Manajemen Epidemilogi Campak
Manajemen Epidemilogi Campak
MAKALAH CAMPAK
DISUSUN OLEH:
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian campak?
2. Bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?
3. Bagaimana etiologi,dan patofisiologi penyakit campak?
4. Bagaimana masa inkubasi dan diagnosis penyakit campak?
5. Bagaimana cara penularan dan pencegahan penyakit campak?
6. Bagaimana penanggulangan serta pengobatan penyakit campak?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian campak.
2. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak.
3. Untuk mengetahui etiologi, dan patofisiologi penyakit campak.
4. Untuk mengetahui masa inkubasi dan diagnosis penyakit campak.
5. Agar kita mengetahui cara penularan dan pencegahan penyakit campak.
6. Agar kita mengetahui penanggulangan serta pengobatan penyakit campak.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Penyakit campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan
measles dalam bahasa inggris atau dikenal dengan sebutan gabagen (dalam bahasa
Jawa) atau kerumut (dalam bahasa Banjar) atau disebut juga rubeola (nama ilmiah)
merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular, yang di tandai dengan demam,
lemas, batuk, konjungtivitas (peradangan selaput ikat mata /konjungtiva) dan bintik
merah di kulit (ruam kulit)
a. Tahap prepatogenesis
b. Tahap pathogenesis
c. Tahap Akhir/ pasca pathogenesis.
1. Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/ sehat tetapi mereka Pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen Penyakit (stage of
susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi
antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh,
dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman
mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang pejamu. Pada tahap ini belum ada
tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Namun begitu
pejamunya ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat
berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap
pathogenesis.
2. Tahap pathogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu : - Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap
Lanjut, dan –Tahap Akhir.
· Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap
Ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.
· Tahap Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah infeksi, yaitu Berupa :
Panas badan
Nyeri tenggorokan
Hidung meler (coryza)
Batuk (cough)
Bercak koplik
Nyeri otot
Mata merah (conjunctivitis)
· Tahap Lanjut
Munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai Kecil-kecil dan
jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu Seperti pulau-pulau. Ruam umumnya
muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada,
punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak
mencapai puncaknya (bisa mencapai 40C), ingus semakin banyak, hidung semakin
mampat, tenggorokan semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai mata
merah.
3. Tahap akhir/ pasca pathogenesis
Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat
kembali.
Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada,
tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen
berupa cacat.
Carrier, dimana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada
dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
Penyakit tetap berlangsung kronik.
Berakhir dengan kematian.
1. ETIOLOGI
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan paramyxovirus
genus morbilivirus merupakan salah satu virus RNA. Virus ini terdapat dalam darah dan
secret (cairan)nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal
(prodromal) hingga 24 jam setelah timbulnya bercak merah di kulit dan selaput
lendir.
1.1 Bentuk virus
Virus berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan di bungkus oleh
selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid
yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA ),
merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Selubung luar sering
menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar muncul sebagai
hemaglutinin.
Pada temperature kamar virus campak kehilangan 60 % sifat infeksifitasnya selama 3-5
hari pada 37oC waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56oC hanya satu jam. Pada media
protein ia dapat hidup dengan suhu -70oC selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4- 6oC dapat hidup selama 5 bulan. Virus tidak aktif pada PH
asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri dari lemak maka ia termasuk mikroorganisme
yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20 % ether selama 10 menit
dan 50% aseton dalam 30 menit. Dalam 1/4000 formalin menjadi tidak efektif selama 5
hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin mempercepat hilangnya potensi
antigenik.
2. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan
masuk ke system retikulo endothelial, berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke
seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran
cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam
kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi
virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi
virus.
1. Masa inkubasi
Masa tunas/ inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih 10 – 20 hari dan kemudian
timbul gejala-gejala yang di bagi dalam 3 stadium, yaitu :
Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan
mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik
spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu
dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum
pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik spot ini menentukan suatu
diagnose pasti terhadap penyakit campak.
2. Stadium Erupsi
Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-
kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik),
timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul
di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh muka,
dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak
Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan.
adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita,
keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti :
Otitis media akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis
Bronchopneumonia
Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah.
Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi
otitis media purulenta.
Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000
kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke
dalam otak
Enteritis
· Gejala klinis
1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam ( biasanya
tinggi ) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada umumnya anak tampak lemah
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas ( akhir stadium kataral )
4. Pada stadium erupsi timbul ruam ( rash ) yang khas : ruam makulopapular yang
munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka
dan kemudian ke seluruh tubuh.
1. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni, Dimana jumlah leukosit
cenderung menurun disertai limfositosis relative.
2. Pemeriksaan serologic dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement
fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya ras dan puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. Biakan virus ( mahal )
3. Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari
pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit
(terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk
isolasi virus. selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti
banyak pada hapusan mukosa hidung.
1. Cara Penularan
Cara penularan penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita morbili atau
campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus morbili, bisa di
tempat umum, di kendaraan atau dimana saja. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam
waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Masa inkubasi
adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3
tahun, terutama pada anak usia pra- sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah
menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan
terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang
bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah :
a. Pencegahan Primordial
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko,
yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak.
Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
.
b.1. Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak.
Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien campak adalah definisi penyakit
Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya campak dan upaya-upaya
menekan campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan pengenalan
komplikasi Campak
b.2. Imunisasi
1. Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi
aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat
dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus
campak hidup yang dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal
dari virus campak yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur dengan garam al
umunium). Namun sejak tahun
1967, vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak
digunakan lagi, oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat
menimbulkan
gejala atypical measles yang hebat. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dile
mahkan berkembang dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian
menjadi strais Moraten (1968). Dosis baku minimal pemberian vaksin campak yang
dilemahkan adalah 0,5 ml, secara subkutan,namun dilaporkan bahwa pemberian secara
intramuskular mempunyai efektivitas yang sama. Vaksin ini biasanya diberikan dalam
bentuk kombinasi denganondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles,
rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak
vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR,
dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-
6 tahun.
Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis
epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-lain.
Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya aman dan
tetap efektif.
2. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan
dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma
globulin) dengan dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari
sesudah terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan
untuk bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit
serta institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan yang
diharapkan.Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin,
kehamilan imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi
kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, infeksi HIV dengan imunosupresi berat .
b .3. Isolasi
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi
kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami
kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien-pasien dengan
dokter maupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
penyakit campak. Dalam penyuluhan ini hal yang dilakukan adalah :
d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama ilmu.
1. Penanggulangan Campak
Pada sidang CDC/ PAHO / WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit Campak
dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/ reservoir campak hanya pada manusia
serta tersedia vaksin
dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85% dan dirperkirakan
eradikasi dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
World Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya eradikasi
(pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang berbeda-
beda pada setiap tahap yaitu :
a. Tahap Reduksi
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin
dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas campak yang
tinggi. Daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi
penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2
puncak setiap tahun.
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,terjadi penurunan tajam
kasus dan kematian, insidens campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan
interval KLB antara 4-8 tahun.
b. Tahap Eliminasi
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak ditemukan.
Pada siding The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan kesepakatan
Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM).
Kemudian pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun
1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi Campak
tersebut adalah :
a. Imunisasi rutin pada bayi 9 –11 bulan (UCI Desa ≥ 80)
b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi campak pada murid
kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT) pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah
BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada
anak sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada balita.
b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak umur 6 bulan - > 5
tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko tinggi campak.
c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa).
d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa Setiap kejadian luar biasa harus
diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis
pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A
dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi
(program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadian luar biasa :
ü Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap
kejadian luar biasa.
ü Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan dengan cara
kenaikan sebagai berikut :
1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian cakupan
imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3. Pemantauan data kasus campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus campak
menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk melihat dampak
imunisasi campak.
Evaluasi kegiatan reduksi campak dilakukan dengan menggunakan beberapa
indikator yaitu :
a. Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi campak sudah >
90 %.
b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan W2> 90 %.
c. Indikator manajemen kasus campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan CFR < 3%.
d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping hasil Imunisasi di
daerah potensial KLB > 90 %, dan cakupan sweeping vitamin A dosis tinggi > 90 %.
Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi
yang timbul seperti :
Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu
mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, di samping pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu :
· Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.
· Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu., perlu dilakukan koreksi
elektrolit dan ganguan gas darah.
Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan
sampai tiga hari demam reda.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 2. Diskripsi Jenis Kelamin, Umur, Kadar Albumin dan Frekuensi Kejadian Infeksi
campak Tidak campak
Status responden total
N % n %
13 6 5
12 25
Jenis kelamin : laki – laki 8 3 4
9 17
perempuan
Umur : 1-5 tahun 5 2 0 0 5
6-10 tahun 9 4 8 3 17
11-14 tahun 7 3 13 6 20
Status gizi : baik 5 2 4 1 10
Lebih 15 7 17 8 32
1
Frekuensi infeksi : <3 x / 3 0 0 5 2 22
bulan 21 100 16 7 20
≥ 3 x / 3
bulan
Hasil analisis deskriptif untuk jenis kelamin, umur, kadar albumin dan frekuensi
kejadian infeksi dalam 3 bulan terakhir (januari-juni 2008) dikota Kediri dapat dilihat pada
tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita campak adalah laki-laki
(62 %). Sebagian besar penderita campak (81%) mempunyai kadar albumin lebih.
Gambar 1 menampilkan kadar albumin lebih dan normal menurut jenis kelamin.
Gambar 1 Kadar Albumin menurut jenis kelamin anak yang terserang campak
Frekuensi terjadinya infeksi pada anak yang menderita campak dan tidak menderita
campak menurut jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada table 3, yang menunjukkan
bahwa 42 (100 %) anak pernah menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada 3
bulan terakhir dan tidak ada (0%) responden yang menderita Dengue Hemoragie Fever (DHF).
Tampak pula bahwa gejala klinis TBC pernah dialami oleh 21 (50%) responden.
Tabel 3. Frekuensi Kejadian Penyakit Infeksi pada infeksi Anak 1-14 tahun
Hasil uji chi square ( table 4) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi
dengan gejala klinis campak (p =1,00). Hasil uji square (table 5) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara frekuensi kejadian infeksi dengan gejala klinis campak (p=0,048). Besarnya
resiko gejala klinis campak pada anak yang sering mengalami infeksi adalah dua kali lipat
jika dibandingkan dengan anak yang tidak sering mendapatkan infeksi.
Tabel 5. Hubungan Antara Frekuensi Kejadian Infeksi Dengan Kejadian Klinis Campak.
A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui serum darah pada 21 responden
sebagai kasus dan 21 responden sebagai responden control. Didapatkan hasil kadar protein
serum dengan nilai normal dan protein serum lebih. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi
pada 42 responden tersebut baik. Keadaan ini dapat terjadi karena 80% responden berusia
6-14 tahun, yaitu masa sekolah. Anak usia sekolah memiliki pola makan yang selalu ingin
mencoba jenis makanan baru, pemberian makanan dalam bentuk junk food baik di rumah
maupun di sekolah. Makanan tersebut banyak mengandung gula, garam, lemak dan
kolesterol, dan kebutuhan tinggi kalori pada anak memicu tingginya kadar albumin serum (
Muscari, M,2001 ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan
gejala klinis campak. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi anak tidak cukup mampu
untuk melawan infeksi virus. Pertahanan tubuh terhadap infeksi virus
memerlukan pertahanan yang bersifat spesifik, sedangkan protein serum merupakan
pertahan tubuh yang bersifat non spesifik. Kekebalan terhadap infeksi virus didasarkan
pada pembentukan respon imun terhadap antigen khusus yang terletak pada
permukaan partikel virus atau sel yang terinfeksi oleh virus. Virus akan menimbulkan
respon jaringan yang berbeda dari respon terhadap bakteri pathogen. Pada infeksi virus
akan terjadi infiltrasi sel berinti satu dan limfosit. Protein yang disandikan oleh virus,
biasanya protein kapsid, merupakan sasaran dari respon imun.
Sel yang terinveksi oleh virus dapat menjadi lisis oleh limfosit T
sitotoksik yang mengenali polipeptida-poipeptida
virus pada permukaan sel. Imunitas humoral akan melindungi inang terhadap infeksi
ulang oleh virus yang sama (Jawetz, Melnick, Aldelberg’s, 2001).
a. Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah
15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak berdasarkan umur
berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya,
terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat
transmisi virus Campak sangat tinggi.
b. Tempat
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo
Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang tahun, dimana
peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei,
Agustus, September dan oktober.
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus
pertahun.
Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap di Rumah Sakit pada tahun 1982
adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR)
sebesar 4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988 berdasarkan studi kasus di rawat inap di
rumah sakit terjadi peningkatan kasus pada bulan maret,dan mencapai puncak pada bulan
mei,agustus,September dan oktober. Dengan menunjukkan proporsi yang terbesar dalam
golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun,
20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun. Wabah terjadi
pada kelompok anak yang rentan terhadap campak,yaitu daerah dengan populasi balita
banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah serta daerah dengan
cakupan imunisasi yang rendah.
Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan
5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata
cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun)
Selanjutnya kasus campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16
kematian,CFR 0,6%).
Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah
adalah :
a. Faktor Host
1. Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak
sangat besar. Dari hasil penyelidikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan
Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita
yang tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk
terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.
2. Status Gizi
Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
Campak dari pada balita dengan gizi baik.
Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6
tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak
dibanding dengan anak yang status gizinya baik.
b. Faktor Agent
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam secret (cairan) nasofaring(jaringan
antara tenggorokan dan hidung) dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah
timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae,
genus Morbilivirus.
c. Faktor Environment
1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan
kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap
penularan penyakit Campak
Tingkat pengetahuan dari orang tua pun sangat penting dalam penyebaran penyakit ini oleh
karena itu kita perlu memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang penyakit ini,
tentang penyebab, serta proses perjalanan dari penyakit ini. juga tentang cara pencegahan
dan pengobatannya. Dimana kita tahu bahwa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi anak agar tidak mudah timbul
komplikasi yang berat.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi merupakan
penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh
virus RNA dari family paramixoviridae, genus Morbilivirus , yang ditularkan secara droplet.
Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan
stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif,
pasif dan isolasi penderita. Serta pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka
Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada
tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahap ini terjadi
penurunan kasus dan kematian yang tajam, dan interval terjadinya KLB relative lebih
panjang
B. SARAN
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya untuk anak dan balita perlu
mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga status gizi anak pun menjadi lebih baik.
Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter
menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan
anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya
secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke
rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak karena anak atau
balita yang tidak mendapat imunisasi campak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk
terkena penyakit campak dibanding dengan anak atau balita yang mendapat imunisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan
Anak FKUI. Jakarta
http://askep-akper.blogspot.com/2009/11/campak-measles-rubeola.html
http://nurse87.wordpress.com/2011/10/25/askep-morbilicampak-pada-anak/
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-morbili/