Anda di halaman 1dari 5

KASUS 2

BEDAH
HERNIA SKROTALIS
Topik : Hernia Scrotalis Irreponible Presenter : dr. Dian Hariyanti
dekstra
Tanggal (kasus) : 13 Oktober 2014 Pendamping : dr. Erlentina Sembiring
Tempat presentasi : Ruang diskusi RS dr. Rubini, Mempawah
Obyektif presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjuan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki, 54 tahun, mengeluh adanya benjolan diskrotum kanan
yang tidak bisa dimasukkan, nyeri hebat
Tujuan: Mampu mendiagnosis dan tatalaksana pasien dengan cepat.
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan dikusi Email Pos
Data pasien: Nama: Tn. S Nomor register:
Nama klinik: RS dr. Rubini Telp:
Data utama dan bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran klinis:
Hernia skrotalis irreponible dekstra, keadaan umum tampak kesakitan dan sesak,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84x/menit teratur,
laju napas 30x/menit, perut kembung, BU (+), teraba benjolan diskrotum dekstra
yang tidak bisa dimasukkan
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan diskrotum sebelah kanan yang
tidak bisa dimasukkan sejak 2 jam SMRS. Benjolan terasa nyeri. Pasien juga
mengeluh sesak dan tidak ada flatus sejak benjolan tersebut tidak bisa
dimasukkan. Sebelumnya, benjolan tersebut sering muncul ketika bekerja seperti
pada saat mengangkat beban berat, namun bisa dimasukkan dan tidak tidak
terasa nyeri. Karena pasien merasa tidak ada keluhan, pasien tidak pernah
memeriksakan benjolan tersebut ke tempat pelayanan kesehatan. BAB dan BAK
dalam batas normal.
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien bekerja sebagai petani
6. Lain-lain:

Daftar pustaka:
1. Jong WD, Sjamsuhidayat R, 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Mansjoer dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
3. John SJ, Bhatia P, 2003. Laparoscopic Hernia Repair (A Step by Step Approach),
Edisi I. Penerbit Global Digital Services, New Delhi: Bhatia Global Hospital and
Endosurgery Institute.
4. Burhitt HG, Quick ORG. 2003. Essenssial Surgery. Edisi III.
5. Palanivelu C,2 004.Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I.
Penerbit GEM Foundation.
Hasil pembelajaran:
1. Mengatahui cara mendiagnosis hernia skrotalis irreponible
2. Mampu melakukan tatalaksana awal hernia skrotalis irreponible

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


1. Subyektif:
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan diskrotum sebelah kanan yang
tidak bisa dimasukkan sejak 2 jam SMRS. Benjolan terasa nyeri. Pasien juga
mengeluh sesak dan tidak ada flatus sejak benjolan tersebut tidak bisa dimasukkan.
Sebelumnya, benjolan tersebut sering muncul ketika bekerja seperti saat
mengangkat beban berat, namun bisa dimasukkan dan tidak tidak terasa nyeri.
Karena pasien merasa tidak ada keluhan, pasien tidak pernah memeriksakan
benjolan tersebut ke tempat pelayanan kesehatan. BAB dan BAK dalam batas
normal.

2. Objektif
Status generalis
KU : tampak kesakitan dan sesak
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit teratur, teraba cukup, laju napas
30x/menit,
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak iterik, pupil isokor, refleks cahaya +/+
THT : tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak kelainan
Jantung : tidak tampak kelainan
Paru : tidak tampak kelainan
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
Abdomen :
Inspeksi : perut datar, distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 5x/menit.
Palpasi : nyeri seluruh perut, tidak ditemukan massa, defans
muscular (-)
Perkusi : timpani.
Status lokalis
Genitalia eksterna:
Skrotum : Tampak pembesaran skrotum dekstra, tidak bisa dimasukkan, nyeri tekan
(+), mobile, warna sama dengan kulit sekitar, teraba lunak
Penis : Tidak tampak kelainan
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 12,2 g/dl, Leukosit : 10.500/m3, Trombosit : 245.000/m3, Hematokrit : 32,0 %
Ureum : 30 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
GDS : 112 mg/dl
Golongan darah : O
Pemeriksaan Penunjang
Thorak foto PA : Dalam batas normal
EKG : Dalam batas normal
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini mengarah pada diagnosis hernia
skrotalis irreponible dektra. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Anamnesis: Benjolan diskrotum sebelah kanan yang tidak bisa dimasukkan,
terasa nyeri. Napas terasa sesak dan tidak ada flatus. Riwayat adanya benjolan
diskrotum yang sering keluar masuk.
- Pemeriksaan fisik: Pembesaran skrotum sebelah kanan, nyeri tekan, warna sama
dengan kulit sekitar, nafas sesak (RR 30x/menit), dan nyeri perut.
c. Assesment (Penalaran Klinis)
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan
tekanan intrabdomen yang berulang atau berkelanjutan. 1 Hernia dapat disebabkan
oleh banyak hal, seperti lemahnya dinding rongga perut, akibat dari pembedahan
sebelumnya, kongenital, aquisial (hernia yang disebabkan oleh faktor lain yang
disebabkan oleh manusia selama hidupnya), seperti tekanan intrabdomen yang
tinggi, konstitusi tubuh, banyaknya preperitoneal fat, distensi dinding abdomen,
sikatrik, penyakit yang melemahkan dinding perut, merokok, dan diabetes
mellitus. 1,2,3,4,5 Pasien ini memiliki riwayat adanya benjolan yang sering keluar
masuk di selangkangan dan skrotumnya. Benjolan biasa keluar ketika pasien sedang
bekerja. hal ini menunjukkan adanya pengaruh tekanan intrabdomen yang tinggi
sebagai penyebab munculnya hernia pada pasien ini. Ada beberapa klasifikasi
hernia. Pada pasien ini, benjolan yang muncul sudah sampai pada skrotum. Oleh
karena itu, hernia ini dinamakan hernia skrotalis. Hernia skrotalis merupakan
tonjolan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis juga
dikenal sebagai hernia inguinalis indirect. Dikenal sebagai indirect karena keluar
masuk melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada
pemeriksaan, hernia lateralis akan tampak berupa tonjolan berbentuk lonjong.
Berdasarkan sifatnya, hernia pada pasien ini termasuk dalam hernia ireponible
karena isi dari kantong hernia tidak bisa dimasukkan lagi.
4. Plan:
Tatalaksana
Nonmedikamentosa:
- Infus RL guyur 200 cc, kemudian dilanjutkan dengan maintenance infuse RL 20
tpm
- O2 2 liter per menit
- Posisi tredelenburg (tanpa bantal)
Medikamentosa
- Injeksi cefotaxime 2x1 gr iv
- Injeksi Ranitidine 2x50 mg iv
- Injeksi ketorolac 2x30 mg iv
- Rencana herniotomi cito
Pengobatan pasien ini meliputi terapi nonmedikamentosa dan medikamentosa.
Untuk terapi nonmedikamentosa, pasien diberikan infus RL yang diguyur sebanyak
200 liter, kemudian dilanjutkan dengan maintenance infus RL 20 tpm. Selanjutnya,
pasien juga diberikan O2 2 lpm untuk mengurangi sesak dan pasien diposisikan
tredelenburg (tanpa bantal) untuk menurunkan tegangan otot abdomen. Untuk terapi
medikamentosa, pasien diberikan terapi injeksi cefotaxime sebagai antibiotik,
injeksi ketorolac sebagai analgetik untuk mengurangi nyeri agar tekanan
intraabdomen tidak meningkat sehingga pasien bisa istirahat, dan injeksi ranitidine
untuk mengurangi efek samping ketorolac terhadap lambung. Pada pasien ini juga
dilakukan terapi operatif karena hernia pada pasien ini bersifat ireponible (tidak
bisa dimasukkan kembali). Tindakan operatif yang dilakukan adalah herniotomi.
Herniotomi adalah tindakan pada operatif pada hernia dimana dilakukan
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia
dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit dan
diikat setinggi mungkin lalu dipotong. 1
- Pendidikan:
Diberikan edukasi kepada pasien untuk bedrest sebelum dan sesudah operasi.
Bedrest sebelum operasi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraabdomen dan
untuk persiapan operasi. Bedrest sesudah operasi bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan luka operasi.
- Konsultasi:
Setelah pasien pulang dari rumah sakit, pasien diminta untuk kontrol kembali
ke rumah sakit setelah 3 hari pulang dari rumah sakit untuk melihat perkembangan
proses pemulihan pasien.

Anda mungkin juga menyukai