Anda di halaman 1dari 1

DISPNEA

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama
dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya
menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan
otot-otot pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis
mayor), pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu
menunjukkan adanya penyakit, orang normal akan mengalami hal yan sama setelah melakukan
kegiatan isik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pemeriksa harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yang
mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan yang
cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat muncul
dengan atau tanpa dispnea. Hiperentilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah
yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida (CO2) normal, hal ini
dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu
lebih rendah dari angka normal (40 mm Hg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom
hiperoentilasi yang sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stres emosional.
Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat
mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-
beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan
penyakit lain selain paru.
Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam
perhitungan dan mekanisme neuroisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum tersedia
keterangan tentang dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima. Sumber penyebab
dispnea termasuk (1) reseptor-reseptormekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding
dada. Dalam teori tegangan-panjang, eemen-elemen sensoris gelombang otot pada khususnya,
berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya.
Dispnea terjadi bila tgangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas
tercapai). (2) kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 ( PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen).
(3) peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas,
dan (4) ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi. Mekanisme
tegangan-panjang yang tidak esuai adala teori yang paling banyak diterima karena teori
tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Aktor kunci yang tampaknya
menjelaskan apaka dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaa sesuai dengan aktivitasnya.
Namun, rangsangan, reseptor sensoris, dan saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan
pasti.
Berdasarkan tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung
pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik dan terlibatnya emosi dalam
melakukan kegiatan itu. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan tingkat
aktivitas minimal yang menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah dispnea terjadi
setelah aktivitas sedang atau berat atau terjadi pada saat istirahat.

Anda mungkin juga menyukai