TINJAUAN PUSTAKA
5
6
hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat filtrat bergerak sepanjang tubulus
distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik dengan
plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika filtrat bergerak turun
melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada
akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya
sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output. Fungsi ginjal
yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan
keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan
zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari
protein ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga tahap pembentukan urine :16
a) Filtrasi glomerular
b) Reabsorpsi
c) Sekresi
Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai
dengan umur :
1 – 3 tahun 500-600 ml
3 – 5 tahun 600-700 ml
5 – 8 tahun 650-800 ml
8 – 14 tahun 800-1400 ml
2.3 Epidemiologi
dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta
(Wila Wirya) menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak
dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan
penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.9
2.4 Etiologi
1) Kongenital
2.5 Klasifikasi
1) Proteinuria
2) Edema , Edema sering ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak
mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema
di daerah pretibial pada sore hari. Anak biasanya datang dengan keluhan
edema ringan, diamana awalnya terjadi disekitar mata dan ekstremitas
bawah. Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan
asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia, iritabilitas, nyeri perut,
dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.
14
2.7 Patofisiologi
1) Proteinuria
Proteinuria merupakan salah satu kelainan utama pada SN. Secara
klinis merupakan kelainan yang paling penting dalam penegakkan diagnosis
SN, oleh karena itu proteinuria pada SN dinyatakan “berat” untuk
membedakannya dengan kelainan proteinuria lain yang bukan disebabkan
oleh SN. Proteinuria berat telah ditetapkan dengan batasan > 40 mg/m2
16
LPB/jam. Atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena
proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai
sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus.
Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat
ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence
Transferin.
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang
secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap
kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective
Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan
tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.18,20
A. Selektivitas Protein
Albuminuria masif
Hipoalbuminemia
b) Overfilled theory
Edema
2.8 Diagnosis
1) Edema. Sebagai gejala klinis utama edema dapat terjadi mulai dari
derajat ringan dengan pembengkakan tungkai atau kelopak mata sampai
yang berat yaitu pembengkakan seluruh tubuh (anasarka). Umumnya
timbul secara perlahan dan sering timbul di tungkai bawah yang
kemudian menghilang pada malam hari dan berpindah ke daerah wajah
atau kelopak mata yang terlihat pada pagi harinya. Edema perlahan-
lahan menjalar ke tempat lain di tubuh sampai ke jaringan longgarnya
seperti pada vulva atau skrotum. Dapat ditemukan asites yang cukup
besar hingga menyebabkan mengganggu pernapasan.
2) Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau ≥ 0,05 g/kgBB/hari atau
rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2 +).
3) Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL.
4) Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila
terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih
(ISK). Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara
kualitatif +2 sampai +4.Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari (
diperiksa memakai reagen ESBACH ). Padasedimen ditemukan oval
fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak,kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan
toraks eritrosit.17,18,19,20
2) Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
eLFG = k x L/Scr
Keterangan :
Kadar komplemen C3
Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA.
2.10 Komplikasi
1) Terapi inisial
26
dengan levamisol dengan selang satu hari 2,5 mg/kgBB selama 4-12
bulan atau dapat langsung diberikan siklofosfamid
Pemberian siklofosamid (2-3 mg/kgBB/hari) selama 8-12 minggu,
apabila pada keadaan berikut :
- Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB alternating, atau
- Dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai :
Efek samping steroid yang berat
Pernah relaps dengan gejala yang berat, yaitu hipovolemia,
trombosis, dan sepsis.
b) Pemberian levamisol
Peran levamisol sebagai steroid sparing agent terbukti efektif. Dosis
yang diberikan yaitu 2,5 mg/kgBB dosis tunggal, dengan selang satu
hari dalam waktu 4-12 bulan. Levamisol mempunyai efek samping
29
a) Infeksi
Adanya teori mengenai peran imunologi pada sindrom nefrotik yang
menyebutkan bahwa terjadi penurunan sistem imun pada pasien dengan
30
b) Trombosis
c) Hiperlipidemia
Kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein meningkat pada
sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid, tetapi kadar HDL menurun
atau normal. Kadar kolesterol yang meningkat tersebut mempunya sifat
aterogenik dan trombogenik. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas
kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis. Untuk itu perlu
dilakukan diet rendah lemak jenuh dan mempertahankan berat badan
31
e) Hipovolemia
Hipovolemia dapat terjadi akibat pemberian diuretik yang berlebihan
atau pasien dengan keadaan SN relaps. Gejala-gejalanya antara lain
hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering juga disertai sakit
perut. Penanganannya pasien diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat
sebanyak 15-20 mL/kgBB dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin
1 g/kgBB atau plasma 20 mL/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit).
Pada kasus hipovolemia yang telah teratasi tetapi pasien tetap oliguria,
perlu diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena.
f) Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam
perjalanan penyakit SN akibat dari toksisitas steroid. Untuk pengobatanya
diawali dengan ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor, ARB
32
a) Diet