serta merta dinilai secara langsung, melainkan dilihat melalui
kacamata ekologi dengan efek jangka panjang. Dimana ekosistem terumbu karang sangat bernilai
bagi kelangsungan kehidupan dalam rantai makanan, sebab jika ekosistem terumbu karang rusak
maka akan berpengaruh pada mahluk hidup yang bersimbiosis dengan terumbu karang. Simbiosis
tersebut akan putus dan menyebabkan terputusnya rantai makanan yang pasti berpengaruh dalam
jangka panjang terhadap jaring-jaring makanan di lautan sekitar yang tercemar tumpahan minyak.

Nilai manfaat ekonomi dari daerah lahan basah meliputi sumberdaya hutan, sumberdaya
pertanian, perikanan, dan pasokan air. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang diperoleh dapat
berkurang bahkan hilang akibat tumpahan minyak mentah yang berbahaya bagi biota di laut
terutama jika sudah merusak ekosistem mangrove ataupun terumbuh karang yang memiliki fungsi
strategis bagi kehidupan biota. Sebagai contoh dunia perikanan pasti terganggu kestabilan rantai
makanan yang selama ini terjaga. Dari harian Indonesia juga menyebutkan pendapatan para nelayan
berkurang semenjak terjadi kebocoran minyak. Sehingga sangat dimungkinkan berimbas pada sektor
mata pencaharian nelayan. Dari data diatas fungsi ekologis lahan basah yang mencakup
pengimbuhan (recharge) dan pelepasan (discharge) air bumi (ground water), pengendalian banjir,
melindungi garis pantai terhadap abrasi laut, penambatan sedimen, toksikan dan hara serta
pemendaman (sequestering) karbon (Dugan, 1990; dan Page, 1995) pasti terganggu oleh
pencemaran minyak. Lahan basah yang merupakan habitat subur bagi pembiakan, pengasuhan
(rearing) dan penyulangan (feeding) banyak jenis ikan dan mahluk liar (Guthrie,1985) sangat rentan
terjadi kematian akibat tumpahan minyak tersebut. Sebab minyak mentah memiliki toksisitas tinggi
yang berasal dari unsur kandungan karbonnya.

Jika dalam kasus ini saja sudah nampak dari laporan para warga nelayan yang mengeluh
bahwa banyak ikan mati pada daerah yang terkena tumpahan minyak secara langsung sebab
tumpahan minyak memiliki berat jenis yang lebih ringan daripada air laut sehingga berpengaruh bagi

2
ikan dalam mengambil oksigen dan intesitas cahaya matahari tidak dapat menembus air laut
sehingga berpengaruh juga terhadap pembentukan olsigen oleh alga sebagai produsen utama
kehidupan di laut. Dengan kerusakan ekosistem terumbu karang yang memiliki fungsi utama dalam
rantai makanan bagi kehidupan di laut akan menyebakan kerugian yang sangat besar secara
ekonomi bagi mata pencaharian nelayan. Sebab ikan-ikan juvenile yang hidup di terumbu karang
tidak dapat berkembangbiak dan berpengaruh secara signifikan untuk kelangsungan konsumen
tingkat pertama dan kedua. Sehingga kemungkinan populasi biota di daerah tersebut bisa punah.
Nilai kerugian terlihat sangat besar jika dalam kondisi jangka panjang tidak ada perbaikan kondisi
lingkungan yang tercemar tumpahan minyak mentah tersebut.

Cara meyakinkan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi yaitu dengan
jalan memberikan bukti-bukti ilmiah berdasarkan hasil analisis yang dilakukan berbagai sumber lalu
membuat jurnal yang membahas dampak tumpahan minyak terhadap konservasi lahan basah.
Diperlukan “ketegasan” Presiden Indonesia saat turun tangan dalam permasalahan ini. Bila perlu
membawa kasus ini ke Mahkamah Agung PBB akibat kelalaian dan tidak bertanggungjawabnya
Australia dalam menyelesaikan bencana ini. Tidak hanya memerintah menteri untuk menghitung
dampak kerugian materiil semata namun juga berperan aktif dalam ikut serta menjaga konservasi
lahan basah dengan turut serta menanggulangi dampaknya melalui jalan memerintah menteri-
menteri untuk bekerja meminimalisir meluasnya persebaran minyak di wilayah teritotial. Karena
bagaimanapun, perusahaan pasti menghitung laba-rugi terhadap perusahaannya sehingga
diperlukan sikap kooperatif kedua belah pihak.

Pihak yang bertanggung jawab pada umumnya diminta ganti rugi materiil, terlihat
materialistis dan penuh aspek politik yang menitikberatkan korupsi khas “Indonesia” saja daripada
kesadaran bersama dalam penanggulangan terhadap ekologi yang tercemar. Alangkah lebih baiknya
jika kedua bangsa dan perusahaan minyak bertanggung jawab bersama bergerak sigap dan cepat
terhadap penanggulangan bencana yang disebabkan oleh meluasnya areal tumpahan minyak yang
terjadi. Sebab sejak bencana Montara ini terjadi selama 10 bulan perusahaan yang
bertanggungjawab yakni PTTEP Australasia dan Pemerintah Australia tidak pernah menunjukkan
kepeduliannya dalam mengantisipasi meluasnya ribuan barel minyak mentah, gas, kondensat, zat
timah hitam dan bubuk kimia berbahaya “dispersant” di perairan Indonesia.

Negara Indonesia tidak seharusnya hanya fokus dalam hal mengeklaim mencari seberapa
besar kerugian yang diperoleh secara materi melainkan kesadaran tidak hanya membantu
perusahaan yang bertanggungjawab dalam permasalahan ini namun juga kesadaran diri melindungi
wilayah teritorialnya terhadap aspek lingkungan mereka yang rusak dan memerlukan antisipasi yang

3
cepat dalam memulihkan kondisi lingkungan yang rusak tersebut. Sebab sudah setahun Negara
Indonesia masih kesulitan untuk menentukan kerugian Negara yang diderita akibat kejadian ini.
Terlihat kesadaran terhadap lingkungan masiih minim dengan latar belakang menteri-menteri yang
seharusnya juga melek terhadap pendidikan lingkungan, bukan politik semata. Bila dibandingkan
dengan ledakan sumur minyak di teluk Mexico, Presiden AS Barrack Obama langsung menuntut
British Petroleum untuk membayar ganti rugi minimal 20 miliar dolar AS (190 triliun rupiah) dan
diharuskan membersihkan tumpahan minyak dan memulihkan kembali pencemaran yang terjadi di
laut.

Aspek konservasi lingkungan lahan basah begitu penting karena menyangkut faktor
lingkungan yang berakibat pada keseimbangan alam dan ekonomi sosial masyarakat itu sendiri.
Menurut Maltby (1986), masa depan lahan basa ternyata lebih ditentukan oleh perdebatan politik
dan hukum serta perkembangan ekonomi sosial daripada proses alam itu sendiri. Kejadian Montana
ini sebagai salah satu contoh dari kurangnya wawasan lingkungan pendidikan yang diperoleh akan
pentingnya konservasi daripada sekadar klaim ganti rugi. Sehingga dibutuhkan pembaruan sikap dan
pandangan pemerintah dalam menyikapi kerusakan ekosistem yang memerlukan penangan secara
cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Dugan, P.J.(ed.). 1990. Wetland Conservation. The world Conservation Union. Gland, Switzerland.

Guthrie, R.L. 1985. Characterizing and Classifying Wetland Soil in Relation to Food Production.
Dalam: Wetland soils: characterization, classification and utilization. Proc. Workshop IRRI-
SMSS-Bureau of Soils, Philippine Ministry of Agriculture.

Jonson, L.G. 2010. Study Oil spill di Celah Timor dari Sensor MODIS dan Dampaknya terhadap
Sumberdaya Hayati Laut. IPB. Indonesia.

Notohadiprawiro, T. 2006. Sarian kumpulan Makalah Lahan Basah. Ilmu Tanah Uiversitas Gadjah
Mada.

Notohanagoro, T. 2006. Perspektif Pengembangan Lahan Basah: Muslahat dan Mudarat. Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Maltby, E. 1986. Waterlogged Wealth. An Eartscan paperback. Int. Inst. For Enviroment and
Development. London.

4
Page, S.E. 1995. Tropical Peatlands: Natural Resoursce Characteristics and Fungtions. Makalah
edaran dalam International Symposium on Biodiversity, Environmental Importance and
Sustainability of Tropical Peat and Peatlands. Palangkaraya

Watson, J.E.M, L.N. Joseph and A.W.T Watson. 2009. A rapid assessment of the impacts of The
Montara oil leak on birds, cetaceans and marine reptiles. Report commissioned by the
Department of the Department of the Environment, Water, Heritage and theArts (DEWHA).
Final version completed October 23rd.

Anda mungkin juga menyukai