Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat
diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta
dapat meningkatkan pendapatan petani di wilayah pesisir. Rumput laut (seaweed)
merupakan nama dalam perdagangan untuk jenis alga yang dipanen dari laut.
Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya antara akar,
batang dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang
sama, walaupun sebenarnya berbeda (Yulianda, 2001).
Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam Program
Revitalisasi Perikanan Budidaya tahun 2006-2009 selain udang dan tuna, yang
telah dicanangkan oleh presiden pada tanggal 11 Juni 2005 dan tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, menyumbang ekspor non migas,
mengurangi kemiskinan dan menyerap tenaga kerja nasional (Burhanuddin,
2008).
Beberapa hal yang menjadi keunggulan rumput laut antara lain : (1)
peluang pasar ekspor yang terbuka luas, (2) belum ada batasan atau kuota
perdagangan bagi rumput laut, (3) teknologi pembudidayaannya sederhana,
sehingga mudah dikuasai, (4) siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga
cepat memberikan keuntungan, (5) kebutuhan modal relatif kecil, dan (6)
merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya
(Anggadiretdja, 2006). Oleh karena itu rumput laut termasuk komoditas
unggulan yang perlu mendapat prioritas dalam penanganannya.
Rumput laut di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Eropa
(Brown, 1983). Rumput laut yang diperdagangkan di pasar internasional terdiri
dari banyak jenis dengan kandungan dan manfaat yang berbeda-beda diantaranya
Eucheuma cottoni. Gracilaria sp dan sargassum sp. Perkembangan rumput laut
di dunia ditandai dengan meningkatnya permintaan rumput laut khususnya rumput
laut Eucheuma cottoni dalam bentuk raw material atau rumput laut kering oleh
negara-negara konsumen.
60
Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan
gambaran potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di perairan ,
hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga
tersebut hanya genus Eucheuma dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan.
Wilayah sebaran budidaya genus Eucheuma berada di Sumatera Barat
(Kabupaten Pesisir Selatan dan Mentawai), Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, Banten, Pulau Seribu, Jawa Tengah, NTT, NTB, Pulau Sulawesi,
Kalimantan, Maluku dan Papua (Anggadiredja dan Achmad, 2009).
Rumput laut Eucheuma sp. Mulai dibudidayakan secara masal pada tahun
1984 di Nusa Dua, Nusa Penida, Nusa Tenggara Barat. Jenis rumput laut yang
dibudidayakan adalah jenis Eucheuma spinosum dengan bibit lokal dan Eucheuma
cottoni dengan bibit asal Philpina. Sesuai dengan perkembangan pasar, saat ini
yang lebih banyak dibudidayakan adalah jenis Eucheuma cottoni.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2011), total luas lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut adalah sebesar 1 110 900 hektar
dengan tingkat produktivitas 128 ton berat basah per hektar per tahun atau 16 ton
berat kering per hektar per tahun, sehingga potensi produksi rumput laut Indonesia
adalah 17 774 400 ton berat kering per tahun. Perkembangan produksi rumput
laut Indonesia tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Produksi Rumput Laut Indonesia Jenis Eucheuma
cottoni Tahun 2005 – 2010