Anda di halaman 1dari 54

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yag disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes Scabiei varietas hominis dan produknya (Djuanda, 2008). Skabies

di kenal di Indonesia sebagai penyakit kudis. Kulit terasa sangat gatal di malam hari

dan pada kulit di dapat vesiculae kecil-kecil berisi cairan bening. Kudis ini di

sebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabiei yang memasuki kulit, memakan jaringan kulit

dan menaruh telur-telurnya di dalam kulit. Telur akan menetas dalam waktu 4-8 hari,

dan nymphanya menjadi dewasa dalam waktu dua minggu. Karena gatalnya penderita

Universitas Sumatera Utara


terus menggaruk-garuk kulitnya dan sebagai akibatnya seringkali menjadi infeksi

sekunder (Slamet, 2009).

Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi terhadap Sarcoptes sabies varian hominis dan produknya. Penyakit ini

sering juga disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch, Gudikan, Gatal

Agogo, Budukan atau Penyakit Ampera (Handoko, 2008).

Skabies adalah penyakit kulit yag disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap tungau Sarcoptes Scabiei varietas horminis. Wabah skabies pernah terjadi

pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian menghilang dan timbul lagi

pada tahun 1965, hingga kini penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya

tetap tinggi (Juanda, 2009).

Skabies didapat terutama di daerah kumuh dengan keadaan sanitasi yang

sangat jelek. Reserfoir skabies adalah manusia, penularan terjadi secara langsung dari

orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian. Hal ini dipermudah oleh

keadaan air bersih yang kurang jumlahya. Oleh karena itu skabies juga banyak didapat

sewaktu terjadi peperangan (Slamet, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies terdapat di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat

pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberadaan penyakit ini antara lain, sosial ekonomi rendah, hygiene yang buruk,

promiskuitas seksual, kepadatan penduduk dan kesalahan diagnosis dari dokter yang

Universitas Sumatera Utara


memeriksa. Diantara faktor di atas kepadatan penduduk merupakan faktor terpenting

dalam penyebaran skabies (Burkhart, 2009).

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di

beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi Skabies sekitar 6%-27%

populasi umum, dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Dari suatu survei

yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa di sepanjang sungai Ucayali, Peru,

ditemukan beberapa desa dimana semua anak-anak dari penduduk asli desa terebut

mengidap skabies. Behl (1985) menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak

di desa-desa Indian adalah 100% (Meinking, 1988). Di Sentiago, Chili, insiden

tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paulo,

Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak di bawah 9 tahun. Di India , Gulati

melaporkan prevalensi tertingi pada anak usia 5-14 tahun. Hal ini berbeda dengan

laporan Srivasvata yang menyatakan prevalensi tertinggi terdapat pada anak di bawah

5 tahun. Di negara maju, prevalensi skabies sama pada semua golongan umur

(Burkhart, 2009).

Menurut penelitian Atmaprawira (1982), prevalensi skabies sangat tinggi pada

lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang

kurang memadai. Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di

kepulauan San Blas, Panama. Penduduk di daerah ini hidup dalam lingkungan yang

padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama di

dapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu kelompok dan pada kelompok

yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau yang lebih besar

Universitas Sumatera Utara


berpenduduk 2000 orang. Pada survei ini di temukan bahwa 90% penduduk penderita

skabies. Pada tahun 1986 survei di desa Indian lainnya yang berpenduduk 756 orang

didapatkan bahwa prevalensi skabies pada bayi yang berumur kurang dari 11 tahun

adalah 84%.

Menurut Djuanda (2008), ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi

epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang penyakit ini, antara lain: sosial

ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya

promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta ekologik.

Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P. H. S. (Penyakit akibat hubungan seksual).

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh

Indonesia pada tahun 1986 adalah 4.6%-12.95% dan skabies menduduki urutan ke tiga

dari duabelas penyakit kulit tersering. Di bagian kulit dan kelamin FKUI/RSCM pada

tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5.77% dari seluruh kasus

baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3.9%.

2.1.3. Cara Penularan (Transmisi)

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur

bersama dan hubungan seksual.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan

lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes Scabiei betina yang sudah dibuahi atau

kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes Scabiei var. animalis yang

Universitas Sumatera Utara


kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak

memelihara binatang peliharaan misalnya anjing (Sungkar, 2009).

Penularan dapat terjadi dengan berpindahnya kutu-kutu tersebut secara

langsung dari kulit penderita ke kulit orang lain. Walaupun demikian penularan dapat

terjadi secara tidak langsung, misalnya kutu itu menempel pada pakain penderita,

sprei, tempat tidur, handuk dan sebagainya. Dari barang-barang ini kutu berpindah

tempat ke orang lain. Kesempatan untuk berpindah tersebut besar sekali, sebab kutu

masih bias hidup pada barang-barang diatas selama kira-kira dua hari (Ronald, 2005).

Penularan penyakit dari orang ke orang merupakan bentuk yang sangat penting

Karena sifat penyakit ini lebih sering mewabah dan mudah menyebar dalam

masyarakat. Melihat sifatnya, maka penyakit yang menular dari orang ke orang

mempunyai tiga sifat utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus meliputi waktu

generasi, kekebalan masyarakat serta angka serangan sekunder (Noor, 2000).

2.1.4. Etiologi

Sarcoptes Scabiei termasuk filum arthropoda, kelas arachnida, ordo

ackarima, super famili sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei

var.horminis. Selain itu terdapat Sarcoptes Scabiei yang lain, misalnya pada kambing.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya

cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan

tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350

mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.

Universitas Sumatera Utara


Bentuk dewasa mempunyai empat pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat

dan dua pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang

jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat

perekat (Djuanda, 2008).

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut: setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa

hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi

menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari

sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-

50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,

biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.

Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari

larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4

pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari bentuk telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8-12 hari (Djuanda, 2008).

2.1.5. Patogenesis

Tungau betina yang telah di buahi mempunyai kemampuan untuk membuat

terowongan pada kulit sampai di perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum

dengan kecepatan 0.5-5 mm perhari. Di dalam terowongan ini tungau betina akan

bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari. Seekor tungau betina dapat bertelur sebanyak

40-50 butir semasa siklus hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30 hari. Telur akan

Universitas Sumatera Utara


menetas dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva yang mempunyai tiga pasang kaki.

Setelah tiga hari larva kemudian menjadi nimfa dengan empat pasang kaki dan

selanjutnya menjadi tungau dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai

dengan dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari. Pada suhu kamar (21˚ C dengan

kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar penjamu selama 24-36

jam (Boediardja, 2004).

Masuknya Sarcoptes Scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan

gejala pruritus. Rasa gatal timbul satu bulan setelah infestasi primer serta adanya

infestasi kedua sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang

di hasilkannya di terowongan bawah kulit. Sekret dan ekskreta yang dikeluarkan

tungau betina bersifat toksik atau antigenik. Diduga bahwa terdapat infiltrasi sel dan

deposit IgE di sekitar lesi kulit yang timbul. Pelepasan IgE akan memicu terjadinya

reaksi hipersensitivitas, meskipun hal ini masih belum jelas (Boediardja, 2004).

Dalam suatu penelitian dilaporkan terdapat peningkatan jumlah sel mas,

khususnya pada malam hari, di daerah lesi. Hal ini berperan pada timbulnya gejala

klinis dan perubahan histologis. Pada bayi dan anak sebagai kelompok yang paling

banyak mengalami skabies, selain faktor imunitas yang belum memadai faktor

penularan dari orangtua, terutama ibu, serta faktor anak yang sudah mulai beraktivitas

di luar rumah dan di sekolah juga ikut berperan terhadap timbulnya skabies

(Boediardja, 2004).

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya tungau skabies, tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi

Universitas Sumatera Utara


terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah

infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya

papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,

krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2008).

2.1.6. Gejala Klinis

Gejala yang mudah dikenali adalah gatal-gatal, terutama pada malam hari,

yaitu pada saat kutu-kutu jantan berkeliaran kemana-mana, kemudian pada tempat-

tempat kegemarannya timbul bintik-bintik padat, gelembung-gelembung, bidur dan

bisa bermacam-macam ujud kelainan kulit yang lain (Ronald, 2005).

Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada

malam hari (pruritus nokturnal) atau bila cuaca panas serta berkeringat, oleh karena

meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh meningkat. Rasa gatal disertai gejala

lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersensitisasi oleh produk tungau dibawah

kulit (Boediardja, 2004).

Lesi yang timbul di kulit pada umumnya simetris dan tempat predileksi utama

adalah sela jari tangan fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, areola mamae,

umbilikus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Pada anak-anak usia

kurang dari dua tahun, lesi cenderung di seluruh tubuh, terutama kepala, leher, telapak

tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar predileksi lesi menyerupai

orang dewasa. Pada bayi, lesi dapat ditemukan di muka dan kulit kepala, terutama

yang minum air susu ibu (ASI) dari ibu yang menderita skabies (Boediardja, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Pada kulit akan terlihat papu-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai

gejala awal infestasi. Tetapi karena sangat gatal dan akibat garukan dapat timbul erosi,

pustule, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder yang menyebabkan gambaran lesi

primer tersebut manjadi kabur dan tidak khas lagi. Juga dapat tampak vesikel di

sepanjang terowongan yang pada bagian ujungnya biasanya dapat ditemukan tungau

(Boediardja, 2004).

Menurut Djuanda (2008), ada empat tanda kardinal, yaitu:

1. Pruritus nokturna, adalah gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga,

biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah

kampung yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan

diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh

anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak

memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna

putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1

cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papula atau vesikel. Jika timbul infeksi

sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lain-lain).

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang

tipis, yaitu: sela-sela jari tngan, pergelngan tangan bagian volar, siku bagia luar,

lipatan ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genetalia

Universitas Sumatera Utara


eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak kaki

dan telapak tangan.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu

atau lebih stadium hidup tungau ini.

2.1.7. Pembantu Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat gatal pada malam

hari yang menyebabkan lesu dan tampak lelah akibat kurang tidur, distribusi lesi yang

khas, riwayat gatal/lesi yang sama pada angota keluarga lainnya, serta gejala cepat

hilang setelah pemberian obat anti scabies (Boediardja, 2004).

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan

mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Kerokan kulit

Minyak mineral diteteskan diatas papul atau terowongan baru yang masih utuh,

kemudian dikerok dengan menggunakan skalpel steril untuk mengangkut atap

papul tersebut, lalu diletakkan di atas gelas objek, ditutup dengan gelas penutup,

dan periksa di bawah mikroskop. Hasi positif jika tampak tungau, telur, larva,

nimfa atau skibala.

2. Mengambil tungau dengan jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu digerakkan

secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsi

Universitas Sumatera Utara


Mencari terowongan yang dicurigai, kemudian dengan hati-hati diiris pada puncak

lesi dengan skalpel yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi

dilakuakan sangat superfisial sehingga tidak terjadi pendarahan dan tidk

memerlukan anastesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu

diteteskan minyak mineral dan periksa dibawah mikroskop.

4. Tes tinta burrow

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol.

Jejak terowongna akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok

karena adanya tinta yang masuk.

5. Kuretasi terowongan

Kuretasi superfisial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu

kerokkan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral.

6. Tetrasiklin topikal

Larutkan tetrasiklin, lalu dioleskan pada terowongan yang dicurigai, setelah lima

menit dikeringkan dengan menggunakan isopropil alkohol. Tetrasiklin akan

berpenetrasi kedalam kulit melalui stratum korneum sehingga terowongan akan

tampak dengan penyinaran lampu sebagai garis lurus berwarna kuning kehijauan.

7. Apusan kulit

Kulit dibersihkan, kemudian dengan gerakan cepat solatip diletakkan diatas lesi

dan diangkat. Selotip lalu diletakkan di atas gelas objek kemudian diperiksa

dibawah mikroskop.

8. Menggunakan epiluminescence dermatoscopy

Universitas Sumatera Utara


Teknik ini memeriksa kulit secara rinci mulai dri lapisan atas sampai ke papila

dermis. Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam beberapa menit. Cara ini khusus

digunakan pada anak-anak, orangtua dan pasien imunodefisiensi.

Menurut Djuanda (2008), cara menemukan tungau, adalah sebagai berikut:

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau

vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca obyek, lalu ditutup

dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya.

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih

dan dilihat dengan kaca pembesar.

3. Dengan membuat biopsi irisan, caranya: lesi di jepit dengan 2 jari kemudian dibuat

irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan.

2.1.8. Diagnosis Pembanding

Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut The Great

Imitator. Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan

keluhan pruritus, yaitu dermatosis atopik, dermatitis kontak, purigo, urtikaria popular,

pioderma, pedikulosis, dermatosis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus,

penyakit darier, gigitan serangga, mastositosis, utikaria, dermatisis eksematoid

infeksiosa, pruritis karena penyakit sistematik, dermatosis pruritik pada kehamilan,

sifilis dan vaskulitis (Sungkar, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan The Great

Imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.

Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, predikulosis korporis, dermatitis dan lain-

lain (Djuanda, 2008).

2.1.9. Bentuk-bentuk Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya

sehingga disebut sebagai The great imitator. Terdapat beberapa bentuk-bentuk skabies

yang mana bentuk-bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara lain :

(Sungkar, 2000)

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit

jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang

penderita skabies menemukan hanya 7 % terowongan.

2. Skabies in cognito

Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala

dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa

terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,

distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit gatal lain.

3. Skabies nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada nodus

biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal

dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau

Universitas Sumatera Utara


skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.

Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun

meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.

4. Skabies yang ditularkan melalui hewan

Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan

skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan

genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering

kontak/memeluk binatang kesayangan yaitu paha, perut, dada, dan lengan. Masa

inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara

(4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. Binatang tidak dapat

melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

5. Skabies norwegia

Skabies norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,

skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya

kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki

yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada

penderita scabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular

Karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies

Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga system imun tubuh gagal

membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah.

Pada penderita kusta, skabies Norwegia mungkin terjadi akibat defisiensi

imunologi, terutama pada tipe kusta lepromatosa. Selain itu terjadi gangguan

Universitas Sumatera Utara


neurologik yang menyebabkan gangguan persepsi gatal dan anestasi terutama pada

jari tangan dan kaki. Pada penderita kusta juga terjadi kontraktur pada jari-jari

tangan sehingga penderita tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik.

6. Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,

leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa

impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi

di muka sering terjadi.

7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat

tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

2.1.10. Pencegahan

Hal yang penting dalam upaya pencegahan adalah kebersihan diri. Kebiasan

mencuci tangan, kaki atau mandi yang teratur dua kali sehari merupakan upaya

kebijaksanaan mencegah penyakit kulit ini, dan perlu juga memperhatikan gizi

makanan. Repotnya tentu saja daerah-daerah yang rawan air, sehingga tidak

memungkinkan untuk mandi setiap hari. Kondisi semacam ini perlu dipikirkan dan

dicarikan jalan keluarnya (Ronald, 2005).

Idealnya, pakaian, sprei, handuk dan sebagainya dicuci dengan baik, yaitu

digodok supaya kutu-kutu itu benar-benar mati. Disamping itu, jangan berkontak

secara langsung dengan penderita dan jangan saling pinjam-meminjam pakaian atau

perlengkapan lain. Bagi keluarga yang sudah menderita skabies, seharusnya

Universitas Sumatera Utara


pengobatan diberikan secara masal dalam suatu keluarga atau satu rumah, tidak boleh

ada satupun penderita, ini akan menjadi sumber penularan kembali (Tabri, 2004).

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2002), pencegahan

dilakukan dengan melakukan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau

menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat,

memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan membantu masyarakat

(empowerment) sebagai suatu upaya membantu masyarakat mengenali dan mengatasi

masalahnya sendiri dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara

hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan.

2.1.11. Pengobatan

Menurut Djuanda (2008), syarat obat yang ideal adalah sebagai berikut:

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau

2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian

4. Mudah diperoleh dan harganya murah.

Menurut Djuanda (2008), cara pengobatannya adalah jenis obat topikal:

1. Belerang Endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau

krim. Preparat ini karena tadak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya

tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain adalah berbau dan

mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada

bayi yang berumur kurang dari 2 tahun.

Universitas Sumatera Utara


2. Emulsi Benzyl-Benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap

malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menimbulkan iritasi dan

kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3. Gama Benzene Heksa Klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam bentuk

krim atau losion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,

mudah digunakan dan jarang menimbulkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada

anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik terhadap susunan sarap

pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali masih ada gejala diulangi seminggu

kemudian.

4. Kotamiton 10% dalam bentuk krim atau losion, juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata,

mulut dan uretra.

5. Permetrin dengan kadar 5% dalam bentuk krim, kurang toksik dibandingkan

dengan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasinya hanya sekali dan dihapus

setelah 10 jam. Bila belum sembuh di ulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan

pada bayi di bawah umur 2 bulan.

Menurut Boediardja (2004), ada beberapa macam obat anti skabies, yaitu:

1. lindane (Gama Benzene Heksa Clorida = GBHC)

Tersedia dalam bentuk krim atau lation 1%. Dioleskan dan dibiarkan pada kulit

selama 12-24 jam, lalu di cuci bersih. penggunaannya hanya satu kali dan dapat

diulang satu minggu kemudian, dengan maksimum pengobatan dua kali dengan

interval satu minggu.

Universitas Sumatera Utara


2. Permetrin

Tersedia dalam bentuk krim atau lation 5%. Dioleskan keseluruh tubuh dan

diamkan selama 8-12 jam, kemudian cuci bersih dan dapat diulangai satu minggu

kemudian. Tidak dianjurkan pada bayi dan ibu menyusui. Efek samping terasa perih

dan seperti rasa terbakar.

3. Krotamiton (crotonyl-N-ethyl-O-toluidine)

Tersedia dalam bentuk krim atau lation 10%. Dioleskan keseluruh tubuh selama

dua malam, kemudian dicuci bersih. tidak mempunyai efek sistemik, serta aman

pada bayi dan ibu hamil.

4. Sulfur

Dioleskan pada badan dan seluruh ekstremitas selama tiga hari berturut-turut,

kemudian mandi dan cuci bersih. Dapat diulangi penggunaannya setelah satu

minggu.

5. Benzyl benzoate

Dioleskan dan dibiarkan pada kulit selama 24 jam, setiap 2-3 hari berturut-turut

dengan interval satu minggu.

6. Ivermektin

Diberikan secara oral dengan dosis tunggal 200 mg/kgBB, dianjurkan pada anak

usia lebih dari 5 tahun. Juga tersedia formulasi topikal yang epektif akan tetapi

sering memberikan efek samping berupa dermatitis kontak dan nekrolisis epidermal

toksik.

2.1.12. Komplikasi

Universitas Sumatera Utara


Karena rasa gatal yang merangsang pasien untuk menggaruk sehingga dapat

terjadi infeksi sekunder pada lesi skabies. Bila infeksi disebabkan oleh S. pyogenes

maka dapat terjadi glomerolunefritis akut (GNA). Hal lain yang mungkin timbul

adalah penyakit menjadi kronik oleh karena salah diagnosis dan salah penanganan.

2.2. Karakteristik Individu

Beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi resiko terhadap kejadian

penyakit skabies adalah:

1. Umur

Umur adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan

perkembangan, lamanya orang hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan

sampai berulang tahun terakhir (Hurlock, 1998).

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah gender yang membedakan antara laki-laki dan perempuan,

yang dapat diketahui sejak lahir ke dunia.

3. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

memepengaruhi orang lain baik secara kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Yang diharapkan

dari pendidikan itu sendiri adalah setiap individu mampu untuk meningkatkan

kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).

4. Pekerjaan

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan adalah kegiatan formal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kebahagian tergantung pada kesesuaian besar luasnya cakupan bakat dan minat

dengan tugas yang diemban, artinya makin cocok bakat dan minatnya dengan jenis

pekerjaan yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh

(Hurlock, 1998).

2.3. Sanitasi Lingkungan Rumah

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003).

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah

atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan, sampai

pada abad modren ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya)

bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba modern (Notoatmodjo, 2003).

Menurut WHO lingkungan rumah adalah suatu struktur fisik dimana orang

menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga

semua fasilitas dan pelayanan yang di perlukan, perlengkapan yang berguna untuk

kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu,

oleh karena itu sanitasi lingkungan rumah merupakan suatu hal yang sangat penting

bagi kesehatan penghuninya (Walton, 1991)

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada didalam rumah.

Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, lantai, dinding, suhu,

Universitas Sumatera Utara


kelembaban, pencahayaan serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Rumah

yang ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan kekurangan

oksigen menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinya

penyakit (Notoatmodjo, 2010).

Pengertian perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan keluarga

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan pemukiman

merupakan bagian dari lingkungan hidup baik kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang

mendukung perikehidupan. Untuk menciptakan satuan lingkungan pemukiman

diperlukan kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan

tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi kesehatan

(Mukono, 2011).

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

optimum sehingga berpegaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimum pula.ruang lingkup kesehatan lingkungan terebut mencakup: perumahan,

pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah,

pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat

berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku,

geografi dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan/ pemukiman di pengaruhi

Universitas Sumatera Utara


oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kwalitas lingkungan perumahan tersebut,

antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang

terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu

dan keluarganya (Mukono, 2011).

Skabies didapat terutama di daerah kumuh dengan keadaan sanitasi lingkungan

rumah yang sangat jelek. Reserfoir skabies adalah manusia, penularan terjadi secara

langsung dari orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian. Hal ini

dipermudah oleh keadaan air bersih yang kurang jumlahya. Oleh karena itu skabies

juga banyak didapat sewaktu terjadi peperangan (Slamet, 2009).

Mengingat begitu luas dan kompleksnya faktor sanitasi ligkungan rumah,

dengan keterbatasan kemampuan dan waktu maka penulis akan memfokuskan kepada

3 aspek sanitasi lingkungan rumah yaitu: kepadatan penghuni rumah, kelembaban, dan

ketersediaan air bersih (kuantitas dan kualitas air), yang diduga berpengaruh terhadap

kejadian skabies.

1. Kepadatan Penghuni

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan

jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan

hunian untuk seluruh perumahan biasa di nyatakan dalam m² per orang. Luas

minimum per orang sangat relatif, tergantug dari kwalitas bangunan dan fasilitas yang

tersedia. Untuk perumahan sederhana minimal 4 m² per orang. Untuk kamar tidur di

perlukan minimum 3 m² per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak di huni≥ 2 orang

kecuali untuk sumi istri dan anak di bawah 2 tahun. Apabila ada anggota keluarga

Universitas Sumatera Utara


yang menerita penyakit menular sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga

lainnya (Kepmenkes, 1999).

Skabies terdapat di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat

pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya. Faktor-faktor yang memengaruhi

keberadaan penyakit ini antara lain, sosial ekonomi rendah, hygiene yang buruk,

promiskuitas seksual, kepadatan penduduk dan kesalahan diagnosis dari dokter yang

memeriksa. Diantara faktor di atas kepadatan penduduk merupakan faktor terpenting

dalam penyebaran skabies (Burkhart, 2009).

Skabies menduduki peringkat ke tujuh dari sepuluh besar penyakit utama di

puskesmas dan menempati urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering di

Indonesia. Faktor-faktor yang memengaruhi tingginya insiden skabies antara lain,

sosial ekonomi, higiene dan kepadatan penduduk (Burkhart, 2009).

Tabel 2.1. Perbandingan Jumlah Kamar dan Penghuni dalam Rumah

Jumlah Kamar Jumlah Orang


1 2
2 3
3 5
4 7
5 10
Kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal
bersama di dalam satu rumah atau sekitar 5 m² per orang (Chandra, 2007).
2. Kelembaban

Kelembaban udara adalah persentase jumlah kandungan air dalam udara.

Kelembaban terdiri dari dua jenis yaitu kelembaban absolut dan kelembaban nisbi.

Kelembaban absolut berat uap air per unit volume udara. Sedangkan kelembaban nisbi

Universitas Sumatera Utara


adalah banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap

air pada saat udara jenuh pada uap air pada temperatur tersebut (Suryanto, 2003).

Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara.

Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu

udara, maka kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban yang standar

apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban merupakan sarana

baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban rumah yang tinggi dapat

memengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan

tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat

meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi

40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Suryanto, 2003).

Persyaratan kesehatan untuk kesehatan di lingkungan industri adalah berkisar

antara 40-60%. Bila kelembaban udara ruang kerja > 60% perlu menggunakan alat

dehumidifier dan bila kelembaban udara ruang kerja < 40% perlu menggunakan

humidifier, misalnya mesin pembentuk aerosol (Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002).

3. Ketersediaan Air Bersih

Air merupakan molekul yang sagat esensial bagi kehidupan semua makhluk

hidup, termasuk manusia. Hampir semua organisme hidup hanya dapat bertahan dalam

periode waktu yang pendek tanpa air. Syarat kuantitas dan kualitas merupakan syarat

yang harus dipenuhi dalam pemenuhan kebutuhan air (Depkes RI, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Bagi kehidupan makhluk, air bukanlah merupakan hal yang baru, karena kita

ketahui bersama tidak satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air.

Oleh sebab itu air dikatakan sebagai benda mutlak yang harus ada dalam kehidupan

manusia. Tubuh manusia mengandung 60-70% air dari seluruh berat badan, air di

daerah jaringan lemak terdapat kira-kira 90% (Soemirat, 2001).

Kuantitas air yang diperlukan untuk berbagai penggunaaan oleh masyarakat

sangat berseda-beda tergantung pada tingkat sosial budaya, suhu atau iklim dan

ketersediaannya yang ditentukan berbagai faktor. Syarat kualitas air meliputi

persyaratan fisik, kimiawi, bakteriologis dan radio aktif. Syarat-syarat tersebut

merupakan satu kesatuan, jadi jika ada satu parameter saja yang tidak memenuhi

syarat, maka air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Pemkaian air minum yang

tidak memenuhi baku kualitas air tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan dari

segi kesehatan, estetika dan ekonomis (Depkes RI, 2005).

Masyarakat selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam kehidupan

sehari-hari, air juga digunakan untuk produksi pangan yang meliputi perairan irigasi,

pertanian, mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk minum ternak. Banyaknya

pemakaian air tergantung kepada kegiatan yang dilakukan sehari-hari, rata-rata

pemakaian air di Indonesia 100 liter/orang/hari dengan perincian 5 liter untuk air

minum, 5 liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45

liter digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan manusia,

karena tanpa air manusia tidak dapat hidup. Namun demikian air dapat menjadi

malapetaka, bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar baik kuantitas maupun

Universitas Sumatera Utara


kualitasnya. Pertumbuhan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan pencemaran

sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan tertentu sulit diperoleh

(Raini, 2004).

Selain sebagai komponen lingkungan, air juga merupakan zat yang paling

penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita

terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa

minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan

membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan

industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain.

Air yang diperuntukkan bagi manusia harus berasal dari sumber yang bersih

dan aman, yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Dimana kualitas air adalah

kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan syarat-syarat tertentu dan

metode tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor

416/Menkes/Per/IX/1990. Syarat-syarat kualitas air meliputi:

1. Syarat fisik

a. Tidak berwarna

Air untuk rumah tangga harus jernih, air yang berwarna berarti mengandung

bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan (Slamet, 2007).

b. Tidak berbau

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-

bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air baik yang

hidup maupun yang sudah mati (Slamet, 2007).

c. Tidak berasa

Universitas Sumatera Utara


Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam, manis, pahit

atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin

disebabkan oleh garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa

asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Slamet,

2007).

d. Suhu

Air yang baik harus memiliki suhu yang sama dengan suhu udara (20-29 ºC).

air yang secara mencolok mempunyai suhu diatas atau dibawah suhu udara

berarti mengandung zat-zat tertentu yang mengeluarkan atau menyerap energi

dalam air.

e. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel

bahan padatan sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Bahan-

bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi tanah liat, lumpur, dan bahan-

bahan anorganik (Slmaet, 2007).

Sedangkan menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002, persyaratan fisik air adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisik

No Parameter Satuan Kadar maksimum Keterangan


1 Warna TCU 15
2 Rasa - - Tidak berasa
3 Bau - - Tidak berbau
4 Suhu ºC ± 3 ºC
5 Kekeruhan NTU 5
Sumber: Depkes RI, 2002

2. Syarat kimia

Universitas Sumatera Utara


Air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak tercemar secara berlebihan

oleh zat-zat kimia maupun mineral karena selain menimbulkan gangguan

kesehatan juga merusak instalasi penyediaan air bersih (Slamet, 2007).

3. Kesadahan

Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion

(kation) logam valensi dua. Ion-ion semacam itu mampu bereaksi dengan sabun

membentuk kerak air. Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari

kontaknya dengan tanah dan permukaan batuan. Pada umumnya air sadah berasal

dari daerah dimana lapis tanah atas (topsil) tebal, dan ada pembentukan batu kapur

(Sutrisno, 2006).

4. Syarat mikrobiologi

Air sebaiknya tidak mengandung bakteri pathogen dan tidak boleh mengandung

bakteri golongan coli yang mengganggu kesehatan. Standar yang dipakai adalah

total bakteri Coliform dengan batas tidak boleh lebih dari 1 coli/100 ml air

(Sutrisno, 2006).

5. Syarat radioaktif

Yaitu adanya batas tertinggi yang diperkenankan adanya aktivitas Alpha (Gross

Alpha Activity) tidak boleh lebih dari 0,1 Bq/L dan aktivitas Beta (Gross Beta

Activity) tidak boleh lebih dari 0,1 Bq/L (Slamet, 2007).

Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan

kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Penyakit yang menyerang

manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung

melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterbone disease

Universitas Sumatera Utara


atau water-related disease. Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan

dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya.

Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007):

1. Water borne disease, yaitu jika kuman pathogen yang terdapat dalam diminum

oleh manusia sehinggga terjadi penjangkitan penyakit pada orang yang meminum

air dimaksud, misalnya penyakit cholera, thypus abdominalis, hepatitis, dan

disentri baselir. Pengawasan terhadap penularan penyakit ini sangat diperlukan

terutama pengawasan terhadap penggunaan air bersih

2. Water based disease, yaitu penularan penyakit yang berkaitan erat dengan

penggunaan untuk membersihkan alat-alat misalnya alat dapur, alat makan dan

pembersihan alat lain. Penularan penyakit dengan cara water based ini antara kain

infeksi saluran pencernaan, infeksi kulit seperti skabies dan selaput lendir.

3. Water washed disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui

persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya schistosomiasis

4. Vektor-vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit yang

berkembang biak dalam air, misalnya malaria, demam berdarah, yellow fever dan

trypamosomiasis.

Penyakit yang disebabkan oleh air hanya dapat menular apabila

mikroorganisme penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang

dapat menyebar lewat air sangat banyak macamnya, antara lain virus, bakteri,

protozoa, dan metozoa.

Universitas Sumatera Utara


Menurut effendi (2003), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh

senyawa kimia lain, karakteristik tersebut antara lain:

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0 ºC (32 ºf) – 100 ºC, air

berwujud cair.

2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai

penyimpan panas yang sangat baik.

3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah

perubahan air menjadi uap air.

4. Air merupakan pelarut yang baik.

5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.

6. Air merupkan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.

2.4. Rumah Sehat dan Persyaratannya

Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang di lengkapi dengan

berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah,

sumber air bersih, lampu jalan, lapangan tempat bermain anak-anak, sekolah, tempat

ibadah, balai pertemuan dan pusat kesehatan masyarakat serta harus bebas banjir.

Standart arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum (public housing) pada

dasarnya di tuju untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam betuk

desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan

keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat (healt ) dan

menyenagkan (comfortable) (Chandra, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Recidential Environment

dari WHO (1974), antara lain: 1) Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin

dan berfungsi sebagai tempat istirahat, 2) menpunyai tempat-tempat untuk tidur,

masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi, 3) dapat melindungi dari bahaya

kebisingan dan bebas dari pencemaran, 4) bebas dari bahan bangunan yang berbahaya,

5) terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari

gempa, keruntuhan dan penyakit menular, 6) memberi rasa aman dan lingkungan

tetangga yang serasi (Chandra, 2007).

Sementara itu, kriteria rumah sehat menurut Wislow, antara lain: 1) Dapat

memenuhi kebutuhan fisiologis, 2) dapat memenuhi kebutuhan fsikologis, 3) dapat

menghindarkan dari terjadinya kecelakaan, 4) dapat menghindarkan dari terjadinya

penularan penyakit (Chandra, 2007).

Di Indonesia, terdapat suatu kriteria untuk rumah sehat sederhana (RSS), yaitu:

1) Luas tanah antara 60-90 m², 2) luas bangunan antara 21-36 m², 3) memiliki fasilitas

kamar tidur, WC (kamar mandi) dan dapur, 4) berdinding batu bata dan berplester, 5)

memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek, 6) memiliki sumur

atau air PAM, 7) memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt, 8) Memiliki bak sampah

dan saluran air kotor (Chandra, 2007).

Kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkunagn, antara lain: 1)

Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun, 2) memiliki

tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik, 3) dapat mencegah

terjadinya perkembangbiakan vector penyakit, seperti nyamuk, tikus, lalat dan

Universitas Sumatera Utara


sebagainya, 4) letak perumahan jauh dari pencemaran (misalnya kawasan industri)

dengan jarak minimal sekitar 5 kilometer dan memiliki daerah penyangga atau daerah

hijau (green belt) dan bebas banjir (Chandra, 2007).

Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.

Menurut Permenkes No. 829/1999 rumah dikatakan sehat apabila memenuhi 4

persyaratan pokok berikut ini:

a. Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang gerak

yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu

b. Memenuhi kebutuhan fsikologis seperti “priface” yang cukup dan komunikasi

yang baik antar penghuni rumah

c. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi penyediaan

air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas dari vektor

penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar matahari yang

cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari pencemaran serta

pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang berasal dari

dalam maupun dari rumah.

Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau

belakang). Di samping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan

tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni: 1)Gudang: Tempat penyimpanan hasil panen,

dapat merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan sendiri, 2)

Kandang ternak: Merupakan bagian hidup dari petani, kadang-kadang ternak tersebut

Universitas Sumatera Utara


di taruh di dalam rumah, hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan

sumber penyakit. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah

tinggal, atau di buat kandang sendiri (Notoatmodjo, 2003).

2.5. Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Pantai

Menurut E. B. Tylor (2009), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang

meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, adat-istiadat dan

kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota

masyarakat. Sedangkan menurut R. Linton (2009), kebudayaan adalah konfigurasi

tingkahlaku yang dipelajari dan hasil tingkahlaku yang dipelajari, dimana unsur

pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya (Setiadi,

2009).

Menurut para ahli antropologi terkemuka yaitu: Melville J Herkovits dan

Bronislaw Mlinowski (Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto)

mengemukakan pengertian cultural determinism, yang berarti bahwa segala sesuatu

yang terdapat didalam masyarakat ditentukan adanya kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu. Kemudian Herkovits memandang kebudayaan turun temurun dari

generasi kegenerasi tetep hidup terus, meskipun orang-orang menjadi anggota

masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran (Depkes RI,

1996).

Masyarakat Pesisiran menunjukkan beberapa ciri. Sikapnya cenderung lugas,

spontan, tutur kata yang digunakan cenderung menggunakan bahasa daerah.

Universitas Sumatera Utara


Keseniannya relatif kasar dalam arti tidak rumit, corak keagamaannya cenderung

Islam puritan, dan mobilitasnya cukup tinggi. Di samping itu cara hidup orang Pesisir

cenderung boros dan menyukai kemewahan, dan suka pamer. Dalam menghadapi atau

menyelesaikan masalah cenderung tidak suka berbelit-belit. Corak berkehidupan

sosialnya cenderung egaliter. Mereka lebih menghormati tokoh-tokoh informal seperti

kiayi daripada pejabat pemerintah (Thohir, 2011).

Kalau masyarakat pesisir cenderung boros, ada kaitannya dengan cara mereka

memperoleh penghasilan yang sering tidak tetap. Orang yang pergi melaut misalnya,

dalam musim ikan mereka dengan mudah akan memperoleh penghasilan berlebih.

Pada saat seperti itu, para nelayan, para pemilik empang-empang, dengan mudah bisa

membelanjakan pendapatannya dalam jumlah yang cukup besar. Keberanian untuk itu,

ada kaitannya pula dengan perasaan ingin pamer. Perasaan ingin pamer itu seringkali

tidak dikontrol lagi oleh pendapatan riilnya, tetapi yang penting adalah bisa membeli

barang-barang mewah tadi. Oleh karena itu, orang-orang pesisir mudah untuk

melakukan transaksi dengan model hutang-piutang (Amiruddin, 2000).

Masyarakat Pesisir memiliki kecenderungan sikap lugas dan tidak menyukai cara-

cara yang berbelit-belit misalnya, hal ini karena dipengaruhi oleh lingkungan hunian

mereka di kawasan dataran/pantai yang transparan (berbeda dengan lingkungan

pegunungan), dan dipengaruhi oleh corak keislaman yang lebih menekankan pada

“keterus-terangan”. Demikian juga sikap egaliternya, yakni menyukai hubungan

antarmanusia dalam kesejajaran (bukan: atas–bawah). Ada ungkapan “La fadzla li

Universitas Sumatera Utara


‘arabiyyin ala ‘ajamiyyin illa bit taqwa”. (Tidak ada kelebihan antara suku Arab

dengan suku di luarnya, kecuali oleh ukuran ketaqwaan) (Thohir, 2011).

Menurut Taylor (2003), Kebudayaan adalah ilmu pengetahuan, kepercayaan

dan kemampuan kesenian. Moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta

kebiasan-kebiasan yang di dapat manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan

adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan

yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan

masyarakat.

Unsur-unsur universal yang di dapatkan di semua kebudayaan di dunia adalah:

sistem religi, sistem dan organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,

mata pencaharian, teknologi dan peralatan.

Menurut Koentjaraningrat (2003), menjelaskan bahwa kebudayaan memiliki

paling sedikit tiga wujud, yaitu: tata kelakuan, kompleks aktivitas kelakuan berpola

dari manusia dalam masyarakat dan sebagai benda hasil karya manusia. Wujud

pertama merupakan wujud yang ideal dari kebudayaan, sifatnya absttrak, berfungsi

sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada

kelakuan dan perbuatan. Lapisan yang paing abstrak adalah sistem nilai budaya,

kemudian di ikuti oleh norma-norma yang lebih konkret lagi.

Mengingat begitu luas dan kompleksnya faktor sosial budaya tersebut, dengan

keterbatasan kemampuan dan waktu maka penulis akan memfokuskan kepada 4 aspek

sosial budaya yaitu: pengetahuan, sikap, kebiasaan dan kepercayaan masyarakat

pesisir, yang diduga berpengaruh terhadap kejadian skabies.

Universitas Sumatera Utara


2.5.1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Besar pengetahuan manusia di peroleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kongnitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Wahono (2003) pengetahuan manusia pada hakekatnya terbingkai

menjadi dua yaitu: Explicit Knowledge dan Tacit Knowledge. Explicit Knowledge

adalah pengetahuan yang terulis, terarsif, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa

sebagai bahan pembelajaran untuk orang lain. Sedangkan Tacit Knowledge merupakan

pengetahuan terbentuk dari pengalaman, skill, dan pemahaman.

Menurut Bakhtiar (2004) pengetahuan terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :

a. Dalam Encyiclopodia Of Philosofhy dijelaskan defenisi pengetahuan adalah

kepercayaan yang benar.

b. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui dan hasil

pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, mengerti dan pandai

c. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan

yang diketahui manusia secara langsung dari kesadaran diri sendiri

d. Menurut Plato, pengetahuan adalah hasil ingat yang melekat pada diri manusia.

1. Tingkat Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup didalam domain

kongnitif mempunyai 6 tingkat yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini mengingat kembali terhadap suatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsif dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Universitas Sumatera Utara


Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata

lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Eveluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan

Menurut Hurlock (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu sebagai berikut :

a. Status ekonomi yaitu segala sesuatu yang menyangkut kehidupan manusia

bertujuan untuk kemakmuran dimana semakin tinggi status ekonomi seseorang

semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dibandingkan mereka status ekonomi

yang lebih rendah.

b. Pekerjaan yaitu merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,

kebahagiaan tergantung pada kesesuaian besar dan lurusnya cakupan bakat dan

minat yang diemban.

c. Lingkungan yaitu merupakan tempat tinggal dimana banyak dipengaruhi oleh

pertimbangan apakah keinginan yang bisa mereka penuhi pada masa kehidupan

sebelumnya masih dapat dilakukan atau tidak sehingga memepermudah hubungan

Universitas Sumatera Utara


dan partisifasi dalam berbagai macam kegiatan kelompok yang banyak

mempengaruhi pola fikir seseorang.

d. Pendidikan yaitu semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan seseorang

maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan dan

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang.

3. Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau

kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan dalam domain kongnitif

(Notoatmodjo, 2003).

2.5.2. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap objek tertentu

tidak dapat dilihat langsung. Sikap belum merupakan suatu tindakan, sikap

mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan terhadap sesuatu. (Notoatmodjo,

2003).

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu sebagai berikut :

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa Orang mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

b. Merespon (Responding)

Universitas Sumatera Utara


Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain atau untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesutu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

2.5.3. Kepercayaan atau Keyakinan

Menurut Fishbein dan Azjen (1975) kepercayaan atau keyakinan dengan kata

lain “belief” adalah sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan

tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu

objek.

Kepercayaan atau Keyakinan merupakan suatu yang berhubungan dengan

kekuatan yang lebih tinggi, keilahian dan kekuatan yang menciptakan kehidupan.

Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan budaya

hidup. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumberdaya didalam

suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan dan

selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku.

Universitas Sumatera Utara


Keyakinan atau peraktek spiritual individu dihubungkan dengan semua aspek

kehidupan individu termasuk kesehatan dan penyakit (Potter dan Perry dalam Kadir,

2004). Ketika tubuh sakit dan emosi berada diluar kontrol, spritualitas dan keyakinan

seseorang mungkin menjadi satu-satunya dukungan yang tersedia.

Pada masyarakat tertentu terdapat suatu pemeo yang artinya makin tinggi

tingkat keprihatinan seseorang maka makin bahagia dan makin tinggi pula taraf sosial

yang dicapainya. Keprihatinan ini dapat dicapai dengan “tirakat” yaitu suatu

kepercayaan melakukan kegiatan yang mendukung kesehatan ligkungan, seperti

menjaga kebersihan lingkungan rumah dan melakukan kegiatan-kegiatan yang

merupakan perilaku sehat (Mudjahirin, 1999).

2.5.4. Kebiasaan

Menurut Setiadi (2007) kebiasaan adalah sesuatu yg biasa dikerjakan dan

sebagainya, pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yg dipelajari

oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama,

sedangkan menurut Mudjahirin (1999) kebiasaan adalah hal-hal yang kita lakukan

berulang-ulang, seperti kebiasaan mandi, cuci, kakus (MCK) di pantai, makan tanpa

mencuci tangan, mandi tanpa menggunakan sabun dan lain-lain, bahkan kadangkala

kita tidak menyadarinya apakah kebiasaan itu bisa membawa kita kepada kesuksesan

atau sebaliknya. Masa depan kita sebenarnya tergantung kebiasaan kita.

2.6. Perilaku Kesehatan

Universitas Sumatera Utara


Dari aspek bioligis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk

hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing.

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas,

sepanjang kegiatan yang dilakukanya, yaitu antara lain berjalan, berbicara, bekerja,

menulis, membaca, berfikir dan seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tesebut

dikelompokkan menjadi 2 yakni: a) aktivitas yang dapat di nikmati orang lain, misalnya:

berjalan, bernyanyi, tertawa dan sebagainya. b) aktivitas yang tidak dapat di nikmati orang

lain, misalnya: berfikir, berfantasi, bersikap dan sebagainya.

Perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor

yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman

dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua

aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat di amatai (observable) maupun yang

tidak dapat di amati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan

meningkatkan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup, mencegah atau

melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan

dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoadmojo,

2005).

Becker (1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, dan

membedakannya menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Perilaku sehat (healthy behavior)

Universitas Sumatera Utara


Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lan:

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Pola makan sehari-hari yang

memenuhi nutrisi

b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup. Tidak harus olah raga jika pekerja

yang aktif memenuhi gerakan fisik secara rutin dan teratur

c. Tidak merokok, meminum minuman keras dan menggunakan narkoba

d. Istirahat yang cukup. Istirahat yang cukup bukan saja berguna bagi

pemeliharaan fisik, tetapi juga berguna untuk kesehatan mental

e. Pengendalian atau manajemen stres. Stres adalah bagian dari kehidupan setiap

orang tanpa pandang bulu. Stres tidak dapat di hindari oleh siapa saja, namun

yang dapat di lakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola stres

tersebut agar tidak mengganggu kesehatan, baik fisik maupun mental.

f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan. Tindakan atau

perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit dan

masalah kesehatan.

2. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit

atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari

penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Universitas Sumatera Utara


Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles) yang

mencakup hak-haknya (rights) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk

memperoleh kesembuhannya

c. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya

d. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya dan sebagainya.

Kebiasaan prilaku kurang sehat terhadap lingkungan dan diri sendiri, di

samping pengubatan tidak tuntas atau tidak lengkap juga menyebabkan penderita

menjadi sumber penularan bagi keluarganya maupun lingkungan sekitarnya. Menurut

Notoatmodjo (2007), ada beberapa prilaku dalam kesehatan lingkungan yaitu:

a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya manfaat

penggunaan air untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang berhubungan dengan

segi-segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.

Termasuk di dalamya system pembuangan sampah dan air limbah, serta dampak

pembuangn limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,

pencahayaan, lantai dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2005) Pengukuran dan indikator perilaku kesehatan

mencakup 2 domain, yaitu: pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

Universitas Sumatera Utara


1. Pengetahuan kesehatan (Health knowledge)

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, meliputi:

a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya, gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya, cara mengatasi dan menangani sementara).

b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun

yang tradisional.

2. Sikap terhadap kesehatan (Healt attitude)

Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.

2.7. Aspek Sosial yang Memengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

Ada beberapa aspek sosial yang memengaruhi status kesehatan, antara lain

adalah: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan, 4) sosial ekonomi. Jika di lihat dari

golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur,

misalnya di kalangan balita banyak yang menderita penyakit infeksi, karena balita

lebih rentan terkena penyakit terutama penyakit menular seperti skabies , sedangkan

pada golongan usia lanjut lebih banyak yang menderita penyakit-penyakit kronis

(Setiadi, 2009).

2.8. Aspek Budaya yang Memengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

Universitas Sumatera Utara


Menurut Notoatmodjo dkk dalam Sarwono (1989), ada beberapa aspek

kebudayaan yang memengaruhi tingkahlaku kesehatan seseorang yang dapat

memengaruhi status kesehatan, yaiu persepsi masyarakat terhadap sehat, sakit,

kepercayaan, pendidikan, nilai budaya dan norma.

Aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara lain adalah:

tradisi, sikap fatalism, nilai, ethnocentrism, unsur budaya dipelajari pada tingkat awal

dalam proses sosialisasi.

a. Pengaruh Tradisi Terhadap Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan

Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif

terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya di Kelurahan Pematang Pasir,

meningkatnya penyakit “skabies” tiap tahunnya. Penyakit ini merupakan penyakit

kulit menular yang bisa menyerang siapa saja, dan penyebabnya adalah tungau

sarcoptes scabei. Setelah dilakukan survei awal ternyata Kelurahan Pematang

Pasir merupakan daerah endemi penyakit skabies, dan besar dugaan penulis

penyakit ini dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan rumah dan sosial budaya

msyarakat.

b. Pengaruh Sikap Fatalistis terhadap Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan

Sikap fatalistis mempengaruhi perilaku kesehatan. Sebagai contoh dari penelitian

proyek ASUH (Awal Sehat Untuk Hidup Sehat) di Kabupaten Cianjur, di temukan

bahwa di kalangan ibu-ibu pasrah dan tidak mendorong mereka untuk segera

mencari pertolongan pengobatan bagi bayinya yang sakit (Hadi Pratomo, dkk,

2003).

Universitas Sumatera Utara


c. Pengaruh Sikap Ethnocentrism terhadap Perilaku Kesehatan

Sikap Ethnocentrism adalah sikap yang memandang kebudayaannya sendiri yang

paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan lain. Misalnya orang-orang

barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya dan

selalu beranggapan bahwa kebudayaannya yang paling maju, sehingga merasa

superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi di sisi

lain, semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa apa yang dilakukan

secara alamiah adalah yang terbaik. Contohnya orang Eskimo beranggapan bahwa

orang Eropa datang ke Negerinya untuk mempelajari sesuatu yang baik dari

bangsa Eskimo. Menurut kaum relativists tidak benar menilai budaya lain dari

kacamata budaya sendiri, karena kedua budaya tersebut berbeda.

d. Pengaruh Norma terhadap Perilaku Kesehatan

Norma yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari

anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut

e. Pengaruh Nilai terhadap Perilaku Kesehatan

Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.

Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang, ada yang merugikan kesehatan. Beberapa

nilai yang merugikan kesehatan misalnya adanya penilaian yang tinggi terhadap

beras putih meskipun masyarakat mengetahui bahwa beras merah lebih banyak

mengandung vitamin B1 jika di bandingkan dengan beras putih. Masyarakat lebih

memberikan nilai yang tinggi pada beras putih, karena mereka menilai beras putih

lebih enak dan lebih bersih.

Universitas Sumatera Utara


f. Pengaruh Unsur Budaya yang Dipelajari pada Tingkat Awal Proses Sosialisasi

Terhadap Perilaku Kesehatan

Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak di ajarkan antaralain bagaimana

cara makan, bahan makanan apa yang di makan, cara buang air kecil dan besar,

dan sebagainya. Kebiasaan tersebut terus dilakukan anak sampai dewasa, dan

bahkan menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan

dan sulit untuk diubah.

2.9. Perubahan Sosial Budaya

Pandangan yang menyatakan bahwa masyarakat desa yang berada di luar

kesibukan kota selalu statis, adalah tidak benar. Koentjaraningrat dalam bukunya

“Pengantar Antropologi” menjelaskan bahwa perubahan sosial budaya yang terjadi di

masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu: perubahan yang terjadi

secara lambat dan cepat, perubahan- perubahan yang pengaruhnya kecil dan

perubahan yang besar pengaruhnya, perubahan yang direncanakan dan tidak

direncanakan. Di samping itu proses perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka

waktu yang pendek dinamakan inovasi. Inovasi membutuhkan beberapa syarat, yaitu:

masyarakat merasa akan kebutuhan perubahan, perubahan harus dipahami dan

dikuasai masyarakat, perubahan dapat diajarkan, perubahan memberikan keuntungan

dimasa yang akan datang atau perubahan tidak merusak pestise pribadi atau kelompok

(Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Untuk mempelajari dinamika proses perubahan dari sudut individu, maka perlu

sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar mau mengubah tingkahlakunya,

yaitu: individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, harus mendapat

informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi, mengetahui bentuk pelayanan

yang dapat memenuhi kebutuhan dan biayanya, tidak mendapat sanksi yang negatip

terhadap individu yang menerima inovasi (Notoadmojo, 2005).

2.10. Pengaruh Budaya terhadap Lingkungan

Perilaku manusia sebagai perilaku budaya dalam kaedah dalam lingkungannya,

terlebih lagi perspektif lintas budaya akan mengandung dalam keseluruhan sistem

terbuka. Pendekatan yang sering berhubungan dengan psikologi lingkungan adalah

pendekatan sistem yang melihat rangkaian sistemik antara beberapa sub sistem yang

ada dalam melihat kenyataan lingkungan total yang melingkupi satuan budaya yang

ada (Hakam, 2009)

Menurut Herimanto (2011), ada beberapa variabel yang berhubungan dengan

masalah kebudayaan dan lingkungan, yaitu:

1. Physical Environment, menunjukkan pada lingkungan natural seperti: temperatur,

curah hujan, iklim, wilayah, geografis, flora dan fauna.

Universitas Sumatera Utara


2. Cultural Social Environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses

sosialisasi seperti: norma-norma, adat-istiadat dan lain-lain.

3. Environment Orientation and Refresentation, mengacu pada persepsi dan

kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarakat mengenai

lingkungannya.

4. Environment Behavior and Process, meliputi bagaimana masyarakat menggunakan

lingkungan dalam hubungan sosial.

5. Out Carries Product, meliputi hasil tindakan manusia seperti membangun rumah,

komunitas, kota beserta usaha-usaha manusia dalam memodifikasi lingkungan

fisik seperti budaya pertanian dan iklim.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan

dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku, norma,

nilai dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat

dengan masyarakat lainnya.

2.11. Landasan Teori

Mengacu dari tinjauan teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit skabies dan toeri dari Achmadi (2010), tentang paradigma kesehatan

lingkungan dengan teori simpulnya, terjadi penyakit skabies pada manusia di mulai

dari (Simpul 1) bibit penyakit yang berasal dari sumbernya yaitu tungau Sarcoptes

Scabei selanjutnya (Simpul 2) media transmisi penularannya terjadi secara langsung

dari orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian, (Simpul 3) tungau

Universitas Sumatera Utara


Sarcoptes Scabei bisa berkembang tergantung dari sosial budaya masyarakat dan

perilaku sehat masyarakat, sehingga dapat menyebabkan (Simpul 4) antara sehat dan

sakit. Sedangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit skabies

adalah pelayanan kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka teori

berikut ini:

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

SUMBER KOMPONEN KOMUNITAS PENDERITA


PENYAKIT LINGKUNGAN - Sosial budaya SKABIES
(Tungau (Manusia, (Pengetahuan,
Sarcoptes pakaian) kebiasaan, sikap, Sehat
Scabei) kepercayaan atau
keyakinan masyarakat
pesisir) Sakit
Wahana Transmisi

Sarana pelayanan kesehatan

Gambar 2.1. Kerangka Teori 1

Sumber: Modifikasi Achmadi, 2010

Universitas Sumatera Utara


Hal yang sama seperti yang dikemukakan oleh Lawrence Green (2008), dari

analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua determinan

masalah kesehatan, yaitu: behavioral factors (faktor perilaku) dan non behavioral

factors (faktor non-perilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor perilaku

sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor- faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, kebiasaan sikap dan kepercayaan.

2. Faktor- faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, yang dimaksud

denga faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, tempat pembuangan air,

tempat pembuangan sampah dan sebagainya.

3. Faktor- faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu

dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka teori dibawah ini:

Predisposing Factors
Sosial budaya
(pengetahuan,
kebiasaan, sikap dan
kepercayaan atau
keyakinan masyarakat
pesisir)

Universitas Sumatera Utara


Enabling Factors Perilaku Kesehatan

Ketersediaan Sumber /
Fasilitas (ketersediaan
air bersih: kualitas
fisik dan kuantitas)

Reinforcing Factors

- Sikap dan Perilaku


petugas

Gambar 2.2. Kerangka Teori 2

Sumber: Lawrence Green, 1990


2.12. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel Dependen

Sanitasi Lingkungan Rumah:


- Kepadatan penghuni rumah
- Kelembaban
Skabies
- Ketersediaan air bersih
(+)
(kuantitas dan kualitas fisik air)

Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Skabies


- Pengetahuan
(-)
- Kebiasaan
- Sikap
- Kepercayaan atau keyakinan
masyarakat pesisir

Karakteristik Individu:
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan studi kepustakaan ada beberapa variabel yang di duga mempunyai

hubungan kuat dengan kejadian skabies. Dalam penelitian ini variabel independennya

adalah sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni rumah, kelembaban dan

ketersediaan air bersih yang meliputi kuantitas dan kualitas air) dan sosial budaya

masyarakat pesisir pantai (pengetahuan, kebiasaan, sikap dan kepercayaan atau

keyakinan masyarakat pesisir pantai), sedangkan variabel dependennya adalah

penderita skabies di Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota

Tanjungbalai, dan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan) merupakan variabel pengganggu atau sebagai confounding variable.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai