Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:

Muchamad Fadil

201720401011165

Pembimbing:

dr. Subur Suprojo, Sp.OG

SMF/BAG ILMU OBSTETRI GYNEKOLOGY

RSUD KABUPATEN JOMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL........................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selaput Ketuban................................................................................ 3

2.2 Cairan Amnion.................................................................................. 4

2.2 Definisi Ketuban Pecah Prematur..................................................... 6

2.3 Epidemiologi..................................................................................... 6

2.4 Etiologi.............................................................................................. 6

2.5 Patofisiologi...................................................................................... 7

2.6 Diagnosis .......................................................................................... 9

2.6 Diagnosis banding ............................................................................ 12

2.7 Penatalaksanaan................................................................................ 12

2.8 Komplikasi........................................................................................ 14

2.6 Prognosis .......................................................................................... 15

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

BAB 1

PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan

korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel

epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin

terhadap infeksi 1.

Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.

Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu

disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-

10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini 1.

KPD merupakan masalah penting dalam obstetri yang berkaitan dengan

penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,

yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi

pada ibu 1.

Penyebab KPD ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui, banyak

penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa dokter menunjukan infeksi sebagai

penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah kondisi sosial ekonomi

rendah yang berhubungan dengan kualitas perawatan antenatal, penyakit menular

seksual misalnya chlamydia trachomatis, dan nesceria gonorrhea. Selain itu

infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput

ketuban /amnion yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya

ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan

pemeriksaan dalam.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. SELAPUT KETUBAN DAN CAIRAN AMNION


1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion

adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan


amnion. Sktuktur avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam

kehamilan pada manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir

semua kekuatan regang membran janin. Dengan demikian, pembentukan

komponen-komponen amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah

penting bagi keberhasilan kehamilan 2.


Menurut Helen, amnion (selaput ketuban) merupakan membran

internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis,

ulet, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun

dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal

plasenta sampai pada insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai

pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan

korion merupakan membran eksternal yang berwarna putih dan terbentuk

dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput

ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus 3.

Gambar 2.1 Selaput amnion dan korion


2. Cairan Amnion
a. Volume cairan amnion
Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga

amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan

kehamilan sampai menjelang aterm.


Tabel 2.1 Cairan amnion yang lazim 2

Minggu Janin Plasenta Cairan Amnion Persen Cairan


Gestasi (g) (g) (ml)
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17
Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 –1500 ml,

warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan

manis. Cairan ini dengan berat jenis 1.008, terdiri atas 98% air. Sisanya

terdiri atas garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar,

terdapat rambut lanugo, sel-sel epitel dan verniks kaseosa. Protein

ditemukan rata-rata 2,6% g per liter, sebagian besar sebagai albumin 1.

b. Fungsi cairan amnion


Beberapa fungsi dari cairan amnion 3:
 Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.
 Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin.
 Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam

basa (pH) dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang

optimal bagi janin.


 Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh

ruang intrauterin.
 Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan

cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi

jalan lahir.
B. KETUBAN PECAH DINI
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah ketuban pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti

tanda-tanda awal persalinan 5.


2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm, dan

pada midtrimester kehamilan. Frekuensi kejadiannya yaitu 8%, 1% –3% dan

kurang dari 1 %. Secara umum, insiden dari KPD terjadi sekitar 7 –12 % 6.

Menurut EASTMAN insidensi ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari

semua kehamilan7 sedangkan menurut Rahmawati, insiden KPD adalah

sekitar 6-9 % dari kehamilan 8.


2.3 Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara

pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

dengan KPD, namun faktor mana yang berperan sulit diketahui.

Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya, meliputi 9,10:


a. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia

dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah

sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten,

makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit

upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan

komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.


b. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban paling bawah

mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.


c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan

genetik).
d. Multipara, grandemultipara. Pada kehamilan yang terlalu sering akan

mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang


terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban

pecah sebelum tanda-tanda inpartu.


e. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan sefalopelvik

disproporsi.

Hidramnion atau kadang-kadang disebut polihidramnion adalah

keadaan di mana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc

(Prawirohardjo, 2007). Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus,

atresia esophagus, gemeli dan ibu yang mengalami diabetes mellitus

gestasional (DMG). Ibu dengan DMG akan melahirkan bayi dengan

berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan

amnion juga akan berlebih (Saifuddin, 2002). Kehamilan ganda adalah

kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya

hidramnion bertambah 10 kali lebih besar (Mochtar, 1998).

f. Kelainan letak yaitu letak lintang sungsang


g. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat

daripada ibu muda.

i. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.

j. Merokok selama kehamilan.

2.4 Patofisiologi
Mekanisme Ketuban Pecah Dini 1
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh

kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena

pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput

ketuban bagian inferior rapuh.


Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ektraseluler

matriks. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen


menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban

pecah. Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:


a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal karena antara lain merokok.


Degenerasi kolagen dimediasi oleh matriks Metaloproteinase (MMP)

yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase.


Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-

1 mengarah pada degenerasi proteolitik dari matriks ektraseluller dari

membran janin. Aktifitas degenerasi proteolitik ini meningkat menjelang

persalinan.

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya

apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari

enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks

ekstraselular amnion. Kolagen amnion interstitial terutama tipe I dan III

yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan

kekuatan membran fetal.

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang

terlibat dalam remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2,

MMP-3 dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada

kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh

tissue inhibitor of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula

ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah

dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan dari inhibitor mendukung

teori bahwa enzim-enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.


Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-

marker apoptosis di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding

dengan membran pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang

mengatakan bahwa ketuban pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi

aktivitas degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa pada

kelemahan dinding membran fetal 11.

2.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang 6.

Anamnesis

Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan

seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita

merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara

tiba- tiba dari jalan lahir.

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari

vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,

pemeriksaan ini akan lebih jelas.

 Pemeriksaan inspekulo

Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena

pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko


infeksi. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,

konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang dinilai adalah :

a. Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari

serviks. Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi.

Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan.


b. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung

diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien

batuk untuk mempermudah melihat pooling.


c. Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.

Kertas nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 –

6.5. Sekret vagina ibu hamil memiliki pH 4 –5, dengan kertas

nitrazin tidak memberikan perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa

memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan

seperti darah, semen atau vaginitis seperti trichomoniasis.


d. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih

samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang

diambil dari forniks posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan

di atas gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop. Gambaran

‘ferning’ menandakan cairan amnion.


e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan

group B Streptococcus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di

dalam cairan amnion tetapi tidak di semen dan urin.


b. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.
c. Tes pakis.
d. Tes lakmus (Nitrazine test).
2. Pemeriksaan ultrasonography (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit (oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion

ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tetapi

bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai

Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

Ultrasonografi dapat mengidentifikasikan kehamilan ganda, janin yang

tidak normal atau melokalisasi kantong cairan amnion pada

amniosentesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin.

Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah

dini.

2.6 Diagnosis banding5


a. Cairan dalam vagina bisa urine atau fluor albus
b. “Hind water” and “fore water rupture of the membrane”
2.7 Penatalaksanaan1
a. KPD dengan kehamilan aterm
 MRS
 Diberikan antibiotik (ampisilin 4x500mg/eritromisin 2x500)
 Observasi suhu rektal tidak meningkat,
Ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan

terminasi
 Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam,
Tidak ada tanda-tanda inpartu, dilakukan terminasi
b. KPD dengan kehamilan prematur
1. EFW > 1500 gram
 Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan

gentamycine 60-80 mg tiap 12 jam selama 2 hari


 Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (Betamethasone

12mg iv, 2 x selang 24 jam)


 Observasi 2 x 24 jam, kalau belum ada tanda-tanda inpartu

segera terminasi
 Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan

meningkat > 37.6oC segera terminasi


2. EFW < 1500 gram
 Observasi 2 x 24 jam
 Observasi suhu rektal tiap 3 jam
 Pemberian antibiotik (Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama

2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 12 jam selama 2 hari) /

kortikosteroid (Betamethasone 12mg iv, 2 x selang 24 jam)


 Bila suhu rektal meningkat > 37.6oC, segera terminasi
 Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG: Bagaimana jumlah air ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup, dilanjutkan perawatan

diruangan s/d 5 hari


- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
 Bila 2 x 24 jam cairan ketuban tetap keluar, segera terminasi
 Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat:
- Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam, atau

keluar cairan lagi


- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vagina
Terminasi Persalinan yang dimaksudkan diatas adalah
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytocin (5u/500cc

D5%), bila persyaratan klinis memenuhi


2. Sektio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytoxin tidak

terpenuhi (ada kontra indikasi), atau drip oxytocin gagal.


c. KPD yang dilakukan induksi
1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau

belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan

diselesaikan dengan seksio sesar


2. Bila dengan 2 botol (5u/500cc D5%) dengan tetesan maksimum,

belum ada tanda-tanda inpartu atau belum keluar dari fase laten,

induksi dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan dengan seksio

sesar.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada

usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan

prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden secsio sesarea, atau gagalnya persalinan normal 1.


a. Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada kasus ketuban pecah

dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi

septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis

sebelum janin terinfeksi.


b. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode

laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi

dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50%

persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu

persalinan terjadi dalam 1 minggu.


c. Hipoksia dan Afiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali

pusat sehingga terjadi afiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajad oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat.


d. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan

janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan

serta hipoplasi pulmonar.


2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan serta

adanya infeksi atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimister

(13-26 minggu) memiliki prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup

bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12% ketika


terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% didiagnosis pada 25-26

minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga

bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif.

Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka

prognosisnya lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga

terkadang paska aterm sering digunakan induksi untuk membantu

persalinan 12,13.

BAB 3

KESIMPULAN

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi

pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya. Ketuban pecah prematur

adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan

ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.

Penyebab KPD antara lain meliputi (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor

keturunan, (3) pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia),

(4) overdistensi uterus, (5) malposisi atau malpresentase janin, (6) faktor yang

menyebabkan kerusakan serviks, (7) riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih,

(8) faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan selama hamil, (9)

merokok selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan
ketuban kurang kuat dari pada usia muda, (11) riwayat hubungan seksual baru-

baru ini, (12) paritas, (13) anemia, (13) keadaan sosial ekonomi

Penatalaksanaan KPP didasari oleh usia kehamilan pada saat penegakan

diagnosis. Pada semua usia kehamilan, prinsip penatalaksanaannya adalah

mencegah resiko infeksi dan kompresi umbilical cord.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, 2009. “Ilmu Kebidanan”. Bina Pustaka

Prawirohardjo. Jakarta.
2. Cunningham F, Gary et al, 2006, Obstetri Williams, Edisi 21, Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.


3. Helen F , 2001. “Perawatan Maternitas : Plasenta dan Janin”. Edisi 2. Buku

Kedokteran EGC. Jakarta


4. Yulaikhah, Lily, 2009. “Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan”. Buku

Kedokteran EGC,Jakarta.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2008. Bag/Smf Ilmu Kebidanan dan

Penyakit Kandungan. Edisi III. RSUD Dr. Soetomo Surabaya


6. Chan Paul D, John Susan M, 2006. Current Clinical Strategies Gynecology

and Obstetrics, Current Clinical Strategies Publishing, California


7. Mocthar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1. Edisi kedua. Buku

Kedokteran. ECG. Jakarta


8. Rahmawati, Eni Nur, 2011. Ilmu Praktis Kebidanan: Kelainan-kelainan dan

penyakit telur. Victory Inti Cipta. Surabaya


9. Manuaba Chandranita Ida Ayu et all, 2009, Buku Ajar Patologi Obstetri

untuk Mahasiswa Kebidanan, Cetakan pertama, Buku Kedokteran

EGC,Jakarta
10. Morgan Geri, Hamilton Carole, 2009. Panduan Praktik Obstetri dan

Ginekologi, Buku Kedokteran ECG. Jakarta


11. Parry Samuel et al,1998. Premature Rupture of The Fetal Membranes. New

England Journal Medicine, pp : 663 –670


12. Manuaba IBG, 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit ECG. h

456-60
13. The Medscape Journal of Medicine. 2011. “Premature Rupture of

Membrane”. Diunduh dari emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai