Anda di halaman 1dari 27

MELAKUKAN MANAJEMEN KEBIDANAN PADA MASA

PERSALINAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir
Dosen Pembimbing : Theresia Eugine,SKS,SST,MMKes

Disusun oleh:
Kelas II B Kelompok 4

Andini Maulidina (NIM P3.73.24.2.17.055)


Elite Marecha Regita Amelia (NIM P3.73.24.2.17.067)
Jovanka Mariana S (NIM P3.73.24.2.17.075)
Nisfa Adella Yahya (NIM P3.73.24.2.17.082)
Rizka Humalasari (NIM P3.73.24.2.17.089)
Zuhriya Latifah (NIM P3.73.24.2.17.100)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan perkenan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang Melakukan Manajemen Kebidanan Pada Masa Persalinan.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas pelajaran Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir, guna mendapatkan nilai tugas harian. Adapun isi makalah ini
disusun secara sistematis dan merupakan referensi dari beberapa sumber yang menjadi acuan
dalam penyusunan tugas.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam proses
kegiatan belajar dan sumber pengetahuan kepada pembaca dan mendapat ridho dari Tuhan
Yang Maha Esa.

Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman- teman, Ibu Pembimbing yang
sangat kami harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Bekasi , 24 Agustus 2018

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG................................................................................................. 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 1
1.3. TUJUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
2.1 PENGGUNAAN PARTOGRAF DALAM PEMANTAUAN KEMAJUAN
PERSALINAN DAN KESEJAHTRERAAN IBU DAN JANIN .......................................... 2
A. Pengertian Partograf........................................................................................................ 2
B. Tujuan Utama.................................................................................................................. 3
C. Keuntungan Patograf ...................................................................................................... 4
D. Penggunaan Partograf ..................................................................................................... 4
E. Bagian Partograf ............................................................................................................. 5
BAB III .................................................................................................................................... 23
3.1. KESIMPULAN ............................................................................................................. 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesa
dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya untuk membuat
keputusan klinis selama kala I persalinan (PUSDIKNAKES-WHO, 2003).

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas


kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada
pembukaan 4 cm (fase aktif) yang digunakan pada setiap ibu bersalin tanpa memandang
apakah persalinan itu normal atau komplikasi (Saifuddin, 2002).

Dengan menggunakan partograf, semua hasil pemeriksaan berkala dicatat pada bentuk
grafik. Partogaf membantu bidan atau perawat memonitor proses persalinan dan
kelahiran serta mendeteksi dengan cepat komplikasi-komplikasi agar petugas kesehatan
dengan cepat dapat membuat intervensi yang perlu serta memastikan kesejahteraan ibu
dan bayi (PUSDIKNAKES-WHO, 2003).

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Partograf ?
2. Bagaimana cara penggunaan Partograf ?
3. Bagaimana langkah-langkah menilai dan membuat diagnosa dalam keputusan klinis
kebidanan ?
4. Apa itu Kesejahteraan Ibu dan Janin ?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu Partograf
2. Untuk mengetahui cara penggunaan Partograf
3. Untuk mengetahui langkah-langkah menilai dan membuat diagnosa dalam keptusan
klinis kebidanan
4. Untuk mengetahui Kesejahteraan Ibu dan Janin

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGGUNAAN PARTOGRAF DALAM PEMANTAUAN KEMAJUAN


PERSALINAN DAN KESEJAHTRERAAN IBU DAN JANIN
A. Pengertian Partograf
1. Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi,
anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya
untuk membuat keputusan klinis selama kala I persalinan (PUSDIKNAKES-WHO,
2003).
2. Patograf adalah alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesis,
dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan, dan sangat penting khususnya untuk
membuat keputusan klinik selama kala I persalinan.
3. Untuk menjamin kelangsungan hidup ibu dan bayi, bidan harus menerapkan Asuhan
Persalinan Normal (APN) sebagai dasar dalam melakukan pertolongan persalinan.
Sebagai usaha mencegah terjadinya partus lama, APN mengandalkan penggunaan
partograf sebagai salah satu praktik pencegahan dan deteksi dini. Partograf
merupakan lembar berupa grafik yang digunakan untuk melakukan pemantauan
persalinan (Depkes, 2004).
4. Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam manjemen
persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari 6,4% menjadi 3,4%.
Kegawatan bedah sesaria turun dari 9,9% menjadi 8,3%, lahir mati intrapartum –
dari 0,5% menjadi (0,3%), kejadian bedah sesaria turun dari 6,2% menjadi 4,5%.
WHO sangat merekomendasikan penggunaan partograf dalam ruang bersalin.
5. Menurut Mochtar (1998), dengan menggunakan partograf jika diperlukan dapat
dengan tepat merujuk pasien ke tempat pelayanan dengan fasilitas yang lebih
lengkap.
6. Sementara menurut Sumapraja (1993) partograf adalah catatan grafik mengenai
kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu dan janin, untuk menentukan

2
adanya persalinan abnormal yang menjadi petunjuk untuk tindakan bedah kebidanan
dan menemukan Disproporsi Kepala Panggul (DKP) jauh sebelum persalinan
menjadi macet.
7. Menurut WHO (1994) partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk
memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan
waktu ke waktu. Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas perlu atau
tidaknya intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas dapat membedakan
persalinan normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang membutuhkan
intervensi.
8. Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas
kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai
pada pembukaan 4 cm (fase aktif) yang digunakan pada setiap ibu bersalin tanpa
memandang apakah persalinan itu normal atau komplikasi (Saifuddin, 2002).

B. Tujuan Utama
1. Tujuan Utama partograf adalah mengamati dan mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaaan
dalam dan menentukan normal atau tidaknya persalinan serta mendeteksi dini
persalinan lama sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan
persalinan lama.
2. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
3. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian, juga
dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama
(Depkes RI, 2007).
4. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan k1inik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin
dan bayi baru 1ahir.

3
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :

1. Mencatat kemajuan persalinan.


2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya
penyulit.
5. Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu

Dengan menggunakan partograf, semua hasil pemeriksaan berkala dicatat pada bentuk
grafik. Partogaf membantu bidan atau perawat memonitor proses persalinan dan
kelahiran serta mendeteksi dengan cepat komplikasi-komplikasi agar petugas
kesehatan dengan cepat dapat membuat intervensi yang perlu serta memastikan
kesejahteraan ibu dan bayi (PUSDIKNAKES-WHO, 2003).
Bahaya / komplikasi persalinan sulit / abnormal
1. Kematian ibu atau kematian bayi atau keduanya
2. Rupture uteri
3. Infeksi / sepsis puerperal
4. Perdarahan postpartum
5. Fistel

C. Keuntungan Patograf
Pengunaan partograf mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
1. Tidak mahal
2. Efektif
3. Pragmatik dalam kondisi apapun
4. Meningkatnya mutu dan kesejahteraan janin dan ibu selama persalinan
5. Menentukan kesejahteraan janin atau ibu.

D. Penggunaan Partograf
1. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting
asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit.
Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan

4
membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan
penyulit.

2. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dll).

3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu
selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan
mahasiswa kedokteran).

4. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
(Prawirohardjo, 2002).

E. Bagian Partograf
Partograf berisi ruang untuk pencatatan hasil pemeriksaan yang dilakukan selama
kala I persalinan yang mencakup kemajuan persalinan, keadaan janin, dan keadaan ibu.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu :
1. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
2. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
3. Nadi: setiap 1/2 jam
4. Pembukaan serviks setiap 4 jam
5. Penurunan: setiap 4 jam
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
7. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase aktif
persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan
selama fase aktif persalinan, termasuk :
1) Informasi tentang ibu :
a. Nama, umur.
b. Gravida, para, abortus (keguguran).
c. Nomor catatan medis/nomor puskesmas.

5
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat ibu).
e. Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin :
a. DJJ;
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Penyusupan (molase) kepala janin
3) Kemajuan persalinan :
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4) Jam dan waktu :
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5) Kontraksi uterus : Frekuensi dan lamanya
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan :
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7) Kondisi ibu :
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Urin (volume, aseton atau protein)
8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang
tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
Mencatat temuan Partograf

1. Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan
persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: "jam" pada partograf) dan
perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu
terjadinya pecah ketuban.

2. Kesehatan dan kenyamanan janin

Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung
janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).

6
a). Denyut jantung janin

Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan


fisik, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika
ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu
30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya
dengan garis tidak terputus.

Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal angka 180 dan
100. Tetapi, penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas
160. Untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui
kisaran nor¬mal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang
tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf.

b). Warna dan adanya air ketuban

Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang
sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini:

1. U : Ketuban utuh (belum pecah)

2. J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

3. M:Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium

4. D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

5. K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban ("kering")

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin.
Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda-
tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin
(denyut jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera
rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.

7
c) Molase (penyusupan kepala janin)

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling
menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi
tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika
tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan.

Apabila ada dugaan disproprosi tulang panggul, penting sekali untuk tetap
memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan
awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke
fasilitas kesehatan yang memadai.

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat
temuan di kotak yang sesuai (Gambar 2-6) di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

3. Kemajuan Persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Masing-masing angka mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap angka/kotak
menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain
pada lajur diatasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka
1-5 juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing kotak di
bagian ini menyatakan waktu 30 menit.

a. Pembukaan serviks

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik


dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering
dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif

8
persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda "X"
harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
Beri tanda untuk temuan-temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama
kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda "X" dari
setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).

b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan fisik di bab


ini. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering
jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau
presentasi janin.

Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya diikuti dengan


turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya
bagian terbawah/presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar
7 cm.

Kata-kata "Turunnya kepala" dan garis tidak putus dari 0-5, tertera di sisi yang
sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "o" pada garis waktu yang
sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda "o" di nomor
4. Hubungkan tanda "o" dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.

c. Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di
mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam.

Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit
(misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll.).

Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya


persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas)
yang mampu menangani penyulit dan kegawat daruratan obstetri.

Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau
4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis

9
bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu
harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.

4. Jam dan waktu


a. Waktu mulainya fase aktif persalinan

Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-


kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan.

b..Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan

1) Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak
untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan.

2) Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak
waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di
bawahnya.

3) Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di
garis waspada.

4) Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami
pem¬bukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda "X" di garis waspada
yang sesuai dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan
catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya (kotak ketiga dari
kiri).

5. Kontraksi uterus

Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi
per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu
kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik.

Nyatakan lamanya kontraksi dengan:

1. Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik.

10
2. Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya
20-40 detik.

3. Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari
40 detik.

6. Obat-obatan yang diberikan

Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat
oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV

a. Oksitosin.
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah
unit oksi¬tosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per
menit.
b. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang
sesuai dengan kolom waktunya.
7. Kesehatan dan kenyamanan ibu

Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan
kenyamanan ibu.

a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh

Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.

1) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. (lebih sering
jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang sesuai
().

2) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai.

3) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau dianggap
adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.

b. Volume urin, protein atau aseton

11
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu
berkemih). Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
adanya aseton atau protein dalam urin.

8. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya

Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom
parto¬graf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga
tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan.

Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup:

a. Jumlah cairan per oral yang diberikan.

b. Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur.

c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum).

d. Persiapan sebelum melakukan rujukan.

e. Upaya Rujukan.

Pencatatan pada lembar belakang Partograf

a. Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi
selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan
sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).

b. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan.

c. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama
persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah
terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang se¬suai.

d. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada
pe¬mantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu,
catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan
untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan
persalinan yang dan bersih aman.

12
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:

1. Data dasar

2. Kala I

3. Kala II

4. Kala III

5. Bayi baru lahir

6. Kala IV

Cara pengisian:

Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar
belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara
pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih terinci
disampai¬kan menurut unsur-unsurnya sebagai berikut.

1. Data dasar

Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat
persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk.
Isi data pada masing-masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara memberi
tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.

2. Kala I

Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis


waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil
penatalaksanaan tersebut.

3. Kala II

Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu,
masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya.

4. Kala III

Kala III terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali,
pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia

13
uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya, isi jawaban
pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang
sesuai.

5. Bayi baru lahir

Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin,
penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan
ter¬pilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda ada
kotak di samping jawaban yang sesuai.

6. Kala IV

Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus,
kan¬dung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama
untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian
peman¬tauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah
melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai
dengan hasil pemeriksaan dan Jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada
tempat yang telah disediakan (Depkes RI, 2007).

14
2.1.6 Contoh Partograf

15
3.1 Menilai dan Membuat Diagnosa Dalam Keputusan Klinis Kebidanan

Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis
berdasarkan evidance based dalam praktiknya.

3.1.1 Pengertian dan Kegunaan


Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat
menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi
mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan
klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini
tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada
kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar
informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan
klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga
faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat
sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada
klien.

16
Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan
panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus
emergency) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya
mencari suatu solusi.

Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan
pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami
kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga
kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus
keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan
keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena
dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat
keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat
teratasi.

Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan


langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan
pemecahan masalah.

4.1.2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis


1. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai /
menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah
yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah
tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam
yang lalu.

17
Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi,
tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak
menyadarinya.

contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa,
keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu
menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan
keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan
langsung contoh :
anamnesa ;
1. Pusingnya dirasakan sejak kapan ?
2. Dalam kondisi yang bagaimana ?
3. Apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan
pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ?
setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat
menemukan keluhan yang sebenarnya.

Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan
perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya .
Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani
masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik,
pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti
contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu
banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat
membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga
waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan,
menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila
dalam kondisi kegawatdaruratan misalnya :

 pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT,
riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat
tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit
keluarga (penyakit keturunan).

18
Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif,
maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga
yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan
pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada
bagian yang paling relevan.

b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)


Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan
suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini
merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa
banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi
atau pre eklamsi.
Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau
hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk
membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada.

contoh:
bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein – , maka diagnosa yang dapat
diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).Untuk
ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga
kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.

Salah satu contoh:

seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya
mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran
serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis
differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau
sisa placenta.

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan


pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan

19
informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan
diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.

Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak
mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri
sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa
dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan
bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja
belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan
placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya
menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda
menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka pilihan pengobatan
yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor
lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya.

3. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )

Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih


perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan
beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :

• Pengalaman tenaga kesehatan


• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.

Contoh:
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan,
anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah
memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan
didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia, keberhasilan
pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi –

20
informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif,
yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan.

4. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )

Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan


pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau
asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu
pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam
melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien
terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan
menghasilkan data untuk langkah berikutnya.

5. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )

Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana


tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk
mengetahui apakah sudah efektif atau tidak.

Contoh dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah


kontraksi uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika
belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan
perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler
(berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis
bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan,
misalnya kompresi bimanual.

Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke


pembentukan diagnosis akhir diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh
informasi objektif yang lebih banyak, jika diagnosis akhir ternyata sejalan
dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan
menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan
pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi

21
perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya, misalnya
bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika perdarahan
berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang membuktikan bahwa atonia
uteri yang menjadi penyebabnya masih belum terselesaikan), maka
penanganannya tidak bisa dianggap berhasil.

22
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi,


anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya
untuk membuat keputusan klinis selama kala I persalinan (PUSDIKNAKES-WHO,
2003).
Tujuan Utama partograf adalah mengamati dan mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaaan dalam
dan menentukan normal atau tidaknya persalinan serta mendeteksi dini persalinan lama
sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan persalinan lama.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://www.indonesian-publichealth.com/partograf-alat-pemantauan-persalinan/
Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
WHO. 1994. Partograf in Management of Labour. The Lancet, 00995355, vol.343 Issue 8910.
WHO. 2000. Managing Complications in Pregnancy and Chidbirth: A guide for midwives and
doctor. WHO: http://www.who.int .
http://lennyinnel.blogspot.com/p/penggunaan-partograf.html
Jannah Nurul. 2012. ASKEB II Persalinan Berbasis Kompetensi. Jakarta : EGC
https://akbidsalma.ac.id/pengambilan-keputusan-klinik-dalam-manajemen-kebidanan/

24

Anda mungkin juga menyukai