Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama
diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya.TB paru dapat menyebar ke setiap
bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe dan lainnya
(Smeltzer&Bare, 2015). TB mudah menular pada orang yang tinggal di
lingkungan yang padat, kurang sinar matahari dan sirkulasinya buruk atau
lembab karena bakteri Mycobactrium Tuberculosis dapat menetap lama dan
berkembang biak, tapi jika sinar matahari, sirkulasi, dan ventilasi baik maka
bakteri itu tidak akan bertahan lama, ia akan mati setelah 1-2 jam. (Tjandra,
Yoga, 2007).
Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Penyakit menular TB adalah penyakit yang dapat disembuihkan, dan salah
satu keberhasilan dari program pengobatan TB adalah dengan adanya
Pengawasan Minum Obat (PMO). Sebagian besar kuman TB menyerang paru
tetapi bisa juga organ tubuh lainnya (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017).
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati
pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar
matahari langsung selama 2 jam. Dalam sputum, bakteri mycobacterium dapat
bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat
bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar
dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C
selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan
disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH
4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol
80 % akan hancur dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010).
TB dapat menular yang tinggal dirumah padat, kurang sinar matahari dan
sirkulasinya buruk atau lembab karena bakteri Mycobactrium Tuberculosis
akan dapat menetap lama dan berkembang biak tapi jikalau banyak udara dan
yang terutama sinar matahari dan sirkulasi, ventilasi baik bakteri itu tidak
akan bertahan lama sekitar 1-2 jam. (Tjandra, Yoga, 2007).
Penyakit TB menjadi penyakit yang menjadi masalah serius karena
penyebaran dan penularan penyakit yang mudah yaitu dengan melaui udara
saat si penderita batuk atau bersin. Berdasarkan data yang di peroleh dari
(WHO 2018), indonesia merupakan negara dengan penderita TB terbanyak
ke-3 di dunia setelah India dan China. Di India, estimasi insiden TB berjumlah
2.740.000 nyawa. Di negara China, estimasi insiden TB berjumlah 889.000
nyawa. Indonesia yang menempati peringkat ke-3 didunia juga memiliki
jumlah angka kejadian TB yang tinggi dengan jumlah total 842.000 nyawa.
(WHO, 2018).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia yang dibuat oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia memperoleh jumlah kasus TB dengan total
penderita sebanyak 360.770 nyawa yang diperkirakan jumlah pasien TB di
Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. (Depkes RI,
2011). Jumlah kasus TB yang ditemukan di Jawa Tengah pada tahun 2017
sebesar 132 per 100.000 orang penduduk, penemuan kasus TB di Jawa tengah
ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu 118 per
100.000 orang penduduk (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, 2017).
Jumlah penderita TB di Jawa Tengah menempati peringkat ke-3 setelah
Jawa Barat dan Jawa Timur. Jawa Barat memiliki jumlah penderita TBC
tertinggi di Indonesia dengan jumlah penderitanya yang mencapai angka
78.698 nyawa, sementara itu Jawa Timur menempati peringkat ke-2 dengan
jumlah penderita yang mencapai angka 48.323 nyawa, sedangkan Jawa
Tengah yang berada pada peringkat ke-3 memiliki jumlah penderita sebesar
48.323 nyawa (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2017).
Di wilayah kota Semarang, TB merupakan penyakit menular yang berada
pada peringkat teratas. Dalam upaya menekan jumlah penderita TBC, Dinas
Kesehatan Kota Semarang membuat profil kesehatan secara berkala setiap
setahun sekali dengan dilakukan Case Detection Rate atau CDR . Cara
melakukan CDr ini adalah dengan menerapkan sistem angka penjaringan
suspek, jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk
pada suatu wilayah tertentu. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya
penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu dengan memperhatikan
kecenderungan dari waktu ke waktu (dalam kurun waktutriwulan atau
tahunan) (DKK, 2018; Kemenkes RI, 2017).
Penemuan suspek tahun 2017 sebanyak 943/100.000 penduduk. Jika
dibandingkan dengan penemuan tahun sebelumnya telah terjadi peningkatan
sebesar 79/100.000 penduduk. Penderita TB BTA (semua tipe) pada tahun
2017 sejumlah 3.882 kasus, dengan persentase TB Semua Tipe pada laki-laki
sebanyak 2.141 kasus (55%) lebih besar dari pada perempuan sebanyak 1.741
kasus (45%). Hal ini disebabkan karena (fakta kwalitatif) pada laki-laki lebih
intens kontak dengan faktor risiko dan kurang peduli terhadap aspek
pemeliharaan kesehatan individu dibandingkan dengan wanita. Penderita TB
semua tipe kelompok usia bayi dan anak sebanyak 916 kasus (24%),
kelompok usia 15-34 sebanyak 1030 kasus (27%), kelompok usia 55-64
sebanyak 553 kasus (14%) dan kelompok usia >65 tahun sebanyak 310 kasus
(8%). Dari data tersebut bisa terlihat bahwa kasus TB banyak terjadi pada
rentang usia produktif, yaitu rentang usia antara 15 – 64 tahun (Dinas
Kesehatan Kota Semarang, 2017).
Usia produktif merupakan usia dimana seseorang berada pada tahap untuk
bekerja/menghasilkan sesuatu baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Usia
yang termasuk dalam rentang produktif adalah usia yang berkisar antara 15 –
64 tahun. Pada usia tersebut apabila seseorang menderita TB paru, maka dapat
mengakibatkan individu tidak produktif lagi bahkan menjadi beban bagi
keluarganya. Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3-4 bulan, sehingga berdampak pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (KBBI; WHO, 2018).
Penderita TB usia produktif di wilayah Kota Semarang terbilang cukup
tinggi, dari data profil kesehatan tahun 2017 yang dikeluarkan kota semarang,
angka kejadian TB pada usia produktif sebesar 68%, dan angka kejadian TB
pada usia nonproduktif sebesar 32%. Ada 4 kecamatan dikota semarang yang
memiliki angka kejadian TB terbesar diantara kecamatan lain dikota
semarang. Angka kejadian TB tertinggi terdapat di kecamatan Telogosari
Wetan dengan jumlah 60 penderita, sedangkan untuk Kecamatan Bangetayu
termasuk dalam tiga tertinggi dengan jumlah 48 penderita. Setelah dilakukan
pendataan ulang pada bulan februari 2019, ditemukan jumlah penderita TB
mengalami kenaikan dengan jumlah awal terdapat 48 penderita menjadi 65
penderita TB. Kenaikan penderita TB ini diakibatkan karena musim
penghujan yang mengakibatkan udara menjadi semakin lembab dan membuat
perkembangan virus TB menjadi lebih mudah. Hal ini juga dipengaruhi
karena tempat tinggal penderita TB pada umumnya memiliki kondisi
lingkungan yang kumuh. Mengingat hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang faktor – faktor lingkungan apa saja yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit TB di Kecamatan Bangetayu.
Penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana tentang faktor resiko
yang mempengaruhi angka kejadian TB sudah pernah dilakukan namun
rentang usia produktf yang digunakan masih berkisar antara 15 – 49 tahun,
sedangkan rentang usia yang digunakan oleh Kemenkes RI tahun 2017 sudah
diperbarui menjadi 15 – 64 tahun. Penelitian ini dilakukan oleh Made Agus
Nurjana di kecamatan labuan kabupaten donggala yang menunjukan bahwa
faktor risiko TB paru pada usia produktif di Indonesia yaitu pendidikan,
indeks kepemilikan, bahan bakar memasak, kondisi ruangan dan perilaku
merokok. Faktor risiko yang paling dominan adalah pendidikan (Nurjana,
2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Virginita M Tempone tentang hubungan
antara kelembaban, pencahayaan, dan kepadatan hunian dalam rumah dengan
kejadian TB paru menunjukan bahwa kondisi pencahayaan alami yang
memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru (30%) dengan p
value sebesar 0,232 dengan Odds Ratio atau OR sebesar 2,000. Kondisi
kelembaban yang memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru
(40%) dengan p value sebesar 0,007 dengan OR sebesar 4,750. Kepadatan
hunian rumah yang memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru
(12,9%) dengan nilai p value sebesar 0,049 dengan OR sebesar 5,712
(Tempone, et al, 2016)
Mengingat tingginya angka kejadian TB paru dan akibat yang ditimbulkan
cukup berat khususnya pada usia produktif serta banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian TB paru, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
faktor risiko TB paru usia produktif di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu
berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang 2018. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor lingkungan yang paling dominan.
Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada pengambil
kebijakan dalam upaya pengendalian TB di Indonesia khususnya di wilayah
kerja Puskesmas Bangetayu.

B. Rumusan Masalah
Penderita TB usia produktif di wilayah Kota Semarang terbilang cukup
tinggi, dari data profil kesehatan tahun 2017 yang dikeluarkan kota semarang,
angka kejadian TB pada usia produktif sebesar 68%, dan angka kejadian TB
pada usia nonproduktif sebesar 32%. Ada 4 kecamatan dikota semarang yang
memiliki angka kejadian TB terbesar diantara kecamatan lain dikota
semarang. Angka kejadian TB tertinggi terdapat di kecamatan Telogosari
Wetan dengan jumlah 60 penderita, sedangkan untuk Kecamatan Bangetayu
termasuk dalam tiga tertinggi dengan jumlah 48 penderita. Maka dari itu
peneliti tertarik untuk meneliti “faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
angka kejadian TB pada usia produktif di wilayah kerja Puskesmas
Bangetayu”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
tingginya angka kejadian TB di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penelitian ini, antara lain:
a. Mendeskripsikan karakteristik pasien TB meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
b. Mendeskripsikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
tingginya angka kejadian TB di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi pelayanan kesehatan terutama Puskesmas Bangetayu
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita
TB.
2. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan
pengalaman dalam meningkatkan kemampuan menganalisis sebuah
permasalahan.

3. Bagi perkembangan ilmu


Dapat dijadikan salah satu aset ilmu dalam bidang keperawatan dan
digunakan untuk mengembangkan penelitian sejenis di masa yang
akan datang.

E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah.

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 keaslian penelitian


Peneliti/tahun Judul Metode Hasil
Hubungan antara Desain 1. Terdapat hubungan antara
Tempone, et al
kelembaban, penelitian kelembaban dengan kejadian
(2016)
pencahayaan, dan yang penyakit TB paru di wilayah kerja
kepadatan hunian digunakan Puskesmas Tikala Baru dimana
dalam rumah dengan dalam kelembaban yang tidak
kejadian TB paru di penelitian ini memenuhi syarat kemungkinan
wilayah kerja bersifat menderita penyakit TB paru
Puskesmas Tikala Baru survey sebesr 4,7 kali dibandingkan yang
Kota Manado analitik memenuhi syarat.
dengan 2. Terdapat hubungan antara
rancangan kepadatan hunian dengan
studi kasus kejadian penyakit TB paru di
kontrol wilayah kerja Puskesmas Tikala
(Case Baru dimana kepadatan hunian
Control) yang tidak memenuhi syarat
Faktor risiko terjadinya Desain Faktor risiko yang paling dominan
Nurjana (2015)
tuberculosis penelitian adalah tingkat pendidikan, karena
paru usia produktif (15- yang tingkat pendidikan akan
49 tahun) digunakan mempengaruhi pengetahuan
di Indonesia yaitu cross seseorang tentang TB paru. Dengan
sectional pengetahuan yang baik, maka akan
ada upaya pencegahan maupun
pengobatan bila terserang TB paru.
Hubungan Faktor Jenis Variabel kepadatan hunian,
Perdana dan
Lingkungan Fisik penelitian ventilasi, pencahayaan dan
putra (2018)
Rumah terhadap yang kelembaban berhubungan
Kejadian TB Paru di digunakan signifikan dengan kejadian TB
Wilayah Kerja kuantitatif Paru, tetapi faktor yang paling
Puskesmas Panjang, dengan dominan berhubungan signifikan
Lampung desain case dengan kejadian TB Paru di
control Puskesmas Panjang adalah
Pencahayaan.

Anda mungkin juga menyukai