Anda di halaman 1dari 5

.

Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan


Sebagaimana halnya agama Kristen Katholik, dalam agama Protestan jugs
menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis.
Agama Protestan beranggapan bahwa aspek ke¬rukunan hidup beragama dapat
diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan norma dan pedoman hidup yang
terdapat dalam Al Kitab. Hukum Kasih ter¬sebut ialah mengasihi Allah dan
mengasihi sesama manusia.
Menurut agama Protestan, Kasih adalah hukum utama dan yang terutama dalam
kehidupan. orang Kristen. Dasar kerukunan menurut agama Kristen Protestan
didasarkan pada Injil Matins 22:37

PEMBAHASAN
Pemgertian Masyarakat, Proses Terbentuknya
Dan Tingkatannya
1. Pengertian Masyarakat
Alvin L. Bertrand (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok yang sama
identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan
bagi hidup bersama secara harmonis. Lebih lanjut Bertrand menyebutkan tiga ciri masyarakat;
 Pertama pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar.
 Kedua individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama
diantara mereka, minimal pada suatu tingkatan interahsi.
 Ketiga hubungan individu-individu sedikit banyak harus permanen sifatnya.
Sejalan dengan hal ini Soleman B. Taneko (1984) mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu
pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama.
Mengikuti pendapat Soerjono Soekanto (1982) bahwa masyarakat bukan sekedar
kumpulan manusia semata tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu
sama lainnya. Setiap individu mempunyai kesadaran akan keberadaannya ditengah-tengah
individu yang lainnya. Sistem pergaulan didasarkan kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan
yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Sejalan dengan hal ini oleh Mac Iver sesuai
kutipan Harsodjo (1972) di dalam masyarakat terdapat suatu sistem cara kerja dan prosedur dari
pada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian
sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan.

2. Terbentuknya Masyarakat
Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut teori sibernetik tentang
General System Of Action (Ankie M.M.. Hoogvelt : 1985) menjelaskan bahwa suatu masyarakat
akan dapat dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu .
1) Fungsi mempertahankan pola (Pettern Maintenance)
Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem
kebudayaan. Hal itu berarti mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat, oleh
kerena diorientasikan realitas yang terakhir.

2) Fungsi integrasi
Yang mana mencakup jaminan terhadap koordinasi yang diperlukan antara unit-unit dari suatu
sistem sosial, khususnya yang berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya
dalam keseluruhan sistem.

3) Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment),


Hal ini menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem aksi
kepribadian. Fungsi ini menyangkut penentuan tujuan-tujuan yang sangat penting bagi
masyarakat, mobilisasi warga masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

4) Fungsi adaptasi
Yang menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem
organisme perilaku dan dengan dunia fisik organik. Hal ini secara umum menyangkut
penyesuaian masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan hidupnya.
Seperti diketahui bahwa salah satu kekuatan yang dapat mendorong keterbukaan seseorang untuk melakukan perubahan dan
perbaikan kehidupannya adalah karena lemahnya ikatan sosial budaya lingkungan sekitar. Dalam hal ini menurut Abdul Syani
(1995) nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat tidak mampu memenuhi berbagai kepentingan masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman yang relatif tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kecenderungan
berpengaruh pada anggota masyarakat untuk segera dapat melakukan mobilitas baik secara vertikal maupun horisontal.
Menurut Soekanto (1982), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat
mempunyai sesuatu yang berharga, maka hal ini akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem pelapisan dalam
masyarakat. Sesuatu yang dihargai didalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis,
mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam beragama atau mungkin juga keturunan dari keluarga
yang terhormat.
Menurut JW.Schoorl (1980) bahwa kelompok-kelompok yang berbeda-beda masing-masing mempunyai kekuatan,
kekayaan dan wibawa yang berlainan. Beliau mengartikan stratifikasi sebagai proses atau struktur yang timbul dan tersusun
menjadi lapisan-lapisan yang berbeda menurut besarnya prestise atau kekayaan dan kekuatan.
Sesuai uraian diatas oleh Abu Ahmadi (1991) mengatakan bahwa stratifikasi terjadi disegala lapisan masyarakat hanya
saja jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu nampak. Misalnya dalam masyarakat primitif dikenal adanya dukun,
kepala suku dan lain-lain sedang di masyarakat Amerika stratifikasi nampak dalam tiga golongan masyarakat seperti; upper
class, middle class, dan lower class atau di India Brahmana, Ksatria, Waisa dan Sudra. Masing-masing golongan dilihat oleh
Ahmadi mempunyai sifat-sifat dan cara-cara berhubungan yang berbeda-beda.
Menyangkut pokok-pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi dalam masyarakat menurut J.R.Robin Williams dalam
Abdul Syani (1995) mengatakan :

a) Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi
objek penyelidikan.

b) Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan


(kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya.

2. Sistem pertentangan yang diciptakan warga masyarakat (prestige dan penghargaan).

3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;

4. Lambang-lambang status, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan
pada suatu organisasi dan sebagainya;

5. Mudah atau sukarnya bertukar status;

6. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki status


yang sama dalam sistem sosial masyarakat :
Faktor utama yang mendorong terjadinya pelapisan dalam masyarakat adalah karena tidak ada keseimbangan dalam
pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya
diantara anggota-anggota masyarakat. Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat
tertutup. Pelapisan sosial yang terbuka kemungkinan anggota masyarakat dapat untuk berpindah dari status satu ke status lainnya
berdasarkan usaha-usaha tertentu. Sistem pelapisan terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggotanya selalu mengalami kehidupan
yang tegang dan was-was, lantaran didalam memperjuangkan cita-citanya itu selalu bersaing dan berebut kesempatan untuk naik
status yang jumlahnya relatif terbatas, sebagai akibatnya banyak anggota masyarakat yang mangalami goncangan dan konflik
antar sesama.
Pada sistem pelapiasan sosial yag tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah dari status satu ke status
yang lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini, satu-satunya kemungkian untuk dapat masuk pada status tinggi dan terhormat
dalam masyarakat adalah karena kelahiran dan keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang
mengagungkan kasta seperti India misalnya; atau dalam kehidupan masyarakat yang masih mengagungkan paham feodalisme,
atau dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana statusnya ditentukan atas dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.

3. Tingkatan dalam Masyarakat


Stratifikasi sosial (Sosial Stratification) atau klasifikasi masyarakat merupakan
pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkhis).
Sorokin dalam Abdul Syani (1994) memperinci ciri umum adanya pelapisan dalam
masyarakat kedalam beberapa bagian, yaitu :
1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran; artinya
strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam
masyarakat.

2. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai dokter, dosen, buruh atau pekerja
teknis dan sebagainya semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat.

3. Kesolehan seseorang dalam beragama, jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan
dalam menjalankan agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh
masyarakat.

4. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat)
merupakan ciri seseorang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Nor H.M. 1997, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta, Pustaka Setia
Cohen Bruce J. 1983, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Bina Aksara

Anda mungkin juga menyukai