Sumber-Sumber Ajaran Islam
Sumber-Sumber Ajaran Islam
1.AL-QUR’AN
A.PENGERTIAN AL-QUR’AN
Etimologi = Al-Qur’an –> Qara’a – Yaqra’u – Qur’anan yang berarti bacaan.
Terminologi = Al-Qur’an adalah Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan
membacanya adalah ibadah.
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai
dengan firmannya sebagai berikut:
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al=Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS 15:9)
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS 4:82
kita dapat meyimpulkan bahwa Alquran adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah,
turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril., pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya
dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Nas, bagi yang membacanya bernilai
ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad
Saw., keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik.
B.Kedudukan Al-Quran
sebagai sumber Tasyri’(hukum) Islam, Al-Quran berkedudukan sebagai sumber
hukum yang pertama dan utama, tidak ada satu jenis hukumpun yang tidak terdapat dasar-
dasarnya dalm Al-Quran. Sebagaimana firman Allah SWT.:
“tidaklah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.” QS. Al An’am, 6:38
Kedudukan Al-Quran itu sebagai sumber pertama dan utama bagi sumber hukum
Islam sehingga seluruh ketetapan hukum supaya berpegang kepada Al-Quran dalam
pembuatannya, baik secara tersurat maupun tersirat. Sebagaimana isyarat Allah SWT. Dalam
Al-Quran:
“maka berpegang teguhlah kamu kepada apa (agama) yang telah diwahyukan kepadamu.
Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.” QS. Az-Zukhruf, 43:43.
C.FUNGSI AL-QUR’AN
1. Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2. Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3. Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10:
37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4. Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5. Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6. Sebagai pemberi kabar gembira
7. Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8. Sebagai peringatan
9. Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
10. Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
11. Sebagai pelajaran
12. · Al- Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi kehidupan manusia disamping
sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
13. · Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan adalah bulan yang
diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
14. · Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada….(QS. Yunus : 57).
15. · Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi
seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).[7]
D.KANDUNGAN AL-QUR’AN
1. Prinsip-prinsip keimanan(tauhid) kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar,
dan sebagainya.
2. Prinsip-prinsip syari’ah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum sepertiperekonomian,
pemerintahan, pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.
3.. Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat
dosa (nadzir).
4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai i’tibar / pelajaran ).
5. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ), manusia, masyarakat
maupun tentang alam semesta.( astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian,
kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.)
E.Kodifikasi Al Quran
Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun 2 bulan 22 hari ,sekitar
13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah. Al Quran terdiri dari 30 juz, 114 surat dan
6.236 ayat. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah disebut ayat-ayat Makiyyah sebanyak 4.780 ayat
yang tercangkup dalam 86 surat,sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut ayat-ayat
Madaniyah sebanayk 1.456 ayat yang tercangkup 28 surat.Isi ayat-ayat makiyyah banyak
mengedepankan prinsip-prinsip dasar kepercayaan meletakkan kaidah-kaidah umum
syariah(peraturan) dan akhlak,dan ayat-ayatnya pendek.
Adapun ayat madaniyyah menerangkan aspek syariah baik menyangkut tentang ibadah maupun
muamalah dan akhlak.
Ayat-ayat yang diturunkan tersebut dihapal oleh Rasul, lalu dihapalkan oleh sahabat-sahabat
rasul dan diajarkan kepada orang lainnya.
2. AS-SUNNAH
Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti
perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang
dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para
muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits
tersebut yang dengan sanaad.
A.Macam-macam As-Sunnah:
ditinjau dari bentuknya
1. Fi’li (perbuatan Nabi)
2. Qauli (perkataan Nabi)
3. Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada
derajat mutawir
3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
Ditinjau dari kualitasnya
1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan
pembawaannya yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1. Maqbul, yang diterima.
2. Mardud, yang ditolak.
B.KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS
1. Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
2. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
3. Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’,
4: 65)
Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan
mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-
Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang
menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan
mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang
diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan
memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai
itu haram.
Dari segi bahasa, Ijtihad berarti sungguh-sungguh. Menurut istilah Ulama Fiqih, Ijtihad ialah
mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum syara, dari
dalil-dalilnya yang tafshili (terinci).
Jadi: merupakan suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum dalil-dalil, untuk itu dan
sebagai cara untuk memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan kepentingan hokum
B.Dasar Hukum Ijtihad
Ø Al-Quran
Ø Al-Hadits
Ø Atsar Shahabat
Ø Fatwa Imam Mujahidin
C.Tujuan Ijtihad
Tujuan Ijtihad ialah untuk menggali dan mengistimbatkan (menetapkan) berbagai macam
hukum yang berkenaan dengan kemaslahatan hidup mereka yang belum ada ketetapan hukumnya
secara pasti dalam Al-Quran dan As-Sunnah Nabi SAW.
D.Metode-Metode Ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara metode atau cara berijtihad adalah:
a. Ijma’, adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu
tempat disuatu masa.
b. Qiyas, adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-
Qur’an dan As-Sunah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul
karena persamaan illat-Nya.[4]
Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90. Yang
menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-Nya yakni memabukkan. Sebab minuman yang
memabukan, dari apapun ia dibuat, hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum.
Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka dengan qiyas
pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum dan
diperjual belikan untuk umum.
c. Istidlal, adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Contoh : Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum islam.
d. Masalin Al-Mursalah, adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya baik di dalam Al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimabangan
kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Contoh : Pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan, yang sama sekali tidak
disinggung di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah Rasul.
e Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan cara menyimpang dari ketentuan yang sudah ada
demi keadilan dan kepentingan social. Istishan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang
tepat menurut suatu keadaan.
Contohnya : Pencabutan hak milik sesorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk
mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
f. Istisab, adalah menetapkan hukum suatu hel menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada
dalil yang mengubahnya.
Contoh : A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B menurut A utangnya telah dibayar
kembali, tanpa menunjukan bukti atau saksi. Dalam kasus ini bedasarkan istisab dapat ditetapkan
bahwa A masih belum membayar utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada
bukti yang menyatakan bahwa perjanian utang-piutang tersebut telah berakhir.
g. Adat-Istiadat atau ‘Urf, adalh yang tidak bertentangan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus
berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Contoh : Melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara
tunai atau utang atas persetujuankedua belah pihak, dan lain-lain.[5]