Anda di halaman 1dari 13

 Home

 V. Samaggi Jaya

 V. Bodhigiri

 Tipitaka

 Sangha Theravada Indonesia

 Naskah Dhamma

 Multimedia

 Bursa

 About

Agama Buddha dan Psychotherapy


 Home>>
 Blog>>
 Naskah Dhamma
 >>Agama Buddha dan Psychotherapy
AGAMA BUDDHA DAN PSYCHO-THERAPY
ATAU PENYEMBUHAN SECARA KEJIWAAN.
Oleh :
GERALD DU PRE

Didalam artikel saya yang terdahulu, yang berjudul “Agama Buddha dan Ilmu
Pengetahuan”, saya telah menyampaikan argumentasi saya, yang saya
katakan bahwa bukan Yunani Kuno, tetapi orang-orang Hindu-lah yang telah
meletakkan dasar studi tentang pengalaman, dan bahwa Pangeran
Siddhartha, yang kemudian mencapai tingkat Buddha itu, yang telah
mengangkat studi tersebut menjadi setingkat ilmu pengetahuan. Pengalaman
itu terdiri dari semua sensasi, persepsi, ingatan-ingatan, perasaan-perasaan,
emosi-emosi, gambaran di alam fikiran (= image), dan lambang-lambang,
yang kita alami dari saat ke saat.

Saya berargumentasi bahwa Buddhisme itu menjadi ilmu pengetahuan,


karena Agama Buddha telah menggabungkan observasi, eksperimen dan
theori didalam semangat yang bebas untuk menanyakan dan mengadakan
penyelidikan-penyelidikan. Paling penting dari semuanya, adalah perlu diingat
bahwa Buddhisme itu adalah suatu therapy,- suatu penyembuhan-. Agama
Buddha muncul, karena Pangeran Siddhartha telah menemukan suatu
penyembuh untuk penyakit jiwa (yang setelah pada mulanya beliau agak
ragu-ragu), lalu memutuskan untuk mewariskan ilmu penyembuhan ini kepada
orang-orang lain.
Didalam artikel ini, saya akan mencoba memperbandingkan definisi dari
Buddhisme dan definisi dari Dunia Barat, tentang penyakit-penyakit jiwa dan
kesehatan jiwa, dan memperbandingkan therapy Buddhis dan psychotherapy
dari Dunia Barat. Ini merupakan pokok uraian yang luas dan artikel ini hanya
dapat saya uraikan berupa suatu survey yang ringkas saja.

Penyakit jiwa (= mental disorder) adalah istilah umum, bagi gangguan-


gangguan mental yang sifatnya psychogenic, yaitu, yang gangguan-
gangguannya tidak dapat kita lacak pada sesuatu sebab jasmaniah, yang
misalnya berupa mengalami luka, adanya ketidak-seimbangan chemis, atau
mengalami kemunduran jasmaniah. Istilah gangguan jiwa, atau penyakit jiwa,
mencakup pengertian-pengertian, atau istilah-istilah: penyakit jiwa jenis
phobia, penyakit jiwa jenis neurose, dan penyakit jiwa jenis psychose.

Para ahli psychiatry dan psychotherapy terus mengalami kesukaran besar


didalam membuat sesuatu klasifikasi yang baik tentang berbagai type
penyakit jiwa. Sama seperti itu, terbukti masih didapat kesukaran juga didalam
orang membentuk standard kesehatan mental. Semua standar yang diusulkan
bersifat sangat theoritis dan idealistic, dan sering dipengaruhi oleh nilai-nilai
kultural dari Dunia Barat.

Buddhisme telah memberikan banyak pemecahan terhadap kesukaran-


kesukaran ini. Agama Buddha telah menunjukkan bahwa setiap pengalaman
itu merupakan suara batin yang selalu ada, yang meng-interpretasikan, atau
menafsirkan, apa yang dipersepsi,- dicerap, bagaimana keputusan yang
diambil atas aksi-aksinya, dan dapat memberi keyakinan kepada individu
tentang keadaan dirinya sendiri. Didalam banyak hal, seperti pada kasusnya
Pangeran Siddhartha sendiri, pengalaman itu menimbulkan adanya ketidak-
puasan, penderitaan, dan ketidak-mampuan. Ini adalah gangguan kejiwaan,
atau penyakit jiwa, yang sifatnya umum, yang dinamai dukkha, yang sejenis
dengan jenis penyakit jiwa tarif ringan, yang dinamai neurosis, yang sifatnya
umum dialami oleh hampir semua orang itu. Kebanyakan dari umat Buddha
telah mengenal neurosis jenis ini, didalam pengalamannya, dan berharap
bahwa Buddhisme dapat meringankan penderitaannya.
Buddhisme, memang meng-claim, dan tidak hanya mengatakan bahwa
Agama Buddha dapat meringankan dukkha itu, tetapi bahkan juga
mengatakan dapat menyembuhkannya sama sekali. Lebih lanjut, Agama
Buddha meng-claim bahwa penyembuhannya, bersifat total, dan dijamin tidak
mengalami sakit lagi, juga mengatakan dapat mencegah orang untuk tidak
mengalami atau memperkembangkan sesuatu jenis penyakit jiwa, yang
dinamai phobia, neurosis, atau psychosis, didalam kehidupannya.
Apabila suara batinnya telah dapat ditenangkannya, dan dukkha telah dapat
disembuhkan, hasil yang didapat adalah dimilikinya keadaan pengalaman
yang istilahnya adalah pencapaian Nirvana. Nirvana itu adalah keadaan dari
kesehatan jiwa (= mental health). Nirvana itu bukan hanya dengan keadaan
yang sifatnya theoritis, yang keberadaannya hanya sebagai suatu ideal atau
suatu kemungkian yang belum terwujud. Ribuan orang telah dapat mencapai
Nirvana, secara aktual. Itu tampaknya juga sama dimanapun dicapainya, dan
tidak tercemari oleh sesuatu prasangka kultural
Claim yang dikemukakan oleh Agama Buddha untuk dapat
menyembuhkan dukkha dan claim yang berupa pernyataan bahwa setiap
orang itu mempunyai potensi untuk dapat mencapai Nirvana, adalah suatu hal
yang benar-benar mengagumkan. Kedua hal itu, dapat diselidiki dan ditest.
Adalah mungkin mengambil orang yang telah mencapai Nirvana, untuk
dijadikan subject penyelidikan, untuk ditest, dengan test physiologis dan
psychologis, yang diulang pengetestannya dalam selang waktu tertentu,
selama banyak tahun. Keterangan sampai ke hal yang sekecil-kecilnya,
mengenai pengalaman pencapaian Nirvana ini, dapat dikumpulkan data-
datanya, dan dapat diperbandingkan yang satu, dengan yang lainnya untuk
dipelajari.
Apabila penyelidikan dan pengetesan yang demikian itu, dapat menjadi
pendukung terhadap claim Agama Buddha, maka jalannya akan menjadi
lancar, bagi Nirvana untuk menjadi standard kesehatan mental, yang
lingkupnya meliputi seluruh dunia. Jika Nirvana yang menjadi claimnya
Agama Buddha itu, demikian keadaannya, maka standar kesehatan mental
bagi manusia ini, merupakan suatu standard yang sifatnya universal. Hanya
menunggu pengakuan dari dunia sajalah claim Agama Buddha yang demikian
itu.
Claim penyelidikan ilmiahnya Buddhisme mungkin juga dapat membawa
orang ke pengambilan kesimpulan tentang sifat dari gangguan mental, atau
penyakit jiwa. Mungkin juga, misalnya, ternyata bahwa semua gangguan jiwa
itu adalah hanya merupakan hal yang ekstrim dari bentuk dukkha, yang
terhadap kasus ini, suatu bentuk penyembuhan secara umum
terhadap dukkha dapat mencegah orang, untuk tidak sampai mengalami
berkembangnya neurose dan psychose, pada dirinya.
Dukkha itu adalah suatu gangguan mental, suatu penyakit jiwa,
dan Nirvana adalah keadaan teraturnya atau sehatnya mental, sehatnya jiwa.
Therapy-nya Buddhisme itu berupa kegiatan yang menyangkut peringanan
dan penyembuhan dukkha, dan pencapaian Nirvana. Lalu, apa itu therapy,
atau penyembuhan, menurut Buddhisme, dan bagaimana itu kalau kita
bandingkan dengan psychotherapynya Dunia Barat?
Keseluruhan therapy-nya Buddhisme, itu diringkaskan didalam sebuah daftar
kelompok ajaran yang dinamai Jalan Delapan Utama. Ini dapat dibagi
menjadi, yang satu mengenai therapy persiapan atau therapy pembantu, dan
yang lainnya adalah therapy yang sesungguhnya. Therapy persiapan
mencakup sejumlah disiplin mental dan tingkah-laku sehari-hari, dan
pengantar ke theori dan filsafatnya Buddhisme. Sedang therapy-nya itu
sendiri, atau therapy yang sesungguhnya, adalah yang dinamai dhyana, atau
meditasi.
Di Dunia Barat, sekarang ini, psychotherapy-nya biasanya digunakan sebagai
istilah umum, bagi semua therapy yang tujuannya untuk meringankan atau
menyembuhkan gangguan mental atau tingkah-laku. Psychotherapy-nya
dibagi menjadi dua type. Yang satu adalah “therapy pengalaman”, sebagai
misalnya psychoanalisa dan therapy-therapy yang berasal dari psychoanalisa,
yang meliputi interviwe dan diskusi. Type therapy satunya lagi adalah “therapy
tingkah-laku”. Didalam perkembangannya, psychotherapy modern, terdiri dari
pergabungan kedua type itu.

Apabila, therapy menurut Buddhisme kita perbandingkan dengan


psychotherapy dari Dunia Barat, terdapat paralel-paralel yang agak
berdekatan. Tampaknya, therapy intervieuw dan therapy diskusi, sebagai
misalnya psychoanalisa, itu paralel dengan diskusi persiapan yang biasanya
terjadi antara Guru dan Siswa, didalam therapy-nya Buddhisme. Meditasi itu
sendiri, tampaknya paralel, dan sangat erat, dengan tehnik umum dari therapy
tingkah-laku. Terdapat beberapa aspek vital dari meditasi, yang tetap
merupakan sifat unique-nya dari Agama Buddha.

Didalam psychoanalisa dan didalam penyembuhan pendahuluan, dari therapy


yang berupa meditasi, maupun dari therapy tingkah-laku, therapist dan pasien
mendiskusikan problema-problema mentalnya yang masih belum terpecahkan
masalahnya. Therapist dapat mempergunakan sesuatu jenis dari berbagai
jenis pendekatan, dan pasien dapat menunjukkan sesuatu response
emosional dan penghindaran verbal. Didalam semua kasus, therapist
barangkali dapat menginterpretasi problema-problema yang dialami pasien,
berdasarkan keterangan theori, khususnya mengenai gangguan mental dan
penyembuhannya.

Perbedaan antara psychoanalisa, therapist Buddhisme, dan therapist menurut


ilmu jiwa Behaviourisme, ialah bahwa therapist dari psychoanalisa itu secara
aktual berusaha untuk menyembuhkan pasiennya dengan jalan memberi
kepadanya, interpretasi, atau tafsiran, yang bersifat psychoanalistis, atas
gangguan-gangguan mentalnya, dan dihubungkan dengan keadaan idealnya
tentang kesehatan, yang dia inginkan untuk dicapai. Check pengontrolan yang
akhir-akhir ini diadakan, memberikan saran yang kuat, bahwa therapy-therapy
psychoanalistis itu sendiri, tidak memberikan kesembuhan. Walaupun
beberapa orang memperoleh kemajuan dengan diberi therapy menurut
psychoanalisa itu, namun banyak orang yang walaupun tidak diberi
penyembuhan menurut psychoanalisa, juga memperoleh kemajuan atas
penyakit yang dideritanya. 1

Keduanya, yaitu therapist menurut Buddhisme dan therapist menurut ilmu jiwa
Behaviourisme setuju bahwa diperolehnya gambaran yang jelas tentang
problema yang dihadapi (= insight) yang bersifat verbal, hanya dalam kata-
kata saja, itu sendiri jarang dapat menyembuhkan, dan kalau dapat, hanya
mampu meringankan kesukaran mentalnya, tingkat paling luar, atau lapisan
dangkal saja. Dalam hal yang lain, kebanyakan therapist menurut Buddhisme
dan therapist menurut ilmu jiwa Behaviourisme sependapat bahwa
diperolehnya gambaran yang jelas dari problema yang dihadapi (= insight)
yang bersifat verbal, itu berguna dalam penyembuhan pendahuluan, sebelum
penyembuhannya sendiri. Didalam therapy menurut ilmu jiwa Behaviourisme,
dan mungkin juga didalam therapy menurut Buddhisme, dicapai persentase
yang besar didalam penyembuhan, apabila diberi penyembuhan pendahuluan
yang demikian itu. 2 Keduanya, yaitu therapist dari Buddhisme dan therapist
dari ilmu jiwa Behaviourisme menggaris bawahi keterangannya bahwa pasien
yang diberi kesembuhan dengan cara diberi gambaran yang jelas dari
problema yang dihadapi (= insight) yang bersifat verbal, itu sendiri, tidak dapat
memberikan kesembuhan. Sebagian besar dari filsafatnya Buddhisme itu
tampaknya secara khusus banyak mengemukakan pandangan yang demikian
ini.
Apa yang kita katakan sebagai yang dapat menimbulkan kesembuhan, yang
menjadi Penyembuhan yang sebenarnya, adalah yang didalam Buddhisme
dinamai dhaya atau meditasi. Saya, disini, tidak dapat memberi keterangan
yang selayaknya, atau yang cukup, tentang meditasi, tetapi hanya akan
mengemukakan keterangan yang tampaknya merupakan elemen-elemen
yang vital dari therapy.
Seseorang kiranya dapat menerangkan dengan singkat bahwa didalam
meditasi, sang meditator hendaklah melatih agar memiliki relaksasi, atau
kesantaian, mengenai otot-ototnya, yang digabungkan dengan kewaspadaan
mental. Pada waktu yang bersamaan, sang meditator juga hendaklah berlatih
diri untuk tidak melakukan reaksi, baik secara emosional, atau pun berupa
sesuatu gerakan otot-otot terhadap apa pun, apakah itu terhadap persepsi,
atau ingatan-ingatan, atau gambaran di alam fikirannya, atau kata-katanya,
atau ide-idenya, atau pun terhadap sesuatu object lainnya dari pengalaman.

Therapy tingkah-laku yang paling umum adalah yang dinamai desensitisasi


systematis. Ini dipergunakan bagi pasien-pasien yang menderita ketakutan
yang irrasional, yang dinamai menderita phobia. Yang paling penting dari
semuanya, hendaklah pasien itu mengalami kesantaian otot-ototnya. Lalu
kepadanya dihadirkan benda yang dia takuti, sebagai misalnya seekor labah-
labah. Ini dapat benda yang sebenarnya, atau (didalam desensitisasi
imaginal), pasien diminta untuk membayangkannya. Penghadirannya diatur
secara setingkat demi setingkat, yang sedemikian rupa, dari mulai yang
dihadirkan yang paling berkeadaan tidak menakutkan, lalu dihadirkan yang
lebih seram, sampai dengan akhirnya object yang tampak atau yang
dibayangkan yang aspeknya paling menyeramkan. Sementara itu, pasien
sambil tetap berkeadaan santai, diminta untuk tetap belajar untuk tidak ber-
reaksi dengan emosi atau lari menghindarkan diri dari benda riilnya, atau
bayangan di alam fikirannya itu.

Kesamaan antara desensitisasi dan dhayana itu jelas tampak. Didalam


keduanya, pasien diminta berkeadaan relax, atau santai, namun diminta
memiliki kewaspadaan mental. Didalam kedua kasus ini, dia belajar untuk
tidak bereaksi terhadap rangsangan, dengan sesuatu response emosional,
mental, atau tingkah-laku.
Tampak dengan jelas bahwa desensitisasi systematic ini merupakan sebuah
versi yang khusus dari tehnik yang dipergunakan didalam meditasi. Ini
merupakan tehnik khusus untuk mengatasi jenis penyakit jiwa tertentu, yang
dinamai phobia, dan dengan demikian rangsangannya menyangkut yang
sangat khusus dan terseleksi. Tehnik ini memang telah terbukti sangat
berhasil didalam menyembuhkan banyak penyakit jiwa, jenis phobia. 3

Didalam meditasi, tujuannya adalah bukan penyembuhan yang bersifat


khusus, tetapi yang bersifat umum, dan dengan demikian rangsangannya,
apa pun yang terjadi, haruslah dengan cepat menjadi pengalaman. Selama
melakukan meditasi, gambaran-gambaran di alam fikirannya itu meliputi
rangsangan untuk jenis penyakit jiwa, yang dinamai phobia (= takut terhadap
benda atau makhluk tertentu, yang sifat ketakutannya tidak rasional), obsessi
(= terdapatnya di alam fikirannya gambaran fikiran yang tidak dapat
dilenyapkan), atau jenis response-response neurotic lainnya. Tehnik ini, juga,
telah terbukti sangat berhasil didalam melenyapkan response-response
semacam itu.

Di masa-masa yang lampau, para penganut Buddhisme dan para ahli ilmu
jiwa psychonalisa telah berusaha untuk mengadakan beberapa dialog, yang
hanya menghasilkan suatu hasil yang terbatas saja. Adalah mungkin bahwa di
masa-masa yang akan datang, diadakan dialog antara therapist dari kalangan
Buddhisme dan therapist dari kalangan ilmu jiwa Behaviourisme, yang khusus
membicarakan tentang desensitisasi, yang kiranya dapat membuahkan suatu
hasil yang lebih bernilai.

Ada aspek-aspek lainnya dari meditasi yang tampak unique didalam


Buddhisme. Salah satu diantaranya, adalah yang dinamai vipassana. Istilah
vipassana diterjemahkan oleh orang Inggris dengan “insight” (= pandangan
terang), tetapi pandangan terang ini tidak didapat oleh sang pasien dengan
mendengarkan interpretasinya therapist, dan sama sekali bukan yang sifatnya
verbal. Yang dimaksud adalah suatu “pandangan-terang” yang diperoleh
orang selama melakukan meditasi, yang fikirannya tidak berisi banyak hal dan
arah pemikirannya tidak berkeliaran kesana-kemari, dan yang fikiran atau
jiwanya sedang dalam keadaan tenang.
Psychotherapy itu tampaknya tidak paralel dengan vipassana. Adalah jelas
bahwa vipassana-lah yang membedakan meditasi Buddhisme dengan
meditasi Hinduisme. Tampaknya vipassana-lah yang memegang peranan vital
didalam proses, yang membawa therapy dhyana itu tingkat finalnya sampai
kepada tahap pencapaian Kesadaran Bodhi, atau Kesadaran Nirvana, yang
pada saat itu dapatlah kita terangkan, merupakan saat dicapainya
penyembuhan secara total, atas dukkha yang telah lama dialaminya itu.
Didalam survey mengenai Buddhisme dan psychotherapy ini, saya telah
mencoba mengemukakan, disini, walaupun agak banyak masalah, tetapi
didalam bentuk yang padat dan ringkas. Kesimpulan-kesimpulannya, yang
utama, dapatlah diringkaskan sebagai berikut ini.

Agama Buddha itu melihat disorganisasi mental (= penyakit jiwa) yang


“normal”, sebagai suatu sebab, dibawah kondisi-kondisi tertentu, dari suatu
penyakit yang kita namai dukkha. Agama Buddha dapat memberikan
pengobatan total, yang dijamin tidak mengalami kemunduran, atau menjadi
sakit lagi, setelah orangnya mengalami kesembuhan yang kita namai keadaan
telah mencapai Kesadaran Nirvana. Apabila diselidiki secara ilmiah dengan
testing, Agama Buddha akan membuktikan bahwa ciri-ciri dari orang yang
telah mencapai Kesadaran Nirvana itu dapat menjadi standard kesehatan jiwa
(= mental health) yang dapat diterima secara luas di seluruh dunia.
Therapy Buddhisme itu dinamai dhyana atau meditasi. Ini hanya merupakan
langkah pendahuluan dari meditasi, yang menyerupai langkah pendahuluan
dari therapy menurut psychoanalisa, dan didalam faktanya itu jauh lebih
menyerupai suatu langkah pendahuluan dari therapy menurut ilmu jiwa
Behaviourisme. Meditasi itu sendiri sangat dekat dengan therapy tingkah-laku
yang dikenal dengan nama desensitisasi systematic. Beberapa aspek dari
meditasi, sebagai misalnya yang dinamai vipassana, hanya masih terdapat
didalam therapy-nya Buddhisme, yang merupakan penyembuhan total, yang
dapat menolong membangunkan, atau mencapai Kesadaran Nirvana.
Agama Hindu mendirikan therapy pengalaman dan tingkah-laku, dan
Pangeran Siddhartha-lah yang menyempurnakannya. Psychiatry (= Ilmu
Penyakit Jiwa) hanya pada masa akhir-akhir ini saja memulai menemukannya
bagi Dunia Barat.

Ada kebutuhan yang sangat mendesak bagi psychotherapynya Dunia Barat


untuk memperoleh suatu pemahaman secara teliti tentang therapy menurut
Buddhisme, dan bagi therapy-nya Buddhis untuk memperoleh pengakuan
sebagai yang therapy-nya bersifat ilmiah. Apabila hal yang demikian itu
tercapai, maka dengan cepat, therapynya Buddhisme akan menjadi cara
penyembuhan utama, bagi penyakit-penyakit jiwa, yang sifatnya umum, yang
dikenal dan dipergunakan diseluruh dunia.

REFERENSI :

American Journal of Psychiatry, 1941.


Eysenck 1952; Powers and Witmer, 1951;
1. R.P. Knight Cartwright anda Vogel, 1960, etc.

2. H.R. Beech Changing Man’s Behaviour, Pelican, 1969.

3. Rachman Psychological Bulletin, 1967




 Agama Buddha & Ilmu Pengetahuan, Naskah Dhamma
Artikel Terkait

Studi : Sebelum Meninggal

Manfaat Meditasi

Ini Alasan Ilmiah Puasa Buddhis Tetap Minum Air

Menjaga Otak tetap Cemerlang dalam 3 Menit

Leave a Reply0 comments


Leave a Reply:

Name *

E-Mail *

Website

SUBMIT COMMENT

←PREVIOUS POSTNEXT POST→

 
 

Selamat Datang Di Samaggi Phala…


Nama ‘Samaggi Phala’ terdiri dari dua kata bahasa Pali, yaitu ‘Samaggi’ yang
dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai: ‘Persatuan’ sedangkan
‘Phala’ adalah ‘Buah’. Jadi, ‘Samaggi Phala’ dapat diartikan sebagai ‘Buah
Persatuan’.
Penggunaan nama ini dimaksudkan agar website Buddhis Samaggi Phala
dapat dijadikan sarana menggalang persatuan para umat serta simpatisan
Buddhis di manapun berada . . . . . .
detail…

Waktu Indonesia Barat (WIB)


Artikel Lain
 Populer
 Terbaru

Buddhisme Mendapatkan Penghargaan Sbagai “Agama Terbaik di Dunia”

Petikan Kata Bhikkhu Uttamo Kiriman Merry

Ketuhanan dalam Agama Buddha

Alasan Bhikkhu Uttamo Memilih Agama Buddha

” Satu jam saja….”

Penghargaan MURI
untuk Musik Pengantar Meditasi
Persamuhan Agung
Sangha Theravada Indonesia
di Vihara Bodhigiri, Juni 2016
Bursa Buddhis

Samaggi Phala Di Android


Sudah tersedia Aplikasi Android Samaggi Phala untuk memudahkan Anda
mengakses website ini melalui Smartphone atau Tablet Android.
Copyright
dapat
Phala dilakukan
dan atau
© 2016
alamat
tanpa
Samaggi-Phala.or.id
URL
minta(www.samaggi-phala.or.id)
ijin terlebihMengutip
dahulu, namun
sebagian
sebagai
hendaknya
atau sumbernya.
mengcopy
mencantumkan
seluruh isi
nama
webweb
Samaggi
Samaggi
Phala

 

Anda mungkin juga menyukai