Anda di halaman 1dari 40

Strategi Inovatif Kabupaten Banyuwangi dalam Mewujudkan

Entrepreneurial Government

Disusun dalam rangka memenuhi tugas individu


Mata Kuliah Perencanaan Pembangunan
Dosen Pengampu : Dr. Mochamad Rozikin, M.AP

Oleh :
Ilham Maulana Dandi (175030101111009)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Paper ini tepat pada
waktunya. Penulisan ini di buat dalam rangka menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Perencanaan Pembangunan yang di selesenggarakan oleh Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis Strategi perencanaan
pembangunan Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pembangunan potensi
wilayah. Sejak Awal sampai dengan akhir penulisan ini, tidak sedikit bantuan
yang penulis terima dan karenanya dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimaksih kepada
1. Dr. Mochamad Rozikin, M.AP selaku Dosen Perencanaan Pembangunan yang
telah memberikan kesempatan untuk membuat Tugas Ini.
2. Orang Tua yang sudah banyak membantu dan mendukung penulis dari segi
finansial maupun pikiran, doa yang tidak pernah putus terus mengalir di
berikan kepada Penulis.
3. Kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuannya.

Peneliti menyadari peneliti ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik serta saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan ini. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Peneliti harapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan penulisan
selanjutnya.

Malang, 05 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
2.1 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
2.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
4.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintah Daerah ..................................................................................... 6
2.2 Pengertian Pembangunan Daerah .............................................................. 6
2.3 Pelayanan Publik ....................................................................................... 7
2.4 E-Government ............................................................................................ 8
2.5 Konsep Inovasi .......................................................................................... 8
2.6 Konsep Entrepreneur Government
2.6.1 Konsep Entrepreneur Government .................................................. 9
2.6.2 Prinsip-prinsip Pemerintah Kewirausahaan ..................................... 10
2.6.3 Strategi Alternatif Menuju Pemerintahan Bergaya Wirausaha ........ 13
2.6.4 Reinventing Goverment .................................................................... 16
2.6.5 Reformasi Birokrasi .......................................................................... 17
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Profil Kabupaten Banyuwangi ............................................................. 18
3.2 Permasalahan yang Terjadi Sebelum Pemerintahan Bupati Abdullah
Azwar Anas ............................................................................................... 22
3.3 Strategi Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi .. 24
3.4 Kebijakan Inovatif Pemerintah Kabupaten Banyuwangi .................... 25
3.5 Efektifitas Penerapan Kebijakan Inovatif Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi ............................................................................................... 33
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 34
B. Saran .............................................................................................................. 34

iii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah memerlukan
perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap
pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya
pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan
indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat
Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan
adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung


secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu
bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu
keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan
yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta menjalankan roda perekonomian dan
mewujudkan kesejahteraan sosial.

Dunia saat ini telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara


signifikan dalam segala aspek. W.W Rostow, (dalam Suryono, 2010)
mengemukakan teori pertumbuhan dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi
dalam lima kategori “It is possible to identify all sicieties, in their economic
dimensions, as lying within one of five categories : the traditional society, the
preconditions for takeoff, the take-off, the drive to maturity, and the age of
high mass-consumption.” Sejalan dengan pendapat Rostow, era saat ini
mengindikasikan bahwa masyarakat dunia pada umumnya telah memasuki
tahapan the age of high mass consumption. Kondisi dimana terjadi pergeseran
pada sektor-sektor dominan terhadap kebutuhan barang dan jasa sejalan
dengan peningkatan pendapat masyarakat. Menghadapi kondisi masyarakat di

1
atas, maka diperlukan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan secara
efektif, efisien dan secara profesional.
Keadaan ini berkaitan dengan tumbuh dan berkembangnya model-
model pemerintahan yang telah diperkenalkan oleh beberapa ahli dunia.
Model pemerintahan yang telah ada bermula dari kegelisahan Wilson muda
akan perlunya perubahan terhadap praktik tata pemerintahan yang terjadi di
Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktik
spoil system yang menjurus pada terjadinya inefektivitas dan inefisiensi
dalam pengeloalaan negara. Studi Ilmu Politik yang berkembang pada saat itu
ternyata tidak mampu memecahkan persoalan tersebut karena memang fokus
kajian Ilmu Politik bukan pada bagaimana mengelola pemerintahan dengan
efektif dan efisien, melainkan lebih pada urusan tentang sebuah konstitusi dan
bagaimana keputusan-keputusan politik dirumuskan. (Jurnal The Study of
Administration, 1887). Selanjutnya muncul konsep New Public Management
yang banyak dipelopori oleh para sarjana administrasi publik yang masih
muda di Amerika pada tahun 1960-an sampai tahun 1970-an. (Hardjanto,
2013: 4). Konsep New Public Management juga dibahas dalam jurnal yang
ditulis oleh Christopher Hood (1991). Dalam jurnal tersebut, Hood
menjelaskan bahwa NPM merupakan sebuah konsep yang memenuhi
kebutuhan akan perkembangan periode pemerintahan yang berorientasi pada
sistem manajemen yang diinterpretasikan dengan tindakan nyata. Hal tersebut
tercantum dalam pernyataan Hood yang berbunyi “NPM had many of the
necessary qualities for a period of pop mangement stardom. A ‘whim of
fashion’ interpretation has some attractions, and cope with the cycles and
revearsals that took place within NPM”. (Public Management for All
Seasons, 1991)
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah
model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) dalam
bukunya yang berjudul ”Reinventing Government”. Salah satu perspektif
baru mengenai pemerintah menurut Osborne dan Gaebler adalah
Pemerintahan Wirausaha. (Hardjanto, 2013: 8). Pemerintah Wirausaha adalah
lembaga sektor pemerintah yang mempunyai kebiasaan bertindak yang tetap

2
menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk mempertinggi efisiensi
dan efektivitas (Jurnal Implementasi Entrepreneurial Government dan Kinerja
Pemerintah Daerah).
Beberapa daerah di Indonesia telah mencoba menerapkan konsep
pemerintah wirausaha. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem
desentralisasi. Desentralisasi di Indonesia bertitik berat pada otonomi daerah
sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999. Titik berat tersebut terletak di daerah
tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, dalam melaksanakan otonomi daerah yang
nyata, dinamis dan bertanggung jawab, diperlukan sumber pembiayaan agar
pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
dengan kemampuan daerahnya sendiri. Pada pasal 79 UU No. 22 Tahun 1999
dan pasal 5 UU No. 25 Tahun 1999 menyebutkan bahwa sumber-sumber
pendapatan daerah dapat berupa pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
pinjaman daerah dan pendapatan lain yang sah. Untuk pendapatan asli daerah
(PAD) meliputi hasil pajak daerah, retribusi, hasil perusahaan daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta pendapatan daerah
lainnya yang sah. Pendapatan asli daerah (PAD) dipergunakan untuk
pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah, untuk itu pendapatan asli
daerah (PAD) diupayakan agar selalu meningkat seiring dengan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
Di Indonesia, adanya otonomi daerah memungkinkan pemda
mewujudkan pemerintahan wirausaha untuk penyelenggaraan pemerintahan
lebih baik
Konsep pemerintah wirausaha yang berhasil diterapkan di beberapa
daerah di Indonesia, cukup membantu daerah tersebut dalam menunjang
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerahnya. Strategi-strategi baru yang
ditunjukkan oleh beberapa kepala daerah dalam kepemimpinannya dirasa
cukup jitu untuk mewujudkan pemerintah wirausaha. Misalnya di daerah
Gorontalo ketika dipimpin oleh Fadel Muhammad. Hal itu sudah terasa tidak
asing lagi, karena sering kita dengar dan banyak pula yang telah memaparkan
bagaimana pola kepemimpinan Fadel Muhammad dalam memimpin

3
Gorontalo sehingga menjadi daerah dengan menyandang status pemerintah
wirausaha.
Selain Gorontalo, Banyuwangi juga telah berhasil menerapkan konsep
pemerintah wirausaha. Keberhasilan Kabupaten Banyuwangi telah menarik
perhatian kelompok kami untuk mengulas lebih jauh bagaimana strategi yang
diterapkan Pemkab Banyuwangi dalam mewujudkan pemerintahan dengan
konsep entrepreneural government.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi inovatif yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi dalam mewujudkan pemerintahan yang berkonsep
entrepreneur government?
2. Bagaimana pengaruh penerapan kebijakan inovatif sebagai strategi
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terhadap kemajukan daerahnya ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai
dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi melalui kebijakan inovatifnya dalam mewujudkan
pemerintahan berbasis entrepreneur government.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari penerapan kebijakan inovatif yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terhadap kemajuan
daerahnya

1.4 Manfaat Penulisan


a. Secara Teoritis
Penulisan makalah ini bermanfaat sebagai bahan penambah khasanah
ilmu pengetahuan baik pagi penyusun makalah ataupun untuk pembaca.
b. Secara Praktis

4
1) Bagi pemerintah daerah lain
Penyusunan makalah ini dapat digunakan sebagai acuan atau inspirasi
bagi pemerintah daerah lain dalam membuat kebijakan-kebijakan
inovatif seperti yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi untuk
diterapkan di daerah nya masing-masing.
2) Bagi Penyusun
Penyusunan makalah ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan
penyusun terutama dalam hal pembuatan kebijakan atau pemecahan
masalah melalui cara-cara yang inovatif.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintah Daerah
Menurtut Lincoln Arsyad dalam bukunya yang berjudul Perencanaan
dan Pembangunan Ekonomi Daerah, pengertian daerah berbeda–beda
tergantung aspek ditinjaunya. Dari aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga
pengertian yaitu (Arsyad, 1999 : 107-108) :
a. Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi di
daerah dan didalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat – sifat yang
sama. Kesamaan sifat – sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan
perkapitanya, budayanya geografisnya, dan sebagainya. Daerah dalam
pengertian seperti ini disebut daerah homogen.
b. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh
satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi yang disebut daerah modal.
c. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu
administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan dan
sebagainya. Jadi daerah di sini didasarkan pada pembagian administrasi suatu
Negara. Disebut sebagai daerah perencanaan atau daerah administrasi.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai- mana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan yang dimaksud dengan
pemerintah daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerin- tahan daerah.

2.2 Pengertian Pembangunan Daerah


Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya – sumberdaya yang ada
dan bersama sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu

6
pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan
menggunakan sumberdaya – sumberdaya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumberdaya – sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah. Pembangunan daerah adalah seluruh
pembangunan yang dilaksanakan di daerah dan meliputi aspek kehidupan
masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya
gotong royong serta partisipasi masyarakat secara aktif. Dalam hubungan ini
pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan secara maksimal
potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusia dengan
meningkatkan kualitas hidup, keterampilan, prakarsa dengan bimbingan dan
bantuan dari pemerintah. Dengan demikian ciri pokok pembangunan daerah
adalah:
a. Meliputi seluruh aspek kehidupan
b. Dilaksanakan secara terpadu
c. Meningkatkan swadaya masyarakat

2.3 Pelayanan Publik


Menurut Bab I Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyeleng- gara pelayanan publik. Upaya peningkatan mutu
pelayanan di bidang pendidikan merupakan suatu upaya strategis yang
terencana dengan aspek-aspek tertentu. Sepuluh prinsip pelayanan umum
diatur dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, kesepuluh prinsip tersebut antara lain kesederhanaan, kejelasan,
kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana
dan prasarana kerja, kemu- dahan akses, kedisiplinan kesopanan keramahan,
serta kenyamanan.

7
2.4 E-Government
Menurut Akadun (2009, h.130) Electronic administration berkembang
dengan mengadopsi electronic business, electronic commerce, electronic
market. Yang lebih dulu meng- aplikasikan teknologi tersebut dalam institusi
bisnis dengan menggunakan jasa internet. Pelaksanaan electronic government
dapat mem- berikan dampak positif bagi penyelenggaraan pemerintahan.
Manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya electronic government
menurut Indrajit (2002, 5) antara lain:
a. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya
(masya- rakat, kalangan bisnis, dan industri) teru- tama dalam hal kinerja
efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;
b. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerinta- han dalam rangka penerapan konsep Good Corporate
Governance;
c. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi
yang dikeluarkan pemerintah maupun stakehol- der-nya untuk keperluan
aktivitas sehari-hari;
d. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber
pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan; dan
e. Menciptakan suatu lingkungan masyara- kat baru yang dapat secara cepat
dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan
perubahan global dan trend yang ada; serta
f. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah
dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan
demokratis.

2.5 Konsep Inovasi


Menurut Muluk (2008, 43) yang dimaksud inovasi adalah “Instrumen
untuk mengembangkan cara-cara baru dalam menggu- nakan sumber daya
dan memenuhi kebutuhan secara lebih efektif. Inovasi juga dapat diman-
faatkan untuk mengembangkan strategi dan tindakan dalam pelayanan

8
publik”. Mulgan & Alburry yang dikutip oleh Muluk (2008, .46) menjelaskan
bahwa terdapat tiga kategorisasi level inovasi yaitu inovasi inkremental,
inovasi radikal, dan inovasi transformatif.

2.6 Konsep Entrepreneur Government


Kewirausahaan dikenal sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan
menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang
(Lupiyoadi,1999). Selanjutnya menurut Kao (1989) menyatakan bahwa,
“wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai dengan mengenali peluang
bisnis, pengelolaan atas pengambilan resiko peluang dan melalui komunikasi
serta ketrampilan melakukan mobilitas manusia, finansial dan sumber-
sumberyang dibutuhkan agar rencana dapat terlaksana dengan baik”
David Osborne dan Ted Gaebler (1996) dalam karyanya “Reinventing
Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public
Sektor” mencoba untuk menemukan kembali pemerintahan dengan
mengembangkan konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha
(Enterpreneurial Government). Esensi dasar yang sangat strategis dari
pemikiran Osborne dan Ted tersebut berkaitan erat dengan birokrasi
pemerintahan yang tidak lagi berorientasi pada budaya sentralisasi,
strukturalisasi, formalisasi dan apatistik melainkan pada desentralisasi
pemberdayaan, kemitraan, fungsionalisasi dan demokratisasi.
Menurut Mohammad (2008) bahwa pemerintah wirausaha adalah
pemerintah yang mampu menghadirkan kebijakan yang berorientasi pada
warga negara. Kebijakan tersebut memiliki nilai strategis karena akan
menghasilkan dividen yaitu berupa dukungan dari warga negara.
Jadi fokus utama dari pemerintah kewirausahaan atau entrepreneurial
government adalah pemerintah yang berpikir strategis, yaitu memperluas
perspektif dan memanfaatkan kreativitas yang bertanggung jawab. Selain itu
dalam mewujudkan pemerintah kewirausahaan, pemerintah tidak hanya
sekedar mampu menciptakan ide-ide baru yang cemerlang namun juga harus
dapat melaksanakan ide-ide tersebut. Pemerintah yang mampu dan mau
mengambil resiko yang terukur dan mampu menjelaskan langkah yang

9
dianggap aneh dan inovatif (Mohammad, 2008; Sumarhadi 2002 dan
Tjokrowinoto et al. 2000).

2.6.1 Prinsip-prinsip Pemerintah Kewirausahaan


Osborne (1996) mengungkapkan sesuatu yang perlu menjadi
pegangan dalam menerapkan prisip-prinsip kewirausahaan bahwa
organisasi bisnis tidak bisa disamakan dengan lembaga pemerintah dan
memang terdapat banyak perbedaan satu dengan yang lainnya.
Pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis, tentu saja tidak
berarti bahwa pemerintah tidak bisa bergaya wirausaha.
Menurut Osborne dan Gaebler (1996) mengungkapkan ada 10
prinsip untuk mewujudkan pemerintah kewirausahaan atau
entrepreneurial government, yaitu:
1. Pemerintahan Katalis
Pemerintahan katalis menghendaki peran pemerintah sebagai aktor
dan pelaksana urusan publik perlu dikurangi dan pemerintah sebagai
pengarah serta memusatkan paranannya dalam membuat kebijakan,
peraturan dan undang-undang. Redefenisi peran pemerintah perlu
dilakukan karena selama ini pemerintah terlalu memonopoli semua
urusan publik. Pembagian peran yang proporsional dan
komplementer antara pemerintah, pasar dan masyarakat perlu
dilakukan.
2. Pemerintahan Milik Masyarakat
Pemerintahan milik masyarakat diartikan sebagai pengalihan
wewenang kontrol pemerintah ketangan masyarakat dan adanya
perubahan misi dari pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat
dan bukan sebagai pelayanan sehingga fungsi utama dari pemerintah
adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengambil kendali atas penyelenggaraan pelayanan publik.
Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan
yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari

10
masyarakat pejabat akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih
peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
3. Pemerintah yang Kompetitif
Pemerintah dikenal sangat monopolistik dalam menyelenggarakan
urusan publik, akibatnya terjadi inefisiensi, kelambanan dan
buruknya kualitas pelayanan. Untuk itu pemerintah harus mampu
merangsang, mendorong dan menciptakan sistem kompetisi antar
berbagai pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan. Kompetisi disini tidak terbatas pada kompetisi
antara pemerintah dengan swasta tetapi bisa juga antar swastaatau
bahkan antara pemerintah dengan pemerintah.
4. Pemerintah yang Digerakkan oleh Misi
Pemerintah yang berorientasi misi dilakukan dengan deregulasi
internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal
menyederhanakan sistem administrasi. Akuntabilitas lebih
didasarkan pada pencapaian misi dan bukan kepatuhan pada aturan
karena kenyataan menunjukkan bahwa peraturan selalu ketinggalan
dibandingkan dengan dinamika masyarakat (Dwiyanto,2001).
Organisasi yang digerakkan oleh misi memberi kebebasan kepada
karyawannya dalam mewujudkan misi organisasi dengan metode
paling efektif dalam batas-batas legal. Hal ini memiliki keunggulan
yang nyata antara lain:
1) lebih efisien ketimbang organisasi yang digerakkan oleh
peraturan.
2) lebih efektif ketimbang organisasi yang digerakkan oleh
peraturan.
3) lebih inovatif ketimbang yang digerakkan oleh peraturan.
4) lebih fleksibel ketimbang yang digerakkan peraturan.
5) mempunyai semangat lebih tinggi ketimbang yang digerakkan
oleh peraturan.

11
5. Pemerintahan Berorientasi pada Hasil
Pemerintahan yang goal-oriented mengubah fokus dari input
menjadi akuntabilitas pada output atau hasil, mengukur kinerja
organisasi publik, menetapkan target, memberi imbalan kepada
organisasi yang mencapai atau melebihi target. Alokasi anggaran dan
sistem insentif harus didasarkan pada kinerja maupun out put yang
akan dihasilkan sehingga penentuan ukuran kinerja menjadi sangat
penting dalam organisasi publik yang memiliki spirit kewirausahaan.
6. Pemerintahan Berorientasi pada Pelanggan.
Pemerintahan berorientasi pelanggan memperlakukan masyarakat
yang dilayani sebagi pelanggan, menetapkan standar pelayanan,
memberii jaminan. Banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya
mendengarkan suara dan keluhan masyarakat serta memberikan
kebebasan pada masyarakat untuk memilih penyedia jasa.
7. Pemerintahan Bersifat Wirausaha.
Pemerintah wirausaha menfokuskan energinya bukan sekadar untuk
menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka
meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar, menuntut
return of investmen. Mereka memanfaatkan insentif seperti dana
usaha dan dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan
pemerintah berpikir mendapatkan dana operasional. Pemikiran ini
menolak asumsi bahwa pemerintah itu seharusnya tidak mencari
profit dari kegiatannya. Sebaliknya pemerintah harus didorong untuk
bisa memperluas sumber-sumber pendapatannya, termasuk dari
kegiatan-kegiatan pelayanan publik.
8. Pemerintah yang Antisipatif
Pemerintahan yang antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir
kedepan, mencoba mencegah timbulnya masalah daripada
memberikan jalan untuk menyelesaikan masalah.
9. Pemerintahan Desentralisasi.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang desentralisasi perlu
dikembangkan manajemen partisipatif. Birokrasi yang hirarkhis

12
harus diganti dengan tim kerja. Birokrasi pemerintah pada umumnya
sangat hirarkhis dan sentralistik, hal ini menyebabkannya menjadi
tidak adaptif dan inovatif. Model birokrasi semacam ini tidak dapat
lagi dipertahankan dalam menghadapi perubahan dan dinamika serta
kompleksnya kebutuhan masyarakat saat ini.
10. Pemerintah Berorientasi Pasar
Penyelenggaraan pelayanan publik pada umumnya lebih sering
menggunakan mekanisme administratif daripada mekanisme pasar.
Mekanisme administratif seringkali memiliki banyak kelemahan
seperti mahal, lamban dan tidak berkualitas. Sebaliknya mekanisme
pasar karena sifatnya yang terbuka dan kompetitif cenderung lebih
berhasil dalam menyediakan pelayanan yang murah, responsive dan
inovatif. Namun mekanisme pasar juga memiliki kelemahan, yang
utama adalah kecenderungannya menghasilkan ketimpangan dalam
akses terhadap pelayanan. Karena itu orientasi terhadap pasar harus
diikuti dengan perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan
alternatif sumber pelayanan dari masyarakat terutama kegiatan
voluntir. Idenya disini membangun keseimbangan antara birokrasi,
pasar dan masyarakat (Dwiyanto,1996).

2.6.2 Strategi Alternatif Menuju Pemerintahan Bergaya Wirausaha


Osborne dan Plastrik (2000) dalam bukunya “Reinventing
Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public
Sektor” mengemukakan beberapa strategi yang harus diperhatikan untuk
dapat menuju pemerintahan yang bergaya wirausaha , yaitu:
1. Strategi Inti
Untuk mengembangkan strategi inti dapat dilakukan dengan
menentukan tujuan dan fungsi pemerintah yang jelas, adanya
kejelasan peran dan arah dari pemerintahan. Strategi ini menghapus,
memisahkan dan membersihkan fungsi-fungsi pemerintah yang tidak
sesuai dan tidak sejalan dengan tujuannya.
2. Strategi Konsekuensi

13
Berusaha mengembangkan sistem insentif yang merupakan
konsekuensi kinerja yang dihasilkan seseorang ataupun organisasi.
Pendekatan yang digunakan dalam strategi ini adalah; pertama,
persaingan yang terkendali dengan menerapkan mekanisme pasar
sebagai pendorong berjalannya kompetisi dan konsekuensinya
ditentukan oleh masyarakat. Kedua, pendekatan manajemen
perusahaan sebagai konsekuensi dari mekanisme pasar yang berjalan.
Ketiga adalah pendekatan manajemen kinerja ketika manajemen
perusahaan maupun kompetisi teratur tidak cocok untuk diterapkan
baik karena alasan rasional ataupun karena gangguan politis.
Pendekatan ini menggunakan standar, pengukuran kinerja dan imbalan
serta penalti untuk memotivasi organisasi pemerintah. Alat yang
digunakan dalam pendekatan ini adalah penghargaan kinerja,
pembayaran psikologis, bonus, bagi hasil, tabungan bersama,
pembayaran kinerja, kontrak dan kesepakatan kinerja, deviden
efisiensi dan penganggaran kinerja.
3. Strategi Pelanggan
Dalam strategi ini memusatkan pada akuntabilitas
(pertanggungjawaban). Strategi pelanggan memecah pola
pertanggung-jawaban sebagian pada pelanggan (masyarakat) yang
selama ini pada pejabat terpilih. Pendekatan yang digunakan dalam
strategi ini adalah, pertama memberi pilihan kepada pelanggan dengan
melakukan sistem pilihan publik dan sistem informasi pelanggan.
Kedua pilihan kompetisi, mengkombinasikan strategi pelanggan
dengan konsekuensi, dengan memberi kesempatan kepada pelanggan
untuk mengontrol sumberdaya dan membawanya sesuai pilihan untuk
memaksa kompetisi. Ketiga pemastian mutu pelanggan yang
dilakukan dengan citizen’s charter. Alat yang digunakan dalam
pendekatan ini adalah; standar pelayanan pelanggan, pengembalian
pelanggan, jaminan mutu, inspeksi mutu, sistem keluhan pelanggan
dan ombudsmen.
4. Strategi Pengendalian

14
Pendekatan yang digunakan adalah pertama, pemberdayaan organisasi
dengan menghapus banyak peraturan dan berbagai kontrol serta
menerapkan strategi kontrol pada level organisasi, proses dan orang.
Alat yang digunakan adalah desentralisasi kontrol administratif,
deregulasi organisasional, manajemen berdasarkan tempat,
pengecualian dan laboratorium pembaharuan, kebijakan pembebasan,
beta sites, pembatasan waktu peraturan dan deregulasi intra
pemerintahan. Kedua pendekatan pemberdayaan pegawai dengan
mengurangi atau menghapus kontrol manajemen hirarkhis dalam
organisasi dan mendorong wewenang turun kepegawai lini pertama.
Dengan kata lain mengganti kontrol otoriter dengan pengendalian diri
dan komitmen pegawai terhadap arah dan tujuan organisasi. Alat yang
digunakan untuk pemberdayaan pegawai adalah pengurangan lapisan
manajemen, desentralisasi organisasi, memecah kelompok fungsional,
tim kerja, kemitraan pegawai-manajemen dan program saran pegawai.
Pendekatan yang ketiga adalah pemberdayaan masyarakat dengan
menggunakan beberapa alat yaitu; badan pemerintah-masyarakat,
perencanaan koloboratif, dana investasi masyarakat, organisasi
dikelola masyarakat, kemitraan pemerintah dan pembuatan peraturan
serta penegakan ketertiban berbasis masyarakat.
5. Strategi Budaya
Pendekatan yang digunakan dalam strategi ini adalah untuk
membentuk kembali budaya baru dengan membentuk kebiasaan,
perasaan dan pikiran organisasi yang baru. Beberapa pedoman dan
petunjuk dalam menyikapi transisi budaya diantaranya pegawai
jangan dikontrol tetapi dilibatkan, membuat model perilaku yang
diinginkan, membuat diri anda agar visible, buat batasan yang jelas
antara yang baru dan lama, beri kebebasan, masukkan darah segar,
hilangkan rasa takut, juallah keberhasilan, komunikasikan, ubah
sistem administrasi dan berkomitmen untuk tujuan jangka panjang.

15
2.6.3 Reinventing Government
Pemerintah dengan bergaya wirausaha ini menjadi cara yang
efisien dan efektif untuk menghindari kebangrutan suatu birokrasi.
Menurut Osborne dan Gaebler (1996), organisasi birokrasi publik yang
dijalankan berdasarkan peraturan tidak akan efektif dan kurang efisien,
karena kinerjanya akan berjalan lamban dan terkesan bertele-tele.
Namun birokrasi yang digerakkan dengan misi sebagai tujuan utamanya
akan berjalan lebih efektif dan efisien. Dengan menempatkan misi
organisasi sebagai tujuan utamanya maka mereka dapat mengembangkan
sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada
karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
Reinventing government harus dilakukan sesuai dengan otonomi
daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu suatu manajemen
yang memiliki akuntabilitas tinggi dari tingkat kabupaten/kota,
kecamatan, dan desa. Otonomi daerah akan bermakna bila mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat memecahkan masalah social
ekonomi masyarakat. APBD menjadi kunci. Oleh karena itu, pengelolaan
APBD yang baik harus mempertimbangkan sustainable program, impact,
dan value added. Reinventing government harus mampu zero red-tape
dan tidak retribusi oriented. Artinya pemerintah daerah harus mampu
meningkatkan PAD tanpa membebani rakyat. Penyelenggaraan
pemerintah yang efektif, efisien, dan ekonomis adalah buah dari
reinventing government dan sekaligus menjadi penangkal bagi tidak
korupsi.

16
2.6.4 Reformasi Birokrasi
Secara bahasa, istilah birokrasi berasal dari bahasa Prancis bureau
yang berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani kratein yang berarti
mengatur (M. Mas’ud Said, 2007:1). Menurut Max Weber seperti yang
dikutip M. Mas’ud Said (2007:2) birokrasi adalah sistem administrasi
rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-
cara tertentu didasarkan aturan tertulis oleh orang-orang yang
berkompeten di bidangnya.
Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan sebaik-
baiknya pada masyarakat dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia sehingga memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada
masyarakat banyak. Proses reformasi harus dilakukan untuk memformat
ulang malalui kritikan dan tindakan korektif .
Menurut Sofian Efendi dalam (Miftah Thoha, 2007:18), untuk
menciptakan birokrasi yang efisien, efektif, dan responsive dalam rangka
mendukung tata kepemerintahan yang demokratis serta ekonomi
nasional, pemerintah seharusnya menerapkan strategi kelembagaan
reformasi birokrasi yang bertujuan:
a. Memantapkan kelembagaan reformasi birokrasi;
b. Meningkatkan pelayanan publik dengan menerapkan manajeman
berbasis kinerja
c. Membangun kapasitas aparatur negara untuk menciptakan pelayanan
publik yang maksimal;
d. Organisasi dan sumber daya manusia aparatur yang professional,
apolitikal, netral, transparan, dan akuntabel.

17
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Profil Kabupaten Banyuwangi
3.1.1 Letak Geografis
Mengutip dari laman resmi Pemka Banyuwangi, Kabupaten
Banyuwangi secara geografis terletak antara 113 53 - 114 38 Bujur timur dan
7 43 - 8 46 Lintang Selatan dan juga
merupakan kabupaten paling timur
di Pulau Jawa. Wilayah Kabupaten
Banyuwangi di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten
Situbondo, sebelah timur berbatasan
dengan Selat Bali sedangkan
sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Jember dan sebelah

Sumber: selatan berbatasan dengan Samudra


http://banyuwangikab.go.id/profil/peta.ht Hindia. Luas wilayah Kabupaten
ml
Banyuwangi 5.782,50 km2 yang
terbagi menjadi 24 kecamatan
dengan ibu kota kabupaten terdapat di Kecamatan Banyuwangi.
Banyuwangi merupakan kabupaten terbesar di Jawa Timur.
Wilayahnya cukup beragam, dari dataran yang rendah sehingga pergunungan
yang tinggi. Di kawasan yang menyempadani Kabupaten Bondowoso,
terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen yang merangkumi Gunung Raung
(3,282 meter) serta Gunung Merapi (2,800 meter) yang merupakan gunung
berapi aktif.
3.1.2 Demografi
Penduduk Banyuwangi cukup beragam, dengan suku Osing merupakan
golongan mayoritas. Namun terdapat juga suku Madura dan suku Jawa yang
cukup besar, serta golongan-golongan minoriti seperti suku Bali dan suku
Bugis. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi menurut hasil registrasi

18
oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil pada 2011 sebanyak 1.614.482
jiwa.
Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan
biasanya dianggap sebagai sebuah subsuku daripada suku Jawa. Mereka
menggunakan bahasa Osing yang dikenali sebagai salah satu jenis bahasa
Jawa yang tertua. Seni asli Banyuwangi termasuk kuntulan, gandrung,
jaranan, barong, janger dan seblang. Bahasa dan budaya suku Osing banyak
dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.

3.1.3 Pemerintahan
Kabupaten yang mendapat julukan sebagai “The Sunrise of Java”
karena merupakan daerah pertama di Pulau Jawa yang mendapatkan sinar
matahari di pagi hari ini memiliki motto Satya
Bhakti Praja Mukti yang tercantum pada lambang
Kabupaten Bnayuwangi. Motto tersebut merupakan
bahasa Jawa yang memiliki arti setia pada bakti
untuk kemakmuran masyarakat.

Kabupaten Banyuwangi yang berumur 243 Sumber : Wikipedia


tahun ini setidaknya sudah 28 kali berganti pemimpin.
Pada periode 2010-2015 ini H. Abdullah Azwar Anas, M.Si terpilih menjadi
Bupati Banyuwangi sejak tanggal 21 Oktober 2010 dengan Yusuf
Widyatmoko S.sos sebagai wakilnya.
Kabupaten terbesar di Provinsi Jawa Timur ini memiliki visi yaitu
terwujudnya masyarakat Banyuwangi yang mandiri, sejahtera dan berakhlak
mulia melalui peningkatan perekonomian dan kualitas sumber daya manusia.
Dan untuk mewujudkan visinya tersebut Kabupaten Banyuwangi memiliki
misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan pemerintahan yang efektif, bersih dan demokratis melalui


penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, aspiratif, partisipatif dan
transparan.

19
2. Meningkatkan kebersamaan dan kerjasama antara pemerintah, pelaku
usaha dan kelompok-kelompok masyarakat untuk mempercapat
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3. Membangun kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan
mengoptimalkan sumberdaya daerah yang berpijak pada pemberdayaan
masyarakat, berkelanjutan, dan aspek kelestarian lingkungan.
4. Meningkatkan sumber-sumber pendanaan dan ketepatan alokasi investasi
pembangunan melalui penciptaan iklim yang kondusif untuk
pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja.
5. Mengoptimalkan ketepatan alokasi dan distribusi sumber-sumber daerah,
khususnya APBD, untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
6. Meningkatkan kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
beriman dan bertaqwa kehadhirat Tuhan Yang Maha Kuasa.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan bidang kesehatan, pendidikan dan sosial
dasar lainnya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kearifan lokal.
8. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana publik dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan.
9. Mendorong terciptanya ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan
bernegara, berbangsa dan bermasyarakat melalui pembuatan peraturan
daerah, penegakan peraturan dan pelaksanaan hukum yang berkeadilan.

3.1.4 Kebudayaan
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali,
juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai
wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali,
Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya
menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.
Kesenian asal Banyuwangi adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger
dan seblang. Suku Osing Banyak mendiami di Kecamatan Rogojampi,
Songgon, Kabat, Glagah, Giri, Kalipuro, Kota serta sebagian kecil di
kecamatan lain. Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan budaya Bali.

20
Untuk seni tradisional, Banyuwangi memiliki tarian khas yaitu tari
Gandrung. Tari Gandrung digunakan sebagai ikon Kabupaten Banyuwangi.
Selain Gandrung juga terdapat seni tradisional lainnya seperti Seblang,
janger, rengganis, hadrah kunthulan, Patrol Mocopatan Pacul Goang dan
Jaranan Butho.

3.1.5 Ekonomi
Mengutip dari situs resmi Pemkab Banyuwangi, jumlah usaha yang
tercatat melalui kegiatan Sensus Ekonomi tahun 2006 (SE’06) di Kabupaten
Banyuwangi ada sebanyak 207.577 usaha diluar sektor pertanian. Dari jumlah
ini, 81.629 usaha diantara-nya merupakan usaha yang dilakukan di luar
bangunan dan umumnya apabila menggunakan bangunan cenderung tidak
permanen. Selebihnya 125.948 usaha tergolong usaha yang kegiatannya sudah
menggunakan bangunan permanen. Maka usaha-usaha yang bergerak disektor
perdagangan masih merupakan sektor ekonomi yang paling banyak diminati
oleh pelaku usaha di Kabupaten Banyuwangi jumlahnya mencapai 95.445
usaha. Kedua terbanyak ada pada sektor industri yang jumlahnya tercatat
42.559 usaha. Ketiga sektor jasa-jasa dengan jumlah sebanyak 20.847 usaha.
Kegiatan usaha yang menggunakan bangunan tidak permanen yang terdiri atas
usaha kaki lima, los/ koridor, pangkalan ojek motor dan berupa pedagang
keliling seluruhnya tidak memiliki status badan usaha.

3.1.6 Pariwisata
Secara geografis, Banyuwangi terletak di daerah wisata alam yang masih
hijau dan liar layaknya safari di Afrika, di tambah juga dengan lokasinya yang
dekat dengan Samudra Hindia. Dengan begitu, terdapat penyatuan lokasi yang
bisa dikunjungi yaitu pantai dan daerah pegunungan seperti Taman Nasional
Baluran, Kawah Ijen, Taman Wisata Rogojampi, Teluk Hijau (Green Bay),
Kaliklatak, Alas Purwo, Savana Sadengan, Pulau Tabuhan, Pantai Grajagan,
antai Sukamade, Segara Anakan dan Watu Dodol.

21
3.1.7 Pertanian dan Perikanan
Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi paling dominan bila
diperhatikan berdasarkan struktur ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Khusus
dalam sektor pertanian ini, terdapat dua sub sektor didalamnya yang sangat
potensial, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor perikanan
laut.
Peranan sub sektor tanaman bahan makanan dapat menyumbang
produksi padi Jawa Timur, dikarenakan Kabupaten Banyuwangi merupakan
salah satu daerah lumbung padi. Sedang peranan sub sektor perikanan laut
cukup terbukti bahwa di Kecamatan Muncar merupakan penghasil berbagai
jenis biota laut berskala nasional.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi
Jawa Timur yang mempunyai luas wilayah terbesar, sehingga dengan adanya
ketersediaan luas daerah tersebut, kesempatan untuk dijadikan sebagai lahan
pertanian akan mempunyai peluang besar.

3.2 Permasalahan yang Terjadi Sebelum Pemerintahan Bupati Abdullah


Azwar Anas
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem
pemerintahan berasaskan desentralisasi dimana pemerintah pusat
melimpahkan sebagian wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pelimpahan
wewenang tersebut diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah yang dimana
pemerintah pusat membagi urusannya dengan pemerintah di daerah. Tidak
semua urusan diatasi oleh pemerintah pusat saja ataupun pemerintah daerah
saja. Untuk urusan yang menyangkut hajat orang banyak, diurus oleh
pemerintah pusat yang mana urursan tersebut terdiri dari politik luar negeri,
pertahanan keamanan, agama, moneter(keuangan) dan yustisi(peradilan).
Sedangkan urusan selain lima tersebut dilimpahkan kepada pemerintah
daerah. Urusan yang dilimpahkan ke pemerintah di daerah disebut dengan
urusan pilihan dan menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk
menyelesaikannya.

22
Kewajiban suatu pemerintahan daerah untuk mengurusi urusan pilihan
tersebut tak terkecuali untuk pemerintahan daerah Kabupaten Banyuwangi.
Beberapa permasalahan menjadi tantangan Pemkab Banyuwangi untuk segera
diselesaikan. Ada beberapa problema yang menjadi tantangan bagi Azwar
Anas di awal periode pemerintahannya pada tahun 2010, yaitu :
1. Angka buta aksara yang relatif tinggi
Dari sekitar 1,6 juta jiwa penduduk Banyuwangi, menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) masih ada sedikitnya 47.335 jiwa yang buta aksara dengan
kisaran usia 15-59 tahun. Ini tersebar di 5 Kecamatan di Banyuwangi.
Diantaranya, Kecamatan Glenmore, Wongsorejo, Kalibaru, Kabat dan
Kalipuro. Salah satu faktor penyebab buta aksara yaitu disebabkan oleh
anak yang putus sekolah dengan berbagai alasan. Berikut data angka anak
putus sekolah pada tahun 2011 di Kabupaten Banyuwangi :
Jenjang Pendidikan Angka
SD/MI 0,05%

SMP/MTs 0,48%

SMA/SMK/MA 1,01%

Sumber : http://surabaya.bisnis.com

2. Daerah Terkotor
Pada tahun 2010, sebelum dibentuk Dinas Kebersihan dan Pertamanan,
Banyuwangi mendapat predikat ‘kota paling kotor’ di Jawa Timur.
(Sumber : http://poldesbanyuwangi.com)
3. Angka Kemiskinan yang Cukup Tinggi
Angka kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi sebelum Bupati Abdullah
Azwar Anas menjabat mencapai level 20 persen.
(Sumber : http://www.banyuwangi.us/)
4. Pendirian Mall Of Sri Tanjung
Pendirian Mall of Sritanjung yang berada tepat disamping Pasar
Tradisional Banyuwangi dan Taman Sritanjung. Taman Sritanjung
merupakan sebuah taman yang difungsikan sebagai tempat kumpul-
kumpul warga Banyuwangi. Dengan berdirinya Mall of Sritnanjung itu

23
dikhawatirkan akan mematikan keberadaan pedagang-pedagang yang ada
di pasar tradisional Banyuwangi. Selain itu lokasinya yang dekat dengan
Taman Sritanjung juga dikhawatirkan akan menghilangkan fungsi awal
dari dibangunnya taman tersebut. Muncul pro-kontra terhadap pendirian
Mall of Sri Tanjung ini.
(http://politik.kompasiana.com/2013/04/28/abdullah-azwar-anas-
marketer-dibalik-pamor-banyuwangi-555416.html)

Problema yang dihadapi Pemkab Banyuwangi bukan hanya empat


masalah yang dikemukakan diatas saja. Melainkan juga ada masalah klasik
yang juga sama terjadi di daerah lainnya di Indonesia. Seperti birokrasi
pelayanan publik yang terlalu ruwet dan hierarkis, kesehatan, lingkungan,
pembangunan daerah, kualitas SDM, pengangguran, sumber daya aparatur
dan masalah lainnya.

3.3 Strategi Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi


Kabupaten Banyuwangi memiliki tujuan yaitu terwujudnya
masyarakat Banyuwangi yang mandiri, sejahtera dan berakhlak mulia melalui
peningkatan perekonomian dan kualitas sumber daya manusia. Untuk
mewujudkan tujuannnya itu, Pemkab Banyuwangi melakukannya dengan
membentuk pemerintahan yang efektif, bersih dan demokratis melalui
penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, aspiratif, partisipatif dan
transparan. Selain itu juga meningkatkan kebersamaan dan kerjasama antara
pemerintah, pelaku usaha dan kelompok-kelompok masyarakat untuk
mempercapat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dapat dikatakan Pemkab
Banyuwangi ingin menciptakan pemerintahan yang efektif dengan melibatkan
semua pihak, tidak hanya pemerintahannya saja tapi pihak swasta dan
masyarakatnya. Hal itu bisa dilihat dari berbagai strategi kebijakan yang
diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mensejahterakan
masyarakatnya. Mengutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, www.banyuwangikab.go.id, ada empat strategi yang diterapkan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun empat
strategi tersebut adalah:

24
a. Pro growth berarti pembangunan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan.
Strategi pertumbuhan digunakan dengan tujuan untuk memperbesar produk
domestik yang dilakukan secara bersamaan dengan strategi pemerataan
pembangunan melalui strategi jalur ganda (dual track strategi). Upaya yang
dilakukan melalui yaitu peningkatan investasi, penciptaan iklim usaha yang
kondusif, pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan koperasi dan
UMKM
b. Pro job berarti pembangunan diarahkan untuk mendorong terbukanya
peluang kerja bagi angkatan kerja, khususnya tenaga terdidik (bagi lulusan
sekolah setingkat SLTA dan Perguruan Tinggi) dan tenaga terlatih. Strategi
yang dilakukan meliputi tiga langkah, yaitu perluasan kesempatan kerja,
peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja yang dapat
dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, standarisasi dan sertifikasi serta
Menjaga iklim ketenagakerjaan melalui penataan hubungan industrial dan
perlindungan tenaga kerja.
c. Pro poor berarti pembangunan yang memiliki dimensi keberpihakan kepada
kelompok-kelompok masyarakat yang tidak beruntung. Upaya yang
dilakukan meliputi tiga klaster sesuai dengan tingkat kemiskinannya, yaitu
 Mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, yang diarahkan pada
rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.
 Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup kelompok masyarakat melalui
usaha dan bekerja bersama untuk mencapai keberdayaan dan
kemandiriannya.
 Membuka akses permodalan bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
d. Pro environtment, diarahkan pada pengelolaan sumber daya alam yang
mengikuti prisip pengelolaan yang lestari terhadap lingkungan, sehingga
tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah, air, dan udara yang pada
gilirannya mengalami degradasi yang berakibat pada timbulnya bencana.

3.4 Kebijakan Inovatif Pemerintah Kabupaten Banyuwangi


Melalui strategi pembangunan daerah yang telah dipaparkan dalam
bab sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengimple-

25
mentasikannya kedalam sebuah kebijakan atau program kerja inovatif,
diantaranya:
a. Gerakan Masyarakat Pemberantasan Tributa dan Pengangkatan
Murid Putus Sekolah (Gempita Perpus)
Tingginya angka buta aksara di Kabupaten Banyuwangi, pada data
tahun 2013 sebesar 11,29 %, membuat pemerintah tergerak untuk
menekan angka hingga seminimal mungkin. Pemberantasan buta aksara
tertuang dalam Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 4 tahun 2014. Dalam
Perbup tersebut Bupati juga menunjuk Tim Pemburu Buta Aksara di
Banyuwangi. Tugas mereka adalah memetakan dan mendata jumlah buta
aksara di Banyuwangi. Program Gempita Perpus ini merupakan program
dengan biaya murah karena konsepnya adalah sedekah ilmu. Ada sekitar
9000 guru di Kabupaten Banyuwangi yang ikut berkontribusi dalam
pengentasan masyarakat Tributa (tidak bisa baca, tulis dan hitung). Satu
guru ditargetkan dapat menangani 10 orang buta aksara.
Tidak hanya guru-guru saja yang berkontribusi menangani
masyarakat buta aksara, melainkan ada beberapa pihak yang juga berperan
sebagai pengajar seperti
Program massal warga belajar diselenggarakan di sekolah-sekolah,
di kantor-kantor desa hingga di rumah-rumah warga. Semua pihak yang
berperan sebagai pengajar seperti camat, forum pimpinan kecamatan,
babinsa/babinkamtibmas, lurah/kepala desa, kepala dusun, ketua RT/RW.
Selain itu juga program Gempita Perpus ini memanfaatkan
CSR(Coorporate Social Responsibility) dari perusahaan setempat.
Sedangkan untuk Tim Pengangkatan Anak Putus Sekolah bekerja
untuk mendeteksi anak putus sekolah karena alasan ekonomi maupun non-
ekonomi. Dan untuk menekan angka putus sekolah dicanangkan beberapa
program yaitu Banyuwangi Cerdas, Banyuwangi Belajar dan Gerakan
Siswa Asuh Sebaya. Pemkab pun juga telah merilis Kartu Banyuwangi
Cerdas dan Kartu Banyuwangi Belajar yang menjamin pemegang kartu
bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi dengan beasiswa dari
pemerintah daerah. Sedangkan untuk Siswa Asuh Sebaya adalah gerakan

26
inisiatif dan sukarela siswa dari keluarga mampu yang menggalang dana
untuk membiayai siswa dari keluarga kurang mampu.
Pemkab Banyuwangi juga telah melakukan MoU (nota
kesepahaman, Red) dengan STAIN Jember dan Universitas Negeri Jember
untuk menjamin putra-putri Banyuwangi berprestasi bisa mendapatkan
pendidikan terbaik

b. Banyuwangi Digital Society(B-Diso)


Program Banyuwangi Digital Society merupakan bentuk
Coorporate Social Responsibility (CSR) dari PT. Telekomunikasi
Indonesia program rintisan untuk membuka akses kemudahan
telekomunikasi bagi masyarakat. Digital Society inilah yang akan menjadi
pendorong terciptanya Indonesia Digital Network (IDN) yang merupakan
program besar Telkom sampai 2014 untuk merealisasikan MP3EI (Master
Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang
dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan adanya program Banyuwangi Digital Society ini
diharapkan kabupaten Banyuwangi memiliki koneksi terintegrasi dalam
berbagai bidang untuk pengelolaan kota yang lebih praktis dan efisien
sehingga memepercepat Kabupaten Banyuwangi sebagai smart city.
Banyuwangi kini telah dipasangi 1.100 WiFi. Kemudahan akses internet
cepat dan konten-konten aplikasi yang mendukung seluruh aktifitas
kehidupan masyarakatnya. Konten aplikasi pendukung yang disediakan
diantaranya meliputi e-government, e-education, e-health dan e-BAZ
(Badan Amil Zakat)
Bersamaan dengan launchingnya Banyuwngi Digital Society pada
9 Maret 2013, juga dikeluarkan layanan IndiGov Banyuwangi,
pengukuhan pengurus relawan Teknologi Komunikasi dan Informasi
(TIK) Jawa Timur, pelatihan media digital untuk jurnalis sekolah dengan
melibatkan 250 pelajar dari 100 sekolah, dan peluncuran
www.ilovebanyuwangi.com. Untuk layanan IndiGov, Banyuwangi siap
mengimplementasikan transformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan.
Pemkab Banyuwangi bisa melakukan pelayanan kepada masyarakat

27
dengan lebih cepat, praktis dan terbuka seperti melakukan efisiensi
pengelolaan operasional dan menyederhanakan proses administrasi.
Bentuk CSR lain dari PT Telkom yaitu menyerahkan ‘Mobil
Internet Keliling’ dan pengadaan Tourism Information Center di Bandara
Blimbingsari. Mobil internet keliling ditujukan untuk mengajak 40 ribu
UKM di Banyuwangi go online. UKM-UKM tersebut dapat
mengoptimalkan peran teknologi komunikasi dalam melakukan kegiatan
bisnisnya. Sementara itu, pengadaan Tourism Information Center
dimaksudkan untuk meningkatkan sektor pariwisata Banyuwangi karena
sektor ini menjadi salah satu sektor yang diandalkan Pemkab Banyuwangi.

c. ‘Lahir Procot Pulang Bawa Akta’


Program ”Lahir Procot pulang Bawa Akta”, yang berarti setiap bayi
yang lahir di Banyuwangi langsung keluar akta kelahirannya dalam
hitungan jam. setiap bayi yang lahir akan langsung mendapat akta
kelahiran dalam hitungan jam. Tempat persalinan yang melayani program
ini adalah seluruh Puskesmas di Banyuwangi yang berjumlah 45
puskesmas, rumah sakit pemerintah, dan 5 rumah sakit milik swasta.
Syarat yang dibutuhkan untuk kepengurusan akta lahir hanya Kartu Tanda
Penduduk (KTP) orangtua, buku nikah, dan nama calon bayi. Apabila
syarat-syarat tersebut sudah dipenuhi dan lengkap waktu bayi lahir maka
akta akan segera dicetak dan langsung diantar melalui Kantor Pos ke
puskesmas atau rumah sakit tempat melahirkan. Karena program ini juga
merupakan kerjasama dengan PT. Pos. Dengan keluarnya akta kelahiran
tersebut, secara otomatis juga akan terbit Kartu Keluarga (KK) baru karena
ada anggota keluarga baru. Program ini pun rencananya akan diperluas ke
bidan-bidan yang ada di pelosok desa sehingga jangkauan pelayanannya
lebih luas. (http://www.banyuwangikab.go.id/berita-daerah/kemenpan-
dan-rb-apresiasi-reformasi-birokrasi-di-banyuwangi.html)

d. Reformasi Birokrasi
Mengutip dari laman tribunnews.com(1 Maret 2014), Bupati
Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas memiliki cara unik untuk
mereformasi birokrasi di Banyuwangi. Dalam meningkatkan kualitas

28
birokrasi, Pemkab Banyuwangi mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu
memberikan hadiah atau sanksi bagi PNS sesuai dengan kualitas
kinerjanya. Tidak semua PNS mendapatkan perlakuan yang sama,
tergantung kinerjanya. Jika kinerjanya bagus akan mendapatkan hadiah,
jika melakukan kesalahan akan mendapat sanksi. Selain kebijakan
tersebut, dalam perekrutan CPNS Pemkab Banyuwangi memiliki syarat
ketat yakni harus memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,50. Dengan
adanya kebijakan penetapn IPK 3,5 untuk CPNS maka akan menarik minat
orang yang pintar untuk mendaftarkan diri dan terhindar dari isu menang
karena menyuap. Kebijakan ketiga yaitu memberikan tunjangan kinerja
bagi anggota PNS yang menghadiri upacara bendera di instansinya.
Karena PNS di Banyuwangi kurang meminati upacara bendera kadang
tidak hadir atau datang terlambat.

e. Larangan Membangun Mall


Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendorong pengembangan
pasar tradisional yang tersebar di seluruh wilayah setempat agar bisa eksis
di tengah kompetisi perdagangan yang semakin ketat. Mengingat
keberadaan pasar tradisional cukup penting, bukan hanya mempunyai
fungsi ekonomi, tetapi juga bisa memperkuat modal sosial masyarakat,
karena di tempat tersebut masyarakat dari berbagai latar belakang bertemu
dan beriteraks. Oleh karena itulah Pemkab Banyuwangi mengeluarkan
kebijakan yang ‘ekstrim’ yaitu membatasi pendirian pembangunan
jaringan ritel pasar modern dan pusat perbelanjaan seperti mall. Hal itu
dilakukan untuk melindungi eksistensi pasar tradisional. Untuk pendirian
ritel modern yang sudah terlanjur tidak menjadi masalah.
Pembangunan pusat perbelanjaan modern seperti mall
diperbolehkan asalakan dibangun di luar pusat kota dan itupun dalam
jumlah terbatas agar tidak menimbulkan kemacetan dan juga memeratakan
di daerah lainnya Banyuwangi. Izin untuk pendirian mal di Banyuwangil
akan diberikan apabila Indeks Prestasi Manusia (IPM) di Banyuwangi
mencapai lebih dari 7,6. Jadi untuk investor yang ingin menanamkan

29
modalnya untuk mendirikan mall tidak akan diberikan izin. Karena
Pemkab BAnyuwngi akan memberikan ijin hanya pada ivestor yang
menanamkan modalnya untuk mendirikan hotel berbintang saja.

e. E-Banyuwangi Tourism
Dalam mempromosikan sektor pariwisata di Kabupaten
Banyuwangi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memanfaatkan
Teknologi Informasi (TI) untuk menarik wisatawan. Cara tersebut
dianggap relatif lebih murah dan dan cukup efektif karena dana promosi
pariwisata Kabupaten Banyuwangi sangat minim. Dengan memanfaatkan
teknologi, promosi jadi lebih efisien dan efektif serta terukur. Mengingat
banyaknya potensi alam yang ada di Banyuwangi, Pemkab Banyuwangi
mengeluarkan aplikasi berbasis Android yang diberi nama E-Banyuwangi
Tourism.
Mengutip dari laman surya.co.id (11 april 2014), Melalui aplikasi
tersebut, wisatawan akan dipandu untuk mengetahui detail tentang
Kabupaten Banyuwangi, mulai dari destinasi, kondisi sosial-budaya, dan
tempat-tempat penting seperti rumah sakit, tempat ibadah, dan hotel.
Penyediaan aplikasi itu diharapkan bisa mendorong orang untuk mencari
tahu dan mengunjungi tempat-tempat wisata di Kabupaten Banyuwangi,
tempat Suku Osing, Kawah Ijen, Taman Nasional Alas Purwo, dan pantai-
pantai indah berada.
Selain aplikasi android Pemerintah Kabupten Banyuwangi juga
memanfaatkan youtube, blog, dan media sosial seperti twitter, instagram,
dan path untuk mempromosikan pariwisata Kabupaten Banyuwangi.
Pendekatan promosi wisata dengan memanfaatkan teknologi ini dilakukan
dikarenakan masyarakat Indonesia adalah pengguna smartphone terbesar
kelima di dunia.

f. Inovasi dalam Bidang Kebersihan


Dalam hal meningkatkan kebersihan Kabupaten Banyuwangi,
Pemerintah Banyuwangi melakukan inovasi dengan pembuatan bank
sampah, pengolahan sampah, pemanfaatan gas metan dan perubahan

30
Ruang Terbuka Hijau (RTH), selain itu adanya partisipasi masyarakat
mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan.
Upaya Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)
Banyuwangi untuk menciptakan kebersihan serta menjaga dan merawat
keindahan tidak hanya dilakukan oleh petugas kebersihan saja melainkan
juga melibatkan lapisan masyarakat melalui kegiatan nyapu bersama
disepanjang jalan protokol Banyuwangi. Selain itu juga, Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Banyuwangi merekrut tenaga harian lepas.
Para petugas kebersihan bekerja siang malam membersihkan Banyuwangi
tiga kali sehari, dan ditugaskan di tiap ruas jalan dengan pengawasan
koordinatornya masing-masing.
Dan untuk membangkitkan semangat petugas kebersihan, mereka
diikutkan kedalam Jamsostek dan memberikan hadiah umroh bagi petugas
kebersihan teladan.

g. Pendampingan kepada petani


Dalam meningkatkan kinerja sektor pertanian di Kabupten
Bayuwangi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melakukan
pendampingan kepada para petani dan juga Penggunaan varietas unggul
untuk meningkatkan kinerja produktivitas lahan. Pendampingan ini
berlaku untuk semua jenis tanaman, baik tanaman pangan seperti padi dan
kedelai maupun tanaman hortikultura seperti sayur dan buah. Bupati
Kabupaten Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan paradigma
penyuluh pertanian perlahan diganti, tidak lagi hanya mencangkokkan
teori hasil kuliahnya ke petani atau bersifat top down, tapi lebih ke
menyerap problem petani atau bottom up. Karena kan problem petani
beda, beda orang beda lahan beda problemnya tentu saja.

h. Taman Publik Berbasis Teknologi Informasi


Dalam menjalankan program inovasi birokrasi harus bisa
mencari private partnership untuk menjadi rekanan. Contohnya
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bekerjasama dengan PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) membangun taman berbasis

31
teknologi informasi di Pantai Boom yang bertujuan untuk mengadopsi
nilai serta kearifan lokal di Banyuwangi. Taman yang dinamai Taman
Digital tersebut dilengkapi sebuah amphi-theatre, panggung pertunjukan
yang ber-wifi. Fasilitas taman lainnya adalah 10 titik wifi, arena bermain
anak (children playground), jogging track, eco-park, food court, dan
pedestrian. Dana pembangunan amphi-theatre didukung oleh Telkom,
sedangkan fasilitas lainnya oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan
dukungan perusahaan lain. . (http://www.banyuwangikab.go.id/)

i. Inovasi Bidang Kesehatan


Dikutip dari laman www.banyuwangi.us, Pada bidang kesehatan,
Pemkab berkomitmen meng-cover masyarakat miskin yang belum
tersentuh oleh jaminan kesehatan dari pemerintah pusat maupun
pemerintah provinsi melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin
(Jamkesmin) dan jaminan kesehatan masyarakat Banyuwangi (JKMB).
Dana yang disiapkan untuk dua program ini sebesar Rp. 19 miliar. Pemkab
Banyuwangi menjamin masyarakat miskin mendapatlayanan kesehatan di
rumah sakit cukup dengan bekal surat keterangan miskin.
Jaminan kesehatan bagi pekerja informal juga menjadi salah satu
prioritas bidang kesehatan oleh Pemkab Banyuwangi. Untuk itu Pemkab
melakukan MoU dengan Jamsostek (sekarang BPJS Ketenagakerjaan)
untuk menga suransikan 2.500 pekerja informal yang terdiri atas penderes
kelapa, penambang belerang, tukang sapu dan juru parkir. Dengan
mengikuti asuransi ini para pekerja tersebut memiliki jaminan
perlindungan keselamatan saat melakukan tugasnya. Selain itu juga,
Pemkab Banyuwangi terus mendorong pihak pengusaha untuk
mengasuransikan pekerjanya.
Jaminan kesehatan secara khusus juga mencakup ibu dan balita
melalui program Harapan Keluarga Peduli Anas Sejak Dini (Harga Pas)
dan Anak Tumbuh Berkualitas dan Cerdas (Anak Tokcer). Kedua program
ini menjamin perlindungan kesehatan anak sejak ibu mengandung hingga
masa pertumbuhan anak melalui pemantauan dan dukungan gizi di
Puskesmas dan Posyandu. Sementara itu, program bedah rumah

32
diluncurkan untuk mengurangi kemiskinan rakyat melalui perbaikan
kondisi fisik rumah. Program ini telah berjalan sejak tahun 2011 dengan
dana sebesar Rp 7 miliar lebih. Program ini telah mengubah 2.977 rumah
warga yang tidak layak huni menjadi layak dan lebih sehat.

3.5 Efektifitas Penerapan Kebijakan Inovatif Pemerintah Kabupaten


Banyuwangi
Dengan adanya strategi-strategi dan kebijakan inovatif yang telah
dicanangkan oleh Pemkab Banyuwangi dibawah kepemimpinan Bupati
Abdullah Azwar Anas, Pemkab Banyuwangi berhasil memperoleh beberapa
penghargaan dan meraih pencapaian sesuai dengan tujuan bersama untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Berikut bebrapa pencapaian yang telah
berhasil diraih oleh Pemkab Banyuwangi :
1. Untuk tingkat SD/MI, angka putus sekolah menurun dari 0,05 persen pada
2011 menjadi 0,03% pada 2013. Kemudian tingkat SMP/MTs dari 0,48%
menjadi 0,42%, dan SMA/SMK/MA dari 1,01 persen turun menjadi
0,83%. Atas keberhasilannya dalam mengurangi angka buta aksara ,
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendapat Aksara Madya pada tahun
2014 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (Sumber :
http://surabaya.bisnis.com/)
2. Banyuwangi mendapat Piala Adipura kembali pada tahun 2014. Pada 2012
mendapat sertifikat Adipura. Prestasi ini istimewa karena Banyuwangi
pernah dinobatkan sebagai daerah terkotor kedua se-Jatim pada 2010.
Sebelum meraih Adipura berturut-turut sejak 2013, Banyuwangi kali
terakhir mendapat Adipura pada 1996. Banyuwangi yang masuk kategori
penerima untuk kota sedang ini merupakan salah satu dari 28
kabupaten/kota se-Indonesia yang mendapatkan Adipura yang kedua
kalinya. (Sumber : http://banyuwangikab.go.id)
3. Angka kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi mampu ditekan dari level
20 persen sebelum Bupati Abdullah Azwar Anas menjabat pada 2010,
menjadi 9,93 persen pada 2013 sehingga mendapat penghargaan Pro Poor

33
Award 2014 kategori perlindungan sosial. (Sumber :
http://www.banyuwangi.us/)
4. Meningkatnya PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)dan pendapatan
per kapita penduduk, namun di sisi lain terjadi ketimpangan antar wilayah
dan antar penduduk. Ketimpangan ini terjadi karena gagalnya asumsi
trickle down effect sebagai mekanisme pemerataan dalam strategi
pertumbuhan ekonomi. Strategi pro growth dilaksanakan dengan tidak
mengabaikan aspek keadilan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat baik
dalam bidang soial ekonomi dan politik sehingga dicapai kesejahteraan
yang berkeadilan. (Sumber : http://banyuwangikab.go.id)
5. Kabupaten Banyuwangi mendapatkan penghargaan Indonesia Digital
Society Award 2014 dari Markplus dan Telkom. Penghargaan ini
diberikan dalam mengapresiasi pemanfaatan teknologi digital untuk
kegiatan operasional bidang pendidikan, kesehatan, UKM swasta, serta
masyarakat. (Sumber : http://www.banyuwangi.us/)
6. Banyuwangi meraih Anugerah Pangripta Nusantara Utama 2014 dari
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam hal perencanaan
pembangunan terbaik. (Sumber : http://www.banyuwangi.us/)
7. Dalam bidang penataan transportasi publik dan ruag terbuka hijau,
Pemkab Banyuwangi meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha dari
Kementrian Perhubungan untuk kategori kota sedang pada 10 Sepetember
2014. (Sumber : http://www.banyuwangi.us/)
8. Kementerian Dalam Negeri memberikan penghargaan kepada Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas atas prestasi sebagai bupati dengan
"Kinerja Sangat Tinggi". (Sumber : http://www.banyuwangi.us/)
9. Kebijakan Banyuwangi dalam pembatasan pendirian retail modern dan
pusat perbelanjaan dapat dibilang cukup efektif. Hal tersebut berdasrakan
hasil survey tim independen Pemkab Banywangi yang menujukkan bahwa
32% masyarakat Banyuwangi berbelanja di pasar tradisional, 64% di toko
kelontong, dan hanya sekitar 4% berbelanja di retail modern. (Sumber :
http://www.antara jatim.net)

34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten yang
mampu menjadikan daerahnya sebagai pemerintah wirausaha. Hal ini terbukti
dengan banyaknya pencapaian yang berhasil diraih setelah dipimpin oleh
Bupati Abdullah Azwar Anas. Beberapa diantaranya adalah menurunnya
tingkat kemiskinan dan anak putus sekolah di Kabupaten Banyuwangi. Selain
itu, dengan keberhasilan Kabupaten Banyuwangi meraih piala Adipura dalam
kurun waktu 2 tahun berturut-turut yakni pada tahun 2013 dan 2014, cukup
membuat kagum atas kemajuan yang begitu pesat yang diperlihatkan oleh
kepemimpinan Bupati Anas. Karena pada tahun 2010, Kabupaten Banyuwangi
mendapat predikat daerah terkotor kedua di Jawa Timur. Keberhasilan
tersebut tidak lepas dari strategi-strategi yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan yang ada. Diantaranya adalah mengoptimalkan instrumen
teknologi informasi (TI), meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) dan pemberantasan buta aksara, buta tulis, dan buta hitung (Tributa),
serta inovasi di bidang kebersihan dengan pembuatan bank sampah,
pengolahan sampah, pemanfaatan gas metan dan perubahan Ruang Terbuka
Hijau (RTH).

4.2 Saran
Dengan adanya contoh daerah yang berhasil mencapai pemerintah
wirausaha seperti Kabupaten Banyuwangi, diharapkan mampu menjadi
referensi bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk melakukan hal yang
sama. Seperti memperbaiki pelayanan publik yang berorientasi pada kepuasan
masyarakat, menjadikan sistem birokrasi yang fleksibel tetapi masih dalam
koridor undang-undang yang berlaku, serta mampu mengoptimalkan potensi
sumber daya yang ada di daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusianya.

35
Daftar Pustaka

Akadun. 2009. Teknologi Informasi Administrasi. Bandung : Alfabeta.

Ekotama, Suryono. (2010). Cara Gampang Bikin Standard Operating Procedure.


Jakarta: Media Pressindo.

Hardjanto, Untung Sri. 2013. Faktor yang berhubungan dengan keberadaan


streptococcus di udara pada rumah susun kelurahan Bandarharjo kota
Semarang tahun 2013. Semarang : Unnes Journal of Public Health

Indrajit, Richardus Eko. 2005. E-Government in action. Yogyakarta : Andi Offset

Kao, J. 1989. Entrepreneurship, Creativity & Organization.

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor


63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik

Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktek. Edisi
Pertama. Jakarta: Salemba Empat

Muluk, Khairul. 2008. Knowledge Management; Kunci Sukses Inovasi


Pemerintahan Daerah. Malang: Bayu Media.

Muluk, Khairul. 2010. Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah.


Surabaya: ITS Press.

Niode, Idris Yanto. 2012. Pengaruh Kompensasi terhadap Implementasi


Entrepreneurial Government dan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
(Studi pada Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo). Malang :
Universitas Brawijaya

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 Tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah

Wilson, Woodrow. 1887. Study of Administration.

36

Anda mungkin juga menyukai