Disusun Oleh:
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan metode ramah lingkungan
yaitu Microsurfacing tentang bagaimana metode tersebut bekerja, apa saja
campuran yang digunakan dalam metode tersebut dan dampak dari penggunaan
metode tersebut.
BAB 2
ISI
2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 Bahan Microsurfacing
Microsurfacing adalah campuran dari polimer yang terdiri dari emulsi
aspal, agregat mineral, air dan aditif tertentu yang dicampur dan dihamparkan
langsung di atas permukaan jalan dan dilapis dengan menggunakan alat pencampur.
Bahan-bahan campuran microsurfacing yang digunakan adalah sebagai berikut.
2.2.1.2 Agregat
Agregat mineral yang digunakan harus jenis tertentu untuk kebutuhan
tertentu slurry seal. Agregat tersebut harus batu hancur seperti granit, terak, batu
kapur, chat, atau agregat lainnya yang berkualitas tinggi, atau kombinasi keduanya.
Untuk menjamin bahan tersebut 100 persen hancur, induk agregat akan lebih besar
dari batu terbesar di gradasi yang akan digunakan. Agregat halus (crushed) yang
digunakan harus memiliki kurang dari 1,25% penyerapan air. Agregat harus
berwarna abu-abu dan bersih dan bebas dari bahan organik atau zat merusak lainnya
maupun clay balls. Apabila agregat kasar yang digunakan mengandung clay balls,
pekerjaan tersebut harus dihentikan karena harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Tabel 1 Tes Kualitas Agregat
Test Method
Test Specification
AASHTO ASTM
Sand Equivalent Value
of Soils and Fine T 176 D 2419 Minimum 45
Aggregates
Maksimum 15%
Soundness of Aggregates
(Na2SO4)
by Use of Sodium Sulfate T 104 C 88
Maksimum 25% (
or Magnesium Sulfate
MgSO4)
Resistancre to
Degradation of Small
Size Coarse Aggrregate
T 96 C 131 Maksimum 35%
by Abrasion and Impact
in the Los Angeles
Machine
Gradasi
Campuran desain agregat gradasi akan berada dalam salah satu jenis yang
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tipe I
Gradasi agregat ini digunakan untuk mengisi rongga permukaan dan
memberikan perlindungan elemen tersebut. Kehalusan campuran ini
menyediakan kemampuan untuk beberapa penetrasi retak.
2. Tipe II
Gradasi agregat ini digunakan untuk mengisi rongga permukaan, mengatasi
kesesakan permukaan yang lebih parah, segel, dan memberikan pemakaian
permukaan menjadi tahan lama.
3. Tipe III
Gradasi agregat ini memberikan ketahanan selip maksimum dan lapisan
permukaan ditingkatkan. Jenis permukaan microsurfacing ini sesuai untuk
perkerasan berat atau untuk penempatan pada permukaan yang sangat kasar
sehingga membutuhkan ukuran agregat yang lebih besar untuk mengisi
kekosongan.
Menurut Morth agregat yang dihunakan harus batu hancur, atau terak dan
dapat dicampur jika diperlukan, dengan bersih, tajam, bebas dari pasir alami dan
lumpur serta zat organik dan maupun zat merusak lainnya untuk menghasilkan
gradasi yang sesuai kebutuhan dan persyaratan.
2.2.1.4 Air
Air harus bebas dari garam berbahaya dan kontaminan. Jika kualitas air
tersebut masih dipertanyakan, maka harus diserahkan ke laboratorium dengan
bahan baku lainnya untuk desain campuran. Menurut Morth (2005), air yang
digunakan harus berkualitas sehingga aspal tidak akan terpisah dari emulsinya
sebelum slurry seal sampai di tempat.
pH air harus terletak pada kisaran 4 sampai 7, dan jika total padatan terlarut
dalam jumlah air melebihi dari 500 ppm, Engineer dapat menolaknya, atau
memesan kontraktor untuk melakukan uji coba campuran untuk menunjukkan
bahwa hal tersebut tidak menyebabkan pemisahan.
2.2.1.5 Aditif
Aditif dapat digunakan untuk mempercepat atau memperlambat setting
slurry seal. Aditif yang digunakan, dan berbagai fungsi penggunaan aditif tersebut
harus disetujui oleh laboratorium sebagai bagian dari desain campuran.
Beberapa aditif yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kristal aluminium sulfat
2. Amonium sulfat
3. Garam anorganik
4. Aluminium sulfat cair
5. Amina
6. Anti-pengupasan agen
Gambar 1 Pengaruh Antara Suhu dan Breaking Time Emulsi (ISSA 2010a)
2.4 DAMPAK LINGKUNGAN
Bahan buangan yang ditimbulkan oleh microsurfacing lebih rendah
daripada kebanyakan bahan buangan perawatan dan pemeliharaan lain (Takamura
et al . 2001). Gambar 2 berasal dari sebuah studi tentang dampak lingkungan dari
beberapa perawatan perkerasan dan pemeliharaan yang umum digunakan. Studi
mengembangkan “eko-efisiensi” indeks untuk lima kategori yang ditunjukkan pada
gambar dan menemukan bahwa microsurfacing memiliki bahan buangan secara
substansial lebih rendah dari pilihan lain (Takamura et al. 2001). Studi ini tidak
termasuk emisi gas rumah kaca yang berkurang akibat kemampuan microsurfacing
untuk sangat mengurangi penundaan lalu lintas di zona kerja (Johnson et al. 2007).
Selain itu, kategori “potensi resiko” dan “efek kesehatan” tidak termasuk dalam
pengurangan zona kerja resiko kecelakaan yang melekat ke microsurfacing (Erwin
dan Tighe 2008). Oleh karena itu, bahan buangan “sesungguhnya” dari
microsurfacing ini bahkan mungkin lebih kecil jika dibandingkan dengan aspal
hot-mix untuk program perawatan perkerasan dan pemeliharaan. Ketika melihat
pilihan untuk mengatasi perawatan perkerasan dan pemeliharaan masalah, insinyur
dapat menggunakan manfaat lingkungan dan keselamatan microsurfacing mungkin
dapat digunakan untuk mengimbangi peningkatan marginal dalam biaya konstruksi
dibandingkan alternatif lain.
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan penjelasan yang dijabarkan di
atas adalah sebagai berikut.
1. Pengembangan proses baru atau produk memerlukan penelitian dan
pengembangan substansial yang cukup sebelum memungkinkan untuk
pelaksanaan dalam skala besar.
2. Microsurfacing adalah perawatan perkerasan dan alat pemeliharaan dengan
sangat sedikit keterbatasan teknis atau operasional.
3. Satu ton HMA menghasilkan sekitar 5,25 kg karbon yang dapat dihentikan
penggunaan dengan menerapkan microsurfacing.
4. Untuk produksi agregat, kisaran emisi GRK adalah 2,5 sampai dengan 10 kg
CO2/t dan untuk aspal itu adalah 221 kg CO2/t.
5. Bahan buangan microsurfacing terhadap lingkungan dibandingkan dengan
lapisan tambahan hot mix dan polimer hot mix yang dimodifikasi sangat kecil.
6. Keluaran dari gas rumah kaca untuk kinerja struktur yang sama, menghasilkan
energi dan emisi gas rumah kaca (GRK) dapat bervariasi sebanyak 80%.
7. Untuk meminimalkan penggunaan energi dan gas rumah kaca selama masa
hidup perkerasan, semua tindakan perawatan bisa dilakukan oleh
microsurfacing.
3.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan terhadap jurnal ini baik untuk isi maupun
penulisannya adalah sebagai berikut.
1. Metode pelaksanaan yang disampaikan seharusnya lebih diperjelas dan
didetailkan lagi isinya agar pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih
baik.
2. Bahasa yang digunakan terlalu sulit bagi pembaca. Seharusnya penggunaan
bahasa bisa lebih disederhankan agar pembaca dari semua kalangan dapat
mengerti.
3. Penyajian data (termasuk gambar dan tabel) seharusnya lebih diperjelas dan
diperbanyak lagi.
4. Alat-alat yang digunakan seharusnya disertakan dengan gambar dan penjelasan
pada saat pelaksanaan microsufacing.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, T. and S.L. Tighe, “Safety Effect of Preventive Maintenance: A Case Study
of Microsurfacing,” TransportationResearch Record: Journal of the
TransportationResearch Board, No. 2044, Transportation Research Board
of the National Academies, Washington, D.C., 2008, pp. 79–86.
Government of India Ministry of Road Transport and Highways ‘Guidelines for
Investment in Road Sector’ (published in 2011).
Gransberg, D.D., “Life Cycle Cost Analysis of Surface Retexturing with
Shotblasting as a Pavement Preservation Tool,” Transportation Research
Record.
International Slurry Surfacing Association (ISSA), Inspector’s Manual for Slurry
Systems, ISSA, Annapolis, Md.,2010a, 106 pp.
ISSA Design Technical Bulletins (2005), International Slurry Surfacing
Association Journal of theTransportation Research Board, No. 2108,
Transportation Research Board of theNational Academies, Dec. 2009, pp.
46–52.
Ministry Of Road Transport and Highways (MORTH) (2008) Takamura, K., K.P.
Lok, and R. Wittlingerb, “Microsurfacing for Preventive Maintenance:
Eco-Efficient Strategy,” International Slurry Seal Association Annual
Meeting, Maui, Hawaii, 2001, p. 5.