Gangguan Bipolar Referat
Gangguan Bipolar Referat
EPIDEMIOLOGI (2)
Gangguan bipolar I prevalensi seumur hidup sekitar 0,4-1,6% dan gangguan bipolar II
sekitar 0,5%. Sedangkan gangguan bipolar I atau bipolar II dengan siklus cepat memiliki
prevalensi 5-15% orang dengan gangguan bipolar.
Seks
Gangguan bipolar I memiliki prevalensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Episode
manik lebih sering terjadi pada laki-laki dan episode depresif lebih sering pada perempuan.
Bila episode manik terjadi pada perempuan, lebih mungkin terjadinya gambaran campuran
dibandingkan laki-laki. Perempuan juga memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya
siklus cepat, yaitu mengalami empat atau lebih episode manik dalam waktu 1 tahun.
Usia
Awitan gangguan bipolar I terjadi pada usia dini. Awitan usia berkisar dari masa kanak-
kanak (5-6 tahun) sampai 50 tahun atau ada juga pada usia lebih tua namun jarang. Usia
rata-rata saat terjadinya awitan pada usia 30 tahun.
ETIOLOGI (2) (3)
Sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap gangguan bipolar, atau penyakit manic-
depressive (MDI), termasuk faktor genetik, biokimia, psikodinamik, dan lingkungan.
1. Faktor Genetik
Kerabat tingkat pertama dari orang-orang dengan BPI sekitar 7 kali lebih
mungkin untuk mengembangkan BPI daripada populasi umum. Selain itu,
keturunan dari orang tua dengan gangguan bipolar memiliki kesempatan 50%
memiliki gangguan kejiwaan utama lainnya. Studi kembar menunjukkan
konkordansi dari 33-90% untuk BPI pada kembar identik. Sebagai kembar identik
berbagi 100% dari DNA mereka, studi ini juga menunjukkan bahwa faktor
lingkungan yang terlibat, dan tidak ada jaminan bahwa seseorang akan
mengembangkan gangguan bipolar, bahkan jika mereka membawa gen kerentanan.
2. Faktor Biokimia
Semakin terbukti dari kontribusi glutamat baik gangguan bipolar dan depresi
berat. Sebuah studi postmortem dari lobus frontal individu dengan gangguan ini
menunjukkan bahwa tingkat glutamat meningkat.
3. faktor neurofisiologis
4. faktor psikodinamik
5. Kelainan Tidur
Insomnia inisial dan terminal, sering terbangun, hipersomnia adalah gejala yang
klasik dan lazim pada depresi dan penurunan kebutuhan tidur merupakan gejala
klasik insomnia. Para peneliti telah lama mengenali bahwa EEG pada banyak pasien
dengan depresi mengalami kelainan. Kelainan yang lazim adalah awitan tidur yang
tertunda, pemendekan latensi Rapid Eye Movement (REM), peningkatan lama
periode REM pertama, serta tidur delta abnormal.
GEJALA KLINIS
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi
dan episode mania.
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood
yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih
gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang).
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,
hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa
pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi.
Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau
perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide
bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan
kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan
perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran
psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,
ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila
mood irritable) yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan
aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal,
sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh
keluarga.
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling
sering yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting,
pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di
samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
a. Kriteria diagnosis
Terapi
Litium (4)
Lihium merupakan galangan alkali paling ringan (golongan Ia); garam dari kation
monovalen ini mempunyai beberapa karakteristik dengan Na+ dan K+.
Pada sistem saraf pusat, kerja selektif lithium adalah menghambat jalur inositol
monofosfat, kemudian mengganggu jalur fosfatdilinositol dan menurunkan aktivasi
PKC, terutama isoform α dan β, dengan cara menurunkan inositol serebral.
Dalam sistem berkala litium merupakan unsur padat yang pertama (nomo atom 3)
setelah hydrogen dan helium yang berbentuk gas. Litium digunakan dalam pengobatan
berbentuk garam, seperti litium karbonat, litium asetat, dan litium sitrat. Di Amerika
preparat standar adlah litium karbonat 300 mg dan litium sitrat yang berbentuk cairan
dalam 5 ml mengandung 8,1 mEq litium.
Litium yang diberikan secara oral di absorsi diusus dengan cepat dan sempurna,
kadar litium serum mencapai puncak dalam 1,5 – 2 jam dan dalam 4 – 4,5 jam preparat
litium dilepaskan secara lambat. Litium tidak terikat pada protein plasma dan tidak
mempunyai metabolit. Sebagian besar eksresinya melalui ginjal dan sebagian kecil melalui
keringat dan faeces. Distribusi di dalam tubuh meluas didalam tubuh dengan kecepatan
berbeda-beda. Konsentrasinya di dalam ginjal dantiroid melebihi kadarnya di dalam
plasma. Sedangkan di dalam sel darah merah, cairan spinal dan otak biasanya tidak ada.
Waktu paruh pengeluaran litium kira-kira 24 jam.
Mekanisme kerja litium pada gangguan bipolar dipengaruhi oleh kadar litium
serum. Jika kadar litium serum rendah aktivitasnya akan kurang, jika kadarnya terlalu
tinggi dapat menyebab intoksikasi. Kadar efektif litium bervariasi menurut berbagai
kepustakaan antara 0,4 – 1,4 mEq/ 1. Mengenal bagaiman kerja litium dalam pengobatan
litium belum diketahui secara pasti. Ada bebrapa hipotesa yanag menerangkan peran
litium mengatasi gangguan afektif bipolar berdasarkan percobaan hewan.
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk
utuh hanya melalui ginjal.
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan gangguan bipolar.
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan
terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi
keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi
rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif
sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5
mEq/L.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan
ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible.
Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia,
deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium,
hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko
kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang
lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu,
pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun,
pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan
dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan
tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita
dengan gangguan bipolar yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat
melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya
harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus
dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan
dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus
litium terhadap ibu harus didiskusikan.
Valproat (4)
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium
valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang
dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam
sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat
lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat
diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila
diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk gangguan bipolar II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai
dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga
mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi,
peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila
konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam
plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan gangguan bipolar, mania sekunder, gangguan bipolar yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, gangguan bipolar pada anak dan remaja, serta gangguan
bipolar pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim
transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan
dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping
gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat
sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
Pada penelitian juga tercatat bahwa toksisitas lithium akut (dosis di atas 1,2 mM)
itu terjadi, terutama pada pasien membuat rentan setelah operasi, gagal ginjal, gagal
jantung, atau bahkan penyakit berat yang mengakibatkan diare dan muntah. Oleh karena
itu, untuk menghindari toksisitas lithium, setiap 3 bulan dianjurkan melakukan
pemeriksaan kadar serum lithium. (5)
Dalam sebuah tinjauan terbaru survei perawatan obat untuk gangguan mood
selama kehamilan, dilaporkan bahwa penggunaan valproat harus dihindari. Sebaliknya,
lithium risiko terjadinya teratogenik tidak signifikan, sehingga berpotensi cocok untuk
mengobati pasien hamil. Namun lithium kontraindikasi pada pasien dengan kehamilan
trimester awal. (5) (7)
Efek samping lain dari pengobatan dengan valproat, termasuk penurunan IQ pada
anak-anak setelah paparan janin. Ada juga terdapat laporan hepatotoksisitas dan
kerusakan hematopoietik (trombositopenia, disfungsi trombosit, defisiensi faktor XIII,
hipofibrinogenemia, dan kekurangan vitamin faktor tergantung K) setelah pengobatan
dengan valproat. Yang menarik, lithium disarankan untuk digunakan dalam mengobati
defisit hematopoietik melalui peningkatan colony-stimulating factor. Valproat juga
dilaporkan meningkatkan prevalensi penyakit von Wilbrant, kelainan koagulasi yang
mengalami peningkatan kecenderungan perdarahan dalam bentuk mudah memar,
mimisan, dan gusi berdarah, dan peningkatan sembilan kali lipat pada anemia aplastik,
suatu kondisi di mana pasien memiliki sel darah merah yang lebih rendah, sel darah putih,
dan trombosit karena sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel baru yang cukup.
Sehingga pemilihan penggunaan lithium dan valproat harus dipertimbangkan keuntungan
dan kekurangannya. (5)
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung
seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan mood ini
disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, biologik, dan psikososial.
Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe
dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 30 tahun. Wanita dan pria memiliki
kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar
kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan
genetiknya. Dalam pemilihan lini pertama terapi pada gangguan bipolar dapat
menggunakan lithium atau valproat yang sudah jelas efektif. Namun pemilihannya dalam
penggunaan lithium ataupun valproat harus diperhatikan keadaan pasien, kelebihan, dan
kekurangannya. Lithium lebih baik digunakan pada pasien yang sedang hamil,
dibandingkan valproat yang efek sampingnya pada janin serta dapat meningkatkan enzim
hati dan anemia aplastik. Penggunaan lithium juga dapat berdampak pada fungsi ginjal
yang terganggu. Sehingga penggunaan obat-obatan, lithium maupun valproat harus
dilakukan pemeriksaan rutin setelah pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT NUH, 2003.
3. Soreff, Stepen. Bipolar Affective Disorder. Medscape. [Online] Agustus 18, 2014. [Cited: Oktober
6, 2014.] emedicine.medscape.com.
5. Therapeutic Potential of Mood Stabilizers Lithium and Valproic Acid : Beyond Bipolar Disorder.
Chiu, Chi-Tso. Maryland : Pharmacological review, 2013, Vol. 65.
6. Polycystic ovary syndrome in women using valproate: A review. Bilo, Leonilda. Napoly, Italy :
Pubmed, 2008.