Anda di halaman 1dari 18

KEDOKTERAN KELUARGA

BRONKOPNEUMONIA

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas II

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS PISANGAN TANGGERANG SELATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

i. Identitas Pasien

Nama : An. MR
Jenis Kelamin : Laki laki
Usia : 18 bulan
Alamat : Jl Legoso raya
ii. Anamnesis
Dilakukan Alloanamnesis dengan Ibu Os
 Keluhan Utama
Sesak nafas
 Keluhan Tambahan
Batuk, demam
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 5 jam SMPKM , sesak dirasa semakin
lama semkin memberat, sebelumnya sesak ini di dahului dengan demam dan batuk
berdahak (dahak tidak keluar) sejak satu hari SMPKM, menurut ibu pasien,
pasien demam , dan demamnya di rasakan naik turun , nafsu makan menurun ,
tetapi tidak di sertai penurunan berat badan.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
Pasien pernah mengidap penyakit TB paru, dan diobati selama 6 bulan (tuntas),
kemudia dinyatakan sembuh.
ASMA (+)
 Riwayat Penyakit Keluarga
ASMA (+) Ayah pasien
 Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu rutin memeriksakan kandungan nya ke bidan setiap bulan , dan
selama masa kehamilan ibu pasien tidak memiliki penyakit penyulit seerti
hipertensi pada kehamilan , dll.
 Riwayat kelahiran
Anak lahir spontan di tolong oleh bidan, dengan usia kandungn 35 minggu, pasien
anak ke 1 , berat badan lahir 1800 gram, panjang badan 40 cm , saat lahir anak
tidak langsung menangis.
 Riwayat Perkembangan
Perkembangan sesuai dengan usia
 Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap
 Riwayat Pemberian Makanan
Pasien diberikan ASI eksklusif sejak lahir
 Riwayat Alergi
Os tidak mempunyai alergi terhadap makanan, cuaca, debu dan obat-obatan.
 Riwayat Pengobatan
Belum pernah di obati
 Riwayat Psikososial
Pasien tinggal dilingkungan padat penduduk, rumah dengan ventilasi minimal dan
jarang tersorot matahari, selain itu tentangga pasien ada yang menderita tb paru
yang sedang dalam pengobatan.
iii. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

Tampak : Sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15

Tanda Vital

Nadi : 170 x/menit

Pernapasan : 46 x/menit

Suhu : 36,70 C
Sp02 : 75%

Status Gizi

Berat Badan : 9 Kg

Tinggi Badan : 80 Cm

BB/U : 9/11,8 x 100 = 76 %

TB/U : 80/82 x 100 = 97 %

BB/TB : 9/11,6 x 100 = 77 %

Kesan : gizi kurang

Status Generalisata

 Keadaan Umum : Tampak sakit berat


 Kesadaran : Composmentis
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
 Hidung : Sekret yang keluar (-), epistaksis (-), PCH (+)
 Telinga : Serumen -/-
 Mulut : Mukosa bibir kering, sianosis (+)
 Leher : Pembesaran KGB (-), Retraksi suprasternal (+)

 Thorax
Inspeksi : Bentuk dan gerakan simetris, retraksi intercosta (+)
Palpasi : Vocal premitus tidak dilakukan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :
o Cor BJ I,II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
 Abdomen
Inpeksi : Distensi abdomen (-), retraksi epigastrium (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan di regio epigastrium dan umbilikal (-)
Perkusi : Timpani di lapang abdomen.
 Ekstremitas : Akral dingin (+/+), CRT< 2 detik, edema tungkai (-/-),
sianosis(+/+)

iv. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


KEMATOLOGI
Hematologi rutin
 Hemoglobin 11,9 g/dL 13,2- 17,3
 Leukosit 17.200 ribu/µL 4000-11000
 Hematokrit 37 % 40-52

 Erirosit 4,16 Juta/µL 4,0-5,2

 Trombosit 478000 ribu/µL 150.000 – 440.000

v. Rencana Pemeriksaan Lanjutan

 Pemeriksaan radiologi thoraks


 Kultur darah
 Rujuk

vi. Resume

An. MR laki laki berusia 18 bulan datang dengan keluhan sesak nafas 5 jam SMPKM.
Sesak didahulu dengan demam , batuk berdahak sejak 1 hari SMPKM. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan Nadi 170x/menit, pernapasan 46x/menit, suhu : 36,7 OC,
Sp02 : 75%, ditemukan pernafasan cuping hidung , retraksi supersternal, intercosta dan
epigastrium. Dari hasil pemeriksaan penunjang leukosit 17,2 ribu/µL dan hb 11,9 g/dL.
vii. Diagnosa Kerja

Bronkopneumonia

viii. Diagnosa Banding

Bronkopneumonia

Bronkiolitis

Asma Bronkial

ix. Penatalaksanaan

Non Medikamentosa

 Pasien dipuasakan selama sesak


 O2 1-4 liter/menit
 Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
 Mengedukasi keluarga pasien untuk hidup sehat termasuk berhenti merokok
 Menganjurkan pasien melakukan imunisasi lengkap
 Melakukan pemantauan kondisi pasien
 Terapi nutrisi dengan menggunakan NGT

Medikamentosa

 Nebu ventolin 2,5 ml


 Rujuk

Prognosis :

• Quo ad vitam : bonam

• Quo ad functionam : bonam

• Quo ad sanationam : bonam


x. Pencegahanan

 Vaksinasi dengan vaksin pertusis, H. Influenza.

 Vaksin influenza pada bayi usia >6 bulan dan usia remaja.

 Untuk orang tua atau pengasuh bayi <6 bulan disarankan untuk diberikan vaksin
influenza dan pertusis

xi. Indikasi Rawat Jalan

 Napas cepat tanpa sesak napas

 Tidak ada napas cepat

 Tidak ada retraksi dinding dada

 Tidak ada napas cuping hidung

xii. Indikasi Rawat Inap

 Saturasi oksigen <92%, Sianosis


 Pernafasan >60x/menit
 Distress pernapasan, Apneu intermitten, Grunting
 Tidak mau minum/Menetek
 Keluarga tidak bisa merawat dirumah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan
suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal
yang universal.
Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya.
WHO mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang di dapat
pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.

B. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di


negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/ tahun, sedangkan di negara berkembang 10-
20 kasus/ 100 anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per
tahun pada anak balita di negara berkembang.

C. ETIOLOGI

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur,


dan bakteri S. pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada
semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak
usia kurang dari 3 tahun. Pada umur lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan
influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia,
lebih sering ditemukan pada anak – anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering
yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukan
bahwa Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri
yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59
bulan.
D. FAKTOR RISIKO

o Defek anatomi bawaan


o Defisit Imunologi
o Polusi
o GER ( gastroesophageal reflux)
o Aspirasi
o Gizi buruk
o Berat badan lahir rendah
o Tidak mendapat air susu ibu (ASI)
o Imunisasi tidak lengkap
o Adanya saudara serumah yang menderita batuk
o Kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.

E. PATOGENESIS

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran


respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
akan tetap normal.
F. DIAGNOSA

Anamnesis

 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan


dahak purulen bahkan bisa berdarah.
 Sesak napas
 Demam
 Kesulitan makan/ minum
 Tampak lemah
 Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma.
Pemeriksaan Fisik

 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus


dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang
dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.
 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan/ minum
 Gejala distress pernapasan seperti takipnea,retraksi subcostal, batuk,
krepitasi dan penurunan suara paru.
 Demam dan sianosis
 Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukan gejala pneumonia
yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala
nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala
pernapasan tak teratur dan hypopnea.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

 Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak


dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
 Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang di temukan
membingungkan
 Pemeriksaan foto dada follow uphanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia
berat, atau gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons
terhadap antibiotik.
 Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan


untuk membantu menentukan pemberian antibiotik
 Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang
baik direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan pneumonia
berat.
 Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat
jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi
berat dan pada setiap anak yang di curigai menderita pneumonia
bakterial
 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
medeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia.
 Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemebrian antibiotik.
 Pemeriksaan C – reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.
 Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.

G. KLASIFIKASI

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi


subkosta untuk mengklarifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun
demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlappingdengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia ( berdasarkan WHO) :

 Bayi kurang dari 2 bulan


o Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
o Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/ minum, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan
ireguler.
 Anak umur 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia ringan : napas cepat
o Pneumonia berat : retraksi
o Pneumonia sangat berat : tidak dapat makan/ minum, kejang,
letargis, malnutrisi

H. TATALAKSANA

Kriteria Rawat Inap

Bayi :

 Saturasi oksigen  92%, sianosis


 Frekuensi napas > 60x/ menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum/ menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak :

 Saturasi oksigen <92%, sianosis


 Frekuensi napas >50x/ menit
 Distres pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tata laksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat +bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak di rekomendasikan untuk
anak dengan pneumonia
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
 Nebulisasi dengan 2 agonis dan/ atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
 Pasien yang medapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

Pemberian Antibiotik

 Amoksililin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada


anak < 5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang
menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan
murah.
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak ≥ 5 tahun.
 Makrolid diberikan jika M. pneumonia atau C. pneumoniae dicurigai
sebagai penyebab
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumonia
sangat mungkin sebagai penyebab
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacilin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral( misal karena muntah) atau termasuk dalam
derajat pneumonia berat
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.

Rekomendasi Unit Kerja Kordinasi (UKK) Respirologi :

Antibiotik untuk community acquired pneumonia :

 Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin


 > 2 bulan :
o Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
o Lini kedua seftriakson
Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Nutrisi

 Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaliknya menggunakan ukuran
yang terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan
sekresi hormon antidiuretik.
Kriteria Pulang

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang


 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah ( per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol.
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

A. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,


pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema
torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Ilten et al (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan


meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri
pneumoniae anak usia 2-24 bulan. oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang
fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi dan pemeriksaan enzim

B. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia pada


anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non imunisasi. Imunisasi terhadap
patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan
spesifik. Pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko seperti
polusi udara dalam ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan
gizi dan lain-lain.

 Imunisasi
Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan pertusis dan campak adalah imunisasi
DPT dan campak dengan angka cakupan yang menggembirakan; DPT berkisar 89,6%
- 94,6% dan campak 87,8% - 93,5%.
Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin pneumokokus dan
vaksin Hib mencegah penyakit dan kematian 15-30% kasus pneumonia Hib. Pada saat
ini banyak negara berkembang merekomendasikan vaksin Hib untuk diintegrasikan ke
dalam program imunisasi rutin dan vaksin pneumokokus konjugat direkomendasikan
sebagai vaksin yang dianjurkan.
 Non Imunisasi
Di samping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non imunisasi sebagai
upaya pencegahan non-spesifik merupakan komponen yang masih strategis. Banyak
kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan kesehatan kepada berbagai
komponen masyarakat, terutama pada ibu anak dan balita tentang besarnya masalah
pneumonia dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku preventif sederhana
misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi dengan pola
makanan sehat. Penurunan faktor risiko lain seperti mencegah berat badan lahir
rendah, menerapkan ASI Eksklusif, mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal
dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah dan
pencegahan serta tatalaksana infeksi HIV.
Suplementasi zinc dan vitamin A juga merupakan salah satu metode strategis untuk
mencegah pneumonia. Zinc dan vitamin A merupakan mikronutrien penting dan
fungsi imunitas, defisiensi zinc dapat menyebabkan regenerasi dan gangguan fungsi
epitel. Penelitian menunjukkan bahwa suplmentasi zinc dan vitamin A berhubungan
dengan penurunan insidensi dan prevalensi pneumonia, sehingga menurunkan angka
kematian anak.
BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di


negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/ tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/ 100
anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita
di negara berkembang.

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur,


dan bakteri S. pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bacterial pada semua
kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory
Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering.

Untuk menegakkan diagnosis pneumonia di butuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan berbagai pemeriksaan penunjang. Antibiotik yang di berikan menurut UKK respirologi
yaitu,:
 Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin
 > 2 bulan :
o Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
o Lini kedua seftriakson
DAFTAR PUSTAKA

1. Raharjoe. N.N dkk, 2010, Buku ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Keodkteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta :
1997. Hal 633.
3. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI /RSUP Persahabatan. Jakarta :
2000.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Unpad.Bandung : 2014.
5. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai