Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari) dihitung dari HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) (Prawirohardjo,

2012).

Periode antepartum dibagi menjadi tiga trimester, yang masing-

masing terdiri dari 13 minggu atau tiga bulan menurut hitungan

kalender. Trimester pertama secara umum dipertimbangkan berlangsung

pada pada minggu pertama hingga ke 12 (12 minggu), trimester kedua

pada minggu ke 13 hingga ke 27 (15 minggu), dan trimester ketiga pada

minggu ke 28 hingga ke 40 (13 minggu) (Varney, 2012).

2. Tanda Gejala Kehamilan

Menurut (Manuaba, 2012) tanda pasti kehamilan dapat ditentukan

melalui gerakan janin dalam rahim, terdengar denyut jantung (hamil 12

minggu), pada pemeriksaan rontgen terdapat kerangka janin, pada

pemeriksaan ultrasonografi terdapat (kantong kehamilan pada usia 4

minggu, terdapat kerangka janin pada usia kehamilan 12 minggu,

terdengar denyut jantung janin).


3. Tahapan/ Patofisiologis Klinis

Proses terjadinya kehamilan menurut Sulistyawati (2011) adalah :

a) Konsepsi

Konsepsi adalah pertemuan antara ovum matang dan sperma sehat

yang memungkinkan terjadinya kehamilan. Pada saat coitus

(pesetubuhan) diperkirakan sekitar 300 juta sperma dikeluarkan

saat ejakulasi, namun hanya beberapa ribu saja yang bisa mencapai

ke tuba falopii.

b) Fertilisasi

Fertilisasi adalah terjadinya penyatuan antara sperma dan ovum

hingga membentuk zigot.

c) Nidasi (Implantasi)

Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam

endometrium. Umumnya nidasi terjadi pada dinding depan atau

belakang rahim (korpus) dekat fundus uteri.

4. Perubahan Fisiologis Kehamilan

Perubahan fisiologis pada ibu hamil trimester III menurut

(Prawirohardjo, 2012) yaitu :

a) Uterus, selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima

dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai

persalinan.
b) Serviks, kelenjar pada serviks akan berfungsi lebih banyak dan

akan mengeluarkan sekresi lebih banyak.

c) Ovarium, proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan

pematangan folikel baru juga ditunda. Folikel ini akan berfungsi

maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan

berperan sebagai penghasil progesteron dalam jumlah yang relatif

minimal.

d) Vagina dan perineum, mengalami perubahan karena pengaruh

estrogen, akibat dari hipervaskularisasi vagina dan perineum

terlihat berwarna kebiruan yang dikenal dengan chadwick.

e) Kulit, pada perut akan terjadi perubahan warna menjadi

kemerahan, kusam, dan terkadang mengenai daerah payudara dan

paha atau biasa disebut dengan perubahan striae gravidarum.

f) Payudara, payudara mengalami perkembangan sebagai persiapan

memberikan ASI pada saat laktasi.

g) Sistem kardiovaskuler, curah jantung agak menurun karena

pembesaran rahim menekan vena yang membawa darah dari

tungkai ke jantung.

h) Sistem Muskoloskeletal, akibat kompensasi dari pembesaran uterus

keposisi anterior, lordosis menggeser pusat daya berat kebelakang

ke arah dua tungkai.


5. Perubahan Psikologis Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2012) adaptasi psikologis pada trimester III

ditandai dengan :

a) Rasa tidak nyaman timbul kembali.

b) Merasa dirinya jelek, aneh, dan tidak menarik.

c) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat

melahirkan.

d) Khawatir akan keselamatannya.

e) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal.

f) Perasaan mudah terluka (sensitif).

g) dan libido menurun.

6. Ketidaknyamanan Kehamilan

a) Sering buang air kecil

Terjadi karena pembesaran uterus yang menekan kandung kemih.

Dapat diatasi dengan perbanyak minum pada siang hari, buang air

kecil jika ada dorongan untuk kencing, batasi minum kopi, teh, dan

soda.

b) Sakit punggung dan pinggang

Struktur ligamentum dan otot tulang belakang bagian tengah dan

bawah mendapat tekanan berat. Dapat diatasi dengan posisi tubuh

yang baik, gunakan bantal ketika tidur untuk meluruskan


punggung, lakukan massase pada punggung dan pinggang serta

lakukan senam hamil.

c) Oedema

Terjadi akibat sirkulasi darah akibat pembesaran dan tekanan

uterus. Cara mengatasi yaitu istirahat dengan berbaring ke kiri dan

kaki ditinggikan, hindari memakai sandal atau sepatu dengan hak

yang tinggi.

d) Sesak nafas

Terjadi pembesaran uterus sehingga mendesak diafragma. Dapat

diatasi dengan Merentangkan tangan di atas kepala serta menarik

nafas panjang, dan istirahat yang cukup.

e) Keputihan

Hyperplasia mukosa vagina, peningkatan produksi lender dan

kelenjar endocervical sebagai akibat dari peningkatan kadar

estrogen. Cara mengatasinya dengan meningkatkan kebersihan diri

dengan mandi setiap hari, memakai pakaian dalam yang terbuat

dari bahan katun, menghindari pencucian vagina dan mencuci

vagina dengan sabun dari arah depan ke belakang.

f) Konstipasi

1) Pengertian

Konstipasi bukanlah suatu penyakit melainkan simptom yang

didefinisikan sebagai gejala defekasi tidak normal dan tidak


memuaskan, Konstipasi ditandai dengan buang air besar kurang

dari 3x/minggu atau mengalami kesulitan dalam pengeluaran

feses akibat feses yang terlalu keras (Kusmiyati, 2014).

2) Fisiologi Defekasi atau Pengeluaran Feses

Proses defekasi yang diuraikan oleh Kusmiyati (2014) dimulai

pada bagian kolon. Kolon akan menyerap air dan menyalurkan

sisa makanan yang tidak diperlukan oleh tubuh ke bagian

rektum melalui kontraksi yang terkoordinasi atau dikenal

sebagai high amplitude propagated contractions (HAPCs).

Gerakan peristatik pada usus diperantai oleh hormone serotonin

(5hydroxytryptamine/5 HT), terutama oleh reseptor 5HT4..

HAPCs yang mengalami penurunan frekuensi akan

menyebabkan konstipasi dan mengganggu sistem pencernaan.

HAPCs seringnya terjadi pada pagi hari dan jika ada

faktor pendukung seperti makanan dan minuman frekuensi dan

kekuatannya akan semakin kuat, sebaliknya frekuensi dan

kekuatan HAPCs akan mengalami penurnan pada malam hari.

Oleh karena itu jika terjadi defekasi pada malam hari harus

dianggap sebagai suatu yang abnormal. Waktu normal transit

kolon pada orang dewasa sekitar 20 – 72 jam, jika feses berada

lebih dari waktu itu maka feses akan semakin keras, hal ini

dikarenakan kolon tetap akan melakukan absorpsi dan feses


pun menjadi semakin keras karena hilangnya kandungan air

melalui proses absoprsi tersebut.

Setelah berada di rectum, sisa makanan yang

disebut dengan feses akan menyebabkan distensi atau

peregangan sehingga merangsang keinginan untuk defekasi.

Pada proses defekasi normal akumulasi feses akan

meregangkan dinding rektum, menyebabkan relaksasi sfingter

anal internal-eksternal dan menghasilkan persepsi atau

keinginan untuk defekasi yang dipengaruhi juga oleh repon

otak terhadap stimulus defekasi.

Jika waktu untuk defekasi tepat, sesuai dengan

waktu biasanya, posisi duduk yang benar, pengambilan nafas

yang efisien, melakukan gerakan mengejan ringan, maka secara

otomatis akan terjadi kontraksi pada otot abdomen, relaksaasi

otot puborektalis dan sfingter anal interna-eksternal, hingga

akhirnya feses dapat dikeluarkan dari tubuh. Tetapi jika salah

satu dari proses tersebut tidak berjalan dengan baik maka dapat

menginisiasi terjadinya konstipasi.

3) Patofisiologi

Secara patofisiologi, konstipasi kronis dapat dibagi menjadi

dua, yaitu konstipasi kronis primer dan konstipasi kronis

sekunder. Konstipasi kronis primer merupakan bentuk


konstipasi dimana penyebabnya utamanya adalah faktor

intrinsik pada fungsi kolon atau malfungsi pada proses

defekasi. Sedangkan konstipasi kronis sekunder adalah

konstipasi yang disebabkan oleh suatu penyait organik atau

kondisi yang memperngaruhi (Kusmiyati, 2009).

4) Faktor resiko

Faktor risiko terjadinya konstipasi menurut Kusmiyati (2009),

yaitu risiko pada balita dan anak-anak, faktor usia dimana > 55

tahun, terdapat riwayat operasi pada bagian abdomen atau

pelvis sebelumnya, kehamilan dengan usia tua > 35 tahun,

mobilitas yang terbatas atau immobilitas, intake makanan yang

kurang cairan atau rendah kandungan seratnya, penggunaan

obat-obatan yang meningkatkan risiko terutama penggunaan

polifarmasi (beragam jenis) pada usia yang telah lanjut, sedang

dalam perjalanan atau travelling yang mempengaruhi kebiasaan

defekasi, pasien sedang dalam keadaan terminal, dan memiliki

riwayat konstipasi kronik sebelumnya.

5) Etiologi

Faktor yang menyebabkan konstipasi atau etiologi konstipasi

adalah terjadinya impaksi tinja, obstruksi pada organ

pencernaan seperti di usus, penggunaan pencahar secara kronis

atau berlarut-larut dalam waktu lama, gangguan bagian


neurologis seperti paraplegia, kurang olahraga dan sering

mengabaikan juga menunda dorongan untuk segera buang air

besar. Obatobatan seperti antikolinergik, narkotik, dan antasida

tertentu juga memicu terjadinya konstipasi (Kemenkes RI,

2016).

Etiologi konstipasi selama kehamilan menurut

Sembiring (2015), yaitu dehidrasi, penurunan aktivitas fisiki,

penurunan transit gastrointestinal, peningkatan hormone

progesteron dan esterogen, penurunan motilitas otot

pencernaan, kurangnya supan serat, pembesaran uterus selama

kehamilan, disfungsi dasar panggul, perubahan metabolisme,

penyakit bawaan seperti diabetes mellitus dan thyroid.

6) Penatalaksanaan

Pada pelayanan kesehatan primer apabila konstipasi terjadi

tanpa tanda-tanda bahaya dan usia pasien <40 tahun, tenaga

kesehatan dapat langsung memberikan terapi empiris selama 2-

4 minggu lalu dilakukan evaluasi kembali. Pasien yang tidak

menunjukan adanya perbaikan perlu dirujuk ke pusat pelayanan

kesehatan sekunder seperti rumah sakit tipe A dengan fasilitas

yang lebih lengkap untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

(Sembiring, 2015).
Terapi empiris yang dilakukan di pelayanan primer

terdiri dari terapi farmakologi dan terapi non-farmakologis

dengan penjelasan sebagai berikut :

(a) Terapi non farmakologis

(1) Konsumsi serat harus ditingkatkan, makanan tinggi

serat berasal dari buah-buahan, sayur-sayuran juga

sereal. Perbanyak konsumsi air minimal 30 – 50

ml/KgBB/hari untuk orang dewasa sehat dan aktivitas

normal.

(2) Lakukan peningkatan aktivitas fisik dengan olahraga

rutin ± 30 menit setiap hari seperti berlari, jogging,

senam dll.

(3) Melatih kebiasaan defekasi secara teratur misalnya

setelah makan atau pada waktu lain yang dianggap

sesuai dan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien

harus mampu menghindari mengejan berlebihan

sewaktu defekasi.

(4) Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan

konstipasi lebih lanjut.

(5) Konsumsilah probiotik.


(b) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yang dilakukan pada ibu hamil dengan

konstipasi berbeda dengan terapi farmakologis yang

dilakukan pada orang pada umunya. Namun, dalam studi

lain hanya 1,5 % dari ibu hamil mengalami konstipasi

wanita diperlukan obat pencahar. Penanganan

nonfarmakologis biasanya sudah dapat mengatasi

konstipasi selama kehamilan dan tatalaksana yang

diberikan sama denga orang pada umumnya. Menurut

Sulistyawati (2009), terapi yang dapat diberikan dan aman

pada ibu hamil adalah :

1) Bulk-forming agent

Bulk-forming agen tidak diserap atau dikaitkan dengan

peningkatan risiko malformasi oleh karena itu mereka

dianggap aman untuk penggunaan jangka panjang

selama kehamilan. Namun, obat golongan ini tidak

selalu efektif dan mungkin terkait dengan efek samping

yang tidak menyenangkan seperti gas, kembung, dan

kram.

Contoh bulk-forming agent adalah Psyllium dan Bran.


2) Pelunak feses

Pelunak feses bekerja dengan merangsang sekresi dari

air, natrium, klorida, dan kalium serta menghambat

penyerapan dari glukosa dan bikarbonat dalam jejunum,

contohnya docusate sodium atau kalsium. Docusate

sodium belum terkait dengan efek buruk pada

kehamilan di sejumlah studi, dan demikian juga

dianggap aman untuk digunakan.

3) Lubricant Laxative

Lubricant Laxative menurunkan tegangan permukaan

dari usus sehingga lebih licin permukaan usus. Minyak

mineral salah satu contohnya dimana minyak mineral

diserap dari saluran pencernaan dan tidak muncul untuk

menjadi terkait dengan efek samping. Ada kontroversi

tentang apakah penggunaan jangka panjang mengurangi

penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, meskipun

hal ini tampaknya menjadi sebuah teori dari pada

daripada sebuah risiko.

4) Pencahar osmotic

Laktulosa dan polietilen glikol tidak diserap secara

sistemik. Penggunaannya belum dikaitkan dengan efek

samping, namun individu mungkin mengalami efek


samping seperti banyaknya gas dalam perut dan

kembung. Secara teoritis, penggunaan obat pencahar

berkepanjangan dapat menyebabkan ketidakseimbangan

elektrolit.

5) Pencahar stimulan

Contoh dari pencahar stimultan adalah senna dan

bysacodyl. Penyerapan zat bisacodyl sangat sedikit

karena memiliki bioavailabilitas yang rendah. Senna

penggunaannya tidak dikaitkan dengan peningkatan

risiko malformasi dan tidak mudah diserap secara

sistemik. Namun,wanita hamil mungkin mengalami

efek samping yang tidak menyenangkan seperti kram

perut dengan penggunaan pencahar stimulan.

Penggunaan jangka panjang mungkin secara teoritis

menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

Penatalaksanaan awal konstipasi disarankan

dimulai dengan terpai nonfarmakologi lalu farmakologi,

bila belum berhasil diberikan agent osmotic. Apabila

masih belum berhasil dapat diberikan laksatif

stimultant. Tetapi jika dalam waktu 2–4 minggu dengan

terapi konservatif masih menetap maka diperlukan


investigasi lebih lanjut dipelayanan sekunder

(Kusmiyati, 2014).

7) Pathway

Ibu hamil

Perubahan Fisiologis

Saluran Gastrointestinal

Progesterone ↑

kontraksi otot polos

Penurunan mortilitas usus Kurang konsumsi


halus serat

Obstruksi aliran tinja

konstipasi

B. Tinjauan Teori Asuhan Kehamilan

1. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Kehamilan

Antenatal care (ANC) adalah pengawasan selama masa kehamilan untuk

mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini penyakit yang

menyertai kehamilan, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan,

dan menetapkan risiko kehamilan yang terjadi (Manuaba, IBC, 2008).


Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care (ANC), menurut

Kemenkes RI (2012; h. 08-12) asuhan standar minimal “10 T” yang

meliputi :

a) Timbang berat badan dan Tinggi badan

Penambahan berat badan normal pada ibu hamil adalah 11,5-16 kg

dan apabila kurang dari 9 kilogram selama kehamilan menunjukkan

adanya gangguan pertumbuhan janin.

b) Periksa Tekanan darah

c) Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran LILA dilakukan pada saat kunjungan ANC pertama

dengan standar minimal ukuran LiLA bagi wanita dewasa yaitu

minimal 23,5 cm.

d) Pengukuran Tinggi fundus uteri

Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan

untuk mendeteksi pertumbuhan janin. Jika TFU tidak sesuai dengan

umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada pertumbuhan

janin.

e) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Dalam menentukan presentasi janin dilakukan dengan caraLeopold

yang terdiri dari 4 leopold. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir

trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.DJJ


lambat kurang dari 120x/menit atau DJJ cepat lebih dari 160x/menit

menunjukkan adanya gawat janin.

f) Skrining imunisasi tetanus dan beri imunisasi Tetanus Toxoid

g) Beri Tablet Fe minimal 90 tablet selama kemamilan

h) Temu wicara

KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal meliputi

kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami dalam

kehamilan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas, asupan

gizi seimbang, penyakit menular dan tidak menular, inisiasi menyusu

dini dan pemberian ASI eksklusif, KB paska persalinan, imunisasi.

i) Pelayanan tes laboratorium

1) Pemeriksaan laboratorium pertama adalah pemeriksaan

golongan darah. Pemeriksaan laboratorium rutin yaitu

pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), kadar gula darah,

protein urin, urin reduksi, dan golongan darah.

2) Triple Elimination

Triple elimination merupakan pemeriksaan dini pada ibu hamil

untuk mengetahui secara dini adanya HIV, sifilis dan Hepatitis

B pada ibu hamil sehingga dapat dilakukan penanganan segera

sehingga penularan tiga penyakit tersebut dari ibu ke anak tidak

terjadi, mengurangi angka kesakitan dan kematian. Hal tersebut

sesuai dengan peraturan menteri kesehatan RI No. 52 tahun


2017 tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B

dari Ibu ke Anak sehingga fasilitas kesehatan di berbagai tingkat

di berikan acuan dan kewajiban untuk melakukan triple

elimination tersebut.

j) Tatalaksana kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan

laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan harus ditangani sesuai

dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus yang tidak

dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

2. Manajemen Asuhan Kebidanan

Terdapat 7 langkah proses manajemen kebidanan menurut Varney dalam

(Kemenkes RI, 2012), yaitu :

a. Langkah I : Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk

menilai keadaan klien secara keseluruhan.

Data yang dikumpulkan meliputi data objektif dan subjektif, diperoleh

dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang

b. Langkah II : Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi

diagnosis/ masalah.

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat

merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Diagnosa


kebidanan merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan dalam praktek

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.

c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis potensial/ masalah potensial

dan mengantisipasi penanganannya.

d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakana segera,

konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta

melaksanakan rujukan sesuai dengan kondisi klien.

b. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada

langkah-langkah sebelumnya

c. Langkah VI : Pelaksanaan langsung suhan secara efisien dan

aman.

d. Langkah VII : Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan

dan mengulang kembali penatalaksanaan proses untuk aspek-aspek

asuhan yang tidak efektif.

Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian

mengenai asuhan yang telah dan akan di lakukan pada seorang

pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir bidan yang simetris

dalam menghadapi seseorang pasien sesuai langkah-langkah

manajemen kebidanan.

Adapun metode yang digunakan dalam proses

pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan pendekatan


SOAP, yaitu catatan yang tertulis secara singkat dan lengkap

sehingga asuhan yang diberikan dapat berlangsung secara

berkesinambungan (continuity of care).

Prinsip dari metode SOAP merupakan proses pemikiran

penatalaksanaan manajemen yaitu:

a. Data Subjektif (S)

Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian

data), terutama data yang di peroleh melalui annamnesis. Data

subjektif ini berhubungan debgan masalah dari sudut pandang

pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan

keluhannya yang di catat sebagai kutipan langsung atau

ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.

Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang

akan di susun.

b. Data Objektif (O)

Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data),

terutama data yang di peroleh melaui hasil observasi yang jujur

dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/

pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan medik di informasi

dari keluarga atau orang lain dapat di masukkan dalam data


objektif ini. Data ini akanmemberikan bukti gejala klinis pasien

data fakta yang berhubungan dengan diagnosis.

c. Assessment (A)

Assessement merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan

keempat sehingga mencakup hal-hal sebagai berikut: diagnosis/

masalah kebidanan, diagnosis/ masalah potensial serta perlunya

mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi

diagnosis/ masalah potensial.

d. Perencanaan (P)

Pendokumentasian menurut Helen Varney langkah kelima,

keenam, dan ketujuh. Pendokumetasian P dalam SOAP ini

adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah di susun

sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah

pasien.

Anda mungkin juga menyukai