Anda di halaman 1dari 4

A.

Tata Cara Haji


1. Melakukan ihram dari mîqât yang telah ditentukan

Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal dengan melakukan mandi sunah, berwudhu,
memakai pakaian ihram, dan berniat haji dengan mengucapkan Labbaik Allâhumma hajjan, yang
artinya “aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah, untuk berhaji”.
Kemudian berangkat menuju arafah dengan membaca talbiah untuk menyatakan niat: Labbaik
Allâhumma labbaik, labbaik lâ syarîka laka labbaik, inna al-hamda, wa ni’mata laka wa al-mulk, lâ
syarîka laka Artinya: Aku datang ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu; Aku datang, tiada
sekutu bagi-Mu, aku datang; Sesungguhnya segala pujian, segala kenikmatan, dan seluruh kerajaan
adalah milik Engkau; tiada sekutu bagi- Mu.

2. Wukuf di Arafah

Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya dimulai setelah matahari tergelincir sampai
terbit fajar pada hari nahar (hari menyembelih kurban) tanggal 10 Zulhijah. Saat wukuf, ada beberapa
hal yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir
bersama, membaca Al-Qur’an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya. 3. Mabît di Muzdalifah,
Mekah Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum terbit fajar. Disini mengambil batu
kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah di Mina, dan melakukan shalat subuh
di awal waktu, dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina.Kemudian berhenti sebentar di masy’ar al-
harâm (monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS 2: 198), dan
mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.

3. Mabit di Musdalifah

Mekaah waktunya sesaat setelah tebgah malam sampai sebelum terbit fajar. Di sini
mengambil batu kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah di Mina, dan
melakukan salat subuh diawal Waktu, dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina. Kemudian
berhenti sebentar di Masy’ar al-haram (momen suci) atau Musdalifah untuk bersikir kepada Allah
SWT dan mengerjakan salat subuh ketika fajar telah menyingsing.

4. Melontar jumrah ‘aqabah

Dilakukan di bukit ‘Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah, dengan 7 butir


kerikil, kemudian menyembelih hewan kurban.

5. Tahalul

Tahalul adalah berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan amalan-amalan haji.
Tahalul awal, dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah ‘aqobah, dengan cara
mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai.Setelah tahalul, boleh memakai pakaian
biasa dan melakukan semua perbuatan yang dilarang selama ihram, kecuali berhubungan seks. Bagi
yang ingin melaksanakan tawaf ifâdah pada hari itu dapat langsung pergi ke Mekah untuk tawaf.
Dengan membaca talbiah masuk ke Masjidil Haram melalui Bâbussalâm (pintu salam)
dan melakukan tawaf. Selesai tawaf disunahkan mencium Hajar Aswad (batu hitam), lalu shalat sunah
2 rakaat di dekat makam Ibrahim, berdoa di Multazam, dan shalat sunah 2 rakaat di Hijr Ismail
(semuanya ada di kompleks Masjidil Haram). Kemudian melakukan sa’i antara bukit Shafa dan
Marwa, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa. Lalu dilanjutkan dengan tahalul
kedua, yaitu mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai. Dengan demikian, seluruh
perbuatan yang dilarang selama ihram telah dihapuskan, sehingga semuanya kembali halal untuk
dilakukan. Selanjutnya kembali ke Mina sebelum matahari terbenam untuk mabît di sana.

6. Mabît di Mina

Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa), yaitu pada tanggal 11,
12, dan 13 Zulhijah. Setiap siang pada hari-hari tasyrik itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan ‘aqabah,
masing-masing 7 kali. Bagi yang menghendaki nafar awwal (meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijah
setelah jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah saja. Tetapi
bagi yang menghendaki nafar sânî atau nafar akhir (meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah
setelah jumrah sore hari),melontar jumrah dilakukan selama tiga hari (11, 12, dan 13 Zulhijah).
Dengan selesainya melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan
kembali ke Mekah.

7. Tawaf ifâdah

Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika berada di Mekah, maka harus melakukan
tawaf ifâdah dan sa’i. Lalu melakukan tawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali
pulang ke daerah asal.

B. Tata Cara Zakat


a. Zakat Fitrah

Pelaksanaan zakat fitrah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1.Melalui Amil Zakat

Umat Islam (Muzakki) dapat mempercayakan pengurusan zakatnya kepada lembaga amil
zakat/panitia zakat. Yang dimaksud amil zakat adalah petugas atau lembaga yang menarik,
mengumpulkan, mengelola, dan membagi zakat dari masyarakat. Amil (panitia) zakat fitrah dapat
dibentuk di kampung, masjid atau di madrasah. Contohnya dalam panitia zakat di masjid dan mushola
terdiri dari petugas-petugas yaitu:

a. Petugas pemungut zakat fitrah 10 orang.

b. Zakat penimbang beras 10 orang.

c. Petugas pencatat mustahik zakat fitrah dan pembagi zakat 15 orang.

2. Secara Mandiri atau Individu

Melaksanakan zakat fitrah dapat pula secara mandiri atau individu. Maksudnya yaitu
memberikan zakat secara langsung kepada fakir miskin atau mustahik zakat tanpa melalui panitia.
Misalnya Pak Jono mempunyai seorang istri dan tiga orang anak yang masih sekolah. Sebagai
keluarga Muslim, mereka memiliki kewajiban membayar zakat untuk diberikan kepada fakir miskin.
Menjelang hari raya Idul Fitri mereka mulai sibuk menimbang beras. Karena jumlah keluarga ada
lima, maka beras untuk dijadikan lima bungkus dengan ukuran 2,5 kg per bungkus. Kemudian
bungkusan-bungkusan tersebut diserahkan kepada fakir miskin di sekitarnya.

Dari rumah, Pak Jono bersama anaknya menemui keluarga yang termasuk fakir miskin.
Setelah masuk kerumahnya, maka Pak Jono berkata kepada fakir miskin itu bahwa maksud
kehadirannya adalah untuk memberi zakat fitrah. Sambil menyerahkan bungkusan beras, Pak Jono
mengucapkan niat. Bacaan niat boleh dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Tapi jika niat
lafal niat mengikuti tuntunan para ulama, maka itu lebih utama. Karena Pak Jono sudah hafal niat
mengeluarkan zakat seperti yang diajarkan para ulama, maka dia mempraktikkannya dengan lafal itu.

Perlu diketahui bahwa dalam pengucapan niat berzakat maka haruslah jelas. Jika zakat itu
untuk diri sendiri, maka harus dilafalkan untuk diri sendiri. Namun, jika untuk anggota keluarganya,
maka harus di lafalkan juga. Adapun bagi orang yang diberi zakat fitrah, sepatutnya dia bersyukur san
berterima kasih. Sesaat setelah menerima zakat fitrah hendaknya mendoakan orang yang memberinya.

2. Zakat mal

C. Tata Cara Wakaf


Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 menjalaskan tentang tata cara perwakafan yaitu:

1. Pihak yang hendak mewakafkah dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.

2. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama

3. Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud
ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal
215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a. Tanda bukti pemilikan harta benda.
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari
Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak
dimaksud.
c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang
bersangkutan. [3]

Menurut Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH.; secara penerapan, maka tata cara perwakafan
adalah sebagai berikut:
1. Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah miliknya (sebagai calon wakif) datang
sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon wakif tidak dapat datang ke
hadapan PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat membuat ikrar
wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten letak tanah
yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nazhir di
hadapan PPAIW.
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok,
ketitir dan sebagainya).
b. Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang
menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat.
3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, apakah sudah memenuhi untuk
pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunannazhir.
4. Menurut Dr. Abdul Ghofur, wakif mengikrarkan kehendak wakif itu kepada nazir yang telah disahkan.
Ikrar tersebut harus diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi
wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan
kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Kemudian semua yang hadir
menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di
dalam peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No.
Kep/D/75/78.
5. PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan Salinan Akta
Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas
wakif, nama dan identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda
wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta
tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta,
PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik
bersama aktanya.

Anda mungkin juga menyukai