Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Henoch–Schönlein purpura, disebut juga sebagai Allergic purpura, atau
anaphylactoid purpura atau vascular purpura, adalah penyakit sistemik
berupa vaskulitis, dimana terjadi peradangan pada pembuluh darah, yang
dikarakteristikkan oleh deposit kompleks imun, antibody Ig A, pada terutama
kulit dan ginjal.
Henoch-Schönlein Purpura adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik
berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, dan kadang–kadang nefritis atau hematuria(1,2,3).
Purpura Henoch-Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA
mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada
anak-anak. Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura
alergik dan vaskulitis alergik.(1)
Henoch-Schönlein purpura (HSP) atau dikenal juga dengan
anaphylactoid purpura atau allergic purpura, atau vascular purpura, adalah
suatu penyakit peradangan pembuluh darah yang berhubungan dengan reaksi
imunolgis khususnya immunoglobulin A. Pada HSP, terjadi proses nekrosis
dari vascular, yang ditandai dengan terjadinya destruksi fibrin dinding
pembuluh darah dan leukocytoclasis.
Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vasculitis dengan
kombinasi gejala; rash pada kulit, atrhalgia, periarticular udema, nyeri
abdomen, dan glomerulonephritis. Dapat disertai infeksi saluran pernafasan
atas, dan berhubungan dengan Imunoglobin A, dan sintesis imunoglobin G.
IgA dan IgG berinteraksi untuk menghasilkan kompleks imun, yang
mengaktifkan complement, yang di depositkan pada organ, menimbulkan
respon inflamasi berupa vaskulitis.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak
sekolah) dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Meskipun satu dari
kriteria untuk diagnosis HSP dipublikasikan oleh American College of
Rheumatology adalah “umur kurang dari 20 tahun” penyakit ini dapat timbul

1
dari bayi hingga dekade kesembilan. Terdapat lebih banyak pada anak laki
-laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1).(1,3)
Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah. HSP umumnya
merupakan benign self-limited disorder, < 5% kasus menjadi kronis, hanya <
1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal.
Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP diberbagai
negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya glumerulonephritis yang
dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP menimbulkan 18-40% dari
penyakit glumerular di Jepang, Perancis, italia, dan Australia sementara lesi
glumerular bertanggung jawab untuk hanya 2-10% di US, dan Canada. Tidak
ada penjelasan untuk perbedaan yang ditawarkan, tetapi mereka bisa menjadi
sekunder terhadap perbedaan dalam kaitan provokasi atau faktor yang
mempengaruhi antar lokasi.
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada penyakit ini dihasilkan dari
glomerulonephritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis.
Pada yang minimum, hematuria transient timbul pada 90% pasien. Insufisiensi renal
timbul kurang dari 2% pasien, dan end-stage renal failure timbul kurang dari 1%.
HSP berkisar antara 3-15% pada anak yang memasuki program dialisis. Meskipun
jarang, perdarahan pulmonar seringkali merupakan komplikasi yang fatal dari HSP.

C. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga
beberapa faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus
respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin,
imunisasi ( vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A
dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina,
penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5)
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3)
Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk
penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).(1)

2
Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan
konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu
terkait dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)
 Infeksi :- Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster -Enteritis Campylobacter

 Vaksin :- Tifoid - Kolera


- Campak - Demam kuning

 Alergen- Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)


- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin

 Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

D. PATOFISIOLOGI

Infeksi
(bakteri, virus, parasite)

Vaksin
Autoimun
Obat

Antigen-antibody (IgA) immune komplek

Mengendap di jaringan dan dinding pembuluh darah

Aktivasi sistem komplemen

Inflamasi

Vaskulitis pembuluh darah kapiler

Pembuluh darah mengalami kebocoran atau tersumbat


Pelepasan
mediator
Serabut
3 nyeri Purpura
Kerusakan
Henoch-Schonlein
Merangsang
Kerusakan
Lesi purpura, sraf eferen
Nutrisi kurang Hemate (histamine,
vascular
nosiceptor
Merangsa
integritas
petheciaeKulit
dariNausea, otonom di
kebutuhan Otak Intoleransi
(korteks
mesis, bradikinin,
gastrointesti
(reseptor Gangguan
ng batang
Iritasi sal. Kelemah
tubuh sal cerna somatosensorik)
Aktivitas
Persepsi nyeri
melena dll)
nal
nyeri) mobilitas fisik
Anoreksia
vomiting otak
cerna Nyeri Anemia
akut an
Kulit GI
Sendi Ginjal

Arthritis
Hematuria,
proteinuria
Reaksi komplek
sistem imun

Peningkatan GFR ↓
permeabilitas
kapiler
Gagal ginjal
Perpindahan
cairan ke
intertsisial

Edema

Pergerakan
sendi tidak
maksimal
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya
tidak diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada
dinding pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang
menyebabkan perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun
IgA memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses alergi. Namun
mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi kuman streptokokus
grup A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama
penyakit ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun
purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal,
maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut.

4
Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah,
intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala
gastrointestinal umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan
mendahului gejala lainnya seperti bercak kemerahan pada kulit.
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari
kompleks immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1
dan IgA2 dan diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini
seringkali terbentuk sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks
sirkulasi menjadi tidak terlarut, disimpan didalam dinding pembuluh darah
kecil (arteri, kapiler, venula) dan komplement aktivasi, lebih banyak sebagai
jalur alternative (berdasarkan kehadiran dari C3 dan properdin serta ketiadaan
komponen awal pada kebanyakan biopsi).
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil.
Lebih spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA1-C). Pada
keadaan normal, IgA1-C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor
asialoglikoprotein yang akan berikatan dengan rantai oligosakarida dari
fragmen IgA1-C. Pada pemeriksaan serum, kadar IgA1-C lebih tinggi pada
pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada mereka yang
tanpa keterlibatan ginjal.
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan
sel polimorfonuklear. Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik sitoplasmik
ditemukan.Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk
TNF alfa dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya.
Pada pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal
dengan IL-1 dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya
infiltrasi leukosit dan limfosit perivaskular dengan deposit kompleks imun
IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan jaringan mesangial ginjal.
Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan
menyebabkan inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan
trombosis yang menetap. Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari

5
eritrosit akan perdarahan dari organ yang dipengaruhi dan bermanifestasi
secara histologis sevagai vaskulitis leukocytoclastic.
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau
fragmen sel disekitar pembuluh darah kecil kulit. Kompleks imun yang
mengandung IgA dan C3 telah diketemukan di kulit, ginjal, intestinal
mukosa, dan pergelangan, dimana tempat organ utama terlibat didalam HSP.
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah
kecil. Nyeri abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis
submukosa dan perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari
mikrovaskular usus. Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait
dengan HSP. Manifestasi renal berkisar dari perubahan minimal hingga ke
glumerulonefritis crescentic berat.
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan,
tetapi IgG, IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini
juga dapat timbul dalam ruang glumerular subepithelial. Banyak yang
percaya bahwa kedua nephritis HSP dan nefropati IgA (Berger disease),
dimana merupakan penyebab tersering dari glumerulonephritis di dunia,
mempunyai penampilan klinis yang berbeda dari proses penyakit yang sama.
Manifestasi dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi kompleks imun
(IgA,C3) didalam pembuluh kulit papiler, menghasilkan kerusakan pembuluh
darah, ekstravasasi sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi
dengan palpasi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di wilayah tubuh,
seperti kaki bawah, punggung dan abdomen.
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatrik
menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan
bahwa 40% pasien mempunyai URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi,
termasuk group A streptococci, varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus,
parvovirus B19, Mycoplasma, Campylobacter, dan Yersinia. Lebih jarang,
faktor lain telah dikaitkan dengan dengan agen penimbul dalam
perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat, makanan, kehamilan, demam
mediterania familial, dan paparan di udara yang dingin. HSP juga telah

6
dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk typhoid, campak, demam kuning
dan kolera.(2)
Patogenesis spesifik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP
mempunyai fruekuensi signifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRB1*07
daripada kontrol geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor
necrosis factor-α (TNFα) dan interleukin (IL)-6 telah diidentifikasi dalam
penyakit yang aktif. Teknik Immunofluorescence menunjukkan deposisi dari
IgA dan C3 dalam pembuluh darah kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi
peranan aktivasi komplemen tetap kontroversial.
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks
imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen
jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular
seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di

kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis
dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)

Gambar 1.1 Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mengasium ginjal

Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis


PHS, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang
berperan dalam mediator inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi
proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit
selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan
atau disfungsi sel endotel.(1,3) Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel
vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin

7
dianggap terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan
hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap
turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini
dibanding pada fase remisi.(1,3) Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki
hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan
fase akut.(3).

E. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak
selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak
tepat.(5)

Gambar 1.2 Gambaran Klinis

Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas
yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala.
Gejala klinis mula-mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura
tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus
tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan
lengan bagian luar. Dalam 12-24 jam makula akan berubah menjadi lesi
purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5-2 cm. Lesi
dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai ekimosis yang
kemudian dapat mengalami ulserasi.(1,3)

8
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan
(pressure-bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus
dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit
dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai
rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa
vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini
dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula
rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio
testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari
38°C, nyeri kepala dan anoreksia.(1,2,3,4)
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi
oleh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut
AHEI (Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang
cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah
seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan
tangan, siku dan persendian di jari tangan.(1,2,3,4,5) Kelainan ini timbul lebih
dulu (1-2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak,
nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun
panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula
rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas
menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen
biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1– 4 minggu setelah
onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. (3)
Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang-
kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi
dibanding ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis
dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan

9
intramural.(1,3) Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi
maupun tidak.(3)
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2g/dl), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau
nefritis.(1,3) Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset
ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya
berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis
meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya
ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat
keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. (3)
Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung
pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.
Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria
pada pasien.(3)
Kadang-kadang HSP dapat disertai dengan gejala-gejala gangguan sistem
saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya
vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat
menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala-
gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan
tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan
emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan
defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis,
kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-
Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan
nyeri abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi
pada pasien HSP. (3)
Gejala-gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain
vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru
bilateral, ureteritis stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan

10
intrakranial, hematoma subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan
pankreatitis akut.(3)

F.DIAGNOSIS
Secara sistematis, dapat dijabarkan, cara mendiagnosis penderita HSP, yaitu :
 Anamnesa
 Riwayat
Adanya riwayat yang bervariasi dengan setiap pasien, Tanda dari
penyakit ini adalah purpura palpasi, dimana dapat terlihat pada hampir
100% pasien. HSP cenderung untuk timbul pada lemak dan lengan atas
pada anak usia lebih muda dan pada kaki, ankle, dan kaki bawah untuk
anak yang lebih tua dan dewasa. Pasien seringkali tampak dengan
demam ringan dan malaise secagai tambahan gejala yang spesifik.
Purpura dapat menjadi tanda yang tampak. Sama banyaknya dengan
50% anak yang tampak dengan gejala lainh dari purpura. Erupsi
seringkali berbarengan dengan arthralgia atau arthritis, nyeri abdomen,
atau pembengkakan testis. Meskipun dapat tampak lebih awal, penyakit
renal seringkali timbul lebih dari 3 bulan setelah penampakkan awal.

 Keterlibatan ginjal
Insiden dari keterlibatan ginjal 10-60% telah dilaporkan, dan
perluasan dari kerusakan glomerular paling banyak dibedakan dari
morbidotas dan mortalitas jangka panjang dari HSP. Kehadiran dari
sabit glomerular dalam biopsi ginjal berkorelasi dengan prognosis yang
buruk. Satu studi dari 57 pasien dewasa dengan HSP menunjukkan
bahwa adanya URI, purpura dibagian atas betis, demam, dan adanya
serum marker inflamasi (erythrocyte sedimentation rate [ESR], C-
reactive protein [CRP]; memprediksi keterlibatan ginjal.
Nefritis HSP biasanya tampak sebagai hematuria makroskopis
dan proteinuria yang berakhir berhari-hari atau berminggu-minggi. Hal
ini mungkin dapat ditemani dengan peningkatan kreatinin plasma dan

11
atau hipertensi, diikuti dengan hematuria mikroskopik, dimana dapat
berakhir berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Gross hematuria dapat
timbul bertahun-tahun setelah penyakit yang awal dari relaps purpura,
seringkali diiikuti dengan URI. Dari pasien dengan keterlibatan ginjal,
sama banyaknya dengan 10% dapat timbul gagal ginjal kronis dan end-
stage renal disease. Bagaimanapun, kurang dari 1% pasien dengan HSP
mempunyai prognosis yang buruk.

 Rekurensi penyakit
Timbul berminggu hingga berbulan-bulan pada orang dewasa dan
anak-anak. Dalam studi pediatrik yang lebih besar oleh Allen et al,
anak-anak usia lebih dari 2 tahun mempunyai angka rekurensi lebih dari
50%, sementara yang lebih muda dari 2 tahun mempunyai 25%
kesempatan rekurensi. Perbedaan primer antara anak-anak dan dewasa,
menurut satu studi dari 57 pasien dengan HSP, adalah kronisitas dan
keparahan erupsi pada populasi berikutnya. Bullae dan ulkus menjadi
lebih sering pada dewasa dan eksaserbasi kutan dapat terlihat selama 6
bulan atau lebih.

 Tanda dan gejala yang lain


Nyeri testis dan bengkak, hepatosplenomegali, keterlibatan sistem
saraf pusat atau perifer (kejang atau mononeuropati, secara respektif),
nyeri kepala, dan jarang, infark miokard atau perdarahan pulmonar.

Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang


spesifik daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat
mengarahkan kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama
di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala
berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau
artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)

12
Tabel 1. Kriteria Diagnosis HSP
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura) terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan
dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsy Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula

Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila


memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada. (Buku Ajar Alergi-Imunologi
Anak 2007)
Selain itu, terdapat beberapa kriteria diagnosis menurut American
College of Rheumatology 1990: Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:
(1) Palpable purpura non trombositopenia; (2) Onset gejala pertama < 20
tahun; (3) Bowel angina; (4) Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding
arteriol atau venula.
Menurut European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan
Pediatric Rheumatology Society (PreS) 2006 apabila terdapat palpable
purpura dan diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi
IgA yang predominan (pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal
(hematuria dan atau proteinuria)

13
Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul
antara lain akut abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis
bakterial, ITP, demam reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi
obat – obatan, nefropati IgA, artritis reumatoid.(2,3,4,5)

 Pemeriksaan fisik
 Kulit
Lesi kulit primer erupsi dapat dimulai dengan makular
eritematosus atau lesi urticarial, berkembang menjadi papul, dan
kemudian, menjadi purpura yang bisa dipalpasi, biasanya berdiameter
2-100 mm. Bullae, vesicles, petechiae, dan ecchymotic, necrotic,
ulcerative, atau lesi lain dapat timbul. Edema subkutan sering pada
anak-anak usia kurang dari 3 tahun.
Lesi biasanya simetris dan cenderung terdistribusi di area tubuh
tergantung, seperti ankle dan kaki bawah pada anak yang lebih tua dan
dewasa, dipunggung, lipatan lemak, ekstremitas atas, sejak regio ini
cenderung untuk menjadi tergantung dalam beberapa kelompok. Wajah,
tangan, dan membran mukus biasanya terpisah, kecuali pada bayi,
dimana keterlibatan wajah menjadi tidak biasa. Edema subcutaneus
prominent pada anak yang lebih muda melibatkan scalp, regio
periorbital, tangan, kaki dan area skrotum. Lesi biasanya timbul dan
memudar lewat beberapa hari. Rekurensi cenderung untuk timbul pada
sisi yang sama pada lesi sebelumnya.

 Jantung
Tamponade cardial dan infark miokard jarang telah dilaporkan
dengan HSP.

 Paru

14
Meskipun jarang manifestasi dari HSP, perdarahan pulmonal telah
dilaporkan. Ketika timbul, merupakan tanda prognostik yang buruk
dengan 50% angka kematian. Satu studi pediatric menunjukkan bahwa
95% pasien dengan penyakit aktif mempunyai terganggunya kapasitas
difusi dari karbonmonoksida, dimana biasanya reversibel ketika
sindrom teratasi.

 Abdomen
Nyeri sekunder terhadap keterlibatan vaskulitis dari
mesenterikum kecil atau pembuluh mukosa usus lebih sering.
Pemeriksaan abdomen untuk massa yang dapat diraba, dimana dapat
mengindikasikan intususepsi. Pancreatitis, gallbladder hydrops,
appendicitis, dan perdarahan gaster massive juga telah dilaporkan.

 Skrotum/Testis
Keterlibatan testis bervariasi dalam laporan 4-38%. Nyeri testis
dapat menjadi begitu intense yang terlihat torsi.

 Ekstremitas
Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan
lutut, meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi
periarticular juga sering.

 Neurologis
Nyeri kepala, kejang dan mononeuropati jarangkali dilaporkan
dengan HSP.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

15
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.
Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang
disebabkan oleh trombositopenia.(1,2,3,5)
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu tinggi,
pada hitung jenis dapat normal atau adanya eosinofilia, level serum
komplemen dapat normal, dapat ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%.
Serta ditemukan peningkatan LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik
ataupun diagnostik. Anak-anak yang terkena seringkali mempunyai
trombositosis sedang dan leukositosis
Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya
berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat
eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal.(1,2,3)
Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun
menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian
pula limfosit yang Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal,
karena pada HSP ditenggarai adanya keterlibatan ginjal dalam proses
perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 hari. Bermanifestasi oleh sel
darah merah, sel darah putih, kristal atau albumin dalam urine. Semenjak
gagal ginjal dan end-stage renal disease merupakan sequele jangka panjang
uang paling serius dari penyakit ini, awal dan ulangan urinalisis sangat penting
untuk monitoring yang diperlukan untuk memonitoring perkembangan
penyakit dan resolusinya. Proteinuria dan hematuria mikroskopik merupakan
abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan. Sejak keterlibatan ginjal
dapat diikuti dengan penampakkan purpura lebih dari 3 bulan, melakukan
urinalisa ulangan setiap bulan untuk beberapa bulan setelah penampakkan
mengandung IgA.(1,3)
Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun
penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau
karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. (1,2,3)
Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat
menurun.(3)
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. (1,5)
Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada

16
dinding pembuluh darah.(1) Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan
penurunan motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun
intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang pemeriksaan barium
juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.(3)

H. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.(1,2,5)
Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti
ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6
jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan
muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak.
Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat
menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran
cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan
ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit
ginjal bila diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah
metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari
dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya
siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.
(1,3)

Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara


oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi
vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran
cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut
dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.
(1)

17
I. KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk sindrom
nefrotik, dan perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema scrotal
adalah torsi testicular, dimana sangat nyeri dan harus ditangani dengan baik.

J. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan
dalam beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset).
Rekurensi dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis
kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya
berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi
ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna,
obstruksi, intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi.
Penyulit pada saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat
menimbulkan kematian, walaupun hal ini jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor
XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan
kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)

BAB III

KESIMPULAN

18
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya
tidak diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding
pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang
menyebabkan perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun
Imunoglobulin A memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses alergi.
Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi kuman
streptokokus grup A.
Terapi yang diberikan adalah Metylprednisolone, Prednisone, dan
golongan Non steroid anti inflammatory drugs. Pengobatan simptomatik,
termasuk diet dan kontrol nyeri dengan asetaminofen, disediakan untuk masalah
sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise. Menjauhi aktivitas
kompetitif dan menjaga ekstremitas bawah pada ketergantungan persistent dapat
menurunkan edema lokal.
Prognosis penyakit ini baik, karena dapat sembuh sempurna, kecuali yang
menimbulkan komplikasi, misal pada ginjal, prognosis tergantung komplikasi
yang terjadi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi


194 Volume 139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses
tanggal 14 July 2014
2. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP,
Munazir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi
ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
3. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 14 July 2014
4. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 14
July 2014
5. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric
Education, 2009. Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/
Diakses tanggal 14 July 2014
6. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review.
American Family Physician, 1998. Diakses dari
http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses tanggal 14 July 2014
7. Lissaeur Tom,Clayden Graham.Ilustrated Textbook of pediatrics, third
edition, British Library Cataloguing Publication, 2008
8. Kliegman Robert, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17 th
edition, Pennyslvania, WB Saunders Company, 2004.

20

Anda mungkin juga menyukai