Chapter II PDF
Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu
(Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Supariasa dkk. (2002), satus gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan
dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis dan
agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu yang
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan. Menurut Suharjo (2003), status gizi adalah keadaan
kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan
energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat
diukur secara antropometri. Menurut Almatsier (2009), status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan
gizi terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih. Status gizi balita
misalnya anak tersebut gizi kurang (underweight), kurus (wasted), pendek (stunted)
Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)
penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis, antropometri,
dan biofisik, (2) penilaian status gizi secar tidak langsung terdiri dari: survei
konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi. Penggunaan metode penilaian
status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis informasi tingkat
reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan, tenaga dan waktu
penilaian.
Menurut Siagian (2010), penilaian status gizi balita yang paling sering
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
Menurut Gibson (2005) salah satu metode untuk menilai status gizi secara
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut
umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),
lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar
berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan indeks massa tubuh
(IMT). Variabel ini disajikan dalam bentuk yaitu : berat badan menurut umur (BB/U),
panjang badan menurut umur (PB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan
berat badan menurut panjang badan (BB/PB), berat badan menurut tinggi badan
memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum, tidak spesifik. Tinggi
rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya
masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi
Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi
bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek
seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam
keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional
dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah
gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini
berat badan akan melebihi proporsi normal terhadap tinggi badan. Besarnya masalah
kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada balita yang masih merupakan masalah
kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,
perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang
Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan
(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya
masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak
langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak
tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak
seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi
(UNICEF, 1998).
(1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman
sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya
(3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan
yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan terhadap jenis
makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya
oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil
dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam
tubuh.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas
adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang (Suhardjo,
2003). Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga,
akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal.
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan
pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin
akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan
anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu
keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk
1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang,
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik, tetapi
sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel
dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus mengandung
cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus
tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Jumlah
energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari
kualitas zat gizi yang diasup, bagaimana zat gizi dicerna, bagaimana zat gizi diserap
peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan
masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi
masyarakat atau individu di suatu wilayah (Prihatini et al., 2007). Status gizi buruk
pada anak balita akibat dari asupan gizi yang jelek, cenderung meningkat seiring
2004).
2012, angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan energi usia 0-6 bulan dengan BB 6
kilogram dan TB 61 centimeter sebesar 550 kkal/ hari, usia 7-11 bulan dengan BB 9
kilogram dan TB 71 centimeter sebesar 725 kkal/ hari, usia 1-3 tahun dengan BB 13
kilogram dan TB 91 centimeter adalah berkisar 1125 kkal/ hari, dan untuk usia 4-6
Kebutuhan protein untuk anak usia 0-6 bulan adalah 12 gram/hari, usia 7-11 bulan 18
gram/hari, usia 1-3 tahun 26 gram/hari, dan untuk usia 4-6 tahun sebesar 35 gram/hari
Menurut Siagian (2010) salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan
adalah FFQ (Food Frequency Questionnaire) merupakan salah satu metode yang
cocok untuk penilaian kebiasan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan
modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ sering
dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat gizi makro
dan mikro.
digunakan untuk mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Poerto Rico, serta
mikronutrien pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi
instrumen terbaru yang digunakan pada studi dietary pada anak di Poerto Rico.
b. Penyakit Infeksi
Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya
infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan
malnutrisi walaupun ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh,
Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon
metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi, dapat menyebabkan gangguan pada
pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek berupa
gangguan pada tubuh, yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infelks
dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan penyakit
infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi, malnutrisi (gizi lebih dan gizi
kurang), yang terjadi secara bersamaan di mana akan bekerjasama (secara sinergis),
hingga suatu penyakit infeksi yang baru akan menyebabkan kekurangan gizi yang
lebih berat atau ikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang banyak dan sering
(Supariasa, 2002).
a.Diare
Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak
normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3
kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare
yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta
berlangsung beberapa hari. Sedangkan diare kronik, yaitu diare yang berlanjut
sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan
oleh infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan
gejala dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme (Kamus Gizi, 2009).
b. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA
meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu penyebab
kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit
pneumonia (infeksi paru yang berat). Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan
harus dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan hygiene dan sanitasi
menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari
berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat
tuberkulosis jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini
Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk
rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan
biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi
yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2
tahun, ibu punya cukup waktu merawat bayi, imunisasi dan memantau status gizi
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan
anak merupakan sikap dan praktek ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya
dengan anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.
Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam
memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola
makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih
makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu
menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007). Pola asuh makan balita berkaitan
dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan (Karyadi,
2000).
Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan
sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan
yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah
kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut merupakan periode penting dalam
proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat
cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak
berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang
makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Sutomo
Menurut Engle, Menon dan Haddad (1996), faktor ketersediaan sumber daya
pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,
sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi
terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan
Menurut Kemenkes RI (2011), pola makan yang baik bagi bayi dan balita
Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya
1. Memberikan ASI yang pertama keluar, yaitu ASI yang berwarna kekuningan
(kolostrum).
6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian
menyusukannya
8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi
yang lainnya.
Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan
2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan
makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit,
3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3
sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas
5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari
6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI
Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11
bulan adalah:
2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lembik seperti nasi tim atau makanan
yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4
kali sehari.
perkali makan.
4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu makan
5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI
1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari ¾ gelas
atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi
2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.
1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.
2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang dewasa yang terdiri dari makanan
3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan kue dua
4. Tidak memberikan makanan manis berdekatan dengan waktu makan, karena dapat
Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al (1996),
meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam
keadaan sakit seperti pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok
usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan
prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi
sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor
yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.
Menurut Engle et.al (1996), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang
sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang
sangat memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi
akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status
informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan
diare. Hasil penelitian Widodo (2005) mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi dan
mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi yang lain pada bayi. Sumber
infeksi lain adalah alat permainan dan lingkungan bermain yang kotor.
2.5.1. Pengetahuan
makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu
ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan.
Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat
kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat
tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang
Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah
adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
2007).
a) Penyebab penyakit
dan sebagainya
e). Pentingnya istirahat cukup, rekreasi, dan lain sebagainya bagi kesehatan
mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan
berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan.
optimal. Status gizi yang cukup merupakan syarat penting untuk kesehatan.
b. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang
pertumbuhan tubuh.
c. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk
perbaikan gizi.
ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan,
akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang
secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita
keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat (Suhardjo, 2003).
asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik maka proses tumbuh kembang
anak akan terhambat, anak bisa mengalami penyakit kurang gizi. Anak yang
mengalami defesiensi gizi pada umur semakin muda, kemungkinan besar akan
(Sediaoetama, 2008).
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan
perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI, 2000).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,
diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang datang
dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat. Orang berpendidikan
tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingakn orang yang
pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara
lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan
perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan
kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak
Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan
ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran
tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya
(Soegeng, 2009).
kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena
akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk
membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga
yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada
akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani
dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap
perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan
membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila
besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang
(Notoatmodjo, 2007).
oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Semakin
pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam hal ini
faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak
semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama (Suhardjo, 2003).
dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kejadian kurang giji. Kurang gizi
adalah akibat dari rendahnya asupan gizi dan adanya penyakit infeksi, hal ini dapat
diketahui dari indikator berat badan menurut umur (BB/U) (WHO, 2000). Pola asuh
meliputi pola asuh makanan, pola asuh kesehatan dan pola asuh diri. Pola asuh
kesehatan dan asuh makan secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,
sedangkan asuh diri tidak secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,
sehingga dalam penelitian ini yang diteliti adalah pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan yaitu: (a) pola asuh makan yang berupa sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam memberikan makan (Soekirman, 2000), dan (b) pola asuh
kesehatan sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap perawatan balita dalam keadaan
sehat maupun sakit (Engle et.al, 1996). Menurut UNICEF (1998), keadaan gizi
kurang disebabkan oleh berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung,
seperti pada skema berikut ini. Sebagai landasan teori dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Kurang Gizi
tingkat rumah tangga yang memengaruhi asupan gizi anak balita. Pola asuh juga
memengaruhi status gizi meliputi pola asuh makan dan asuh kesehatan yang
diberikan kepada anak, terkait dengan perilaku ibu yang belum baik dalam
memberikan makan dan perawatan kesehatan pada anak balita, sehingga dapat
memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak balita. Sebagai kerangka konsep
Pola Asuh
a. Asuh makan
b. Asuh kesehatan